C. Periode Ketiga Kepemimpinannya
Masa bakti 1989-1995 yang merupakan periode ketiga dalam kepemimpinan Asmah Syahruni ditandai dengan berbagai peristiwa nasional
kenegaraan maupun perkembangan di lingkungan khusus. Pemasyarakatan Khittah 1926 makin dihayati oleh pelaksana
organisasi maupun oleh anggota. Salah satu tujuan Khittah 1926 melepaskan organisasi dari tingkah laku politik praktis masih perlu pendekatan psikologis
dengan pribadi-pribadi yang terkait dari unsur kepemimpinan organisasi dan unsur-unsur pribadi yang memilih minat terhadap politik praktis.
Khittah NU dalam pengertian secara fisiknya tetap memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk memilih aliran politik dalam
pemilu, baik sebagai pemilih juga aktif dalam kepemimpinan aliran politik yang bersangkutan.
Konsolidasi yang dilakukan di beberapa daerah luar Jawa telah mampu membangkitkan rasa percaya diri kepada anggota masyarakat warga
Muslimat NU, sehingga daerah-daerah yang sebelumnya dianggap rawan konsolidasi berjalan dengan lancar.
Keikutsertaan Muslimat NU dalam badan-badan, lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti MUI, Forum Lembaga Dakwah, Persaudaraan Haji
Indonesia dan sebagainya telah memberi arti penting akan kehadiran organisasi ini.
Kerjasama dengan LSM, Bidang Pendidikan dan Bidang Kesehatan, pelatihan-pelatihan untuk peningkatan pandapatan keluarga dan peningkatan
Sumber Daya Manusia SDM meningkat tajam, baik dari program fisik,
seperti pemasyarakatan vitamin A, operasi mata katarak, pemberian modal kerja, pemberian alat medis di Rumah Bersalin di lingkungan Muslimat NU.
Jaringan kerjasama dengan LSM dalam negeri maupun dengan badan atau lembaga bantuan luar negeri telah menimbulkan dampak yang cukup
mengesankan, baik tentang hasil yang dirasakan secara fisik maupun dampak yang diperoleh oleh organisasi.
Program yang
menyangkut pelayanan
masyarakat seperti
peningkatan pengetahuan calon jama’ah haji, peningkatan dakwah yang sifatnya monolog menjadi dakwah yang dialogis dengan materi dakwah yang
bervariasi, misalnya memberikan jasa konsultasi keluarga, perkawinan, pertanahan, waris dan lain-lain.
75
Di atas adalah gambaran beberapa kegiatan yang dilaksanakan Muslimat NU pada periode ketiga. Namun secara keseluruhan, pada periode
ini dapat dikatakan lebih menekankan program kegiatannya pada suatu kelanjutan dari program periode kedua, yaitu pemantapan organisasi. Namun
program utama dari perode ini tetap dijalankan, yaitu mengembalikan program-program yang menjadi andalan Muslimat NU di antaranya: Kegiatan
dalam bidang pendidikan, bidang dakwah dan bidang sosial. Ketiga bidang itu merupakan harga mati bagi organisasi ini. Karena
sejak didirikannya hingga sekarang, organisasi wanita ini tidak pernah melepaskan kegiatannya dari ketiga bidang utama itu.
75
Laporan Pertanggungjawaban PP. Muslimat NU Pada Kongres XIII Periode 1989- 1994, H. 9, 10, 12, 13.
Selanjunya, sebagai interpretasi terkait peranan yang dimainkan Asmah Syahruni selama ia menjabat sebagai PP. Muslimat NU, akan dibahas
pada sub-bab di bawah. a Bidang Pendidikan
Seperti dalam organisasi lainnya bahwa setiap pimpinan pada masing-masing periode bisa dipastikan memiliki perbedaan dalam
beberapa hal yang paling menonjol. Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa pimpinan dalam periode tersebut terkadang hanya melanjutkan atau
menyempurnakan program yang sebelumnya telah dilaksanakan oleh pimpinan dalam periode sebelumnya. Hal ini juga terjadi dalam
kepemimpinan Muslimat NU pada masa Asmah Syahruni. Namun, yang menarik dalam organisasi kewanitaan ini adalah
adanya tiga periode dalam kepemimpinan oleh orang yang sama. Artinya orang tersebut memegang Pucuk Pimpinan selama tiga periode berturut-
turut. Ini bisa dikatakan bahwa dalam periode pertama jabatannya sebagai pimpinan, Ia hanya melanjutkan atau menyempurnakan program-program
yang telah dilaksanakan oleh pimpinan pada periode sebelumnya. Asmah Syahruni sebagai orang yang menjabat ketua umum dalam periode ini
menyatakan dalam laporan pertanggung jawabannya dalam periode 19791984 periode ini adalah periode di mana Ia menjabat sebagai ketua
umum yang pertama Muslimat NU pada Kongres Muslimat NU ke-XI bahwa periode ini merupakan masih berada pada sisa-sisa transisi
sebagian permasalahan yang belum terselesaikan dalam periode sebelumnya. Periode ini juga merupakan sebagai penyempurnaan program
kerja, misalnya tentang atribut Taman Kanak-Kanak, tentang sikapnya terhadap PKK dan lain-lain.
76
Berbicara mengenai pendidikan, keberadaan Muslimat NU memang tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan. Sejak semula, dunia
pendidikan mempunyai tempat tersendiri dan perhatian khusus di organisasi ini. Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
ADART Muslimat NU dengan tegas dinyatakan bahwa salah satu tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan
derajat kehidupan masyarakat, terutama kaum wanita Indonesia. Hal ini tentunya harus ditunjang dengan pendidikan.
Pandangan Muslimat NU tentang pendidikan tercermin dalam hasil kongres pertama. Pembangunan materil hanya berhasil jika
diimbangi dengan pembangunan spiritual. Oleh karena itu harus ada usaha untuk mengintensifkan dan memperluas lembaga-lembaga pendidikan bagi
kaum wanita untuk menyadarkan para wanita Indonesia akan kewajibannya agar menjadi ibu yang sejati. Sehingga mereka dapat ikut
serta memperkuat dan membantu pekerjaan NU dalam menegakkan dan melestarikan agama Islam.
77
Usaha bidang pendidikan secara lebih jelas lagi dirumuskan dalam kongres ke III. Dalam kongres yang berlangsung di
Jakarta, 30 April – 3 Mei 1950 disahkan orientasi program dalam menangani kegiatan pendidikan khususnya pendidikan bagi anak-anak dan
kaum wanita dalam urgensi programnya.
78
76
Asmah Syahruni, Laporan Pertanggung Jawaban P.P. Muslimat NU Periode 19791984 pada Kongres Muslimat NU KE-XI, Probolinggo, 1984. h. 3.
77
Saifullah Ma’shum, Ali Zawawi, 50 Tahun Muslimat NU, h. 31
78
Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama, P.P. Muslimat NU Jakarta, 1979. h. 79
Dalam Kongres VIII di Solo Desember 1962, diputuskan program organisasi bidang pendidikan. Pada tiap-tiap cabang Muslimat
NU harus diusahakan paling tidak berdiri satu Sekolah Taman Kanak- Kanak STK. Pada kongres ini Muslimat NU juga membuat rekomendasi
yang ditujukan pada LP Ma’arif NU agar lembaga itu mendirikan akademi dakwah.
79
Hal ini bertujuan untuk menciptakan kader-kader dakwah yang pada saat itu dirasa sangat penting. Saat itu Muslimat telah memiliki 400
STK di seluruh Indonesia.
80
PP LP Ma’arif dalam konferensi besarnya tanggal 30 Agustus 1969 menyerahkan tugas pengelolaan taman kanak-kanak kepada
Muslimat NU. Saat itu Muslimat telah lama mengintruksikan kepada cabang-cabangnya untuk mensukseskan pendidikan pra-sekolah dengan
mendirikan STK Muslimat NU disetiap ranting. Dasar pemikiran ini adalah karena taman kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang
pertama kali memberikan bimbingan dan pembinaan rohani maupun jasmani untuk perkembangan anak di bawah tujuh tahun secara
sistematis.
81
Pada tahun 1987 Muslimat menempuh Langkah strategis dan berjangka panjang. Untuk menangani kegiatan bidang pendidikan yang
semakin besar jumlah dan tuntutannya, Muslimat membentuk Yayasan Bina Bakti Wanita. Yayasan ini pada mulanya memang hanya menangani
kegiatan pendidikan dan latihan keterampilan bagi perempuan, hasil
79
Saifullah Ma’shum, Ali Zawawi, 50 Tahun Muslimat NU, h. 34
80
Ali Zawawi, dkk, Asmah Sjahruni, Muslimah Pejuang Lintas Zaman dari kalangan Nahdlatul Ulama, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2002, h. 65
81
Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama, h. 133
kerjasama Muslimat dengan Depnaker. Namun, sejak 12 Oktober 1990, yayasan ini tidak hanya berfungsi mengelola kegiatan pendidikan dan
latihan keterampilan, tapi juga mulai dilimpahi tugas untuk mengelola seluruh kegiatan pendidikan yang bernaung di bawah bendera Muslimat
NU. Untuk keperluan itu, maka Yayasan Bina Bakti Wanita pada tanggal 1 April 1992 diubah namanya menjadi Yayasan Pendidikan Islam Muslimat
NU Bina Bakti Wanita YPM NU Nabawi. Sampai tahun 1995, yayasan ini telah berkembang di enam Provinsi dan delapan Kabupaten. Untuk
menjalankan program bidang pendidikan, yayasan menjalin kerjasama dengan beberapa instansi dan LSM di dalam dan luar negeri sebagai mitra,
seperti Depnaker, YIS, Yayasan Melati, Unicef, AIDAB, HKI, dan WHO.
82
Pada masa kepemimpinan Asmah Syahruni tahun 1989, Muslimat NU telah berhasil membangun 3.916 buah TK dan 56 buah
Diniyah yang tersebar di seluruh Indonesia. Kemudian pada masanya, Muslimat NU telah mengikutsertakan anggotanya untuk mengikuti kursus
administrasi kesekretarisan yang diadakan KOWANI.
83
Setelah ia melepaskan jabatannya pada tahun 1995 jumlahnya meningkat menjadi
4.491 STK dan 1.525 TPQ. Pada tahun 1993, Muslimat menyusun buku panduan
penyelenggaraan STK dan TPQ serta panduan pelaksanan pesantren kilat. Selain itu juga menyelenggarakan lokakarya pembangunan dan pembinaan
pendidikan Muslimat
NU. Keinginan
Muslimat untuk
bisa
82
Saifullah Ma’shum, Ali Zawawi, 50 Tahun Muslimat NU, h. 41
83
Laporan Pertanggung Jawaban PP MUslimat NU Pada Kongres Muslimat NU Ke XII,
Kaliurang, Yogyakarta, 1989.
menyelenggarakan kegiatan pendidikan selain STK dan TPQ cukup besar, terutama untuk bidang-bidang pendidikan yang berkaitan dengan
kebutuhan pengembangan sumber daya manusia wanita. Selain
lembaga pendidikan
formal, Muslimat
juga menyelenggarakan berbagai bentuk pendidikan non-formal. Misalnya
Muslimat menjalin kerjasama dengan pengasuh pesantren putri untuk meningkatkan pendidikan dan pengajaran di kalangan santri putri.
Pesantren putri merupakan basis Muslimat dan para santrinya merupakan calon kader-kader pimpinan Muslimat NU.
Kegiatan pendidikan yang dikelola Muslimat NU secara garis besarnya terdiri atas tiga bentuk, yaitu TKTPQ dan Madrasah Diniyah
MD, Majlis Taklim Ibu-ibu dan pelatihan keterampilan. Untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan ini, Muslimat NU bekerjasama
dengan Departemen tenaga Kerja Republik Indonesia dan Lakpesdam Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
b Bidang Dakwah Dakwah adalah salah satu karakteristik yang sangat menonjol
pada NU, begitupun pada Muslimat NU. Tradisi kehidupan mimbar sangat identik dengan warga nahdliyin. Banyak Da’iyah yang ternama di
Muslimat. Penggalangan potensi dalam bidang ini menjadi salah satu kegiatan yang juga memperoleh perhatian intensif dari Muslimat NU
untuk menunjang program penyuluhan dan bimbingan keagamaan di kalangan wanita Indonesia. Peranan yang dimainkan Muslimat NU pada
masa Asmah Syahruni juga tidak lepas dari kegiatan dalam bidang dakwah tersebut.
Pada tanggal 30 April 1981, dibentuk Perhimpunan Dakwah Indonesia NADWAH untuk menunjang kegiatan Nahdliyin. Namun
sangat disayangkan pada saat itu wadah ini belum terbina dengan baik mengenai nama maupun mengenai pembinaan wadah ini. Walaupun belum
terbina dengan baik, namun dibeberapa daerah telah ada cabang NADWAH yang berjalan dengan baik.
84
Untuk menggalang potensi dalam bidang ini dan untuk mengefektifkan dalam bidang dakwah, maka para da’iyah Muslimat NU
bersama Fatayat NU pada tahun 1984 dalam Kongres XI di Paiton, Jawa Timur membentuk Himpunan Da’iyah Muslimat dan Fatayat HIDMAT
NU. Melalui wadah inilah Muslimat NU secara terencana dan intensif melakukan kegiatan penerangan dan dakwah di tengah-tengah masyarakat.
Pengajian atau tabligh akbar merupakan salah satu kegiatan rutin yang diselenggarakan wadah ini.
Bagi Muslimat NU, dakwah merupakan panggilan hidup untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Karena itu forum-forum
pengajian, ceramah-ceramah, dan sejenisnya berkembang sangat pesat. Bahkan forum seperti itu pada mulanya dinilai cukup efektif untuk
menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengadakan transformasi sosial di kalangan warga Muslimat NU.
84
Laporan Pertanggung Jawaban PP. Muslimat NU Periode 1979-1984 h. 6
Beberapa kegiatan yang dilakukan HIDMAT NU, antara lain pengajian rutin, lailatul ijtima’, peringatan hari-hari besar Islam, tahlil
kubro, tabligh akbar, dan kegiatan dakwah Islamiyah lainnya. Untuk mengefektifkan kegiatan dakwah, selain menempuh jalur penerangan dan
dakwah secara oral, Muslimat juga memanfaatkan media penerbitan. Selain mengadakan orientasi dan kursus junalistik, PP Muslimat NU
pernah menerbitkan Risalah Muslimat NU, Gema Muslimat dan Gema Harlah Muslimat serta bulletin Yasmin yang diterbitkan secara berkala.
Pemberitaannya mencakup
segala bidang
dan perkembangan-
perkembangan Muslimat NU, serta sebagai sarana memelihara kelangsungan komunikasi antara pusat dan daerah. Pada periode ini,
Muslimat pernah mendapat kesempatan mengikuti seminar Dakwah Wanita di Kuala Lumpur yang diwakili oleh Aisyah Dahlan yang pada saat
itu menjabat sebagai Wakil Ketua III PP Muslimat juga ketua bidang dakwah.
85
Sejauh mana
mengukur keberhasilan
Asmah Syahruni
dalam kepemimpinan Muslimat NU, bisa kita bandingkan dengan tokoh perempuan lain
dalam suatu organisasi lain pula yang sezaman dengannya. Muslimah Humam, ia adalah salah satu dari sekian tokoh Nasyi’atul Aisyiyah NA, suatu organisasi
keputrian yang bernaung di bawah Muhammadiyah. Dalam membandingkan ketokohan seseorang pada sebuah oragnisasi,
tentu kita tidak bisa mengukurnya hanya pada tataran pribadi orang itu sendiri. Lebih dari itu, bagaimana orang tersebut memiliki kemampuan dalam
85
Laporan Pertanggung Jawaban PP. Muslimat NU Periode 1979-1984 h. 2
melaksanakan program-programnya. Adapun untuk mengukur suatu keberhasilan dari sebuah organisasi di mana mereka terlibat, tentunya kita bisa melihat
program-program apa saja yang telah direalisasikan sesuai dengan amanat organisasi tersebut. Untuk itu sebagai perbandingan, di sini penulis mencoba
mengukurnya melalui program-program pada masing-masing organisasi yang telah diamanatkan kepada tokoh organisasi itu sendiri.
Secara garis besar, kedua organisasi ini memiliki program-program baku yang telah ditetapkan sejak didirikannya. Namun yang membedakan di sini
adalah, jika Asmah Syahruni sebagai tokoh Muslimat dari satu periode ke periode berikutnya mampu mengembangkan program-programnya,
86
sementara Muslimah Humam sebagai tokoh Nasyi’atul Aisyiah memiliki kemampuan melanjutkan
pelaksanaan program-program yang telah ditetapkan oleh organisasinya.
87
Namun demikian, bisa dilihat bahwa Asmah Syachruni dalam kepemimpinannya mencoba untuk merealisasikan semua program-program yang
telah ditetapkan, sementara Muslimah Humam mengambil prioritas utama dalam pelaksanaan program dalam setiap periode. Di antara lima program yang telah
ditetapkan, prioritas utama yang dijalankan Muslimah Humam adalah kaderisasi 1985-1990 dan kemubalighatan 1990-1995.
88
86
Pada periode pertama jabatannya sebagai Pucuk Pimpinan Muslimat NU, program- program atau bidang garapan Asmah Syahruni adalah; Bidang SosialKesehatan, Bidang
pendidikan, Bidang Dakwah, Bidang UsahaEkonomi dan proyek khusus Penataran Undang- Undang Perkawinan. Pada periode kedua di tambah satu bidang Ikatan Hajjah Muslimat IHM.
Pada periode ketiga bidang IHM tidak ada lalu diganti Bidang Organisasi dan Litbang. Lih. Asmah Syachruni, Laporan Pertanggungjawaban PP Muslimat NU Periode 1979-1984, 1984-1989,
1989-1995, h. 4, 6, 19-20.
87
Bidang-bidang kelanjutan yang dijalankan kedua tokoh Nasyi’atul Aisyiah adalah; Bidang Konsolidasi Organisasi, Bidang Kaderisasi, Bidang Dakwah, Bidang Kemasyarakatan dan
Bidang Pengkajian. Lih. Pengurus Pusat Nasyi’atul Aisyiah, Keputusan Munas Nasyi’atul Aisyiah II, Yogyakarta, 1995.
88
Pengurus Pusat Nasyi’atul Aisyiah, Sejarah Singkat Nasyi’atul Aisyiyah dan Khittah Perjuangannya, Ypgyakarta, 1996.
Secara keseluruhan, perbandingan di antara kedua tokoh organisasi wanita ini adalah; Asmah Syahruni dalam membidangi organisasinya lebih fleksibel,
dalam arti ia adalah sosok yang bisa beradaptasi dengan keadaan atau kultur yang ada di organisasi yang memang berkultur Islam tradisional ini. Ini mungkin bisa
dipahami bahwa dari dulu pendekatan-pendekatan yang dilakukan para tokoh NU dari pimpinan sampai bawahan lebih bersifat kekeluargaan, bukan bersifat
keorganisasian. Ini juga diperkuat dengan adanya slogan “manut ulama”. Maka tak heran jika Asmah Syahruni dalam kepemimpinannya sama sekali tidak
menunjukkan superioritas dalam organisasinya. Hal ini bisa berpengaruh pada sebuah pelaksanaan program yang lebih bersifat semangat kekeluargaan yang
terkesan tidak formal. Walau demikian program tetap terlaksana. Karena itu merupakan langkah strategis bagi kalangan Muslimat NU dalam merealisasikan
program-program garapannya. Lain halnya dengan Muslimah Humam, sebagai orang yang bernaung
dalam organisasi yang lebih modern, ia selalu melaksanakan program-programnya sesuai dengan aturan-aturan formal dan prosedural. Ini memang sudah menjadi
ciri daripada organisasi yang menaunginya, yaitu Muhammadiyah. Bagaimana jika dibandingkan dengan Aisyiyah, sebuah organisasi wanita
Muhammadiyah. Di mana letak kekurangan dan kelebihan kedua organisasi wanita tersebut. Sulit untuk mencari kelebihan dan kekurangan sebuah organisasi
tanpa kita, minimal pernah mengalami atau ikut terlibat langsung dalam kedua organisasi tersebut. Walau demikian, ini tidak menghalangi suatu penilaian
terhadap sebuah organisasi.
Secara organisatoris, Aisyiyah memiliki program utama di antaranya, bidang kesehatan, tablig, pengkaderan dan pembinaan generasi muda, pendidikan,
ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan kesejahteraan sosial, partisipasi kebangsaan serta konsolidasi. Namun seiring jalannya waktu, Aisyiyah juga
menambah agenda kegiatan berupa pengkajian dan iptek, hukum dan hak asasi manusia. Ini bisa dilihat dari muktamar-muktamar yang diadakannya, di mana
Aisyiyah selalu berusaha memperbaharui dan meningkatkan perannya dalam memperjuangkan terbentuknya masyarakat madani.
89
Mufnaetty Shofa, sebagai orang yang pernah menjadi tokoh Aisyiyah pada masanya telah mampu membawa Aisyiyah menjadi organisasi wanita yang cukup
berpengaruh di Indonesia. Dengan kemampuannya, ia membawa organisasi ini mampu bekerja sama dengan pemerintah, pihak swasta dalam maupun luar negeri
serta kerjasama dengan organisasi wanita setingkat. Dalam kepemimpinannya, ia mengedepankan kekompakan dan kerjasama. Menurutnya, untuk memperoleh
kualitas kepemimpinan tersebut dari satu orang bukanlah hal yang mudah, tetapi karena kepemimpinan bersifat kolegial, kualitas tersebut dapat dipenuhi dengan
kepemimpinan kolektif dalam sebuah tim yang terdiri dari berbagai keahlian. Kepemimpinan kolegial akan bermakna ketika pimpinan mampu menghidupkan
kerjasama dalam menghimpun dan mengkombinasikan sumberdaya yang ada serta mampu menghidupkan permusyawaratan.
90
89
Mufnaetty Shofa, Aisyiyah dan Dinamika Dakwah, www.suaramerdeka.com, 02 Juli
2005.
90
Mufnaetty Shofa, Aisyiyah dan Dinamika Dakwah.
BAB V KESIMPULAN