Peranan Iklim Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Pada Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

(1)

PERANAN IKLIM ORGANISASI DALAM MENINGKATKAN

KINERJA PEGAWAI PADA BIRO UMUM PEMERINTAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RAJALI

097024011/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERANAN IKLIM ORGANISASI DALAM MENINGKATKAN

KINERJA PEGAWAI PADA BIRO UMUM PEMERINTAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAJALI

097024011/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

MENINGKATKAN KINERJA PEGAWAI PADA BIRO UMUM PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Rajali Nomor Pokok : 097024011

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA (Drs. Agus Suriadi, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Tanggal Lulus : 26 Mei 2011 Telah diuji pada

Tanggal 26 Mei 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. M. Arif, Nasution, MA Anggota : 1. Drs. Agus Suriadi, M.Si

2. Drs. Kariono, M.Si

3. Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si 4. Prof. Subhilhar, Ph.D


(5)

PERNYATAAN

PERANAN IKLIM ORGANISASI DALAM MENINGKATKAN KINERJA PEGAWAI PADA BIRO UMUM PEMERINTAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2011 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Upaya untuk membangun tradisi pembelajaran, pengelolaan organisasi, dan kinerja pegawai,maka peranan iklim organisasi sangatlah penting. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti hal yang berkaitan dengan persoalan pentingnya suatu iklim organisasi yang berkaitan dengan peningkatan suatu kinerja orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut, sehingga kajian yang diambil dalam penelitian ini adalah: Peranan Iklim Organisasi Dalam Meningkatan Kinerja Pegawai Pada Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera. Kajian dilakukan pada Biro umum dikarenakan institusi ini sebagai urat nadi dalam pemerintahan daerah sehingga dituntut berfikir global, serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan. Dengan kata lain biro umum harus mampu memiliki strategi yang tepat supaya mampu mengantisipasi kendala-kendala yang terjadi sebagai dampak dari perubahan lingkungan yang cepat. Salah satu kunci untuk meraih hal di atas adalah iklim organisasi yang mendukung.

Jenis studi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan analisis kuantitatif berupa statistik deskriptif berupa persentase rata-rata jawaban responden yang menjelaskan tentang peranan iklim organisasi dalam meningkatkan kinerja pegawai pemerintah pada Biro Umum Provinsi Sumatera Utara, dimana Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang tercatat di Biro Umum Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 68 responden dilakukan secara acak sederhana atau simple random sampling. Data yang diperoleh dari lapangan, baik data sekunder maupun primer disusun dan disajikan dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif berupa tabel tunggal dengan menghitung frekuensi jawaban responden dan hasilnya kemudian di analisis dan dinarasikan sesuai dengan masalah penelitian.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa iklim organisasi sangat mempengaruhi kinerja pegawai Biro Umum Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari data dimana 89% menyatakan bahwa iklim organisasi yang baik akan meningkatkan kinerja pegawai. Disamping itu juga iklim kerja yang saling menghormati dan saling bekerjasama telah meningkatkan prestasi kerja pegawai, dan iklim organisasi yang baik telah terbangun di Biro Umum dimana rata-rata responden penelitian memberikan jawaban yang positif dan menunjukkan rentang jawaban dengan persentase yang tinggi atas kondisi di Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan secara tidak langsung dengan adanya kondisi iklim organisasi yang baik akhirnya membuat kinerja pegawai meningkat.


(7)

ABSTRACT

Efforts to build a tradition of learning, organizational management, and employee performance, the role of organizational climate is important. Based on the above description then the authors are interested in researching issues related to the importance of an organizational climate issues related to increasing the performance of people who are in the organization, so the studies are taken in this study were: The Role of Organizational Climate In On Boosting Employee Performance General Bureau of the Provincial Government of Sumatra. The study was conducted at the Bureau due to this institution as a common vein in local government that are required to think globally, and has the vision and mission that much forward-looking. In other words the public agency should be able to have the right strategy to be able to anticipate the obstacles that occur as a result of rapid environmental change. One of the keys to achieve the above is a supportive organizational climate.

Types of studies used in this study is descriptive with quantitative analysis of descriptive statistics of the average percentage of respondents describing the role of organizational climate in improving the performance of government employees at the General Bureau of North Sumatra province, where the population in this study were employees of listed companies in General Bureau of North Sumatra Province with a number of study sample of 68 respondents was randomly simple or simple random sampling. Data obtained from the field, both secondary and primary data compiled and presented and analyzed using descriptive statistics in the form of a single table by calculating the frequency of respondents' answers and the results are then analyzed and narrated according to the research problem.

The results showed that organizational climate greatly affects the performance of employees of General Bureau of North Sumatra Province. It can be seen from the data where 89% stated that a good organizational climate will improve employee performance. Besides, also the work climate of mutual respect and mutual cooperation has improved employee performance, and a good organizational climate has been awakened in the General Bureau of which the average survey respondents gave a positive answer and show the range of answers with a high percentage of conditions in the Bureau of Public Provincial Government of North Sumatra, and indirectly by the existence of a good organizational climate conditions ultimately makes the performance of employees increases.

Keywords: Organizational Climate, Employee Performance, Government of North Sumatra Province


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirahim,

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Syukur Alhamdulillah Penulis haturkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmad dan karunia-NYA penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan tesis sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mengikuti pendidikan di Program Magister Studi Pembangunan pada Universitas Sumatera Utara dengan judul

“Penanan Iklim Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai pada Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara”.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak secara langsung, maupun tidak langsung. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku pembimbing utama yang disaat dan disela kesibukannya meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Selanjutnya ucapan terimakasih juga kepada Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si sebagai pembimbing pendamping dan sejak awal sudah membantu memberikan saran dan kritikan dalam penulisan tesis ini.

Selama proses penyelesaian ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai kalangan, khususnya kepada para pegawai biro umum dan nara sumber. Oleh karena itu, ucapan terimakasih yang tulus penulis tujukan kepada :


(9)

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Kariono. M.Si, dan Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si selaku Penguji yang telah meluangkan waktu dalam memberikan sumbangan pemikiran, gagasan serta koreksi dalam penyusunan tesis ini.

5. Kepada Yang Terhormat orang tua penulis yang telah memberikan kasih sayangnya dengan setulus hati.

6. Teristimewa buat keluarga kecilku, Istriku Yuni Fibri Yanti, S.Sos, Ketiga Anakku, Nindya Adhisty, Hilyati dan Muhammad Faiz Akbar yang memberi inspirasi dan motivasi hingga terselesai tugas akhir ini, semoga menjadi motivasi bagi kalian untuk berbuat yang terbaik dalam menimba ilmu, baik akhirat maupun dunia. Amin

7. Bapak/Ibu Dosen dan staf administrasi dan rekan-rekan mahasiswa Program Magister Studi Pembangunan USU Medan Angkatan XVI Tahun 2009 yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan dan penelitian. Semoga hubungan siraturammi kita terus terjaga.


(10)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan mengingat keterbatasan penulis, oleh karena itu penulis terbuka menerima kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis secara khusus dan bagi pembaca secara umum.

Medan, Mei 2011 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rajali

Tempat/Tgl. Lahir : Langkat, 08-02-1967

Alamat : Jl. Sidorukun 110 Krakatau Medan Pekerjaan : PNS

Agama : Islam Status : Kawin

Nama Istri : Yuni Fibri Yanti, S.Sos Nama Anak : 1. Nindya Adhisty

2. Hilyati

3. Muhammad Faiz Akbar RIWAYAT PENDIDIKAM UMUM :

No Tingkat Ijasah Jurusan Nama Sekolah Tahun Lulus 1. S2 MSP USU Studi Pembangunan USU

2. Sarjana Administrasi Negara STIA-LAN RI Bandung

1995 3. SLTA Umum IPS Taman Siswa Binjai 1986 4. SLTP Umum Persiapan Selesai 1983

Pendidikan Dasar SDN Selesai 1980 RIWAYAT JABATAN :

No Jabatan Eselon TMT Jabatan

1. Kadis Perhubungan Provsu II/A

2. Kepala Biro Umum Provsu II/B 17-03-2009 3. Staf Dinas Perhubungan Provsu 06-06-2008

4. Camat Selesai III/B 30-07-2004 5. Camat Kuala III/B 21-07-2002

6. PLT Camat Kuala 03-08-2001

7. PLT Camat Kuala 03-07-1999

8. PLT Camat Kuala 23-06-1997


(12)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan panelitian ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengertian dan Dimensi Iklim Organisasi ... 9

2.2. Karakteristik Iklim Organisasi... 29

2.3. Pengertian Kinerja Pegawai ... 38

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai ... 40

2.5. Penilaian Kinerja Pegawai... 43

2.6. Manfaat Penilaian Kinerja ... 45

2.7. Kerangka Berfikir ... 49

BAB III. METODELOGI PENELITIAN ... 51

3.1. Jenis Penilitian... 51

3.2. Lokasi Penelitian ... 51

3.3. Populasi dan Smapel ... 51


(13)

3.5. Teknik Analisa Data ... 54

3.6. Definisi Konsep dan Operasional ... 54

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1. Deskripsi Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera... 56

4.2. Iklim Organisasi ... 58

4.3. Kinerja Pegawai ... 66

4.4. Peranan Iklim Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Pada Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara... 72

BAB V PENUTUP ... 81

5.1. Kesimpulan ... 81

5.2. Saran ... 82


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Pendapat Responden tentang Pekerjaan di Biro Umum Provinsi Sumatera Utara Direncanakan dan Dikoordinasi dengan Baik... 58 2. Pendapat Responden tentang Kebersamaan yang Menumbuhkan

Semangat Kerja... 59 3. Pendapat Responden tentang Adanya Penghargaan dan Dorongan yang

Diberikan Menyebabkan Anggota Terbuka untuk Menerima Masukkan.. 60 4. Pendapat Responden tentang Adanya Kesempatan untuk

Meningkatkan cara Kerja, Pengetahuan maupun Pengalaman... 61 5. Pendapat Responden tentang Kerja Sama yang Baik antara Atasan dan

Bawahan... 62 6. Pendapat Responden tentang Rasa saling Mempercayai Satu sama Lain

Sehingga Menumbuhkan Suasana Akrab... 63 7. Pendapat Responden tentang Kesempatan untuk Berkomunikasi dengan

Atasan demi Kelancaran Tugas... 64 8. Pendapat Responden tentang Pimpinan Memberikan Perhatian yang

Baik terhadap Kondisi Kerja dan Kesejahteraan Keluarga... 65 9. Pendapat Responden tentang Sikap yang Ditunjukkan oleh Pimpinan

selalu Pantas Diteladani... 65 10. Pendapat Responden tentang Peningkatan Kinerja Pegawai Disebabkan

Adanya Iklim Organisasi yang Baik... 66 11. Pendapat Responden tentang Adanya Iklim Kerja atau Organisasi yang

Baik akan Menumbuhkan Semangat Kerja Pegawai... 67 12. Pendapat Responden bahwa di Biro Umum Provinsi Sumatera Utara


(15)

13. Pendapat Responden tentang Uang/gaji adalah Tujuan Utama dalam Pekerjaan... 68 14. Pendapat Responden tentang Kerja adalah Aktivitas yang harus

Dilakukan dengan Tanggung Jawab... 69 15. Pendapat Responden tentang Semakin Banyak Uang/gaji yang Semakin

Bertanggungjawab dalam Pekerjaan ... 70 16. Pendapat Responden tentang Kerja Membutuhkan Ketekunan... 71 17. Pendapat Responden tentang Adanya Iklim Kerja yang Buruk maka


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Peranan Iklim Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai di Biro Umum... 49


(17)

ABSTRAK

Upaya untuk membangun tradisi pembelajaran, pengelolaan organisasi, dan kinerja pegawai,maka peranan iklim organisasi sangatlah penting. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti hal yang berkaitan dengan persoalan pentingnya suatu iklim organisasi yang berkaitan dengan peningkatan suatu kinerja orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut, sehingga kajian yang diambil dalam penelitian ini adalah: Peranan Iklim Organisasi Dalam Meningkatan Kinerja Pegawai Pada Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera. Kajian dilakukan pada Biro umum dikarenakan institusi ini sebagai urat nadi dalam pemerintahan daerah sehingga dituntut berfikir global, serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan. Dengan kata lain biro umum harus mampu memiliki strategi yang tepat supaya mampu mengantisipasi kendala-kendala yang terjadi sebagai dampak dari perubahan lingkungan yang cepat. Salah satu kunci untuk meraih hal di atas adalah iklim organisasi yang mendukung.

Jenis studi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan analisis kuantitatif berupa statistik deskriptif berupa persentase rata-rata jawaban responden yang menjelaskan tentang peranan iklim organisasi dalam meningkatkan kinerja pegawai pemerintah pada Biro Umum Provinsi Sumatera Utara, dimana Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang tercatat di Biro Umum Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 68 responden dilakukan secara acak sederhana atau simple random sampling. Data yang diperoleh dari lapangan, baik data sekunder maupun primer disusun dan disajikan dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif berupa tabel tunggal dengan menghitung frekuensi jawaban responden dan hasilnya kemudian di analisis dan dinarasikan sesuai dengan masalah penelitian.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa iklim organisasi sangat mempengaruhi kinerja pegawai Biro Umum Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari data dimana 89% menyatakan bahwa iklim organisasi yang baik akan meningkatkan kinerja pegawai. Disamping itu juga iklim kerja yang saling menghormati dan saling bekerjasama telah meningkatkan prestasi kerja pegawai, dan iklim organisasi yang baik telah terbangun di Biro Umum dimana rata-rata responden penelitian memberikan jawaban yang positif dan menunjukkan rentang jawaban dengan persentase yang tinggi atas kondisi di Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan secara tidak langsung dengan adanya kondisi iklim organisasi yang baik akhirnya membuat kinerja pegawai meningkat.


(18)

ABSTRACT

Efforts to build a tradition of learning, organizational management, and employee performance, the role of organizational climate is important. Based on the above description then the authors are interested in researching issues related to the importance of an organizational climate issues related to increasing the performance of people who are in the organization, so the studies are taken in this study were: The Role of Organizational Climate In On Boosting Employee Performance General Bureau of the Provincial Government of Sumatra. The study was conducted at the Bureau due to this institution as a common vein in local government that are required to think globally, and has the vision and mission that much forward-looking. In other words the public agency should be able to have the right strategy to be able to anticipate the obstacles that occur as a result of rapid environmental change. One of the keys to achieve the above is a supportive organizational climate.

Types of studies used in this study is descriptive with quantitative analysis of descriptive statistics of the average percentage of respondents describing the role of organizational climate in improving the performance of government employees at the General Bureau of North Sumatra province, where the population in this study were employees of listed companies in General Bureau of North Sumatra Province with a number of study sample of 68 respondents was randomly simple or simple random sampling. Data obtained from the field, both secondary and primary data compiled and presented and analyzed using descriptive statistics in the form of a single table by calculating the frequency of respondents' answers and the results are then analyzed and narrated according to the research problem.

The results showed that organizational climate greatly affects the performance of employees of General Bureau of North Sumatra Province. It can be seen from the data where 89% stated that a good organizational climate will improve employee performance. Besides, also the work climate of mutual respect and mutual cooperation has improved employee performance, and a good organizational climate has been awakened in the General Bureau of which the average survey respondents gave a positive answer and show the range of answers with a high percentage of conditions in the Bureau of Public Provincial Government of North Sumatra, and indirectly by the existence of a good organizational climate conditions ultimately makes the performance of employees increases.

Keywords: Organizational Climate, Employee Performance, Government of North Sumatra Province


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Memasuki abad ke-21 sering dikatakan sebagai zaman globalisasi (the age of globalization), karena pada dekade ini globalisasi adalah fenomena terpenting yang mewarnai order baru ekonomi baru. Kegiatan ekonomi dunia tidak lagi dibatasi oleh batasan geografi, bahasa, budaya, dan ideologi politik suatu negara. Sebaliknya, sistem ekonomi bergerak secara lebih terbuka atas dasar saling membutuhkan antar negara. Dunia sudah menjadi sebuah planet yang tidak berbatasan (borderless) dan kaya dengan berbagai peluang dan wilayah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sedunia. Globalisasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menguraikan pergerakan manusia, gagasan, pengetahuan, uang, dan barang-barang ke seberang perbatasan nasional yang telah mendorong terjadinya peningkatan saling hubungan di antara populasi dunia, secara

ekonomis, politis, social, dan budaya (Marquardt & Reynold 1994).

Salah satu kenyataan globalisasi perekonomian dunia adalah integrasi perekonomian nasional dengan perekonomian regional atau global seperti AFTA, APEC, WTO atau GATT. Kenyataan integrasi perekonomian dunia ini harus bisa dihadapi dan tidak dapat dihindari. Hal ini merupakan konsekuensi bagi perekonomian negara yang menganut paham pasar bebas. Paham yang menempatkan perekonomian suatu negara di tengah-tengah arus perdagangan dunia, tanpa negara itu bisa menghindarinya. Arus perdagangan dunia seperti ini mempunyai ciri 1)


(20)

kebebasan arus transaksi uang, barang, dan jasa, 2) persamaan perlakuan dan kesempatan bagi seluruh pelaku pasar oleh seluruh negara peserta, 3) berbasis pada teknologi informasi (Koesoema, 2002).

Indonesia kini benar-benar telah berada dalam arus perdagangan bebas, dan tidak mungkin lagi menarik langkah mundur. Dengan kenyataan ini institusi-institusi nasional yang bergerak di sektor industri dari segala bidang usaha sudah harus siap berkompetisi dengan institusi-institusi asing yang berbisnis di wilayah Indonesia. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari para pelaku bisnis, karena berdasarkan World Competitiveness Year Book dari Institute for Manajement Development (Kompas, 2007), tingkat produktivitas nasional Indonesia berada di bawah negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, Singapura dan juga peringkat daya saing global Indonesia berada di posisi 46 negara dari 47 negara di tahun 1999. Bahkan pada laporan tahunan terakhirnya di bulan April 2006, daya saing Indonesia berada pada urutan terbelakang dari 49 negara yang diteliti (Kompas, 2007). Banyak negara dengan berbagai segi kehidupannya terkena dampak dari globalisasi ini.

Salah satu wadah yang harus diperbaiki adalah Institusi Pemerintahan Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara khususnya Biro Umum. Mengapa Biro Umum? Hal ini dikarenakan Biro umum bisa dikatakan sebagai urat nadi dalam pemerintahan daerah sehingga dituntut berfikir global, serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan. Dengan kata lain biro umum harus mampu memiliki strategi yang tepat supaya mampu mengantisipasi kendala-kendala yang terjadi sebagai dampak dari perubahan lingkungan yang cepat.


(21)

Salah satu kunci untuk meraih hal di atas adalah iklim organisasi yang mendukung. Menurut Bandura (1997) Dalam mengembangkan kemampuannya, organisasi maupun individu melalui suatu proses yang membutuhkan perlakuan secara berulang-ulang sebelum benar-benar bisa menguasai suatu keadaan. Proses tersebut merupakan suatu proses belajar yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi.

Kekuatan individu dalam organisasi sebagai sumberdaya manusia merupakan ujung tombak keberhasilan organisasi. Seperti yang dikemukakan oleh Argyris (1994), sebuah organisasi hanya bisa berkembang jika didukung oleh individu-individu yang berkembang pula. Manusialah sebagai sumber utama organisasi tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Bagaimanapun baiknya organisasi, lengkapnya sarana dan fasilitas kerja, semuanya tidak akan berarti tanpa keberadaan manusia yang mengatur, menggunakan, dan memeliharanya. Menurut Oakley dan Krug (1993), bagaimanapun canggihnya dan hebatnya suatu sistem dan program tanpa dukungan dan sikap kooperatif dari orang-orang yang ada di dalamnya, suatu organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

Manusia sebagai unsur inti sumber inspirasi dan gerakan suatu organisasi merupakan unsur yang tersulit penanganannya. Hal ini bisa terjadi karena manusia memiliki sistem nilai di samping organisasi sendiri memiliki sistem nilai. Seperti banyak diketahui setiap organisasi memiliki nilai-nilai, peraturan-peraturan, kebijakan, sistem pemberian hadiah, dan misi yang berbeda-beda yang akan berpengaruh terhadap anggotanya. Organisasi juga memiliki harapan yang berupa dukungan dari anggotanya sehingga mau dan mampu bekerja sebaik mungkin untuk


(22)

tujuan dan kepentingan organisasi. Salah-satu bentuk dukungan yang diharapkan oleh organisasi dari setiap anggotanya adalah kinerjanya yang tinggi terhadap organisasi, agar organisasi dapat terus berkembang dalam era persaingan global ini.

Kinerja yang baik merupakan salah satu sasaran dari setiap organisasi untuk dapat mencapai tujuan organisasi. Agar dapat memperoleh kinerja yang baik diperlukan kualitas sumberdaya manusia yang baik pula (Campbell, dkk., dalam Cascio, 1998). Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan dan dengan mengetahui kinerja pegawai diketahui pula tingkat keberhasilan institusi serta dapat dijadikan ukuran peningkatan produktivitas atau kinerja pada masa yang akan datang. Kinerja antara pegawai satu dengan yang lainnya berbeda. Diperlukan prinsip-prinsip efektivitas dan efisiensi sehingga dapat dicapai kinerja pegawai yang baik.

Agar bisa beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat seperti yang telah diuraikan di depan, maka sebuah organisasi harus memiliki sumberdaya manusia yang berketrampilan tinggi yang tidak hanya mau, mampu dan sanggup bekerja tetapi harus memiliki keyakinan tinggi pada kemampuannya untuk melakukan peran dan tugas yang lebih luas, serta memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam merespon situasi (Nease, dkk.,1999; Parker, 1998; Bandura, 1997). Lauler (dalam Parker, 1998) menambahkan selain keyakinan pegawai yang mendukung kemampuan untuk melakukan kewajiban-kewajibannya secara lebih luas, organisasi perlu mengembangkan individu pegawai untuk melakukan cara baru yang lebih kompleks.


(23)

Lingkungan internal suatu organisasi baik yang bergerak dalam bisnis maupun jasa meliputi berbagai aspek yaitu iklim organisasi, budaya organisasi, yang berkaitan dengan individu (karakteristik maupun prilaku) dan sebagainya. Steers (1985) mengemukakan bahwa konsep iklim organisasi tidak terlepas dari sifat dan ciri yang terdapat dalam suatu lingkungan kerja yang timbul terutama karena kegiatan organisasi yang dilakukan secara sadar dan dianggap mempengaruhi perilaku. Dengan kata lain iklim organisasi dapat dianggap sebagai “kepribadian” organisasi yang dilihat dan dirasakan oleh para anggotanya, sehingga faktor individu menjadi kekuatan utama dalam iklim organisasi, antara organisasi satu dengan lainnya memiliki iklim organisasi yang berbeda. Dalam penelitian ini kerangka acuan organisasi adalah berdasar skema psikologis pada nilai-nilai pribadi yang tersembunyi, yaitu konsepsi pribadi atau individu yang mungkin dikumpulkan melalui organisasi (Keenan & Newton, 1984).

Litwin dan stringer (dalam Steers, 1985), menyebutkan bahwa iklim dipandang sebagai konsep yang esensial yang menghubungkan secara dinamis antara perilaku individu dengan karakteristik lingkungan sosialnya. Hal ini dijelaskan pula oleh Simon, (1981) yang mengajukan pernyataan hipotetik, bahwa manusia adalah suatu sistem perilaku. Kompleksitas pelakunya selama waktu tertentu merupakan cerminan kompleksitas lingkungan, yang ditemukan dan dihadapinya. Pandangan perilaku ini tentunya dapat dikaitkan dengan organisasi sebagai lingkungan manusia berinteraksi dan saling berbagi pikiran dan perasaan. Oleh karena itu perilaku


(24)

individu dalam organisasi sangat mempengaruhi keberhasilan dan pencapaian sesuatu dalam organisasi.

Hepner (1973) mengemukakan bahwa tercapai tidaknya tujuan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh iklim organisasi. Iklim organisasi yang kondusif akan mengelola kebutuhan-kebutuhan organisasi secara optimal, sehingga dapat menciptakan suasana lingkungan internal atau lingkungan psikologik yang menunjang pencapaian tujuan organisasi. Adapun kebutuhan- kebutuhan organisasi dalam era globalisasi ini seperti yang telah dikemukakan yaitu perlunya mengembangkan strategi pembelajaran. Organisasi pembelajar membutuhkan dukungan dari individu pegawai dan tim dalam organisasi yang kondusif terhadap pencapaian strategi organisasi pembelajar guna mencapai tujuan organisasi.

Hal ini didukung oleh apa yang dikemukakan oleh Keenan dan Newton (1984) yang mengatakan bahwa kepuasan kerja bagi pegawai sangat dipengaruhi oleh iklim organisasi di tempat mereka bekerja. Lebih lanjut dikatakan bahwa iklim kerja yang hangat akan memberi dorongan pada pegawai seperti etos kerja yang kuat yang dapat memotivasi pegawai untuk bekerja lebih giat lagi sehingga akan memberi pengaruh dalam tugas pekerjaannya. Dengan kata lain bahwa iklim organisasi akan berpengaruh terhadap kerja pegawai sehingga mempengaruhi kinerjanya.

Dari uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa dalam upaya untuk membangun tradisi pembelajaran, pengelolaan organisasi, dan kinerja pegawai, peranan iklim organisasi sangatlah penting. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti berbagai hal yang berkaitan dengan persoalan pentingnya


(25)

suatu iklim organisasi yang berkaitan dengan peningkatan suatu kinerja orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut, sehingga kajian yang diambil dalam penelitian ini adalah: Peranan Iklim Organisasi Dalam Meningkatan Kinerja Pegawai Pada Biro Umum Pemerintah Provinsi Sumatera

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka ditetapkan rumusan masalah dalam penelitian adalah Bagaimana peranan iklim organisasi dalam meningkatan kinerja pegawai pada biro umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara?

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas dapat ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis peranan iklim organisasi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara khususnya Pada Biro Umum.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis iklim seperti apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan adalah :

1. Dapat memberikan hasil atau manfaat dalam usaha meningkatkan serta mengembangkan kualitas agar menghasilkan kinerja yang lebih baik sebagai PNS di Biro Umum Provinsi Sumatera Utara.

2. Sebagai masukan bagi siapa saja yang tertarik dengan permasalahan yang dibicarakan didalam penelitian ini.

3. Untuk memberikan sumbangsih pemikiran dalam rangka meningkatkan kinerja Pegawai Biro Umum Provinsi Sumatera Utara.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Dimensi Iklim Organisasi

Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kalinya dipakai oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi (psychological climate), kemudian istilah iklim organisasi dipakai oleh R. Tagiuri dan G. Litwin. Menurut Tagiuri dan Litwin dalam Wirawan (2007) bahwa "Iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku setiap anggotanya". Sedangkan Litwin dan Stringer dalam Wirawan (2007) menyatakan bahwa iklim organisasi sebagai "a concept describing the subjective nature or quality of the organizational environment. Its properties can be perceived or experienced by members of the organization and reported by them in an appropriate questionare.

Berdasarkan kedua pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa iklim organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan organisasi. Menurut Pines (1982), iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui 4 (empat) dimensi sebagai berikut:

a. Dimensi psikologikal, yaitu meliputi variabel seperti beban kerja, kurang otonomi, kurang pemenuhan sendiri (self-fulfilment clershif ), dan kurang


(28)

inovasi.

b. Dimensi struktural, yaitu meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik.

c. Dimensi sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi kuantitas dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan dan kerja sama dan penyelia-penyelia dukungan dan imbalan).

d. Dimensi birokratik, yaitu meliputi undang-undang dan peraturan-peraturan konflik peranan dan kekaburan peranan.

Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam mengelola SDM. Iklim organisasi yang terbuka memacu pegawai untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan hargai oleh


(29)

organisasi.

Kelneer dalam Lila (2002) menyebutkan 6 (enam) dimensi iklim organisasi sebagai berikut:

1. Flexibility conformity

Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan peyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide- ide yang baru merupakan nilai pendukung didalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

2. Resposibility

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan pelaksanaan tugas organisasi yang diemban, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

3. Standards

Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan.

4. Reward

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawaan tentang penghargaan dan pengakuan atas kerja baik.

5. Clarity


(30)

dari mereka dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi. 6. Tema Commitment

Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.

Sementara itu Lussier dalam Barkah (2002) menyatakan bahwa:

1. Struktur merupakan tingkat paksaan yang dirasakan pegawai karena adanya peraturan dan prosedur yang terstruktur dan tersusun.

2. Responbility merupakan tingkat pengawasan yang dilakukan organisasi dan dirasakan oleh para pegawai.

3. Reward merupakan tingkat penghargaan yang diberikan atas usaha pegawai. 4. Warnt berkaitan dengan tingkat kepuasan pegawai yang berkaitan dengan

kepegawaian dalam organisasi.

.5. Support berkaitan dengan dukungan kepada pegawai di dalam melaksakan tugas- tugas organisasi. Dukungan seperti dapat berasal dari pimpinan ataupun rekan kerja.

6. Organizatiol indetity and loyalty berkaitan dengan perasaan bangga akan keberadaannya dalam organisasi dan kesetiaan yang ditunjukkan selama masa kerjanya.

7. Risk berkaitan dengan pegawai diberi ruang untuk melakukan atau mengambil resiko dalam menjalankan tugas sebagai sebuah tantangan.


(31)

Kata iklim biasanya dihubungkan dengan suasana atau kondisi udara di lingkungan tertentu. Iklim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:369) berarti: (1) keadaan hawa (suhu, kelembapan, perawanan, hujan dan sinar matahari) pada suatu daerah dalam jangka waktu yang agak lama (30 tahun); (2) suasana; keadaan. Iklim ada tetapi tidak dapat dilihat dan tidak dapat disentuh dan memiliki pengaruh dalam perilaku manusia yang ada di dalamnya. Istilah iklim dalam konteks organisasi atau institusi, memiliki pengertian yang senada dengan pengertian iklim yang dibicarakan di atas. Menurut Gilmer (1984), iklim organisasi adalah seperangkat karakteristik yang menetap yang menggambarkan suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi-organisasi lain, mempengaruhi perilaku orang- set of condition that exist and have impact on individual behavior”. Kondisi ini merupakan karakteristik obyektif dari organisasi dan dapat diamati baik oleh anggota organisasi maupun oleh orang-orang di luar organisasi.

Istilah iklim organisasi telah didefinisikan dengan berbagai cara, namun masih sulit untuk memberikan suatu definisi formal karena terlalu luas pengertiannya (Gibson,dkk, 1997). Di bawah ini ada beberapa definisi yang dapat saling menjelaskan pengertian dari iklim organisasi.

Iklim organisasi memiliki banyak definisi. Definisi pertama dikemukakan oleh Forehand and Gilmers pada tahun 1964, yang menyatakan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang bertahan dalam jangka waktu lama (Toulson & Smith, 1994:455). Pada tulisan Litwin dan Stringer, seperti dikutip Toulson dan Smith (1994:457) mendefinisikan iklim


(32)

organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada pegawai dan pekerjaannya dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku pegawai. Davis dan Newstrom (2001:25) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

Steers (1985) mengatakan bahwa konsep iklim organisasi, sebenarnya yang sedang dibicarakan adalah mengenai sifat-sifat atau ciri yang dirasa terdapat dalam lingkungan kerja yang timbul terutama karena kegiatan organisasi, yang dilakukan secara sadar atau tidak, dan dianggap mempengaruhi perilaku kemudian. Dengan kata lain, iklim organisasi adalah merupakan kepribadian dari organisasi seperti yang dilihat oleh para anggotanya.

Gibson, dkk (1997) mendefinisikan iklim organisasi sebagai karakteristik yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya, dan karakteristik ini dapat mempengaruhi perilaku orang-orang dalam organisasi. Sedang Landy dan Trumbo (1980) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah pemikiran yang menggambarkan persepsi anggota terhadap karakteristik obyektif organisasi.


(33)

Definisi yang senada mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal suatu organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi perilaku serta dapat tergambar dari seperangkat karakteristik atau atribut khusus dari organisasi tersebut (Taguiri& Litwin dalam Steers, 1985). Karakteristik dari iklim organisasi ini secara nyata menggambarkan suatu organisasi memperlakukan anggota-anggotanya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka kesimpulan dari iklim organisasi adalah kualitas lingkungan internal yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi sikap dan perilaku serta dapat tergambar dalam sejumlah nilai karakteristik khusus dari suatu organisasi dan disebut sebagai kepribadian organisasi tersebut yang merupakan pemikiran hasil persepsi dari anggota organisasi.

Tagiuri dan Litwin (dalam Denison, 1990:25) merumuskan iklim sebagai berikut: Organizational climate is relatively enduring quality of the internal environment of an organization that (a) is experienced by its members, (b) influences their behavior, and (c) can be described in terms of the values of the particular set of characteristic (or attitudes) of the organization.

Definisi Tagiuri dan Litwin ini mencakup tiga hal yang harus dicermati yaitu kualitas lingkungan organisasi yang (a) dialami oleh anggota-anggotanya, (b) mempengaruhi perilaku mereka, dan (c) ada nilai-nilai yang menjadikan organisasi tersebut memiliki karakteristik atau sikap tertentu. Definisi-definisi yang dikemukakan di atas semuanya membicarakan adanya pengaruh iklim terhadap perilaku anggota organisasi. Adanya kata kualitas pada definisi Tagiuri dan Litwin


(34)

menunjukkan bahwa iklim organisasi memiliki karakteristik yang akan membedakan suatu organisasi satu dengan yang lain.

Iklim organisasi adalah suatu konsep yang dikembangkan oleh para psikolog (Drenth dkk, 1998). Iklim organisasi ditangkap individu melalui persepsi mereka. Dengan demikian, karena individu menggunakan persepsi dalam menanggapi iklim organisasi, maka dapat dikatakan bahwa iklim organisasi adalah iklim psikologis sebagaimana dikatakan oleh James, James and Ashe (dalam Murphy, 1996) bahwa iklim merupakan bentukan psikologis. Maksudnya, iklim biasanya didefinisikan sebagai produk penaksiran kognitif terhadap lingkungan kerja seseorang. Pengertian iklim menekankan aspek individualistik, fenomenologik dan interpretatif dari persepsi (misalnya tentang kesamaan, hubungan persahabatan, kerjasama, tantangan) yang secara intrinsik bersifat psikologis.

Ada perbedaan antara masing-masing indivisu dalam mempersepsikan lingkungan kerjanya, berdasarkan apa yang dapat dilihat, dirasakan, diterangkan serta diinterpretasikannya. James dan James (dalam Murphy, 1996) melihat individu-individu mempersepsikan dan memberikan makna terhadap lingkungan kerjanya yang memiliki hubungan dengan sebagian dari sistem nilai pribadi. Nilai pribadi menurut Locke (dalam Amiyati, 2000) dapat didefinsikan sebagai yang diinginkan atau dicari seseorang untuk diperoleh karena dihormati sebagai pendukung kesejahteraan. Sebagai bentukan psikologis , ada perbedaan antara individu-individu dalam menanggapi lingkungan kerjanya dalam arti bagaimana dia merasakan iklim organisasinya. Aspek persepsi ini menurut James dan McIntyre (dalam Murphy,


(35)

1996) merupakan sesuatu yang sangat penting bagi individu di dalam memberi makna situasi yang dimilikinya. Dengan kata lain, bagaimana individu memaknai lingkungannya akan berpengaruh dalam perilaku yang dimunculkannya. Iklim organisasi juga dikatakan dapat menimbulkan pengaruh besar terhadap motivasi, prestasi dan kepuasan kerja pegawai (Davis & Newstrom dalam Situmorang, 2000).

Jadi iklim organisasi ini ada di dalam organisasi, menunjukkan cara hidup organisasi, dirasakan dan dipersepsikan oleh anggota-anggota yang ada didalamnya sebagai sesuatu yang diberi makna dan memiliki pengaruh terhadap perilaku anggota-anggota organisasi tersebut.

Dengan demikian persepsi yang positif dari anggota terhadap iklim organisasi, akan lain dampaknya terhadap perilaku anggota daripada bila persepsi anggota terhadap iklim organisasi bersifat negatif. Dalam penelitian ini karena iklim organisasi dikatakan memiliki pengaruh terhadap tingkah laku anggota maka iklim organisasi diduga memiliki hubungan dengan motivasi bekerja individu anggota organisasi.

Stinger (Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Tagiuri dan Litwin mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi dan


(36)

mempengaruhi perilaku mereka serta dapat dilukiskan dalam satu set karateristik atau sifat organisasi.

Robert G. Owens mendefinisikan iklim organisasi sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya. Sementara Keith Davis mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai ”The human environment within an organization’s employees do their work”. Pernyataan Davis tersebut mengandung arti bahwa iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melaksanakan pekerjaannya.

Senada dengan Davis, Renato Taguiri dan Litwin seperti dikutip Wirawan mendefinisikan Iklim organisasi sebagai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi . Wirawanpun mengutip pendapat Litwin dan Stringer yang mendefinisikan Iklim organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan dialami oleh anggota organisasi dan dilaporkan melalui koesioner yang tepat. James L. Gibson dkk. Mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai ”Climate is s set of properties of the work environment perceived directly or indirectly by the employees who work in this environment and is assumed to be a major force in


(37)

influencing their behavior on the job”. Gibson mengatakan bahwa iklim merupakan satu set perlengkapan dari suatu lingkungan kerja yang dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh pegawai yang bekerja di lingkungan ini dan beranggapan akan menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi tingkah laku mereka dalam bekerja.

Definisi lain tentang iklim organisasi dikemukakan oleh B. H Gilmer seperti dikutip Wayne K. Hoy yang menyebutkan bahwa iklim organisasi merupakan karakteristik yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya dan mempengaruhi orang-orang dalam organisasi tersebut. Sedangkan Steers menyebutkan bahwa iklim organisasi dapat dipandang sebagai kepribadian organisasi yang dicerminkan oleh anggota-anggotanya. Lebih lanjut Steers mengatakan bahwa iklim organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat pekerjanya, tidak selalu iklim yang sebenarnya dan iklim yang muncul dalam organisasi merupakan faktor pokok yang menentukan perilaku pekerja. Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan tersebut jelas bahwa iklim organisasi berhubungan erat dengan persepsi individu terhadap lingkungan soasial organisasi yang mempengaruhi organisasi dan perilaku anggota organisasi. Karena konsep iklim organisasi didasarkan pada persepsi pribadi anggota organisasi, maka pengukuran iklim organisasi kebanyakan dilakukan melalui kuisioner. Beberapa kuisioner yamg telah dikembangkan untuk mengukur konsep iklim organisasi diantaranya adalah The Organizational Climate Description Questionnaire (OQDQ) yang dikembangkan oleh Andrew W. Halpin dan Don B.


(38)

Croft untuk mengukur iklim organisasi sekolah, The Organizational Climate Questionnaires (OCQ) oleh Litwin dan Stringer serta The Business Organizational Climate Index (BOCI) oleh RL. Payne dan D.C Pheysey yang dikembangkan untuk bisnis. Dalam konteks sekolah Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel mendefinisikan iklim organisasi sekolah sebagai kualitas dari lingkungan sekolah yang terus-menerus dialami oleh guru-guru, mempengaruhi tingkah laku mereka dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku mereka. Di samping itu Wayne menyebutkan bahwa “Organizational climate is a broad concept that denotes members shared perceptions of tone or character of workplace; it is a set of internal characteristics that disitnguishes one school from another and influences the behavior of people in scholls.” Iklim organisasi merupakan konsep yang luas yang diketahui anggota mengenai persepsi berbagi terhadap sifat atau karakter tempat kerja; ini merupakan karakteristik internal yang membedakan satu sekolah dengan sekolah yang lainnya dan mempengaruhi orang-orang yang ada di sekolah. Sementara Sergiovanni dan Starratt mendefinisikan iklim organisasi sekolah sebagai karakteristik yang ada, yang menggambarkan ciri-ciri psikologis dari suatu sekolah tertentu, yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan perasaan psikologis yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu. Iklim sekolah merupakan karakteristik dari keseluruhan lingkungan pada suatu bangunan sekolah.


(39)

Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel menyebutkan ada dua tipe iklim organisasi, yaitu iklim organisasi terbuka dan iklim organisasi tertutup. Pada iklim organisasi terbuka, semangat kerja pegawai sangat tinggi, dorongan pimpinan untuk memotivasi pegawainya agar berprestasi sangat besar; sedangkan rutinitas administrasi rendah, pegawai yang meninggalkan pekerjaan seperti bolos, ijin dan sebagainya juga rendah; perasaan terpaksa untuk bekerja juga rendah. Sebaliknya, pada iklim organisasi yang tertutup, semangat kerja pegawai sangat rendah; dorongan pimpinan untuk memotivasi pegawainya berprestasi sangat rendah; sedangkan rutinitas administratif tinggi, pegawai yang meninggalkan pekerjaan tinggi; perasaan terpaksa untuk bekerja juga tinggi.

Davis menyebutkan bahwa iklim organisasi dapat berada di salah satu tempat pada kontinum yang bergerak dari yang menyenangkan ke yang netral sampai dengan yang tidak menyenangkan. Majikan dan pegawai menginginkan iklim yang lebih menyenangkan karena maslahatnya, seperti kinerja yang lebih baik dan kepuasan kerja. Unsur-unsur yang mengkontribusi terciptanya iklim yang menyenangkan adalah : (1) kualitas kepemimpinan, (2) kadar kepercayaan, (3) komunikasi, ke atas dan ke bawah, (4) perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, (5) tanggung jawab, (6) imbalan yang adil, (7) tekanan pekerjaan yang nalar, (8) kesempatan, (9) pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar, dan (10) keterlibatan pegawai, partisipasi.


(40)

Steers menyebutkan struktur organisasi, teknologi, lingkungan luar dan kebijakan serta praktek manajemen sebagai faktor pengaruh yang penting terhadap iklim organisasi.

Menurut Steers semakin tinggi “penstrukturan” suatu organisasi lingkungannya akan terasa makin kaku, tertutup, dan penuh ancaman. Sementara semakin otonomi dan kebebasan menentukan tindakan sendiri diberikan pada individu dan makin banyak perhatian yang diberikan manajemen terhadap pegawainya akan makin baik iklim kerjanya. Begitu juga dengan kebijakan dan praktek manajemen sangat mempengaruhi iklim kerja. Manajer yang membeikan lebih banyak umpan balik, autonomi dan identitas tugas pada bawahannya sangat membantu terciptanya iklim yang berorientasi pada prestasi, di mana karyawab merasa bertanggungjawab atas pencapaian tujuan organisasi.

Kemudian dikemukakan oleh Luthans (Simamora, 2004) disebutkan bahwa iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam memanajemen SDM. Iklim organisasi yang terbuka memacu pegawai untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya


(41)

rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan.

Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Batasan pengertian iklim organisasi itu bisa dilihat dalam dimensi iklim organisasi. Steve Kelneer menyebutkan enam dimensi iklim organisasi sebagai berikut :

1. Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi

organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi pegawai serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

2. Resposibility Hal ini berkaitan dengan perasaan pegawai mengenai elaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.


(42)

3. Standards. Perasaan pegawai tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

4. Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan pegawai tentang penghargaan dan

pengakuan atas pekerjaan yang baik.

5. Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa

yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.

6. Tema Commitmen. Berkaitan dengan perasaan pegawai mengenai perasaan

bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.

Sebagai satu keadaan yang dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi, iklim organisasi memiliki berbagai unsur atau dimensi. James dan James (dalam Murphy, 1990) membagi dimensi iklim organisasi menjadi:

a. role stress and lack of harmony

Di sini organisasi perlu memperhitungkan beban kerja dan tekanan yang dirasakan dari lingkungan pekerjaan untuk memunculkan perilaku kerja yang positif, karena tekanan pekerjaan dan kurangnya keserasian dalam tubuh organisasi dapat menjadi kondisi yang kurang menguntungkan bagi pegawai untuk dapat bekerja dengan tenang.


(43)

b. leadership facilitation and support

Diperlukan dukungan dan kepemimpinan yang sesuai bagi pegawai. c. job challenge and autonomy

Pegawai perlu memiliki tantangan pekerjaan dan otonomi tugas. d. work group cooperation, friendliness and warmth

Organisasi perlu menjaga adanya kerjasama dalam kelompok kerja, hubungan yang hangat dan persahabatan di antara para anggotanya. Dengan demikian suasana dapat menyenangkan bagi para anggotanya.

Gibson (dalam Santosa, 2001) mengklasifikasikan tujuh unsur iklim organisasi yaitu:

a. struktur (structure)

Yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas manajemen yang berkaitan dengan tugas manajemen yang berkaitan dengan peraturan, sistem hirarki dan birokrasi, penjelasan dan penjabaran tugas, proses pengambilan keputusan dan sistem pengawasan yang berlaku.

b. tantangan dan tanggungjawab (challenge and responsibility)

Organisasi yang baik akan memberi kesempatan kepada pegawai untuk mendapatkan tugas yang menantang dan menuntut adanya tanggung jawab.

c. kehangatan dan dukungan (warmth and support)

Ini berkaitan dengan suasana interaksi antara anggota organisasi. Hubungan yang baik antar mereka mencerminkan komunikasi, persahabatan, saling bantu dan suasana kerja yang nyaman.


(44)

d. imbalan dan sanksi (reward and punishment)

Imbalan dan sanksi merupakan unsur penting bagi pembinaan pegawai. Imbalan sebaiknya proporsional karena merupakan cerminan unsur keadilan dan penghargaan. Sanksi harus pula proporsional seimbang dengan bobot kesalahan, tingkat tanggungjawab masing-masing pegawai.

e. pertentangan (conflict)

Pertentangan pendapat antar pegawai merupakan hal yang pasti terjadi dalam suatu hubungan antar manusia. Konflik tersebut harus dapat diselesaikan dengan baik karena mempunyai potensi yang dapat mendorong terjadinya lingkungan kerja yang tidak kondusif untuk tercapainya kinerja yang baik.

f. standar penampilan dan harapan (performance standard and expectations)

Standar penampilan dan harapan-harapan organisasi merupakan cerminan kinerja pegawai yang terlibat di dalamnya sekaligus harapan-harapan pegawai. Standar penampilan dan harapan yang tinggi dapat membangkitkan rasa percaya diri pegawai serta meningkatkan layalitas dan sense of belonging. Hal tersebut pada gilirannya akan meningkatkan kontribusi pegawai terhadap organisasinya.

g. identitas organisasi, risiko dan pengambilan risiko (organizational identity, risk and risk taking)

Setiap anggota organisasi perlu mengetahui identitas organisasi, sehingga mengetahui dengan pasti kemana organisasi akan mengarah, mengetahui risiko yang dihadapi organisasi dan risiko yang timbul bila tidak dapat diatasi. Hal ini akan


(45)

mendorong pegawai untuk lebih loyal, bangga terhadap organisasinya dan membangkitkan rasa memiliki.

Selain itu, Denison (1990) membagi iklim organisasi ke dalam tujuh unsur yaitu:

a. organization of work (organisasi kerja)

Yaitu sejauhmana metode kerja dalam organisasi tersebut mampu menghubungkan tugas-tugas individu dengan tujuan organisasi.

b. communication flow (arus komunikasi)

Yaitu bagaimana arus informasi yang ada dalam tubuh organisasi, baik secara vertikal di dalam hirarki organisasi maupun secara lateral lintas oeganisasi.

c. emphasis of people (penekanan pada sumber daya manusia)

Yaitu bagaimana perhatian organisasi di dalam mensejahterakan dan mengembangkan pegawai-pegawainya.

d. decision making practices (pembuatan keputusan)

Yaitu sejauhmana keputusan organisasi melibatkan orang-orang yang akan dipengaruhinya dibuat pada taraf yang layak dan didasarkan pada berbagai informasi yang luas.

e. influence and control (pengaruh dan pengawasan)

Yaitu sejauhmana pengaruh atasan pada orang-orang yang ada di bawahnya. f. absence of bureaucracy (tidak adanya hambatan dalam birokrasi atau kelancaran administrasi)


(46)

Yaitu tidak adanya hambatan-hambatan administrative dalam fungsi internal organisasi. Dengan demikian semuanya berjalan sesuai aturannya.

g. coordination (koordinasi)

Yaitu adanya koordinasi, kerjasama dan resolusi masalah di antara unit-unit kerja dalam organisasi.

Dari dimensi-dimensi yang disajikan para ahli, nampak ada perbedaan pandangan tentang unsur-unsur yang merupakan pendukung iklim organisasi. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dalam penelitian ini, dimensi dari Denison dipilih menjadi acuan dalam variabel bebas yang akan dilihat hubungannya dengan motivasi kerja pegawai karena dianggap sebagai dimensi yang relative paling lengkap dibandingkan dengan dimensi-dimensi lain. Namun demikian, dalam penelitian ditambahkan beberapa unsur yang ditawarkan oleh ahli-ahli lain yaitu imbalan dan sanksi, serta tantangan dan tanggungjawab.

Seperti deskripsi yang disajikan oleh Gibson (dalam Santosa, 2001), imbalan dan sanksi adalah unsure penting dalam pembinaan pegawai, yang merupakan cermin unsur keadilan dan penghargaan. Selain itu, imbalan merupakan kebutuhan pegawai dan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja pegawai (Robbins, 1991), dampaknya adalah mengkir kerja, pindah kerja, produktivitas rendah, kesehatan tubuh menurun, kecelakaan kerja, pencurian dan lain-lain (Robbins, 1998; Jayaratne, 1993). Sementara keadaan seperti itu dapat dikatakan berkaitan erat dengan motivasi kerja pegawai. Sanksi berhubungan dengan rasa tanggungjawab dan disiplin pegawai. Pegawai yang kurang rasa tanggungjawab dan


(47)

disiplinnya dapat diduga akan bekerja sekehendak hatinya atau dengan kata lain memiliki motivasi kerja yang rendah.

Unsur tantangan pekerjaan dan tanggungjawab terhadap pekerjaan dirasakan penting, karena dalam berbagai dimensi lain hal itu merupakan salah satu unsur penting iklim organisasi (James&James, 1989; dan Gibson, dalam Santosa, 2001). Menurut Locke (dalam Murphy, 1990) tantangan dan tanggungjawab pada pekerjaan merupakan salah satu unsur yang mendasari nilai-nilai yang berhubungan dengan kerja. Menurut Randolph & Blackburn (1989) tantangan, kejelasan pekerjaan dan tanggungjawab merupakan kebutuhan pegawai dan merupakan sebagian unsur yang harus dipenuhi jika organisasi ingin meningkatkan motivasi kerja pegawainya.

Dengan demikian dimensi iklim organisasi dalam penelitian ini adalah:

a. organisasi kerja; b. arus komunikasi;

c. penekanan pada sumber daya manusia; d. pembuatan keputusan;

e. pengaruh dan pengawasan;

f. tidak ada hambatan (kelancaran administrasi); g. koordinasi;

h. imbalan dan sanksi;


(48)

2.2 Karakteristik Iklim Organisasi

Karakteristik iklim organisasi sangat berkaitan erat dengan persepsi yang dilakukan individu. Melalui persepsi individu yang akan diteliti (pegawai), maka diketahui karakteristik iklim organisasi di tempat individu bekerja (Gibson, dkk., 1989; Likert, 1977; Litwin & Stringer dalam Steers, 1985; Payne & Mansfield, 1986). Sebelum diuraikan lebih jauh mengenai karakteristik iklim organisasi, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian mengenai persepsi. Persepsi menurut Davidof (dalam Walgito, 1994) adalah merupakan hasil penginderaan dimana stimulus yang diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu. Pendapat senada juga dikatakan oleh Walgito (1994) bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya, kemudian stimulus tersebut diteruskan kepusat susunan syaraf, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang diinderanya tersebut.

Persepsi terjadi melalui tiga tahap, yaitu penginderaan, penginterpretasian, dan penilaian. Tahap penilaian merupakan suatu proses psikologis, dalam proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor subyektif individu, yaitu antara lain faktor proses belajar, motivasi, keinginan, masa lalu, perhatian individu, dan dorongandorongan.

Hal ini yang menyebabkan persepsi dari masing-masing individu terhadap stimulus berbeda-beda. Jadi dapat dikatakan bahwa persepsi terdiri dari dua komponen yaitu kognisi dan afeksi. Persepsi menurut Leavitt (dalam Gibson, dkk., 1989) adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Individu yang


(49)

berbeda akan melihat obyek yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Persepsi meliputi kognisi (pengetahuan), penafsiran obyek, tanda dan pengalaman dari orang yang bersangkutan. Secara khusus persepsi mencakup penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap.

Iklim organisasi merupakan hasil pengukuran deskriptif (Landy & Trumbo, 1980). Individu mempersepsi bahwa suatu organisasi mempunyai karakteristik tertentu. Persepsi individu terhadap karakteristik ini merupakan iklim organisasi (Landy & Trumbo, 1980). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Schneider dan Snyeder (dalam Landy & Trumbo, 1980) bahwa karakteristik organisasi berhubungan dengan iklim organisasi.

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor dalam iklim organisasi dapat diketahui dan diukur melalui persepsi deskriptif individu terhadap karakteristik obyektif organisasi yang dilakukan oleh individu pegawai anggota organisasi tersebut. Sebagai informasi yang dapat memberikan gambaran dan pertimbangan dalam menentukan iklim dari suatu organisasi menurut Dastmalchianc, dkk. (1989) adalah adanya beberapa faktor yang terkait dengan iklim organisasi yaitu antara lain kondisi yang ditandai oleh banyaknya keselarasan, keterbukaan dan ketidakhadiran, pegawai yang berhenti dan cara-cara penanganan keluhan yang efektif, kemampuan merespon dan keterbukaan.

Sejumlah karakteristik telah diajukan oleh para ahli dalam membahas masalah faktor-faktor dalam iklim organisasi. Litwin dan Stringer (dalam Steers, 1985)


(50)

mengembangkan suatu alat ukur iklim organisasi yang disebut Litwin and Stringer Organizational Climate Questionaire. Alat ukur ini menggunakan delapan faktor iklim organisasi yaitu :

1. Struktur. Faktor ini merupakan pandangan anggota terhadap derajat aturan, prosedur kebijaksanaan yang diberlakukan dalam organisasi, dan batasanbatasan yang diberikan oleh atasan atau organisasi terhadap anggotanya.

2. Tantangan dan tanggungjawab. Faktor ini mengukur persepsi anggota terhadap besarnya tanggungjawab yang dipercayakan kepada anggota organisasi yang timbul karena tersedianya tantangan kerja, tuntutan untuk bekerja, serta berkesempatan untuk merasakan prestasi. Faktor tantangan akan muncul dengan kuat dan berhubungan secara positif dengan pengembangan prestasi pegawai.

3. Kehangatan dan bantuan. Faktor ini menekankan adanya hubungan yang baik dalam situasi kerja. Adanya dukungan yang bersifat positif dan pertolongan kepada anggota daripada pemberian penghargaan dan hukuman dalam situasi kerja sehingga menumbuhkan rasa tenteram dalam bekerja. Adanya kehangatan dan dukungan akan mengurangi kecemasan dalam bekerja.

4. Penghargaan dan hukuman. Faktor ini menekankan pada persepsi anggota terhadap pemberian penghargaan dan hukuman dalam situasi kerja. Hukuman menunjukkan penolakan terhadap perilaku. Lingkungan kerja yang


(51)

5. Konflik. Faktor ini merupakan persepsi anggota terhadap kompetensi dan konflik-konflik dalam situasi kerja, serta kebijaksanaan organisasi dan menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi didalamnya.

6. Standar penampilan kerja dan harapan kerja. Faktor ini merupakan persepsi anggota terhadap derajat pentingnya hasil kerja yang harus dicapai dan penampilan kerja dengan organisasi dan kejelasan harapan organisasi terhadap penampilan kerja anggotanya.

7. Identitas organisasi. Faktor ini menekankan pada persepsi anggota terhadap derajat pentingnya loyalitas kelompok dalam diri anggota organisasi, apakah timbulnya rasa kebanggaan mampu memperbaiki penampilan kerja individu. 8. Pengambilan resiko. Faktor ini merupakan persepsi orang/organisasi terhadap

kebijakan organisasi tentang seberapa besar anggota diberi kepercayaan untuk mengambil resiko dalam membuat keputusan, yang timbul akibat diberikannya kesempatan untuk menyalurkan ide dan kreativitas.

Kolb dan Rubin (1984) mengajukan dimensi-dimensi/karakteristik iklim organisasi yang dikembangkan dari faktor-faktor iklim organisasi yang dikemukakan oleh Litwin dan Stringer:

1. konformitas (conformity) adalah perasaan adanya pembatasan yang dikenakan oleh organisasi secara eksternal. Perasaan ada banyak peraturan, prosedur, kebijakan dan peraturan yang harus dipatuhi dibandingkan dengan


(52)

2. tanggungjawab (responsibility) adalah merupakan tanggungjawab yang diberikan pada pegawai dalam melaksanakan pekerjaan demi tercapainya tujuan organisasi. Apakah dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah tanpa diawasi untuk setiap langkah yang dikerjakan.

3. standar pelaksanaan pekerjaan (standard) adalah kualitas pelaksanaan dan mutu produksi yang diutamakan organisasi. Organisasi menetapkan tujuan yang menantang dan mengutamakan mutu ke anggota organisasi agar berprestasi.

4. imbalan (reward) adalah penghargaan yang diberikan mendapat imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik, tidak hanya dikritik, diabaikan, atau dihukum.

5. kejelasan keorganisasian (organizational clarity) adalah kejelasan tujuan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh organisasi, segala sesuatu terorganisir dengan jelas tidak membingungkan, kabur atau kacau.

6. hubungan interpersonal dan semangat kelompok (warmth and support) adalah derajat perasaan para anggota bahwa keakraban adalah penting untuk ciri organisasi, saling menghargai, saling membantu, dan adanya hubungan yang baik antara pegawai.


(53)

7. kepemimpinan (leadership) adalah posisi di dalam organisasi, apakah diterima atau ditolak oleh anggotanya. Kepemimpinan didasarkan oleh keahlian, organisasi tidak didominasi atau tergantung pada satu atau dua orang saja.

Swansburg (1990), juga mengajukan dimensi iklim organisasi yaitu :

1. Kejelasan dalam merumuskan tujuan dan kebijakan organisasi yang ditunjang oleh informasi yang mengalir lancar dan didukung oleh pegawai.

2. Komitmen dalam pencapaian tujuan melalui pelibatan pegawai.

3. Standar kinerja yang menantang dan yang mendatangkan kebanggan serta memperbaiki kinerja pegawai.

4. Tanggungjawab terhadap pekerjaannya dan didukung oleh manager. 5. Penghargaan terhadap hasil kerja yang baik

6. Kerjasama kelompok, rasa memiliki, percaya, dan adanya saling menghargai satu sama lain.

Karakteristik ini secara nyata menggambarkan cara suatu organisasi memperlakukan anggota-anggotanya. Apabila iklim organisasi dipandang positif oleh pegawai maka diharapkan sikap dan perilaku yang timbul akan positif.

Berdasarkan uraian di atas nampak bahwa pada dasarnya ada persamaan antara karakteristik-karakteristik yang dikemukakan oleh para ahli tersebut. Faktor individu menjadi kekuatan utama dalam iklim organisasi, sehingga antara organisasi satu dengan lainnya memiliki iklim organisasi yang berbeda. Dari karakteristik yang diajukan oleh beberapa ahli di atas, maka penelitian ini akan menggunakan


(54)

faktor-faktor iklim organisasi yang diajukan oleh Kolb dan Rubin (1984) yang merupakan hasil pengembangan dari faktorfaktor iklim organisasi yang dikemukakan oleh Litwin dan Stringer.

Iklim kerja yang baik menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun Iklim kerja ini kadang terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami pegawai dan kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis. Pegawai dan institusi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Pegawai memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan institusi. Apabila pegawai memiliki produktivitas kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi institusi. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda institusi berjalan baik, kalau pegawainya bekerja tidak produktif, artinya pegawai tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah. Adalah menjadi tugas manajemen agar pegawai memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Berdasarkan pengalaman dan dari beberapa buku yang pernah saya baca, biasanya pegawai yang puas dengan apa yang diperolehnya dari institusi akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya pegawai yang kepuasan


(55)

kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi institusi untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat pegawai puas bekerja di institusi. Dengan tercapainya kepuasan kerja pegawai, produktivitas pun akan meningkat.

Banyak institusi berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pegawai. Sehingga ketika institusi merasa sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa pegawainya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja pegawai tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.

Untuk lebih meyakini bahwa kesempatan berkembang merupakan faktor utama bagi kepuasan kerja pegawai, kita dapat membandingkan tingkat kepuasan pegawai baru dan pegawai lama di institusi. Pegawai baru cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi dibandingkan pegawai yang masa kerjanya lebih lama. Hal ini dikarenakan, biasanya pegawai baru mendapatkan perhatian lebih dari Manajemen, terutama dari atasannya langsung. Perhatian lebih ini dikarenakan sebagai pegawai baru, tentu pihak manajemen akan menjelaskan tanggung jawab dan tugas mereka. Sehingga terjalin komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini membuat mereka merasa diperhatikan dan bersemangat untuk bekerja. Bahkan tidak sedikit pegawai baru yang mendapatkan beberapa training untuk menunjang tugasnya


(56)

di awal masa kerja. Sementara itu, pegawai lama yang sudah bekerja dalam kurun waktu tertentu, akan merasakan kejenuhan. Mereka menginginkan adanya perubahan dan tantangan baru dalam pekerjaannya. Tantangan ini mencakup baik dari sisi besarnya tanggung jawab atau mungkin jenis pekerjaan. Ketika institusi tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang, hal ini akan membuat mereka demotivasi, malas bekerja dan produktivitasnya turun. Apabila perasaan ini dirasakan oleh sebagian besar pegawai lama, bisa dibayangkan betapa rendahnya tingkat produktivitas institusi secara keseluruhan dan bila dibiarkan institusi akan merugi.

2.3 Pengertian Kinerja Pegawai

Selain memperhatikan pegawai sebagai tenaga kerja, institusi juga berusaha meningkatkan hasil kerja para pegawainya dan hasil kerja pegawai inilah yang disebut sebagai kinerja pegawai. Kinerja merupakan pencapaian hasil (the degree of accomplishment) (Rue, & Byars, 1980). Demikian halnya Maier (1987) yang memberi batasan pada kinerja sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Pendapat ini didukung oleh Porter dan Lauler yang menyatakan bahwa kinerja adalah Succesfull of role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya (dalam As’ad, 1991). Ukuran kesuksesan tidak dapat disamakan dengan individu yang satu dengan individu yang lain. Kesuksesan yang dicapai individu adalah berdasarkan ukuran yang berlaku dan disesuaikan dengan jenis pekerjaannya, seperti yang dijelaskan oleh


(57)

As’ad (1991) bahwa yang dimaksud dengan kinerja ialah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran dan standar yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan (Guswandi, 1995).

Pernyataan tersebut senada dengan apa yang diutarakan oleh Miner (1998) yang mendefinisikan kinerja sebagai perluasan dari bertemunya individu dan harapan tentang apa yang seharusnya dilakukan individu berkaitan dengan suatu peran. Jika harapan-harapan tersebut hanya memaparkan keabstrakan dan kekaburan, maka individu tidak mengetahui secara pasti apa yang ia harapkan sehingga hasilnya berperan ganda. Jika harapan pada dua atau lebih individu berbeda, individu yang memegang suatu pekerjaan dan unggul akan memiliki perbedaan cara berfikir dari individu lain dalam menghadapi konflik peran.

Pengertian kinerja yang lain adalah sebagai catatan hasil yang diproduksi pada suatu fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu yang berhubungan dengan tujuan organisasi (Russell, 1998; Singer, 1990; Kane & Kane, 1993; Campbell, dkk. dalam Cascio, 1998) dan memenuhi standar yang ada (Bailey, 1989).

Selanjutnya Miner (1992) mengartikan kinerja sebagai evaluasi tentang berbagai kebiasaan dalam organisasi. Institusi yang sangat kecil mungkin tidak memerlukan sistem yang formal dalam menilai, akan tetapi evaluasi tetap dilakukan dan sebagai institusi yang berpengalaman dalam pertumbuhannya membutuhkan


(58)

standarisasi, pemeliharaan, dan mengkomunikasikan informasi penilaian sehingga akan meningkat seperti lembaga dengan sistem formal.

Kinerja adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria keefektifan lainnya. Dikatakan juga bahwa kinerja pegawai merupakan fungsi dari individu dan organisasi. Dengan kata lain disebutkan juga sebagai kombinasi perspektif psikologikal yang memuat kontribusi individu dan sosiologikal yang memuat rangka organisasi (Gibson, dkk., 1997; Osborn ,1990).

Berdasarkan berbagai pengertian atau uraian mengenai kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari institusi tempat individu tersebut bekerja dengan maksud untuk dapat mencapai tujuan organisasi.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Singer (1990) menyatakan bahwa kinerja (performance) adalah sebagai suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerjanya dalam periode waktu tertentu. Perbedaan kinerja antara pegawai satu dengan yang lainnya perlu disadari oleh para pemimpin organisasi. Walaupun pegawai bekerja pada tingkat yang sama, namun produktivitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar


(59)

perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua variabel yaitu variabel individu dan variabel situasi kerja atau situasional (As’ad, 1991).

Menurut Hunt (1979) Faktor atau variabel individu ini terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, tujuan, persepsi, motivasi, kemampuan, nilai-nilai, dan lain-lain. Variabel situasional terdiri dari struktur, pekerjaan, teknologi, peran, kelompok kerja dan lain-lain.

Senada dengan pendapat di atas, Robbins (1996) mengemukakan beberapa karakteristik biografik yang dapat mempengaruhi kinerja:

1. umur, kinerja akan menurun seiring bertambahnya umur seseorang. Dalam kenyataannya kekuatan kerja seseorang akan menurun dengan bertambahnya umur mereka.

2. jenis kelamin, wanita lebih suka menyesuaikan diri dengan wewenang, sedangkan pria lebih agresif dalam mewujudkan harapan dan keberhasilan. 3. jabatan/senioritas, kedudukan seseorang dalam organisasi akan

mempengaruhi kinerja yang dihasilkannya, karena perbedaan pekerjaan dapat membedakan jenis kebutuhan yang ingin dipuaskan dalam pekerjaan individu yang bersangkutan.

Kinerja dapat dilihat sebagai kombinasi atau interaksi perkalian dari kemampuan dan motivasi. Kedua aspek ini diperlukan untuk mencapai kinerja yang baik (Mitchell, 1982; Vroom,1964). Arti dari hubungan di atas adalah jika seseorang rendah pada salah satu komponennya, maka kinerja akan rendah pula. Dengan kata lain apabila kinerja seseorang rendah hal ini dapat merupakan hasil dari motivasi


(60)

yang rendah atau kemampuannya tidak baik, atau hasil komponen motivasi dan kemampuan yang rendah.

Sementara Vinake (dalam Huse & Bowditch, 1977) mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas pada kinerja individu adalah inteligensi, kemampuan, koordinasi otot, pengalaman masa lampau, latihan dalam tugas, dan motivasi.

Pendapat yang senada diungkapkan oleh Luthans (1981), bahwa kinerja tidak hanya tergantung pada sejumlah usaha yang digunakan, akan tetapi kemampuan seseorang juga diperlukan (seperti pengetahuan pekerjaan dan keahlian) serta bagaimana seseorang merasakan peran yang dibawakan.

Miner (1988) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang antara lain

1. Sikap, meliputi keyakinan, perasaan, dan perilaku yang cenderung kepada orang lain atau sesuatu.

2. Keterlibatan kerja yaitu tingkat seseorang memilih berpartisipasi secara aktif dalam kerja, menjadikan kerja sebagai pusat perhatian hidup dan memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang penting kepada penghargaan diri.

3. Perilaku yaitu tindakan seseorang dalam keadaan umum dan khusus.

4. Partisipasi yaitu tingkat seseorang secara nyata ikut serta dalam kegiatankegiatan organisasi.

5. Penampilan yaitu tindakan individu yang membantu mencapai tujuan organisasi termasuk kuantitas dan kualitas.


(1)

organisasi yang harmonis dapat mewujudkan kinerja yang semakin baik pada diri pegawai. Perubahan iklim dan kenyamanan lingkungan pekerjaan berdampak pada peningkatan atau penurunan motivasi kerja serta kepuasan kerja personil/pegawai. Bagaimana tidak, seorang pegawai mengalokasikan waktunya sebagian besar di lingkungan pekerjaan dan kemudian sebagian lagi untuk kegiatan domestik serta kegiatan lain-lain. Jika dalam proses tersebut terjadi gap atau ketidak sesuaian maka kestabilan emosi dan mental yang ada pada diri individu tersebut turut terpengaruh.

Fokus dan konsentrasi kerja seorang individu dalam melaksanakan pekerjaan menjadi hal yang penting ketika individu tersebut merasa nyaman dan perhatian tidak terpecah belah, ide dan etos pekerjaan akan mengalir dengan baik untuk menghasilkan output yang maksimal. Adalah menjadi tugas manajemen agar staf/pegawainya memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya pegawai/staf yang puas dengan apa yang diperolehnya dari institusi / organisasi akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya staf yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan,


(2)

Stinger (Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Tagiuri dan Litwin mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi dan mempengaruhi perilaku mereka serta dapat dilukiskan dalam satu set karateristik atau sifat organisasi. Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa rasa saling percaya satu sama lain cukup baik di Biro umum sehingga menumbuhkan suasana Akrab. Terbukanya kesempatan setiap pegawai untuk berkomunikasi dengan atasan, atasan yang selalu memberikan perhatian dan kesejahteraan pegawai, sikap dan kepemimpinan atasan yang selalu menjadi teladan dan banyak factor lainnya telah memberikan hasil yang positif, dimana telah terjadi peningkatan kinerja para pegawai di Biro Umum.


(3)

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Sebagai akhir dari penulisan tesis ini penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan yang menjadi pokok-pokok pikiran atas uraian yang telah dipaparkan terdahulu berkaitan dengan peranan iklim organisasi dalam meningkatkan kinerja pegawai, khususnya pegawai pada Biro Umum Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Pertama, iklim organisasi sangat mempengaruhi kinerja pegawai Biro Umum

Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari data dimana 89% menyatakan bahwa iklim organisasi yang baik akan meningkatkan kinerja pegawai.

Kedua, iklim kerja yang saling menghormati dan saling bekerjasama akan

meningkatkan prestasi kerja pegawai.

Ketiga, iklim organisasi yang baik telah terbangun di Biro Umum dimana

rata-rata responden penelitian memberikan jawaban yang positif dan menunjukkan rentang jawaban dengan persentase yang tinggi atas kondisi di Biro Umum


(4)

5.2 Saran

Memperhatikan berbagai faktor yang telah dijelaskan, serta pengaruhnya terhadap upaya menciptakan iklim organisasi yang baik dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai pada Biro Umum Provinsi Sumatera Utara khususnya, dan kepada seluruh organisasi perangkat daerah di jajaran Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada umumnya, diajukan berbagai saran sebagai berikut:

Pertama, iklim organisasi yang sudah terbangun dengan baik di Biro Umum

hendaknya terus dilestarikan agar kinerja terus tetap terjaga.

Kedua, harus ada sikap saling menghormati untuk menghindari terjadinya

konflik.

Ketiga, untuk meningkatkan semangat kerja para pegawai pada Biro

Umum Provinsi Sumatera Utara, maka pegawai perlu dimotivasi dengan cara meningkatkan kualitas iklim organisasi dan memberikan kompensasi yang pantas terutama kepada pegawai yang berprestasi. Iklim organisasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keakraban dan kerja sama baik antar pegawai, maupun antar pegawai dengan pimpinan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1991). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. (cetakan ketujuh). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Azwar, S. (1998). Sikap manusia: teori dan pengukurannya. (Edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cohen, A. (1999). Relationship among five forms of commitment an empirical assessment. Journal of organizational behavior, 20, 285-308.

Cronbach. L.J. (1984). Essentials of psychological testing. (4ed). New York: Harper & Row, Publishers.

Cushway, B., dan Lodge, D. (1995). Manajemen sumber daya manusia. (terj.). Jakarta: Elex Media Komputindo.

Denison, D.R. (1990). Corporate culture and organizational effectiveness. New York: John Wiley & Sons.

Hadi, Sutrisno. (1989). Metodologi research (jilid2). Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

Huczynski, A.A., dan Buchanan, D.A. (1985). Organizational behavior: An

introductory text. (2nd ed). New York: Prentice Hall.

Ibnu Umar, S. (1994). Variabel-variabel individual peramal keberhasilan

transmigran. Disertai, tidak dipublikasikan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Kerlinger, FN. (1998). Asas-asas penelitian behavioral. (Edisi ketiga). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(6)

psychology. (7th ed). Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Murphy, K.R. (1996). Individual differences and behavior in organization. San Fransisco: Jossey-Bass Inc Pubblishers.

Nainggolan, H. (1986). Pembinaan pegawai negeri sipil. (Cetakan ketujuh).

Parasuraman, A. (1986). Marketing research. USA: Addison Wesley Publishing Co. Inc.