BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk alih kode yang terjadi di pasar Puan Maimun Tanjung Balai Karimun yaitu:
1. Alih bahasa dari bahasa Melayu ke bahasa Indonesia dan alih bahasa dari
bahasa Indonesia ke bahasa Melayu. Adapun alih kode yang dominan terjadi yaitu alih bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Melayu, hal ini
terjadi karena masyarakat Tanjung Balai Karimun yang mayoritas bersuku Melayu sehingga bahasa yang sering digunakan sehari- hari ialah bahasa
Melayu. Bentuk alih kode yang terjadi di pasar Puan Maimun Tanjung Balai Karimun yaitu berwujud frasa, klausa dan kalimat.
2. Faktor penyebab terjadinya alih kode di pasar Puan Maimun Tanjung
Balai Karimun antara lain: a.
Penutur b.
Mitra tutur c.
Hadirnya orang ketiga d.
Perubahan topik pembicaraan
5.2 Saran
Beragam dialek akan ditemui saat proses jual-beli. Hal ini dimaksudkan agar penutur penjual maupun mitra tutur pembeli dapat saling memahami apa yang
dimaksud oleh kedua belah pihak dan tidak menimbulkan salah pengertian. Adanya alih kode selama tuturan berlangsung merupakan hal wajar yang dipakai
penjual dan pembeli saat bertransaksi. Penliti juga mengharapkan kepada peneliti lainnya khususnya di bidang sosiolinguistik untuk mengadakan penelitian lanjutan
dan pengembangannya.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, alih kode, campur kode dan bilingualisme.
2.1.1 Tuturan Tuturan atau sering disebut sebagai peristiwa tutur yaitu terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan
di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu Chaer dan Agustina,2010 :47. Interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli di pasar pada waktu tertentu
dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur.
2.1.2 Alih Kode Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa di dalam
masyarakat dwibahasawan, artinya di dalam masyarakat dwibahasawan hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak tanpa
sedikit pun memanfaatkan bahasa lain. Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Jadi
apabila seseorang penutur mula-mula menggunakan kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B, peralihan bahasa seperti itu disebut sebagai alih
kode Suwito dalam Rahardi, 2010: 23-24. Kode adalah salah satu varian di dalam hierarkhi kebahasaan yang dipakai dalam komunikasi Suwito dalam
Rahardi,2010 :25. Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu masyarakat bahasa Poedjosoedarmo
dalam Rahardi, 2010 :25. Poplack 1980: 583 dalam tesis Sugihana mengatakan bahwa alih kode
adalah alternasi dua buah bahasa dalam sebuah wacana kalimat dengan konstituent wujud dan alih kode dapat terjadi pada tingkat kata, frasa, klausa,
dan kalimat yang mewarnai kegiatan komunikasi dalam berbahasa. Menurut Effendi,dkk 2015, kata adalah satuan gramatikal bebas terkecil.
Frasa adalah satuan gramatikal yang dibentuk dari dua atau beberapa kata yang bersama-sama mendukung satu fungsi gramatikal.
Klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata dan atau frasa; di dalamnya terdapat satu hubungan predikatif atau hubungan subjek-predikat.
Kalimat adalah satuan gramatikal yang disusun oleh konstituen dasar yang umumnya berupa klausa, kata penghubung jika ada, dan intonasi final. Dalam
bahasa tertulis intonasi final ini dinyatakan dengan tanda baca ., ?, atau . Berbagai kepusatakaan linguistik secara umum, faktor yang
menyebabkan terjadinya alih kode antara lain yaitu: a.
Pembicara atau Penutur Seorang penutur melakukan alih kode dengan tujuan tertentu. Penutur
dengan sengaja dan sadar dalam beralih kode untuk mendapatkan keuntungan. Misalnya, seorang bawahan sedang berbicara dengan
atasannya tentang masalah permohonan cuti pekerjaan. Pada awal pembicaraan mereka menggunakan bahasa indonesia, dan ketika bawahan
tersebut mengetahui bahwa a tasannya memiliki bahasa daerah yang sama,
maka ia berusaha melakukan alih kode dalam bahasa daerah. Alih kode tersebut dilakuakn agar tercipta rasa keakraban antara satu sama lain
dengan tujuan agar urusannya cepat selesai. b.
Pendengar atau Lawan tutur Setiap penutur biasanya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan
oleh lawan tuturnya. Jika lawan tutur berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan
varian baik regional, maupun sosial, ragam, gaya, atau register. Jika lawan tutur berlatar belakang bahasa yang berbeda dengan penutur maka
terjadi alih bahasa. c.
Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga Perubahan situasi dapat menyebabkan alih kode. Jika dua orang memiliki
bahasa daerah yang sama, tentunya mereka lebih memilih menggunakan bahasa daerahnya dibanding dengan bahasa indonesia dalam
berkomunikasi satu sama lain. Tetapi apabila dalam pembicaraan mereka hadir orang ketiga, yang memiliki latar belakang bahasa yang berbeda,
maka penutur dan lawan tutur akan beralih kode menggunakan bahasa yang dikusai oleh orang ketiga karena menghormati hadirnya orang ketiga
dalam pembicaraan tersebut. d.
Perubahan dari formal ke informal Perubahan situasi dari formal ke informal menyebabkan terjadinya alih
kode. Di dalam kelas, saat sedang kuliah situasinya formal dan bahasa yang digunakan yaitu bahasa indonesia, kemudian saat kuliah selesai
situasi berubah menjadi tidak formal dengan menggunakan ragam bahasa
yang santai.Dengan berubahnya situasi seperti itu, maka terjadilah peralihan kode.
e. Perubahan topik pembicaraan
Perubahan topik pembicaraan juga menentukan terjadinya alih kode. Dalam pokok pembicaraan, biasanya penutur dan lawan tutur ada yang
memilih menggunakan bahasa yang baku dan non baku, penggunaannya tergantung pada topik pembicaraan mereka. Apabila seorang mahasiswa
berbicara dengan dosen sedang membahas masalah pelajaran di dalam kelas maka seorang mahasiswa akan menggunakan bahasa yang baku dan
disampaikan dengan serius, akan tetapi jika seorang mahasiswa berbicara dengan temannya, ia menggunakan bahasa yang non baku dan santai
karena yang dibahas tidak lagi tentang pelajaran. 2.1.3 Campur Kode
Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode.Kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat
yang bilingual ini mempunyai kesamaan yang besar, sehingga seringkali sukar dibedakan. Kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode adalah
digunakannnya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur.
Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan
sengaja dengan sebab-sebab tertentu. Sedangkan di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan
keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu
hanyalah berupa serpihan-serpihan pieces saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Seorang penutur misalnya yang dalam berbahasa Indonesia
banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya akan muncul satu ragam bahasa Indonesia
yang kejawa-jawaan kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Jawa atau bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Sunda
Chaer,2004:114-115. 2.1.4 Bilingualisme
III3. Istilah Bilingualisme Inggris: bilingualism dalam bahasa indonesia
disebut juga kedwibahasaan. Secara sosiolinguistik, secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam
pergaulannya dengan orang lain secara bergantian Mackey, 1962: 12, Fishman, 1975 : 73 dalam Chaer dan Agustina. Untuk dapat menggunakan dua bahasa
tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama bahasa ibu atau bahasa pertama B1 dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa
keduanya B2. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut bilingual dwibahasawan, sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut
bilingualitas kedwibahasaan. Pendapat Bloomfield dalam Chaer dan Agustina, 2010:87 tentang
bilingualisme, yaitu kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua buah bahasa secara sama baiknya. Bloomfield 1933 juga mengatakan bahwa
menguasai dua bahasa, berarti menguasai dua buah sistem kode. Sementara itu, Mackey 1962:12 dalam Chaer dan Agustina, 2010: 87 mengatakan
b bahwa
bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa
yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang penutur. Untuk penggunaan dua bahasa diperlukan penguasaan kedua bahasa itu dengan tingkat yang sama.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah kemampuan penutur dalam memahami, mengerti, atau
menggunakan dua bahasa.
2.2 Landasan Teori