106
Universitas Sumatera Utara
budaya karo yang mewajibkan wanita karo selalu sopan dalam berbusana seperti kata
mehangke
dalam bahasa karo yang berarti tau malu, sopan kepada orang lain. Begitulah tradisi budaya karo dalam hal
tudung
maupun
abit
yang sampai pada saat ini masih berlaku didalam kebudayaan karo.
4.3 Mitos dan Temuan Analisis Data
Dalam Film 3 Nafas likas budaya karo menjadi hal paling kuat yang melatar belakangi kebudayaan film tersebut sehingga banyak representasi
mengenai tradisi budaya karo didalamnya seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Setiap representasi dari budaya karo tersebut terdapat makna atau
pesan yang disampaikan termasuk mitos. Menurut Barthes pada sat media membagi pesan, maka pesan-pesan yang
berdimensi konotatif itulah yang menciptakan mitos. Pengertian mitos disini tidak senantiasa menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari, seperti halnya
cerita-cerita tradisional, legenda dan sebagainya. Bagi barthes, mitos adalah sebuah cara pemknaan dan ia menyatakan mitos secara lebih spesifik sebagai jenis
pewacanan atau tipe wacana. Seperti penjelasan Barthes yang mengatakan Mitos tidaklah dapat
digambarkan melalui objek pesannya, melainkan melalui cara pesan tersebut disampaikan maka ditemukan beberapa mitos dalam film 3 Nafas Likas.
Dalam Film ini, suku karo berdomisili di sumatera utara tepatnya di kresidenan sumatera utara pada jaman dahulu. Masyarakat karo menganut
kekerabatan parental dan bilateral. Makasudnya, mereka mengikuti garis keturunan ayah. Seluruh hubungan kekerabatan pada masyarakat karo, baik
berdasarkan pertalian darah maupun pertalian karena hubungan perkawinan, dapat disatukan dari tiga jenis kekeluargaan, yaitu: kalimbubu, senina atau sembuyak,
dan anak beru, yang biasanya disimpulkan dalam banyak istilah tetapi maksudnya sama yaitu daliken sitelu. Secara etimologis, daliken sitelu ini berarti tungku yang
tiga daliken = batu tungku, si = yang, teu= tiga. Maksudnya adalah di kehidupan masyarakat karo ini pasti mereka tidak terlepas dari yang namanya tengku untuk
menyalakan api memasak. Lalu Rakut Sitelu berarti ikatan yang tiga. Artinya bahwa setiap individu karo tidak lepas dari tiga kekerabatan tersebut. Hubungan
Universitas Sumatera Utara
107
Universitas Sumatera Utara
antara ketiganya tidak dapat dipisahkan di dalam hal adat, dilihat dari aspek-aspek kehidupan secara mendalam, hubungan dari ketiga kekerabatan ini menentukan
hak-hak dan kewajiban di dalam masyarakat, di dalam upacara-upacara, hukum, dan di zaman yang lampau dan mempunyai arti yang penting di dalam kehidupan
ekonomi dan politik. Di dalam sangkep si telu inilah terletak azas gotong-royong, dan musyawarah dalam arti kata yang sedalam-dalamnya.
Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga Daliken = batu tungku, Si = yang, Telu tiga. Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk
menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api memasak. Lalu Rakut Siteluberarti ikatan yang
tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo tidak lepas dari tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya sebagai sangkep nggeluh kelengkapan
hidup. Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai kalimbubu,seninasembuyak, anakberu.
Dalam hal gender perbedaan peran permpuan dan laki-laki sangat kontras. Perempuan secara adat dianggap hanya sebagai pelengkap, tidak bisa lepas atau
berdiri sendiri sebab wanita tunduk terhdapa peraturan adat
rakut sitelu
. Dalam pembangunan desa, pada umumnya wanita tidak diajak dalam perencanaan,
walaupun dalam pelaksanaanya dilapangan wanita aktif berperan serta. Dalam berpakaian, masyarakat karo memiliki ciri khas tersendiri yaitu
uis karo.uis karo
itu sendiri terdiri dari berbagai macam jenis yang dipakai oleh wanita maupun pria. Sampai sekarang
uis karo
yang paling serign digunakan adalah
uis nipes.
Pada jaman dahulu
uis karo
ini dianggap memiliki kekuatan gaib yang dibuat dari benda-benda khusus yang memiliki kekuatan sebagai penangakl
hal tertentu.
Uis karo
ini merupakan tradisi yang telah lama ada di masyarakat karo bahkan sampai sekarang pun masih sangat sering digunakan dalam acara
adat mauapun sehari hari. Terbuat dari benang kapas dan ditenun secara tradisional dan pembuatannya sudah ada secara praktis dengan menggunakan
mesin. Kenyataanya,
uis karo
ini ditolak keberadaanya dalam organisasi kegerejaan tertentu yang mengharamkan jemaatnya untk menggunakan kain
tersebut karena diaanggap memiliki mistis.
Universitas Sumatera Utara
108
Universitas Sumatera Utara
Tidak hanya kain yang menjadi ciri khas masyarakat karo, rumah ada
siwaluh jabu
juga merupakan salah satu cirri khas adat karo yang paling kuat. Siwaluh Jabu adalah rumah adat suku Karo. Siwaluh jabu adalah rumah tinggal
orang-orang Karo pada zaman dahulu. Siwaluh jabu menjadi bagian dari kehidupan orang Karo. Dalam mendirikan siwaluh jabu, ada beberapa tahap yang
harus dipenuhi. Tahap-tahap ini pula dilakukan secara teratur dan tidak boleh melepaskan salah satu tahapannya. Adapun tahap-tahap mendirikan siwaluh jabu
adalah sebagai berikut.
1. Padi-padiken tapak rumah
Para keluarga mencari dan memutuskan letak pendirian rumah ini. Setelah itu, diadakan acara adat padi-padiken tapak rumah. Tujuan dari acara adat ini adalah
untuk mengetahui apakah letak yang dipilih mendatangkan kebaikan atau malapetaka. Biasanya pada tahap ini dipanggilah seorang
guru si baso
dukun untuk mengetahui hal itu. Jika letak yang dipilih dianggap kurang baik, maka guru
si baso akan membantu mencarikan letak yang baik bagi pendirian rumah siwaluh jabu.
2. Ngempak
Pada tahap ini, para keluarga beserta guru si baso menentukan tanggal yang baik untuk pencarian kayu-kayu di hutan. Biasanya,
guru si baso
juga ikut dalam pemilihan kayu yang baik untuk pendirian siwaluh jabu. Jika sudah ditetapkan
tanggal dan jenis kayu yang baik, maka para keluarga menebang kayu-kayu tersebut.
3. Ngerintak Kayu
Setelah penebangan kayu, maka para anggota keluarga membagikan sirih kepada setiap warga desanya. Pembagian sirih ini adalah suatu bentuk permohonan dari
keluarga untuk membantu mereka membawa kayu-kayu tersebut ke tengah desa. Biasanya, setelah pemindahan kayu selesai, dilakukanlah makan bersama.
4. Pebelit-belitken
Pada tahap ini, para anggota keluarga, rakut sitelu, dan tukang-tukang yang akan mengerjakan berkumpul di rumah kalimbubu si pemilik rumah.Topik
pembicaraannya adalah gaji para tukang, lama pendirian, dan apa yang menjadi tanggung jawab pemilik rumah.
Universitas Sumatera Utara
109
Universitas Sumatera Utara
5. Mahat
Pada tahap ini, para tukang melakukan pembersihan kayu dan mahat membuat lubang. Mula-mula tukang ahli memberi pentunjuk, lalu dilajutkan oleh guru si
baso dan dilanjutkan oleh pengerja lainnya.
6. Ngampeken Tekang
Setelah proses pendirian pondasi dan pendirian tiang di atas pondasi, maka pekerjaan para tukang dianggap setengah jadi. Tahapan pun dilanjutkan dengan
ngampeken tekang
. Tujuan dari tahap ini adalah menghimbau para anggota keluarga dan penduduk desa untuk membantu para tukang memasangkan balok
kayu di atas tiang-tiang tersebut.
7. Ngampeken Ayo
Tahapan pun dilanjutkan dengan pemasangan ayo. Ayo adalah bagian depan dari atau rumah adat Karo.Biasanya terbuat dari anyaman bambu berbentuk segitiga
dan diberi corak tersendiri dengan cat. 8. Memasang Tanduk
Siwaluh jabu tidak akan lengkap tanpa pemasangan tanduk kerbau di puncak atapnya. Pemasangan ini biasanya dilakukan oleh tukang di malam hari. Sambil
memasang, tukang tersebut mengucapkan kata-kata yang tidak boleh dilupakan. Kata-katanya berbunyi demikian:
Adi muas kam, minemken ku lawit simbelang. Adi melihe kam, nggagat kam ku deleng si meratah
. Jika kamu haus, minumlah air dari lautan yang luas. Jika kamu lapar, makanlah di gunung yang hijau.
Pengucapan kata-kata ini diyakini sebagai mantra agar keluarga yang menempatinya terhindar dari malapetaka
Setelah itu dilukislah berbagai ornamen didinding rumah
siwaluh jabu
ini. Setiap ornament yang ada disana pun memiliki arti tertenu, dipercayai mempunyai
kekuatan tertentu sesuai dengan ornamen yang dipakai. Dalam hal pendidikan masyarakat karo pda jaman dahulu menganggap
bahwa merantau adalah hal yang dilakukan untuk orang-orang miskin. Seperti yang dikatakan oleh ibu Likas dalam film 3 nafas likas. Faktanya, merantau bisa
dilakukan oleh siapa saja dengan semua golongan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
110
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan