Prinsip Dasar Halal dan Haram

v terpukul, terjatuh, tertanduk, tertekam oleh binatang buas kecuali yang sempat disembelih dan binatang yang disembelih untuk berhala. 39 Termasuk binatang yang haram dimakan adalah binatang yang dikategorikan menjijikan, misalnya : ular, kalajengking, jenis kumbang dan sebangsanya, kuku binatang, kutu rambut, dan sebangsanya. Hewan yang termasuk buas, yaitu yang mempunyai taring yang kuat dan burung yang mempunyai pelatuk yang kuat yang bias melukai. Contoh binatang buas adalah harimau, macan kumbang, macan tutul, anjing pelacak, kera, gajah, buaya, jerapah, dan sebagainya. Hewan-hewan yang diperintahkan Islam membunuhnya seperti tikus, kalajengking, burung elang, lipan, dan sebagainya. Hewan yang dilarang oleh Islam untuk membunuh seperti semut, lebah, dan burung belatuk. 40 Kategori yang kedua adalah binatang laut, setiap binatang laut adalah halal, walaupun tidak berbentuk ikan, dan tidak haram semua binatang laut kecuali yang mengandung racun yang membahayakan baik berupa ikan atau lainya baik hasil buruan atau bangkai yang ditemukan. 41

B. Prinsip Dasar Halal dan Haram

Allah SWT telah menghalalkan banyak hal dan sangat sedikit pengharaman karena banyaknya, Allah tidak membatasi yang menghalalkan bagi kita. Kebijakan Allah dalam tentang halal dan haram telah menjaga kemampuan manusia dalam 39 Ibid ., hlm. 132 40 Thabieb al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani ., hlm. 134 41 Ibid., hlm. 134 v bersabar mencegah beberapa keperluan. Berikut prinsip-prinsip dasar mengenai halal dan haram yang ditemukan Yusuf Qardhawi sebagai berikut: 42 a. Asal tiap sesuatu adalah mubah, bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal atau mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali ada nash yang sah dan tegas dari syari’ yang mengharamkanya. Yang berwenang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul. Berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 29 : ˆ • OPQ L 6 C, U • b„K Artinya : “Dialah dzat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di bumi ini semuanya “ Qs. Al-Baqarah : 29 . 43 XŽ •0 g C, 670 tt + i,ˆ  € [ B L• 7,‘ ŠT ’ r“ ,B ” L_ XPCs d IcK Artinya : “ Dan Dia menundukan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, sebagai rahmat daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir” Qs. Al-Jâtsiyah : 13. 44 b. Menentukan halal dan haram semata-mata hak Allah. Bahwa Islam telah memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram, yaitu dengan melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapapun tingginya kedudukan 42 Yusuf Qaradlawi, Halal Haram Fil Islam, terj. Mu’ammal hamidy “Halal dan Haram Dalam Islam ” Semarang: Bina Ilmu, 1993, hlm. 14 43 Depag. RI., Al-Qur’an dan terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm. 13 44 Ibid ., hlm. 816 v manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawi. Hak tersebut semata-mata milik Allah. 45 Al-Qur an telah mengecap kepada orang musyrik yang berani mengharamkan dan menghalalkan tanpa ijin Allah, dalam surat Yunus ayat 59: h O ] 0 0 f Q D •A f ƒQ 6 C, • € r–;W ]‚ —,‚  € X h O ƒQQ L_ ‘ f 6 C, Y“ f 5  ˜Q L_ | ™;s,5 „K Artinya : “Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rizqi yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal”. Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikam izn kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”. Qs. Yunus : 59. 46 Firman Allah juga dalam surat an-Nahl ayat 116 .0 RB,5  w~,5 6R2dVwt; f 9}j+,C; + ˆ h + ˆ0 › X | ™;s d ” 5  ˜Q 9}j+,C; [ B N OPQ [ | ™;s 5  ˜Q 9}j+,C; . [ , ;s II K Artinya : “ Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut- sebut oleh lidahmu secara dusta “ Ini halal dan ini haram “, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah . Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung “ Qs. An-Nahl : 116 . 47 Dari ayat-ayat di atas dapat diketahui bahwa hanya Allah yang berhak menentukan halal dan haram. Para ahli fiqih sedikitpun tidak berwenang menetapkan 45 Yusuf Qaradlawi., Halal Haram Fil Islam, hlm. 19 46 Depag. RI., Al-Qur’an dan terjemahannya, hlm. 315 47 Ibid ., hlm. 419 v hukum syara’ dalam kedudukanya sebagai imam atau mujtahid, mereka tidak suka berfatwa mengatakan ini halal ini haram kecuali menurut apa yang terdapat dalam Al- Qur an dengan tegas tanpa memerlukan tafsiran. 48 c. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan syirik. d. Mengharamkan yang halal akan mengakibatkan timbulnya kejahatan dan bahaya. Dalam pemahaman halal dan haram ada beberapa alasan yang rasional demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Allah tidak akan menghalalkan sesuatu kecuali yang baik, dan tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali yang jelek. 49 Mengharamkan sesuatu yang halal itu dapat membawa suatu keburukan dan binasa. Sedang seluruh bentuk bahaya adalah hukumya haram. Sebaliknya yang bermanfaat hukumya halal, kalau suatu persoalan bahayanya lebih besar dari pada maanfatnya, maka hal tersebut hukumnya haram. Sebaliknya kalau manfaatnya lebih besar, maka hukumnya menjadi halal. 50 e. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram. Salah satu kebaikan Islam dan kemudahanya yang dibawakan untuk kepentingan umat manusia ialah islam tidak mengharamkan sesuatu kecuali di situ memberikan suatu ganti way out yang lebih baik guna mengatasi kebutuhan itu. Allah mengharamkan mencari untung dengan menjalankan riba, tetapi dibalik itu diberikan ganti dengan suatu perdagangan yang memberi untung. Allah telah mengharamkan berbuat zina, tetapi dibalik itu diberikan ganti berupa perkawinan yang halal. Allah telah mengharamkan khamr tetapi dibalik 48 Yusuf Qaradlawi, Halal Haram Fil Islam, hlm. 22 49 Ibid., hlm. 24-29 50 Ibid., hlm. 31 v itu Ia berikan gantinya berupa minuman yang lezat yang berguna bagi rohani dan jasmani. 51 f. Apa saja yang membawa kepada haram adalah haram. Apabila islam telah mengharamkan sesuatu, maka cara apapun yang dapat membawa kepada perbuatan haram, hukumnya haram, misalnya arak. Rasulullah saw melaknat kepada yang meminumnya, yang membuat memeras, yang membawanya, yang diberinya, yang menjualnya, dan seterusnya. Dari sinilah, maka para ulama ahli fiqih membuat suatu kaedah apa saja yang membawa kepada perbuatan haram, maka itu adalah haram. 52 g. Bersiasat terhadap hal yang haram, hukumnya haram. Sebagaimana Islam telah mengharamkan seluruh perbuatan yang dapat membawa kepada haram dengan cara- cara yang nampak, maka begitu pula islam mengharamkan semua siasat untuk berbuat haram dinilai haram. 53 h. Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram. Masalah haram tetap dinilai haram, begitu pun baik dan mulianya niat dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana selama dia tidak dibenarkan oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh dipakai alat untuk mencapai tujuan yang terpuji. Sebab islam selamanya menginginkan tujuan yang suci dan caranyapun harus suci juga. 54 i. Menjauhkan diri dari syubhat karena takut terlibat dalam haram. Masalah halal sudah jelas, boleh dikerjakan. Dan soal haram pun sudah jelas, sama sekali tidak ada 51 Ibid., hlm. 33-34 52 Yusuf Qaradlawi., Halal Haram Fil Islam., hlm. 35 53 Ibid ., hlm. 36 54 Ibid., hlm. 37-39 v keringanan untuk mengerjakanya, selama masih dalam keadaan normal. Di balik itu ada suatu persoalan, yaitu antara halal yang haram syubhat suatu persoalan yang tidak begitu jelas antara halal dan haram. Hal ini karena tidak jelasnya dalil atau karena tidak jelasnya jalan untuk menggunakan dalil yang ada terhadap suatu peristiwa. Terhadap persoalan ini memberikan suatu sikap berhati-hati karena takut berbuat haram. Dengan demikian seorang muslim diharuskan untuk menjauhkan diri dari masalah yang masih syubhat, sehingga tidak terseret untuk berbuat kepada yang haram. 55 j. Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang. Haram dalam pandangan Islam mempunyai ciri menyeluruh. Oleh karena itu tidak ada sesuatu yang diharamkan, selain orang Arab tetapi halal buat orang Arab. Apa saja yang diharamkan, haram juga untuk seluruh umat manusia. 56 k. Keadaan terpaksa membolehkan yang terlarang. Islam sangat mengerti dan memudahkan terhadap kepentingan hidup manusia serta kelemahan manusia dalam menghadapi kepentinganya itu. Oleh karena itu seorang muslim dalam keadaan yang sangat memaksa, diperkenankan melakukan yang haram karena dorongan keadaan dan sekedar menjaga diri dari kebinasaan. 57 Sesuai dengan firman Allah SWT: A B ›oX 6R2;+ œ ,p d;U ; › Q 96,, X c• Ž; Q h ˆef • g | X  ˜Q : ,‚ oX 8YI 0| XG ž; g .0 U  ™,‚ 96;] B 55 Ibid., hlm. 41-42 56 Yusuf Qaradlawi, Halal Haram Fil Islam, hlm. 43 57 Ibid., hlm. 47 v ;+  [ B PQ Ÿ RsG ]U o IacK Artinya : Barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak meninginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Qs. Al- Baqarah : 173. 58 Dari Ayat ini, para ahli fiqih menetapkan suatu prinsip yang sangat berharga sekali, yaitu : keadaan terpaksa yang membolehkan yang terlarang, tetapi ayat itupun memberikan suatu pembatasan terhadap pelakunya orang yang disebut dalam keadaan terpaksa yaitu tidak disengaja dan tidak melewati batas. Maksudnya tidak sengaja untuk mencari kelezatan dan tidak melewati batas ketentuan hukum. 59

C. Pengertian dan Kriteria Darurat