Penggunaan Analisis Batasan Darurat

v

BAB IV ANALISIS FATWA

A. Penggunaan Analisis Batasan Darurat

Perkembangan atau pertumbuhan yang dinamis secara terus menerus melahirkan berbagai peristiwa baru yang tidak ditunjukkan ketentuan hukumnya secara spesifik dan pasti dalam al-Qur an. Kondisi demikian melahirkan kesenjangan antara nash al-Qur an dengan peristiwa-peristiwa yang terlahir sebagai produk dari dinamika peradaban manusia tersebut, yakni berkesudahannya nash dan tidak berkesudahannya peristiwa-peristiwa baru. Tidak setiap orang atau kelompok masyarakat mampu untuk mengembangkan daya pikirnya untuk melakukan ijtihad. 158 Terhadap kelompok masyarakat ini, ulama dan masyarakat yang memiliki pemahaman yang lebih terhadap agama harus mampu membimbing dan mengarahkan umatnya kejalan kebenaran. Dalam konteks inilah kita memahami bahwa sesungguhnya fatwa memiliki peran yang cukup signifikan sebagai media atau instrumen untuk menjadi arahan bagaiman sikap dan perilaku yang harus ditunjukkan oleh umat Islam. Dalam hal ini majelis ulama Indonesia adalah sebuah lembaga yang berperan untuk memberikan fatwa terhadap setiap permasalahan yang terjadi baik diminta ataupun tidak. 159 Pada bab sebelumnya telah penulis kemukakan keputusan fatwa MUI tentang penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika 158 Nasrun Rusli., Konsep Ijtihad al-Syaukani, Relevensinya Bagi Pembahasan Hukum Islam di Indonesia, hlm. 87 159 Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesi., hlm. 266 v kecuali dalam keadaan darurat syar’iyah boleh dilakukan. Dalam uraian tersebut terdapat permasalahan yang perlu mendapat pembahasan dan analisis serta pemecahannya. Berkisar pada keharaman penggunaan organ tubuh, ari-ari, air seni manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika kecuali dalam keadaan dharurat serta sejauh mana batasan darurat tersebut bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika. Namun demikian dengan menggunakan data-data yang telah terkumpul, dan tidak lepas dari kajian hujjah para ulama sebagai studi komparatif yang penulis gunakan untuk mencapai suatu kesimpulan yang dapat menggambarkan fatwa secara obyektif. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan apa yang dimaksud dengan darurat, menurut Wahbah Al-Zuhaili darurat yaitu datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada tubuh, kehormatan, akal, harta dan yang berkaitan dengannya. Ketika itu boleh atau tidak dapat tidak harus mengerjakan yang dilarang diharamkan, atau meninggalkan yang diwajibkan-Nya atau menunda waktu pelaksanaannya guna menghindari kemadharatan yang diperkirakan dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’. 160 Dalam keputusan fatwa MUI penulis sependapat dengan adanya fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI tentang pengharaman penggunaan organ tubuh manusia bagi kepntingan obat-obatan dan kosmetika. Hal ini mengingat hadist Nabi SWA : ]+ + +\ + +\, + + + +G 5 O.+ ; 4 + Oﺡ N , H +C 3 161 160 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dlarurat Al-Syar’iyah. Terj. Said Agil Al-Munawar. Konsep Darurat Dalam Hukum Islam , Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, hlm. 72 161 Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud, JUZ II, Daar al-kutub al-Ilmiah, 1993, hlm.219 v Artinya : ”Berobatlah karena Allah tidak menbuat penyakit kecuali membuat pula obatnya selain satu penyakit, yaitu pikun” HR. Abu Daud S U 3 + + +O01+ ﺙOﺡ +T G + O + ﺙ +T N_ + + + 0 ﻥ ﺥ +T Z aﻥb +G 0 + + + J+I Kﺙ+ +T O +; + +T + O + + +c + + + + +3 + +c +S7 +K + O + O +ﻥ + +G +; 1 O8. O85+ + ? 3 +C D 162 Artinya : ”Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; oleh karena itu, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram” HR. Abu Daud ] Dari hadist tersebut dapat kita pahami bahwa Islam sangat memperhatikan masalah kesehatan. Kita dianjurkan berobat ketika sakit karena berobat termasuk salah satu tujuan Islam yang dijaga yakni memelihara jiwa. Kesehatan merupakan salah satu kenikmatan terbesar yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba- hamba-Nya, karena dengan badan dan akal yang sehat sesorang akan dapat melakukan kewajiban agama dan dunia dengan sebaik-baiknya. Sedangkan orang yang sakit, maka akan lemah untuk melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu sangat penting kesehatan dan berobat ketika sakit. Dalam prinsip dasar Islam bahwa asal benda adalah mubah boleh selama tidak terdapat dalil yang mengharamkan. 163 Organ bagian tubuh seperti ari-ari misalnya, pada dasarnya ia bukan benda haram, karena tidak ada ketetapan ataupun dalil nash yang mengharamkan. Tetapi dalam Islam sangat menghormati dan memuliakan manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Isra’ ayat 70 : 162 Ibid., hlm. 252 163 Yusuf Qaradlawi, Halal Haram Fil Islam., hlm. 14 v …F,B, V; oX k• g › U 6 V‚ 0i 0 | ; cX, ; 6 V;O W0 0 L• € T UP8 ] 0 ‚ ¦„,‚0 5  |X §.S Y: € V;B 9 Uw„;s,5 ajK Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan . Sehingga penggunaan organ tubuh untuk pengobatan haram hukumnya. Urin atau air seni manusia dalam Islam adalah cairan najis karena air seni membatalkan wudhu. 164 Dalilnya firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 90 : pyLF N OPQ z  A B XY , ;{ |w ;U ; 8} x~A 6 , ;W koY• Y: € Kh  : ,8;+=   • dY• ,‚ 6 Cƒ , [ , ;s 5 „jK Artinta : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Oleh karena itu MUI memberi keputusan atau fatwa tentang keharaman penggunaan organ tubuh bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika hal itu mengingat organ tubuh manusia adalah haram digunakan. Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, dan menjadikan sebagian penyakit ada obatnya, karena itu kita disuruh berusaha dengan berobat tetapi jangan dengan barang haram. 165 164 Anton Afriyantono, Nurbowo, Panduan Belanja Dan Konsumsi Halal, Jakarta: Khairul Bayan, 2003, hlm. 173 165 Ibid., hlm. 173 v Dengan begitu organ tubuh manusia seperti ari-ari dan air seni tidak boleh digunakan sekalipun untuk pengobatan. Walaupun ada yang mengatakan bahwa bisa untuk mengobati tetapi belum ada bukti secara ilmiah pengaruhnya terhadap vitalis kesehatan. 166 Bagaimana dengan dalil terpaksa atau darurat? Bolehkah menggunakan barang haram atau najis untuk pengobatan. Imam Ghazali Abdul Qadir, seorang ulama anggota dewan hisbah PERSIS, mengemukakan bahwa pengobatan dengan urin binatang di ijinkan. Sebab menurutnya, urin hewan tidak najis. 167 Berdasarkan hadits riwayat Bukhari, Anas meriwayatkan : +NO d+ 0ﺡ+ ﺙOﺡ+ +NR ﺡ+ +G 0 + ﺙOﺡ +Mﻥ + +I + + + +R3 + I O0 38 5+I +N7 + +LQ ﻥ +;O + +T + + + + +S + + e5 Nf H +T P +G + + + + 3S1 + 0 5 3H Uﻥg5+ 4 4 +3 + + 3 4 + + 5 [ + X5+ K 3 8 + + + +T +\. Y+ 0 5+ ﺙ + 5+hK 5 + 4 +O +\UH5+ 4 + 4 +G3HJ8J + 1 + 5 3H + 4 +- 0 + 4 I +3 + +G3HJ +5 +c +345 3 +T 3 8 +T 4 + 0 Y+OK 9 + 3 ﺡ + 3 ?+V Z [ +C D 168 Artinya : “Abu Qibalah meriwayatkan : Anas Ra berkata, beberapa suku ‘Ukl atau Urainah datang ke Madinah, padahal iklimnya tidak cocok bagi mereka. Maka, Nabi SAW menyuruh mereka pergi kepadang ternak unta agar meminum susu dan air kencingnya sebagai obat. Tetapi begitu mereka sehat kembali, mereka membunuh pengembala unta Nabi SAW dan menghalau unta-untanya seluruhnya. Beritanya sampai kepada Nabi SAW keesokan harinya. Nabi mengirim beberapa orang untuk mengejarnya, mereka tertangkap dan dihadapkan kepada Nabi sore hari, beliau menyuruh tangan dan kaki mereka di potong, dan mata mereka di tusuk dengan besi panas. Lalu, dilemparkan ke al-harra’ dan ketika mereka minta minum, 166 Ibid., hlm. 173 167 Ibid., hlm. 174 168 Imam Abdullah Muhammad Ismail, Shohih Bukhori, JUZ I, Daar al-Kutub al-Ilmiah, 1993, hlm. 79 v tak seorangpun memberinya.” Abu Qibalah berkata, “orang-orang tersebut mencuri, membunuh, dan kafir sesudah beriman mereka memerangi Allah dan Rasul-Nya.” HR. Al-Bukhari Ulama madzab Syafi’i berkesimpulan dalam berobat dengan barang najis baru diperbolehkan jika memang sama sekali tidak ada obat yang suci yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Itu pun dengan rekomendasi ahli pengobatan yang mengetahui benar tidak ada alternatif lain. 169 Menurut Yusuf Qardhawi berobat dengan benda haram atau najis boleh dalam keadaan dharurat. Dengan syarat tidak ada obat lain selain benda itu, dalam keadaan terdesak jika tidak berobat dengan itu dikhawatirkan akan menimbulkan kebinasaankematian, digunakan seperlunya atau tidak berlebihan, dan dari saran dokter ahli yang dapat dipercaya dan berakhlak mulia. 170 Karena bisa mengancam jiwa, maka dalam keadaan darurat seseorang diperbolehkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam rangka menyelamatkan jiwa dari kematian. Dapat disimpulkan bahwa bangkai, darah, air kencing, dan daging babi sesuatu yang diharamkan oleh syara’ adalah halal bagi seseorang yang khawatir dirinya binasa akibat kelaparan, kehausan ataupun sakit. Melebihi dari itu hukumnya haram. Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa kebolehan untuk melakukuan sesuatu yang diharamkan itu, semata-mata demi untuk menghilangkan dharar bahaya dan menjaga jiwa pelakunya. Kebolehan ini didasarkan hadits Nabi SAW, yang 169 Anton Afriyantono, Nurbowo, Panduan Belanja Dan Konsumsi Halal., hlm.174 170 Yusuf Qaradlowi.,Halal Haram Fil Islam, terj. Mu’ammal hamidy”Halal dan Haram Dalam Hukum Islam ., hlm. 66 v menyatakan bahwa tidak berbahaya dan tidak membahayakan. Yang kemudian dirumurkan oleh para ahli hukum Islam menjadi kaidah: bahaya itu harus dihilangkan. Dari kaidah ini kemudian dimunculkan dan disepakati oleh para ulama kaidah: darurat dapat memperbolehkan hal-hal yang dilarang. Dalam wacana ushul fiqh, kondisi demikian merupakan bagian dari kemaslahatan yang bersifat daruriyah, yaitu suatu kemaslahatan primer dalam kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat, jika tidak terwujud maka rusak kehidupan dunia, dan kehidupan manusia akan terancam. 171 Mewujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat adalah tujuan syari’at yang sangat prinsipil. Dalam ushul fiqh, kemaslahatan dharuriyat meliputi pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Keselamatan jiwa adalah ukurannya. Inilah yang menjadi sebab adanya keringanan atau penghapusan beban hukum selama keadaan darurat itu belum hilang. Batasan dharurat menurut al-Zuhaili adalah: keadaan darurat itu sudah ada bukun ditunggu, terpaksa mengkonsumsi sesuatu yang dilarang karena tidak ada alternatif yang lain, membatasi diri hanya untuk menghilangkan kemadharatan dan dari rekomendasi dokter yang ahli. 172 Dalam dunia fashion, ari-ari plasenta diyakini dapat berfungsi meregenerasi sel-sel tubuh sehingga dapat mempertahankan kulit agar tetap sehat, segar, muda, dan cantik. Juga mampu mengembalikan kemulusan kulit akibat luka atau penyakit kulit. 171 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dharurat Al-Syar’iyah, terj. Said Agil Al- Munawar”Konsep Darurat Dalam Islam., hlm. 51 172 Ibid ., hlm. 73-74 v Sebab, plasenta mengandung sel-sel muda yang sedang tumbuh dan berkembang. Bersama air ketuban, ekstrak plasenta manusia menjadi favorit bahan kosmetik, karena paling pas buat konsumen yang sesama manusia. 173 Menurut peraturan menteri kesehatan RI tahun 1976, kosmetika adalah bahan atau bahan campuran untuk digosokkan, diletakkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan, dipergunakan pada badan manusia dengan maksud membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat. 174 Sesuai ajaran Islam, yang perlu diperhatikan dalam kosmetika adalah halal dan suci. Yayasan halalan thayyiban memberi petunjuk sejumlah titik habis haram kosmetika. Pertama, sumber bahannya, bisa jadi hewan dan cara penyembelihan atau bagian tubuh manusia. Kedua, penggunaan bahan penstabil simulasi. Beberapa kosmetika merupakan salah satu campuran emulsi sehingga membutuhkan bahan penstabil emulsi. Bahan penstabil emulsi tersebut halal sumbernya dan pembuatannya. 175 Plasenta ada hampir pada semua makhluk yang hamildan menyusui mamalia, termasuk manusia. Plasenta yang sering digunakan untuk kosmetika atau untuk produk kesehatan berasal dari hewan kambing, sapi dan lain-lain atau dari manusia. 173 Anton Afriyantono, Nurbowo, Panduan Belanja Dan Konsumsi Halal., hlm. 95-96 174 Ibid hlm. 96 175 Ibid., hlm. 96 v Dewan hisbah persatuan Islam, dalam sidangnya pada 2 September 2000 di sumedang jawa barat, mengharamkan penggunaan plasenta untuk kosmetika. Dewan menyatakan membuat kosmetika dari organ tubuh manusia yang sudah mati haram. 176 Pertimbangannya firman Allah SWT, surat al Isra’ ayat 70 yang artinya : Allah telah memuliakan anak Adam.

B. Istînbâth Menetapkan Hukum