FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PENGGUNAAN

v

BAB III FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PENGGUNAAN

ORGAN TUBUH A. Profil Majelis Ulama Indonesia a. Sejarah Perkembangan Majelis Ulama Indonesia Majelis Ulama Indonesia MUI adalah organisasi keulamaan yang bersifat independen, tidak beraplikasi kapada salah satu aliran politik, madzhab atau aliran keagamaan Islam yang ada di Indonesia. 118 Adanya suatu wadah yang dapat menampung, menghimpun dan mempersatukan pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran dari para ulama Indonesia, sudah lama menjadi hasrat dan keinginan umat Islam Indonesia dan pemerintahan republik Indonesia. Dengan adanya wadah ini diharapkan partisipasi para ulama yang telah mempunyai tempat khusus di hati rakyat Indonesia, terhadap pembangunan nasionalnya akan lebih dapat terus ditingkatkan. Musyawarah yang diadakan atas prakasa pusat dakwah Islam Indonesia ini, bertemakan :“Mewujudkan kesatuan amaliah sosial umat Islam dalam masyarakat dan partisipasi alim ulama dalam pembangunan nasional”. Dalam musyawarah ini banyak peserta ulama yang mengusulkan perlu adanya Majelis Ulama yang didalamnya mencakup lembaga fatwa. 119 118 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani, Bandung : remaja Rosdakarya, 2004, hlm. 65 119 Sekretariat MUI Masjid Istiqlal., 15 Tahun Majelis Ulama Indonesia, Jakarta : Sekretatariat MUI Masjid Istiqlal, hlm. 45-46 v MUI berdiri pada tanggal 17 Rajab 1395 H bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 M di Jakarta sebagai hasil musyawarah nasional I MUI yang berlangsung pada tanggal 12 sd 18 Rajab 1395 H 21 sd 27 Juli 1975 M di balai sidang jakarta. Musyawarah ini diselengarakan oleh sebuah panitia yang di angkat oleh Menteri agama dengan surat keputusan No. 28 tanggal 1 juli 1975, yang diketuai oleh Letjen. Purn. H. Soedirman dan tim penasehat yang terdiri dari Prof.Dr. Hamka, K.H. Abdullah Syafe’i dan K.H.M. Syukri Ghazali. 120 Tujuan pokok musyawarah di samping untuk membentuk majelis ulama tingkat pusat sebagai tindak lanjut dari pembentukan majelis ulama di daerah-daerah juga dimaksud untuk memperkokoh ketahanan nasional dan meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama dalam mensukseskan pembangunan. 121 Menteri penerangan Mashuri, SH, menyatakan bahwa “Pembentukan majelis ulama ini merupakan satu manifestasi dari pada usaha pembangunan kita, suatu langkah yang penting karena pembangunan kita tidak hanya bidang materiil melainkan juga spiritual, pembangunan manusia seutuhnya. Lebih-lebih dengan perkembangan di Indonesia, kaum komunis selalu berusaha menciptakan perpecahan antara kita sama kita. Maka dengan adanya majelis ulama ini kita hendak membendung usaha kaum komunitas tersebut”. 122 120 MUI., 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia, Jakarta : MUI Pusat, hlm. 13 121 Sekretariat MUI Masjid Istiqlal ., 15 Tahun MUI., hlm. 47 122 Ibid., hlm. 48 v Menjelang musyawarah timbul kekhawatiran dari sementara golongan masyarakat , namun kekhawatiran itu hampir menjadi hilang setelah Bapak Presiden memberikan garis-garis. Dalam amanat tersebut beliau menggariskan: 123 1. Tugas para ulama adalah amar ma’ruf Nahi munkar. 2. Majelis ulama hendaknya menjadi penterjemah. 3. Majelis ulama agar mendorong, memberi arah dan menggerakkan masyarakat dalam membangun diri dan masa depannya. 4. Majelis ulama agar memberi bahan-bahan pertimbangan mengenai kehidupan beragama kepada pemerintah. 5. Majelis ulama agar menjadi penghubung antar emerintah dan ulama. 6. Kepengurusan majelis ulama sebaiknya mengambarkan diwakilinya unsur-unsur dari segenap golongan. 7. Majelis ulama ini cukup hanya mempunyai pengurus saja dan tidak perlu mempunyai anggota. 8. Sebab itu, majelis ulama ini tidak perlu mendirikan madrasah, masjid, rumah sakit, dan sebagainya. 9. Majelis ulama tidak perlu melakukan politik. 10. Untuk lebih meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama kita perlu membentuk semacam badan konsultasi antara umat beragama di Indonesia ini. Tanda berdirinya MUI dalam bentuk piagam berdirinya MUI yang ditanda tangani oleh 53 orang ulama yang terdiri dari 26 orang ketua-ketua MUI daerah tingkat I seluruh Indonesia, 10 orang ulama unsur organisasi Islam tingkat pusat 123 Ibid ., hlm. 51-52 v yaitu NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, PERTI, Al-Washliyah, Mathla’ul Anwar, GUPPI, PTDI, Dewan Masjid Indonesia dan Al-Ittihadiyah; 4 orang ulama dari Dinas Rohaniah Islam AD, AU, AL dan POLRI, serta 13 orang ulama undangan perorangan. 124 Visi dan Misi MUI a. Visi Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridlo dan ampunan Allah SWT baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur menuju masyarakat berkualitas khaira ummah demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin izzul Islam wal-muslimin dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia sabagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam rahmatan lil ‘alamin. 125 b. Misi 1. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sabagai panutan qudwah hasanah, sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah; 2. Melaksanakan dahwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas khaira ummah dalam berbagai aspek kehidupan; 124 MUI., 20 Tahun MUI., hlm. 13 125 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, Jakarta: Sekretariat MUI, 2005, hlm. 20 v 3. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebebasan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia. 126 Peran MUI MUI mempunyai peran utamayaitu : 127 a. Sebagai pewaris tugas para Nabi warasat al-anbiyah MUI berperan sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi, yaitu menyebarkan ajaran Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana yang berdasarkan Islam. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi, majelis ulama Indonesia menjelaskan fungsi profektif yaitu memperjuangkan perubahan kehidupan agar berjalan sesuai ajaran Islam, walaupun dengan konsekuensi akan menerima kritik, tekanan, dan ancaman karena perjuangannya bertentangan dengan sebagian tradisi, budaya , dan peradaban manusia. b. Sebagai pemberi fatwa MUI berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik di minta maupun tidak dimnita. Sebagai lembaga pemberi fatwa majelis ulama Indonesia mengakomodasi aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta organisasi keagamaan. 128 c. Sebagai pembimbing dan pelayan umat ri’ayat wa khadim al-ummah 126 Ibid., hlm. 20-21 127 Ibid., hlm. 24-25 128 Ibid., hlm. 24 v MUI berperan sebagai pelayan umat khdim al-ummah yaitu melayani umat Islam dan masyarakat luas dalam memenuhi harapan, inspirasi, dan tuntutan mereka. Dalam kaitan ini, majelis ulama Indonesia senantiasa berikhtiar memenuhi permintaan umat Islam, baik langsung maupun tidak langsung, akan bimbingan dan fatwa keagamaan. Bgitu pula, majelis ulama Indonesia berusaha selalu tampil didepan dalam membela dan memperjuangkan aspirasi umat dan masyarakat luas dalam hubungannya dengan pemerintah. 129 d. Sebagai pelopor gerakan ishlah MUI berperan sebagai juru damai terhadap perbedaan yang terjadi di kalangan umat. Apabila terjadi perbedaan pendapat dikalanagan umat Islam maka MUI dapat menempuh jalan al-jam’u wat taufiq kompromi dan persesuaian dan tarjih mencari hukum yang lebih kuat. Dengan demikian diharapkan tetap terpelihara semangat persaudaraan di kalangan umat Islam Indonesia. 130 e. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar MUI berperan sebagai wahana penegakan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu dengan menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan dengan penuh hikmah dan istiqomah. Dalam menjalankan fungsinya ini majelis ulama Indonesia tampil di barisan terdepan sebagai kekuatan moral moral force bersama berbagai potensi bangsa lainnya untuk melakukan rehabilitasi sosial. 131 Orientasi MUI 129 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, hlm. 25 130 Ibid., hlm. 26 131 Ibid., hlm. 25 v MUI mempunyai orientasi pengkhidmatan, yaitu : 132 Diniyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang didasari semua langkah dan kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam. Karena Islam adalah agama yang berdasarkan prinsip tauhid dan mempunyai ajaran yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Irsyadiyah , MUI adalah wadah pengkhidmatan dakwah wal irsyad, yaitu upaya untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dalam arti yang seluas-luasnya. Setiap kegiatan majelis ulama Indonesia dimaksudkan untuk dakwah dan dirancang untuk berdimensi dakwah. 133 Istijabiyah, MUI adalah pengkhidmatan ijabiyah yang senantiasa memberikan positif terhadap setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat melalui prakarsa kebijakan amal shaleh dalam semangat berlomba dalam kebaikan fastabiq al-khairat. 134 Hurriyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan independent yang bebas dan merdeka serta tidak tergantung maupun terpengaruh oleh pihak-pihak lain dalam mengambil keputusan, mengeluarkan pikiran, pandangan dan pendapat. 135 Ta’awuniyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang mendasari diri pada semangat tolong-menolong untuk kebaikan dan ketakwaan dalam membela kaum dhua’fa untuk meningkatkan harkat dan martabat, serta derajat kehidupan masyarakat. Semangat ini dilaksanakan atas dasar persaudaraan di kalangan seluruh 132 Ibid., hlm. 21-23 133 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, hlm. 21-22 134 Ibid., hlm. 22 135 Ibid., hlm. 22 v lapisan golongan umat Islam. Ukhuwah Islammiyah ini merupakan landasan bagi majelis ulama Indonesia untuk mengembangkan persaudaraan kebangsaan ukhuwah wathaniyah sebagai bagian intergral bangsa Indonesia dan memperkokoh persaudaraan manusia ukhuwah basyariyah sebagai anggota masyarakat dunia. 136 Syuriah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang menekankan prinsip musyawarah dalam mencapai kemufakatan melalui pengembangan setiap demokrasi, akomodatif, dan aspiratif, terhadap berbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Tasamuh, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang mengembangkan sikap toleransi dan moderat dalam menghadapi masalah-masalah khilafiyah. 137 Qudwah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang mengedepantan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa kebajikan yang bersifat perintisan untuk kebutuhan kemaslakatan umat. 138 Abdualiyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang menyadari dirinya sebagai anggota masyarakat dunia yang ikut aktif memperjuangkan perdamaian dan tatanan dunia yang sesuai dengan hal itu, majelis ulama Indonesia menjalin hubungan 136 Depag. RI., Profil Lembaga Sosial Keagamaan Di Indonesia, Jakarta: Depag. RI., 2002, hlm. 64 137 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, hlm. 23 138 Ibid., hlm. 23 v dan kerjasama dengan lembagaorganisasi Islam internasional di berbagai negara.profil lembaga social keagamaan. 139 Fungsi MUI 140 a. Sebagai wadah musyawarah para ulama, zuama dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami. b. Sebagai wadah silaturahmi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim untuk mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam dan menggalang ukhuwah Islamiyah . c. Sebagai wadah yang mewakili umat Islam dalam hubungan dan konsultasi antar umat beragama. Sebagai pemberi fatwa kepada umat Islam dan pemerintah, baik diminta maupun tidak diminta. b. Kedudukan fatwa Majelis Ulama Indonesia Jumhur ahli fiqh telah sepakat bahwa apabila terdapat sesuatu kejadian yang memerlukan ketetapan hukum, pertama-tama hendaklah dicari dahulu dalam al-Qur an, kalau ketakutan hukumnya sudah ada dalam al-Qur an, maka ditetapkanlah hukumnya sesuai yang ditunjuk al-Qur an, tetapi apabila ketetapan hukum itu tidak ditemukan dalam al-Qur an barulah meneliti as-Sunnah, jika dalam as-Sunnah terdapat ketetapan hukumnya, maka ditetapkanlah menurut petunjuk as-Sunnah, menurut al-Syaukani jika ada nash as-sunnah yang menetapkan hukumnya, maka barulah beralih kepada tahap pemeriksaan putusan dari para mujtahiddin yang 139 Depag. RI., Profil Lembaga Sosial Keagamaan Di Indonesia, hlm. 64 140 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, hlm. 23 v menjadi ijma’ keputusan bersama dari masa ke masa tentang masalah yang sedang dicari ketetapan hukumnya itu. Kalau ada ditetapkanlah padanya. Sekiranya ijma’ dalam masalah tersebut tidak didapatkan, maka hendakny qiyas dengan menggunakan ketentuan Illat, sesuai dengan yang dibutuhkan oleh ijtihadnya. 141 Namun demikian, tidak berarti setiap orang dapat melakukan ijtihad mencurahkan segala kemampuan berpikir untuk dapat mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’, karena untuk melakukan ijtihad seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat membawa derajat mujtahid. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain : mengetahui ketentuan-ketentuan hukum dalam al- Qur an dan sunnah, mengetahui masalah-masalah ijma’ dan tidak boleh menetapkan hukum yang bertentangan dengan apa yang telah diputuskan secara ijma, mengetahui bahasa Arab, mengetahui ilmu ushul fiqh, mengetahui nasikh yang menghapuskan dan mansukh yang dihapuskan. 142 Dalam melakukan ijtihad untuk menetapkan sebuah fatwa hukum, maka MUI berpedoman pada pedoman fatwa ulama Indonesia yang ditetapkan dalam surat keputusan MUI Nomor : U-596MUIX1997. Dalam surat keputusan tersebut, terdapat tiga bagian proses utama dalam menentukan fatwa, yaitu dasar-dasar umum penetapan fatwa, teknik dan kewenangan organisasi dalam penetapan fatwa. 143 141 Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad al-Syaukani, Relevensinya Bagi Pembahasan Hukum Islam di Indonesia , Jakarta: logos, 1999, hlm. 80 142 Ibid., hlm. 87-94 143 Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Dijen BPIH Depag RI, 2003, hlm. 1 v Dasar-dasar umum penetapan fatwa MUI ditetapkan dalam 2 ayat ayat 1 dan 2 pada ayat 1 dikatakan bahwa setiap fatwa didasarkan pada adillat al-ahkam yang paling kuat dan membawa kemaslahatan bagi umat. Dalam ayat berikutnya ayat 2 dijelaskan bahwa dasar-dasar fatwa adalah al-Qur an, hadits, ijma, qi as, dan dalil- dalil hukum lainnya. 144 Sedangkan prosedur penetapan fatwa dilakukan sebagai berikut : 145 1. Setiap masalah yang disampaikan kepada Komisi hendaklah terlebih dahulu dipelajari dengan seksama oleh para anggota Komisi atau Tim Khusus sekurang- kurangnya seminggu sebelum disidangkan. 2. Mengenai masalah yang telah jelas hukumnya Qat’i hendaklah komisi menyampaikan sebagai adanya dan fatwa menjadi gugur setelah diketahui ada nass -nya dari Al-Qur an dan aS-Sunnah. 3. Dalam masalah yang terjadi khilafiyyah di kalangan mazhab, maka yang difatwakan adalah hasil tarjih setelah memperhatikan fiqih muqaram Perbandingan dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh muqaram yang berhubungan dengan pen-tarjih-an Kewenangan MUI adalah fatwa tentang : a. Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional, b. Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum di suatu daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain. 146 144 Ibid , hlm. 4 145 Ibid., hlm. 5 146 Ibid., hlm. 6-7 v

B. Fatwa Majelis Ulama Indonesia