Pengertian dan Kriteria Darurat

v ;+  [ B PQ Ÿ RsG ]U o IacK Artinya : Barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak meninginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Qs. Al- Baqarah : 173. 58 Dari Ayat ini, para ahli fiqih menetapkan suatu prinsip yang sangat berharga sekali, yaitu : keadaan terpaksa yang membolehkan yang terlarang, tetapi ayat itupun memberikan suatu pembatasan terhadap pelakunya orang yang disebut dalam keadaan terpaksa yaitu tidak disengaja dan tidak melewati batas. Maksudnya tidak sengaja untuk mencari kelezatan dan tidak melewati batas ketentuan hukum. 59

C. Pengertian dan Kriteria Darurat

1. Pengertian Darurat Darurat itu berasal dari kata yang artinya sempit. Adapun kalimat itu sama seperti yang berarti sesuatu, kebutuhan, hajat, dan terpaksa. 60 Darurat menurut istilah berarti keadaan yang mendesak, yang membuat seseorang jika tidak melakukan atau memakan apa yang dilarang, keselamatan jiwa akan terancam. 61 Menurut Ibnu Nujaim ahli fiqh madzhab Hanafi darurat berarti sampainya seseorang kepada suatu batas, apabila tidak melakukan perbuatan yang dilarang akan 58 Depag. RI., Al-Qur’an dan terjemahannya, hlm. 42 59 Yusuf Qaradlawi., Halal Haram Fil Islam, hlm. 47 60 Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, hlm. 819 61 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatulah.,Ensiklopedi Hukum Islam., hlm 198 v dapat mencelakakan dirinya. 62 Tatkala madzhab Maliki mendefinisikan darurat sebagai suatu kekhawatiran atas kebinasaan diri, baik berdasarkan keyakinan maupun berdasarkan dugaan yang kuat. Darurat ini tidak terwujud kecuali ada suatu keadaan yang memaksa untuk melakukan yang diharamkan agar terpelihara diri dari kebinasaan, seperti haus dan lapar yang berlebihan akan sakit yang membawa kematian. Sedangkan menurut Al-Suyuthi, “Darurat ialah posisi seseorang pada sebuah batas dimana kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang maka ia akan binasa atau nyaris binasa. 63 Menurut Wahbah Al-Zuhaily, darurat ialah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat sangat kuat kepada diri manusia yang membuat dia khawatir akan terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, dan yang bertalian dengannya. Ketika itu boleh tidak mengerjakan yang diharamkan atau meninggalkan yang diwajibkan, atau menunda untuk pelaksanaannya guna menghindari kemadharatan yang diperkirakan dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara. 64 Dari definisi tersebut hampir sama atau mirip, yakni tidak hanya menyangkut darurat tentang kebutuhan makan saja, tetapi kalau kita lihat lebih umum, yakni selain mencankup darurat makanan juga mencankup mempertahankan diri dari 62 Abdul Aziz Dahlan,et al.,Ensiklopedi Hukum Islam, hlm. 260 63 Abdul Rosyad Shiddiq, Fiqih Darurat. Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, hlm. 18 64 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dlarurah Al-Syar’iyah. Tej. Said Agil Al-Munawar “Konsep Darurat Dalam Hukum Islam”, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, hlm. 72 v penganiayaan dari harta dan kehormatan. Ada sebagian ulama yang mendefinisikan darurat sebagai suatu keadaan yang memaksa untuk melanggar sesuatu yang dilarang oleh agama. Ini berarti selain mencankup darurat makan juga mencankup darurat menolak segala sesuatu yang dapat mengancam keselamatan nyawa atau anggota- anggota badan atau kehormatan atau akal bahkan harta benda. 65 2. Kriteria Darurat Kebolehan berbuat atau meninggalkan sesuatu karena darurat adalah untuk memenuhi penolakan bahaya, bukan untuk selain itu. Dengan demikian memakan dan meminum sesuatu yang dilarang dalam keadaan darurat dibolehkan. Para ulama telah memberikan kriteria seseorang yang dapat dikelompokkan ke dalam keadaan darurat. 66 a. Keadaan darurat itu benar-benar telah terjadi. Artinya, bahwa seseorang benar- benar dapat diduga akan kehilangan nyawa atau harta menurut pengalaman yang ada. b. Orang yang dalam keadaan darurat itu benar-benar dihadapkan pada keterpaksaan untuk melakukan yang diharamkan atau meninggalkan yang diperintahkan agama. Artinya, bahwa disekelilingnya tak ada lagi yang dapat membantu menyelamatkan jiwanya, kecuali yang haram tersebut. 67 65 Abdul Rosyad Shiddiq., Fiqih Darurat, hlm. 18 66 Tim Penyusun Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam 1, hlm. 293-294 67 Ibid., hlm. 293 v c. Orang tersebut benar-benar dalam keadaan lemah untuk mencari sesuatu yang halal dalam menyelamatkan dirinya. Artinya, kalau dia masih sanggup untuk mencari yang halal, maka keadaannya tersebut delum dapat dikatakan darurat. d. Yang dilakukan oleh orang yang berada dalam keadaan darurat tersebut tidak sampai melanggar prinsip-prinsip dasar Islam, seperti pemeliharaan terhadap hak- hak orng lain, tidak memudharatkan orng lain, dan tidak menyang kut masalah akidah. Misalnya, walaupun karena darurat zina dan murtad tetap tidak dihalalkan karena perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan yang benar-benar dilarang dan merupakan prinsip dasar Islam. 68 e. Kebolehan darurat ini hanya terbatas sekedar melepaskan diri dari keadaan tersebut. Misalnya, jika seseorang sangat kelaparan dan satu-satunya yang akan dimakan itu hanya daging babi, maka yang hanya dibolehkan untuknya adalah memakan daging babi itu sekedar untuk mempertahankan hidup untuk mencari yang halal. 69 f. Jika keadaan darurat itu menyangkut penyakit, maka harus dijelaskan oleh dokter yang dapat dipercaya, baik agamanya maupun ilmunya di bidang itu, bahwa satu- satunya obat adalah yang diharamkan itu. g. Jika menyangkut kepentingan suatu negara, maka pihak penguasa benar-benar yakin bahwa keadaan yang dihadapin itu adalah negara dalam keadaan terancam bahaya, ada kesulitan yang sangat mengkhawatirkan keutuhan negara atau 68 Ibid., hlm. 293 69 Ibid., hlm. 293-294 v kepentingan rakyat banyak terancam bahaya. Misalnya, dalam masalah utang luar negeri yang harus dibayar dengan bunga yang cukup tinggi. Jika pemerintah menganggap bahwa satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan Negara itu adalah dengan pinjam luar negeri dengan bunga tinggi itu, maka para fukaha ahli fiqih membolehkannya. Jadi dalam keadaan negara terancam keuangan riba dibolehkan, jika memang itu satu-satunya jalan. 70 h. Ibnu Hazm menambahkan satu syarat lagi, yaitu keadaan orang yang darurat itu telah melalui waktu satu hari satu malam. 3. Batasan-Batasan Darurat Mengenai batasan-batasan dharurat yang memperbolehkan sesuatu yang diharamkan, dipahami dari definisi, dapat membatasi pengertian darurat sebagai berikut : 71 1. Darurat dimaksud harus sudah ada bukan ditunggu, dengan kata lain kekhawatiran akan kebinasaan atau hilangnya jiwa atau lima kebutuhan yang mendasar yaitu: agama, jiwa, kehormatan, akal, dan harta betul-betul ada dalam kenyataan melalui dugaan yang kuat. 2. Orang yang terpaksa itu tidak punya pilihan lain kecuali melanggar perintah- perintah atau larangan-larangan syara’, atau tidak ada cara lain yang dibenarkan untuk menghindari kemadharatan selain melanggar hukum. 70 Tim Penyusun Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam 1, hlm. 294 71 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al- Dlarurat al- Syar’iyah. trj. Said agil Al-Munawar “Konsep Darurat Dalam Hukum Islam ., hlm. 73-75 v 3. Kemadharatan memaksa di mana kekuatiran akan hilangnya jiwa atau anggota tubuh walau dalam keadaan yang diharamkan bersama yang dibolehkan, seperti seseorang yang dipaksa untuk memakan bankai dengan ancaman yang mengkhawatirkan hilangnya nyawa atau anggota tubuhnya, sedangkan dihadapannya ada yang halal dan baik, atau kuatir akan tidak kuat berjalan sehingga ia tertinggal rombongan. 72 4. Jangan sampai orang yang terpaksa melanggar prinsip-prinsip syara’ yang pokok seperti memelihara hak-hak orang lain, menciptakan keadilan, menunaikan amanah, menghindari kemadharatan seperti memelihara prinsip keberagaman serta pokok-pokok akhidah Islam; umpamanya diharamkannya zina, pembunuhan, kufur, dan perampasan dalam kondisi bagai manapun. 73 5. Bahwa orang yang terpaksa membatasi diri pada hal yang dibenarkan melakukannya karena darurat itu guna menghindari kemadharatan. 6. Dalam darurat berobat, karena tidak ada obat selain dari yang diharamkan atau cara lain yang dapat menggantikan yang haram. 74 Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan, adanya pernyataan dari dokter muslim yang dapat dipercaya. 7. Menurut madzhab Hanafi, makna darurat yang menyangkut rasa lapar ialah seandainya seseorang tidak mau mengkonsumsi barang yang diharamkan dikhawatirkan ia bisa meninggal dunia atau setidaknya ada anggota tubuhnya 72 Ibid., hlm. 74 73 Ibid., hlm. 74 74 Yusuf Qaradlawi,Halal Haram Fil Islam, trj. Mu’ammal hamidy “Halal dan Haram Dalam Islam , hlm. 66 v yang akan cacat. Misalnya seseorang yang dipaksa akan dibunuh atau akan dipotong salah satu anggota tubuhnya apabila ia tidak mau memakan atau meminum sesuatu yang diharamkan, itu berarti ia sedang dalam keadaan darurat yang memperbolehkan ia memakan bangkai, karena ia mengkhawatirkan nyawanya atau salah satu anggota tubuhnya. Disebutkan dalam kitab Taisîirut- Tahrîir, gugurnya keharaman arak dan bangkai bagi seseorang yang terpaksa harus meminum atau memakannya, adalah karena ia merasa khawatir atas keselamatan nyawanya, kerana menahan haus dan dahaga. 75 8. Menurut madzhab Maliki, darurat yang memperbolehkan mengkonsumsi sesuatu yang diharamkan ialah rasa takut akan keselamatan nyawa baik berdasarkan keyakinan atau hanya sekedar dugaan. Ada juga yang berpendapat, darurat ialah menjga jiwa dari kematian atau dari bahaya yang sangat berat. Itu tidak disyaratkan harus menunggu sampai benar-benar menjelang kematian, karena mkan pada waktu seperti itu sudah tidak ada gunanya. 76 9. Menurut madzhab Syafi’i, sesungguhnya rasa lapar yang teramat sangat itu tidak cukup hanya diatasi dengan hanya memakan bangkai dan sebagainya. Seperti halnya ulama-ulama dari madzhb lain, mereka semua sepakat tidak wajib harus menungu sampai kematian itu sebentar lagi datang. Hal itu karena pada dasarnya, sesuatu yang diharamkan itu tidak boleh dilakukan dan tidak boleh diterjang kecuali karena ada alasan darurat. Dan darurat itu punya standar tersendiri. 75 Abdul Rosyad Shiddiq., Fiqih Darurat., hlm. 31-33 76 Ibid., hlm. 32 v Apabila seseorang sampai pada batas yang apabila ia tidak mau mengkonsumsi sesuatu yang dilarang agama ia bisa mati atau hampir mati, itu artinya ia sudah berada pada batas puncak darurat yang berarti ia boleh memakan sesuatu yang diharamkan. 77 4. Hukum Darurat Maksud dari hukum darurat disisni ialah efek yang ditimbulkan dari hukum darurat tersebut dan menunutut ditetapkannay ketetapa-ketetapan hukum pengecualian untuk individu, kelompok ataupun masyarakat dan cocok untuk mereka yang lalu menghendaki kebolehannya yang dilarang atau ditinggalkan yang wajib atau ditunda pelaksaannya dengan menentang kaidah-kaidah umum yang berlaku menyeluruh yang diterapkan dalam keadaan-keadaan biasa. Dalam tema hukum darurat, akan membicarakan efek yang langsung dari darurat yang tentunya sangat berpengaruh dalam lingkungan masyarakat. Darurat serupa dengan hajat memiliki ketetapan-ketetapan hokum yang telah kita kenal yaitu mengenai pemaksaan, rukhshoh, kaidah-kaidah serta penyerapan-penyerapan masing-masing dari kedua- duanya. 78 Di antara ketetapan-ketetapan hukum yang paling menonjol adalah bahwa kadangkala terbatas pada terangkatnya tanggung jawab ukhrawi menghilangkan keharaman, dan kadangkala ada yang wajib mungkin juga ditunda pelaksanaan yang wajib itu. Dalam pembahasan kali ini akan kami sebutkan pengaruh pelaksanaan 77 Abdul Rosyad Shiddiq, Fiqih Darurat. Jakarta: Pustaka Azzam, 2001., hlm 33-34 78 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dlarurat Al- Syar’iyah. trj. Said Agil Al-Munawar “Konsep Darurat Dalam Hukum Islam”.,hlm. 303 v dalam beberapa ketentuan hukum, dan pengaruh madyarakat dalam mempermudah ketetapan-ketetapan hukum. 79 Tentang pengaruh keterpaksaan ini akan kami bahas dalam keadaan darurat. Di sini secara garis besar kami ketengahkan dua keadaan yaitu : keadaan darurat makan dan keadaan darurat yang dipaksa. Contohnya untuk pembahasan dalam keadaan darurat makan yaitu dibolehkannya sesuatu yang dilarang untuk sementara guna menghindari kemadharatan dari jiwa. Dalam hal ini maka diperbolehkan bagi orang yang dalam keadaan terpaksa memakannya di antara makanan da minuman yang telah diharamkan Allah SWT seperti bangkai, darah, daging babi, minuman khamr, dan sebagainya. 80 Sedangkan masalah tentang pemaksaan, ialah diperbolehkannya untuk melakukan perbuatan yang diharamkan ketika bebas, atau mungkin juga diberikan keringanan untuk itu. Tetapi keharamannya untuk selamanya tidak mungkin terhapus. Mungkin juga tidak dibolehkan dan tidak diberikan keringanan sama sekali. 81 Pemaksaan itu tidak selamanya dipandang sebagai salah satu factor yang membolehkan hal-hal yang dilarang, tetapi ada kalanya dilarang itu menjadi boleh karenanya. Namun kadangkala terjadi sebaliknya pada saat itu pemaksaan akan dipandang sebagai salah satu penghalang tanggung jawab dan bukan merupakan factor yang membolehkan yang haram. 82 79 Ibid ., hlm. 303 80 Ibid., hlm. 303-304 81 Ibid., hlm. 304 82 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dlarurat Al-Syar’iyah. trj. Said Agil Al-Munawar “Konsep Darurat Dalam Hukum Islam., hlm. 307 v

D. Metode Is înbâth Hukum