Konteks Masalah Representasi Pesan Tradisi Budaya Karo Dalam Film 3 Nafas Likas

11 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Film 3 Nafas Likas adalah sebuah film yang menggambarkan tentang kebudayaan . Film ini merupakan sebuah film Indonesia yang diproduksi oleh Oreima Films dan diarahkan oleh peraih sutradara terbaik Piala Citra 2013, Rako Prijanto Sang Kiai, Ungu Violet, DBijis, serta berdasarkan naskah garapan Titien Watimena. Dibintangi oleh Atiqah Hasiholan, Vino G. Bastian, Tuti Kirana, Marissa Anita, Mario Irwinsyah. Film ini mengambil lokasi di beberapa kota di Sumatera Utara, Jakarta dan Ottawa, Kanada. 3 Nafas Likas merupakan film yang berdasarkan kisah nyata seorang tokoh bernama Likas Tarigan, yang kemudian lebih dikenal sebagai Likas Gintings, istri dari Let.Jend. Djamin Gintings. Kisah dalam film ini berlatar beberapa periode waktu, mulai dari era 1930an hingga ke tahun 2000. Juga melalui beberapa kejadian penting di Indonesia, mulai dari perang kemerdekaan, pergolakan revolusi di era 1960an, hingga masa kejayaan perekonomian Indonesia. Cerita dalam film ini berlatar di tiga lokasi; tujuh kota di Sumatera Utara, Jakarta, hingga ke Ottawa, Kanada. Film ini bercerita tentang seorang perempuan istimewa bernama Likas Atiqah Hasiholan, yang menjalani kehidupan luar biasa. Likas kemudian berhasil meraih berbagai pencapaian dan keberhasilan, karena ia memegang teguh tiga janji yang pernah diucapkannya kepada tiga orang terpenting dalam hidupnya. Janji-janji itulah yang selalu berada di setiap tarikan nafasnya. Nafas yang memberikan ruh dan semangat dalam setiap tindakan, serta keputusannya. Keputusan yang lahir atas janjinya untuk terus berjuang dan berlandaskan kerinduannya akan cinta. Sebuah kisah yang melontarkan sebuah pertanyaan, Untuk Siapa Kau Bernafas? Cerita dalam film ini berlatar di daerah Karo, Sumatera Utara mulai dari periode waktu 1930an hingga ke masa kini, maka tim produksi Oreima Films melakukan riset ke beberapa kota di Sumatera Utara demi mendapatkan keotentikan budaya, tempat dan adat istiadat seperti yang ingin ditampilkan di filmnya. Dalam proses riset inilah, didapatkan fakta bahwa budaya Tanah Karo Universitas Sumatera Utara 12 Universitas Sumatera Utara yang menjadi latar kisah 3 Nafas Likas berbeda dari budaya Batak dan kota Medan, yang selama ini sering ditampilkan di beberapa produksi. Sekitar 10 persen adegan di film 3 Nafas Likas menggunakan dialog dalam Bahasa Karo. Meski demikian, tim produksi berusaha sesempurna mungkin menghadirkan budaya Karo sehingga taste -nya tidak lari dari keadaan sebenanrnya. Film ini akan mengikuti perjalanan Likas beru Tarigan, mulai dari masa revolusi di Sibolangit, hingga kesertaannya mengikuti sang suami, Djamin Gintings, bertugas di Ottawa, Kanada. Karena rentang periode dan banyaknya setting tempat yang digunakan, maka tim produksi menyadari akan ada perubahan rengget cengkok atau bahkan kosakata. Demi memerankan karakter yang berasal dari Karo, Atiqah Hasiholan dan Vino Bastian melewati satu proses pelatihan bahasa, meliputi: pelatihan dialek, aksen, hingga pelafasan untuk mendapatkan keotentikan. Setting waktu yang terbentang dari era 1930an hingga 2000, juga membuat mereka akan melalui beberapa fase perubahan penampilan fisik. Film 3 nafas likas merupakan salah satu film Indonesia yang memiliki unsur kebudayaan yang kental. Representasi budaya karo yang dihadirkan dalam film tersebut membuat film ini terlihat lebih menarik karena film 3 nafas likas merupakan film berunsur kebudayaan karo pertama di Indonesia. Graeme Turner mengungkapkan bahwa film tidak hanya sekedar refleksi dari realitas. Sebal iknya”Film lebih merupakan representasi atau gambaran dari realitas, film membentuk dan ”menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya. ” Sobur, 2006 : 127. Pembuatan film tidak hanya terinspirasi dari sebuah budaya namun saat ini film justru dapat menciptakan budaya baru. Littlejohn 409:2009 menjelaskan bahwa lingkungan tiruan yang dibentuk media memberitahu apa yang harus kita lakukan. Lingkungan ini membentuk selera, pilihan, kesukaan, dan kebutuhan kita. Oleh sebab itu, nilai-nilai dan perilaku sebagian besar orang sangat dibatasi oleh “realitas” yang disimulasikan dalam media. Kita mengira bahwa kebutuhan pribadi kita terpenuhi, tetapi kebutuhan ini sebenarnya adalah kebutuhan yang disamakan yang dibentuk oleh penggunaan tanda-tanda dalam media. Universitas Sumatera Utara 13 Universitas Sumatera Utara Cerita atau skenario yang ditampilkan dalam suatu film dapat mengekspresikan kebudayaan dan unsur-unsur dari berbagai kebudayaan lain. Koentjaranigrat 2004:2 menyebutnya sebagai unsur kebudayaan universal yang meliputi : sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Adapun wujud budaya yaitu kebudayaan ideal, sistem sosial, dan kebudayaan fisik. Bagaimana pun hubungan yang terjalin antara film dan budaya, representasi di sini harus dilihat sebagai upaya menyajikan ulang sebuah realitas. Dalam usaha ini, film tidak akan pernah disajikan sebagai realitas aslinya. Film sebagai repesentasi budaya hanyalah sebagai second hand reality . Maksudnya, film tersebut sudah di konstruksi oleh pembuat film, sedangkan first hand reality itu merupakan realitas yang nyata dalam masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh adanya “sentuhan” dan cara pandang sutradara yang turut mempengaruhi bagaimana pesan dalam sebuah film disajikan. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes. Semiotika adalah suatu bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang Alex Sobur, 2006 : 11. Metode analisis semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis media dengan asumsi bahwa media itu sendiri dikomunikasikan melalui seperangkat tanda. Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda tersebut tidak pernah membawa makna tunggal Alex Sobur, 2002 : 95. Fokus dalam penelitian ini adalah mengkaji aspek budaya yang disampaikan dan tercermin dalam sebuah film. Penulis bermaksud untuk meneliti lebih jauh lagi nilai-nilai tradisi budaya karo yang terepresentasi dalam film 3 Nafas Likas, serta apa makna tersirat dari representasi tersebut. Film 3 Nafas Likas merupakan Film pertama di Indonesia yang mengangkat tentang Budaya Karo. Karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai representasi tradisi budaya karo dalam film 3 Nafas Likas. Selain itu film 3 Nafas Likas ini juga penting untuk diteliti mengingat film sebagai media komunikasi massa mengemban sejumlah fungsi atau peran penting. Media sering sekali sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja Universitas Sumatera Utara 14 Universitas Sumatera Utara dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalm pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang diburkan dengan berita dan hiburan McQuail 1987:83, dalam Rahmat, 2004, Metode Penelitian Komunikasi, hlm.127.

1.2 Fokus masalah