Representasi dalam sebuah film

59 Universitas Sumatera Utara Film memiliki pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi pola pikir dan budaya masyarakat. Di dalam sebuah film terkandung pesan –pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara seperti pesan moral, pesan sosial, maupun pesan budaya. Dengan menonton sebuah film kita bisa mengetahui suatu budaya yang ditampilkan dalam film tersebut, selain itu kita juga bisa mengetahui budaya tertentu meskipun kita belum berkunjung ke tempat tersebut.

2.6 Representasi dalam sebuah film

Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk semacam konsensus publik secara visual visual public consensus , karena film selalu bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera publik. Dengan kata lain, film merangkum pluralitas nilai yang ada di dalam masyarakat. Irawanto, 1999:14 Film mampu menangkap gejala-gejala dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang kemudian disajikan kembali kepada masyarakat untuk mendapat apresiasi. Sebagai salah satu media komunikasi, film mengandung berbagai pesan yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Pesan-pesan tersebut dibangun dari berbagai macam tanda yang terdapat dalam film. Graeme Turner menyebut perspektif yang dominan dalam seluruh studi tentang hubungan film dan masyarakat sebagai pandangan yang refleksionis. Yaitu film dilihat sebagai cermin yang memantulkan kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai dominant dalam kebudayaannya. Bagi Graeme, perspektif ini sangat primitif dan mengemukakan metapora yang tidak memuaskan karena menyederhanakan proses seleksi dan kombinasi yang selalu terjadi dalam setiap komposisi ungkapan, baik dalam film, prosa atau percakapan Irawanto, 1999:15. Antara film dan masyarakat sesungguhnya terdapat kompetisi dan konflik dari berbagai faktor yang menentukan, baik bersifat kultural, sub kultural, industrial, serta institusional.Ada dua pendekatan yang digunakan untuk mengkaji adanya hubungan antara film dengan kultur masyarakat, yaitu secara textual dan contextual Turner, 1995:153. Pendekatan tekstual berfokus pada teks-teks film. Film sebagai sebuah teks dipahami sebagai ekspresi dari aspek-aspek tertentu pada kultur masyarakatnya. Isi film yang ada di masyarakat, cenderung Universitas Sumatera Utara 60 Universitas Sumatera Utara mempertahankan struktur sosial yang sudah ada dengan cara mereproduksi makna-makna yang berasal dari nilai-nilai, ideologi, dan kepentingan kelompok- kelompok dominan dalam masyarakat. Sedangkan pendekatan kontekstual lebih menekankan pada aspek industrial, kultural politik, dan institusional film. Dalam kaitan ini, film lebih dipandang sebagai suatu proses produksi kultural daripada sebagai sebuah representasi dimana sebuah produksi film akan dipengaruhi oleh lingkup sosial dan ideologi di mana film itu dibuat dan berpengaruh kembali pada kondisi masyarakatnya. Antara masyarakat dan film terdapat berbagai dimensi yang menimbulkan makna-makna yang dapat dikaji untuk menghasilkan pemahaman tentang aspek-aspek yang muncul dari suatu realitas. Bagaimana pun hubungan antara film dan ideologi kebudayaannya bersifat problematis. Karena film adalah produk dari struktur sosial, politik, budaya, tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruhi struktur tersebut. Turner berpendapat bahwa selain film bekerja pada sistem-sistem makna kebudayaan untuk memperbarui, memproduksi, atau me- reviewnya – ia juga diproduksi oleh sistem- sistem makna itu. Dengan demikian, posisi film sesungguhnya berada dalam tarik ulur dengan ideologi kebudayaan dimana film itu diproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa film tidak pernah otonom dari ideologi yang melatarinya. Universitas Sumatera Utara 61 Universitas Sumatera Utara Tabel 2 Tabel Proses Representasi Fiske PERTAMA REALITAS Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dansebagainya. Dalam televisi seperti perilaku, make up , pakaian, ucapan, gerak-gerik dan sebagainya. KEDUA REPRESENTASI Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain. Elemen-elemen tersebut di transmisikan ke dalam kode representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana objek digambarkan karakter, narasi setting, dialog, dan lain lain KETIGA IDEOLOGI Semua elemen diorganisasikan dalam koheransi dan kode ideologi, seperti individualism, liberalisme, sosialisme, patriarki, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya Universitas Sumatera Utara 62 Universitas Sumatera Utara Sumber : Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi Jakarta:Mitra Wacana Media, 2011 , hal.123 Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Di sini realitas selalu siap ditandakan. Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lainlain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat. Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah -ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan. Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru , juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan, praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu. Universitas Sumatera Utara 63 Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian