Latar Belakang Pendidikan RIWAYAT HIDUP ASMAH SYAHRUNI

rumah tangga. 40 Ketika lahir anaknya yang pertama, dia dan suaminya sudah memiliki rumah sendiri hasil dari jerih payahnya sebagai seorang guru dan kebun karet yang digarapnya. Sebagai anak dari orang yang tahu agama, Asmah kerap diajari oleh ayahnya bagaimana cara membaca Al-Qur’an dengan baik, fiqih dan tauhid sebagai dasar. Sejak kecil Ia sudah pandai membaca Al-Qur’an. Namun, ayahnya juga menginginkan agar Asmah mengecap pendidikan umum untuk bekal masa depannya. Untuk masuk dalam pendidikan umum, agak sulit didapatkan, walaupun hanya pada tingkat SR Sekolah Rakyat.

B. Latar Belakang Pendidikan

Pada saat itu bisa dikatakan bahwa perempuan masih sulit mendapatkan hak pendidikan. Mungkin sebuah kenyataan yang harus dipahami bahwa; pertama, anggapan sebuah keluarga yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting bagi anak perempuan, kedua, tenaga kerja diperlukan untuk terjun ke sawah dan sebagainya, oleh karenanya anak perempuan harus segera dicarikan suami untuk menambah tenaga kerja dalam keluarga, ketiga, adalah aib kalau anak perempuannya tidak segera menikah. Yang terakhir ini mungkin budaya yang diciptakan penjajah terhadap orang pribumi agar tidak pernah maju. 41 Hal di atas tidak berlaku dalam diri Asmah Syahruni. Sebagai orang yang ingin maju, dia teguh dalam pendiriannya untuk masuk ke sekolah umum. Dengan memanfaatkan kesempatan yang ada akhirnya Asmah 40 Musthafa Helmy, Asmah Syahruni; Muslimah Pejuang Lintas Zaman, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2002, h. 10, 17, 18. 41 Ibid, h. 19. Syahruni bisa dengan mudah masuk ke sekolah umum. Kakeknya sebagai tokoh masyarakat dan bibinya sebagai guru telah memudahkannya untuk bisa masuk ke sekolah umum, walaupun sekolah itu harus ditempuh dengan jarak jauh dan berjalan kaki. Sekolah umum di daerahnya pada waktu itu hanya ada di kecamatan. Itupun hanya Sekolah Rakyat, lima tahun yang dibuat dua jenjang. Jenjang pertama dari kelas satu sampai dengan kelas tiga, dan mendapatkan ijazah. Lalu dilanjutkan ke jenjang yang kedua yaitu dari kelas empat sampai dengan kelas lima. Sejak masuk kelas empat, Asmah Syahruni mulai merasakan perbedaan cara berfikir dirinya dengan orang tuanya. Pandangannya mulai jauh ke depan. Meski perempuan, dia bisa menikmati pendidikan, meskipun terkadang muncul pertentangan dengan keluarga, terutama dari keluarga ayahnya. Kebetulan dalam keluarga ayahnya tidak ada saudara perempuannya yang sekolah. Saat itu ia juga sempat diberhentikan sekolah oleh ayahnya selama dua tahun. Dan meneruskannya kembali, akhirnya pada usia 14 tahun dia lulus kelas lima. Setelah menikah dia mengajar di SR III, sementara suaminya mengajar di SR I. 42 Dengan bekal pendidikan itu, Asmah Syahruni menjadi guru selama kurun waktu 1943-1954. Dengan Beslit Mienseibu Tjokan saat ini disebut Departeman Pendidikan dan Kebudayaan , dia menjadi guru pembantu pada Futsu Tjo Gakko setingkat SD bentukan Jepang di Rantau I, kemudian menjadi Wakil Kepala Futsu Tjo Gakko di Rantau III. Selanjutnya ia terus 42 Ibid. h. 14, 21. malang melintang sebagai pendidik. Ia juga menjadi guru SR VI di Rantau III, SR VI Batang Kulur Kandangan dan SR VI di Ulin Kandangan. Pergulatan Asmah Syahruni di dunia pendidikan sebenarnya tidak terbatas pada pendidikan umum saja, melainkan pendidikan agama. Bersamaan dengan karirnya sebagai seorang guru, Asmah Syahruni juga aktif dalam mengikuti pendidikan keagamaan. Berdasarkan rasa kekurangannya dalam soal agama, membuat tokoh yang satu ini kerap mengikuti pengajian- pengajian yang diadakan oleh kiai-kiai NU. Hal ini juga memberikan hikmah tersendiri baginya. Karena dengan aktivitasnya sebagai seorang jam’iyah pengajian pada waktu itu, membuatnya bisa mengenal dan dikenal oleh tokoh- tokoh NU. Menurut pengakuannya, dari aktivitasnya dalam mengikuti pengajian inilah yang pada akhirnya membuat dirinya faham akan NU, bergabung dengan NU dan pada akhirnya dapat aktif dalam Muslimat NU. 43 Pada tahun 1952, Asmah Syahruni diangkat menjadi konsulat Muslimat NU di wilayah Kalimantan Selatan sampai 1956. Sejak saat itulah ia mengubah arah kehidupannya, dari dunia pendidikan ke dunia politik dan organisasi. 44

C. Perjalanan Karir Politik dan Organisasi