6. Kecakapan dan Keseksamaan
Kecakapan  dan  keseksamaan  hakim  merupakan  prasyarat  penting  dalam pelaksana  peradilan  yang  baik  dan  terpercaya.  Kecakapan  tercermin  dalam
kemampuan  profesional  hakim  yang  diperoleh  dari  pendidikan,  pelatihan,  danatau pengalamandalam  pelaksanaan  tugas;  sedangkan  keseksamaan  merupakan  sikap
pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian,ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim.
Disamping itu, sebagaimana telah dijelaskan diatas Undang-Undang Nomor 4 Tahun  2004.
21
menentukan  bahwa  kekuasaan  kehakiman  adalah  kekuasaan  Negara yang  merdeka  untuk  menyelenggarakan  peradilan  guna  menegakkan  hokum  dan
keadilan berdasarkan pancasila, demi terselenggaranya Negara hukum Indonesia yang tercantum dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi:
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
22
Dalam  penjelasan  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  2004,  diuraikan    bahwa kekuasaan  kehakiman  yang  merdeka  tersebut  mengandung  pengertian  bahwa
kekuasaan  kehakiman  itu  bebas  dari  segala  campur  tangan  pihak  kekuasaan  ekstra yudisial  kecuali  dalam  hal-hal  sebagaimana  disebut  dalam  UUD  Negara  Republik
Indonesia Tahun 1945.
21
LN-RI Tahun 2004 Nomor 8, TLN-RI Nomor 4358,
22
Perubahan ketiga UUD 1945 tahun 2001.
32
BAB III PROFIL MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
A. Mahkamah Agung
Penjajahan  atas  Ibu  pertiwi  Indonesia,  selain  mempengaruhi  roda pemerintahan  yang  berlaku  pun  pula  sangat  berpenagruh  besar  terhadap  peradilan
Indonesia,  sejarah  berdirinya  Mahkamah  Agung  kiranya  tiak  dapat  dilepaskan daripada penjajahan di  bumi  Indonesia ini, ini terbukti dengan  adanya kurun-kurun
waktu, dimana bumi pertiwi indonesia sebagian waktunya dijajah oleh Belanda dan sebagian  lagi  oleh  pemerintah  Jepang.  Oleh  karenanya  perkembangan  peradilan  di
Indonesia pun tak luput dari pengaruh kurun waktu tersebut Upaya  memperjuangkan  kekuasaan  kehakiman  yang  mandiri  sesungguhnya
tidak  pernah  berhenti  dilakukan  baik  melalui  upaya  memperkuat  kemandirian kekuasaan  kehakiman  melalui  amandemen  Undang-undang  kekuasaan  kehakiman
maupun  melalui  serangkaian  kegiatan  diskusi  dan  seminar.perjalanan  sejarah memperlihatkan  terjadinya  pembelokan  pelaksana  kekuasaan  kehakiman  dimasa
pemerintahan  Soeharto,  terutama  sejak  memasuki  dekade  1970-an.  Intervensi eksekutif  mulai  terlihat  sejak  periode  tersebut  sebagai  bagian  dari  warna
politikpemerintahan Soeharto  yang bercorak otoriter. Dalam kedudukannya sebagai kepala  pemerintahan,  Soeharto  berhasil  mempengaruhi  pelaksanaan  kekuasaan
kehakiman  melalui  pola-pola  pembuatan  peraturan  perundang-undangan  yang memberi keuntungan eksekutif