Pandangan Umum tentang Penyelesaian Sengketa Alternatif

persekutuan, hak-hak perseorangan atas tanah, serta yang dimanfaatkan untuk kepentingan pengelolaan hutan. 32 Disamping itu harus diingat bahwa konsepsi umum hutan tanah ulayat yang dikenal di Negara ini adalah bersumber dari teori klasik, yang menjelaskan bahwa tanah milik raja. Terbaginya tanah menjadi hutan tanah ulayat masing-masing kesatuan masyarakat hukum adat semata-mata karena kedermawanan sang Raja, sehingga pemanfaatan dan penggunaannya haruslah sedemikian rupa dan harus memenuhi ketentuan adat, seperti : 1. Hutan tanah ulayat tidak boleh diperjualbelikan dengan cara apapun sehingga pemilikan haknya menjadi berpindah tangan 2. Hutan tanah ulayat tidak boleh dibagi-bagi menjadi milik pribadiperorangan 3. Warga suku yang bersangkutan secara perorangan boleh memanfaatkan tanah hutan tersebut dengan beberapa ketentuan atau kewajiban-kewajibannya yang perlu ditaati, seperti memberikan sebagian hasilnya kepada Kepala Desa menjadi penghasilan desa.

B. Pandangan Umum tentang Penyelesaian Sengketa Alternatif

Asal mula sengketa biasanya bermula pada suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Biasanya ini diawali oleh perasaan yang tidak puas, bersifat subjektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami perorangan maupun kelompok hubungan konfliktual ini berkelanjutan, perasaan tidak puas muncul ke permukaan. 32 Fauzi Ridwan, Hukum Tanah Adat, Jakarta : Dewaruci Press, 1982, hal. 24 Universitas Sumatera Utara Jika hal ini berkelanjutan pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak kedua dan apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, maka selesailah hubungan konfliktual tersebut. Sebaliknya jika reaksi dari pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa. Proses sengketa mulai karena tidak adanya titik temu antara pihak- pihak yang bersangkutan. Secara potensial, dua pihak yang mempunyai pendirianpendapat yang berbeda beranjak ke situasi sengketa. Secara umum orang tidak akan memilih untuk mengutarakan pendapat yang mengakibatkan konflik terbuka. Ini disebabkan oleh kemungkinan konsekuensi yang tidak menyenangkan, yaitu dimana pribadi atau sebagai wakil kelompoknya harus menghadapi situasi yang rumit yang mengundang ketidaktentuan sehingga dapat mengubah kedudukan yang stabil atau aman. Dalam situasi sengketa, perbedaan pendapat dan perdebatan yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan proses mencapai kesepakatan. Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi yang sehat sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib ataupun kepentingan pihak lainnya. Proses penyelesaian sengketa yang sudah dikenal lama adalah melalui proses litigasi di pengadilan. Proses litigasi cenderung menghasilkan masalah baru karena sifatnya yang win-lose, tidak responsif, time consuming proses berperkaranya, dan terbuka untuk umum. Seiring dengan perkembangan Universitas Sumatera Utara zaman, proses terbuka untuk umum. Seiring dengan perkembangan zaman, proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan pun ikut berkembang. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan bersifat tertutup untuk umum close door session dan kerahasiaan para pihak terjamin confidentiality, proses beracar lebih cepat dan efisien. Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini menghindari kelambatan yang diakibatkan procedural dan administrative sebagaimana beracara di pengadilan umum dan win-win solution. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dinamakan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 33 Sejarah munculnya Alternatif Penyelesaian Sengketa dimulai pada tahun 1976 ketika Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat Werren Burger mempelopori ide ini pada suatu konferensi di Saint Paul, Minnesota Amerika Serikat. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor gerakan reformasi pada awal tahun 1970, dimana saat itu banyak pengamat dalam bidang hukum dan masyarakat akademisi mulai merasakan adanya keprihatinan yang serius mengenai efek-efek negatif semakin meningkat dari litigasi di pengadilan. Akhirnya American Bar Assosiation ABA merealisasikan rencana itu dan selanjutnya menambahkan komite Alternatif Penyelesaian Sengketa APS pada sekolah hukum di Amerika Serikat dan juga pada sekolah ekonomi. 34 33 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional , Jakarta : Sinar Grafika, 2013, hal. 9 34 Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta : Telaga Ilmu Indonesia, 2009, hal. 2-3. Universitas Sumatera Utara Sebenarnya jiwa dari alternative penyelesaian sengketa itu sudah ada dari nenek moyang bangsa Indonesia. Hal itu sebagaimana terlihat nyata dalam budaya musyawarah untuk mencapai mufakat yang masih sangat terihat di masyarakat pedesaan di Indonesia, dimana ketika ada sengketa di antara mereka, cenderung masyarakat tidak membawa permasalahan tersebut ke pengadilan, namun diselesaikan secara kekeluargaan. Apabila sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan antara pihak yang bersengketa, maka mereka akan membawa sengketa mereka tersebut di hadapan Kepala Desa. Dengan semanga t “musyawarah untuk mencapai mufakat” yang sudah mengakar dalam jiwa bangsa Indonesia, Alternatif Penyelesaian Sengketa mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan digunakan oleh para praktisi hukum di Indonesia. Pentingnya peran Alternatif Penyelesaian Sengketa APS dalam menyelesaikan sengketa semakin besar dengan diundangkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. 35 Nilai kooperatif dan kompromi dalam penyelesaian sengketa muncul di mana saja di Indonesia. Pada masyarakat Batak yang relatif memiliki nilai ligious, Indonesia masih mengandalkan forum runggun adat, yang intinya penyelesaian sengketa secara musyawarah dan kekeluargaan. Di Minangkabau, dikenal adanya lembaga hakim perdamaian yang secara umum berperan sebagai mediator dan konsiliator. Konsep pembuatan keputusan dalam pertemuan desa pada suku jawa tidak didasarkan atas suara 35 Frans Hendra Winarta, Op Cit, hal. 11 Universitas Sumatera Utara mayoritas, tetapi dibuat oleh keseluruhan yang hadir sebagai suatu kesatuan. 36 Selain daripada budaya Alternatif Penyelesaian Sengketa yang memang sudah melekat dalam masyarakat Indonesia, Alternatif Penyelesaian Sengketa APS juga mempunyai potensi yang beesarsar untuk berkembang di Indonesia karena alasan-alasan sebagai berikut 37 : 1. Faktor ekonomis ; Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki potensi sebagai sarana penyelesaian sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu. 2. Faktor ruang lingkup yang dibahas ; Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensiif, dan fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena aturan main dikembangkan dan ditentukan oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya. Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki potensi untuk menyelesaikan konflik- konflik yang sangat rumit polycentris yang disebabkan oleh substansi kasus yang sarat dengan persoalan-persoalan ilmiah scientifically complicated . 3. Faktor pembinaan hubungan baik ; Alternatif Penyelesaian Sengketa APS yang mengandalkan cara-cara penyelesaian kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya pembinaan hubungan baik antar manusia yang telah berlangsung maupun yang akan datang. 36 Suyud Margono, ADR Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2004, hal. 38 37 Ibid, hal. 39 Universitas Sumatera Utara Pemanfaatan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS, baik di luar maupun di dalam negeri telah menimbulkan suatu kesan bahwa ada satu kelompok atau aliran pemikiran yang mengarah pada perkembangan proses Alternatif Penyelesaian sengketa dan dipandang sebagai cakupan berbagai usaha yang ditarik dari berbagai sumber yang berbeda dan yang masing- masing memiliki filsafah, budaya, dan cara penerapan khusus. 38 Seiring dengan berkembangnya zaman, para pelaku bisnis berupaya untuk mengembangkan mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai solusi dari litigasi di pengadilan. Kini, dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 30 tahun 1999, pelaku bisnis menyadari bahwa putusan menang dan kalah melalui jalurn litigasi belum tentu menjadi solusi yang terbaik, dan putusan yang demikian membuat tujuan-tujuan umum dari business yang mereka lakukan tersebut tidak tercapai. Solusi litigasi melalui pengadilandemikian membuat tujuan-tujuan umum dari bisnis yang mereka lakukan tersebut tidak tercapai. Solusi litigasi melalui pengadilan negeri yang memenangkan negeri yang memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak lainnya, ini dapat dikatakan sebagai suatu metode penyelesaian sen salah satu pihak dan mengalahkan pihak lainnya, ini dapat dikatakan sebagai suatu metode penyelesaian sengketa yang dapat membawa efek negatif atas perkembangan business seorang pelaku bisnis. Hal ini karena dalam Alternatif Penyelesaian Sengketa dimungkinkan untuk dilaksanakannya suatu penyelesaian sengketa secara 38 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa – suatu pengantar, Jakarta ; Fikahati Aneska, 2002, hal. 18 Universitas Sumatera Utara informal, sukarela, dengan kerjasama langsung antara kedua belah pihak yang bersengketa, dan dapat tercapainya kebutuhan maupun kepentingan dari pihak yang bersengketa win-win solution. Alhasil, banyak dari para pelaku bisnis tersebut ingin agar sengketa-sengketa keperdataan yang timbul di antara mereka diselesaikan dengan hasil win-win solution. Di sinilah Alternatif Penyelesaian Sengketa APS timbul untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan para pelaku bisnis tersebut. Namun dalam perkembangannya, Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak hanya digunakan oleh pelaku bisnis, melainkan juga telah digunakan secara umum dalam upaya menjawab perselisihan-perselisihan yang terjadi di dalam masyarakat, seperti konflik horizontal antara kelompok masyarakat. 39 Untuk adanya proses penyelesaian sengketa yang efektif, maka kedua belah pihak mempunyai hak yang sama untuk diperhatikan dan didengarkan. Setelah itu baru proses dialog dan pencarian titik temu dapat dimulai, dimana kondisi ini merupakan kondisi dimana proses penyelesaian sengketa dapat berjalan. Tanpa kesadaran pentingnya langkah ini, proses penyelesaian sengketa tidak akan berjalan dengan baik. Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi proses penyelesaian sengketa, yaitu : 1 Kepentingan interest, 2 Hak-Hak rights, 3 Status Kekuasaan power 39 Frans Hendra Winarta, Op, Cit, hal. 13 Universitas Sumatera Utara Para pihak yang bersengketa ingin kepentingannya tercapai, hak- haknya dipenuhi serta ingin status kekuasaannya diperlihatkan, dimanfaatkan, dan dipertahankan. Dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang bersengketa lazimnya akan bersikeras mempertahankan ketiga faktor tersebut diatas. Bila menyimak sejarah perkembangan Penyelesaian Sengketa Alternatif di Amerika Serikat, perkembangannya dilatarbelakangi oleh kebutuhan sebagai berikut : 1. Untuk mengurangi kemacetan di Pengadilan. Banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan menyebabkan proses pengadilan seringkali berkepanjangan. Proses seperti ini memakan biaya yang tinggi dan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan. 2. Untuk meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa. 3. Untuk memperlancar serta memperluas akses ke Pengadilan 4. Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima dan dapat memuaskan semua pihak. Proses penyelesaian sengketa dimana para pihak mengembangkan penyelesaian yang dapat diterima bersama. Proses ini berakar pada sistem pengaturan sendiri self governing system yang dapat ditemukan di Negara Indonesia. 40 40 Sayud Margono, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, hal. 27-29 Universitas Sumatera Utara Masyarakat Adat memiliki pandangan yang berbeda terhadap Penyelesaian Sengketa Alternatif. Masyarakat Adat menilai bahwa sebagian besar dari penduduk Indonesia hidup di pedesaan, mereka merasa dirinya sebagai bagian dari alam sekitarnya, yaitu alam semesta. Dengan kata lain, untuk mencapai kebahagiaan hidup, penduduk senantiasa harus menyesuaikan perilakunya dengan tata sebagaimana ditentukan oleh alam semesta. Sehubungan dengan itu, di dalam perilaku mereka harus memperhitungkan ketentuan-ketentuan ghaib yang tidak tampak. Jika timbul sengketa antara penduduk pada masyarakat pedesaan menyangkut masalah-masalah tersebut diatas, jarang sekali masalah dibawa ke pengadilan Negara untuk diselesaikan. Mereka yang bersengketa dengan senang hati dan lebih suka membawa ke lembaga yang tersedia pada masyarakat adat untuk diselesaiakan secara damai. Dalam masyarakat hukum adat, penyelesaian sengketa biasa dilakukan di hadapan Kepala Desa atau Hakim Adat. Hal ini perlu disadari bahwa secara historis kultural, masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi pendekatan consensus. Pengembangan penyelesaian sengketa di Indonesia sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan tradisional dan penyelesaian sengketa secara adat. Alasan Kultural bagi eksistensi dan pengembangan Penyelesaian Sengketa Alternatif di Indonesia, tampaknya lebih kuat daripada alasan ketidakefisienan proses peradilan dalam menangani sengketa. Universitas Sumatera Utara Di Indonesia, proses penyelesaian melalui alternatif bukanlah sesuatu yang baru dalam nilai-nilai budaya kita yang berjiwa kooperatif. Nilai kooperatif dan kompromi dalam penyelesaian sengketa muncul dimana saja di Indonesia. Di masyarakat Batak yang relative memiliki nilai litigious, masih mengandalkan forum runggun adat yang intinya penyelesaian sengketa secara musyawarah dan kekeluargaan. Di Minangkabau dikenal dengan Lembaga Hakim Perdamaian, yang secara umum peranannya sebagai mediator dan konsiliator. Di Suku Jawa, konsep pembuatan keputusan dalam pertemuan desa tidak didasarkan atas suara mayoritas tetapi dibuat oleh keseluruhan yang hadir sebagai suatu kesatuan. Mayoritas dan minoritas dapat membatasi pendapat mereka sehingga dapat saling sejalan. Indonesia mempunyai beragam metode pengambilan keputusan dan penyelesaian sengketa, baik tradisional maupun mengambil dari metode luar. Metode ini dapat dibagi ke dalam 2 prosedur, yaitu sebagai berikut : a. Prosedur Administratif atau Prosedur Judicial, dimana sanksi dari pihak ketiga dapat berupa rekomendasi atau keputusan yang mengikat. Prosedur ini berakar pada proses pengadilan pada Zaman Kerajaan, Kesultanan dan Adat setempat atau Pemuka Adat Desa, serta Prosedur Administratif Pengadilan Zaman Kolonial Belanda. b. Proses Konsensus Sukarela, dimana para pihak mengembangkan penyelesaian yang dapat diterima bersama. Proses ini berakar dari sistem pengaturan sendiri, yang dapat ditemukan di Negara Kepulauan Universitas Sumatera Utara kita. Ditemukan pula beberapa persamaan pada masyarakat Indonesia, antara lain seperti berikut ini : 1 Banyak Sengketa yang diselesaikan oleh prosedur judicial, dimana ada otoritas dari pengambil keputusan, seperti pemuka adat, memfasilitasi sebuah pertemuan antar pihak yang bersengketa dan juga membantu mereka untuk bernegosiasi dengan memakai standar dan criteria adat atau kerangka penyelesaian menurut saran pemuka adat. 2 Banyak suku yang telah mempunyai atau masih mempertahankan prosedur consensually-based untuk menyelesaiakan sengketa. Bentuk consensually-base kurang lebih diartikan ke dalam musyawarah untuk mencapai mufakat consensus. 41 Beberapa alasan pengembangan Penyelesaian Sengketa Alternatif di Indonesia, selain alasan di atas dapat dilihat sebagai suatu peluang, seperti berikut ini: 1 Faktor Ekonomis Penyelesaian Sengketa Alternatif memiliki potensi sebagai sarana penyelesaian yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya dan waktu. 2 Faktor Ruang Lingkup yang dibahas Penyelesaian Sengketa Alternatif memiliki kemampuan untuk membahas ruang lingkup atau agenda permasalahan secara lebih luas, 41 Ibid, Hal. 33 Universitas Sumatera Utara komprehensif dan fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena aturan main dikembangkan serta ditentukan oleh para pihak, sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan para pihak yang bersengketa. Penyelesaian Sengketa Alternatif memiliki potensi untuk menyelesaikan konflik- konflik yang sangat rumit, disebabkan oleh substansi kasus yang sarat dengan persoalan-persoalan ilmiah. 3 Faktor pembinaan hubungan baik Penyelesaian Sengketa Aternatif yang mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangatcocok bagi mereka yang menekankan pentingnya pembinaan hubungan baik antar manusia, yang telah berlangsung maupun yang akan datang. Penyelesaian Sengketa Alternatif mempunyai daya tarik yang khusus di Indonesia karena keserasian dengan sistem sosial-budaya tradisional yang berdasarkan musyawarah mufakat. Beberapa hal dibawah ini merupakan keuntungan dalam memilih Penyelelesaian Sengketa Alternatif : 1 Sifat kesukarelaan dalam proses Para pihak percaya bahwa Penyelesaian engketa Alternatif memberikan jalan keluar yang potensial untuk menyelesaiakan masalah dengan lebih baik daripada melakukannya dengan prosedur litigasi dan prosedur lainnya, yang melibatkan para pembuat keputusan dari pihak ketiga. Universitas Sumatera Utara 2 Prosedur yang cepat Karena prosedur Penyelesaian Sengketa Alternatif bersifat kurang formal, maka pihak-pihak terlibat mampu untuk menegosiasikan syarat-syarat penggunaannya. Hal ini mencegah penundaan dan mempercepat proses penyelesaiannya. 3 Keputusan non-judicial Wewenang untuk membuat keputusan dipertahankan oleh pihak-pihak yang terlibat daripada didelegasikan kepada pembuat keputusan dari pihak ketiga. Hal ini berarti bahwa pihak-pihak terlibat mempunyai lebih banyak control dan dapat meramalkan hasil-hasil sengketa. 4 Kontrol tentang kebutuhan organisasi Prosedur Penyelesaian Sengketa Alternatif menempatkan keputusan di tangan orang yang mempunyai posisi baik untuk menafsirkan tujuan- tujuan jangka panjang dan jangka pendek dari organisasi yang terlibat, dan dampak-dampak positif dan negatif dari setiap pilihan penyelesaian masalah tertentu. Pembuatan keputusan oleh pihak ketiga seringkali meminta bantuan seorang hakim, juri, arbiter untuk membuat keputusan yang mengikat mengenai suatu isu. 5 Prosedur Rahasia Prosedur Penyelesaian Sengketa Alternatif memberikan jaminan kerahasiaan bagi para pihak sama besar. Pihak-pihak menjajaki pilihan-pilihan sengketa yang potensial dan tetap melindungi hak-hak mereka untuk mempresentasikan data untuk menyerang balik mereka. Universitas Sumatera Utara 6 Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah Prosedur Penyelesaian Sengketa Alternatif bisa juga memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi parameter-parameter isu yang sedang didiskusikan dan cakupan dari penyelesaian masalah. Memungkinkan pengembangan cara penyelesaian yang lebih komprehensif untuk membahas penyebab persengketaan. Prosedur ini menghindarkan ganjalan dari kendala prosedur judicial yang sangat terbatas pada pembuatan keputusan pengadilan yang didasarkan pada titik sempit hukum, seperti misalnya apakah prosedur yang tepat sudah diikuti atau belum. 7 Hemat Waktu Dengan kelambatan yang cukup berarti dalam menunggu kepastian tanggal persidangan, prosedur Penyelesaian Sengketa Alternatif menawarkan kesempatan yang lebih untuk menyelesaiakan sengketa tanpa harus menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melakukan litigasi. 8 Hemat Biaya Biaya ditentukan oleh kegunaan dan besarnya waktu yang dipakai, dan pihak ketiga yang netral rata-rata memasang tarif yang lebih rendah untuk mengganti waktu mereka habiskan daripada membayar para pengacara hukum. Universitas Sumatera Utara 9 Pemeliharaan hubungan Cara penyelesaian menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang dinegosiasikan yang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak terlibat. Lebih jauh mampu untuk mempertahankan hubungan- hubungan kerja yang sekarang sedang berjalan maupun untuk waktu mendatang daripada menangkalah seperti misalnya litigasi. 10 Tinggi kemungkinan kesepakatan dilaksanakan Para pihak yang telah mencapai kesepakatan pada umumnya cenderung untuk mengikuti dan memenuhi syarat-syarat kesepakatan, dan ketika sebuah ketika sebuah kesepakatan kesepakatan telah ditentukan oleh pengambil keputusan pihak ketiga. Faktoraktor ini membantu para peserta dalam prosedur Penyelesaian Sengketa Alternatif untuk menghindari litigasi yang tidak efektif. 11 Kontrol dan lebih mudah memperkirakan hasil Pihak-pihak yang menegosiasikan penyelesaian sengketa sendiri mempunyai lebih banyak kontrol terhadap hasil-hasil atau akibat sengketa. Keuntungan dan kerugian lebih mudah diperkirakan dalam cara penyelesaian yang dinegosiasikan atau melalui mediasi daripada jika kasus tersebut diselesaikan atau melalui arbitrase atau diselesaikan di depan seorang hakim. 12 Keputusan bertahan sepanjang waktu Penyelesaian sengketa dengan prosedur Penyelesaian Sengketa Alternatif cenderung untuk bertahan sepanjang waktu, dan jika Universitas Sumatera Utara dikemudian hari persengketaan itu menimbulkan masalah, maka pihak-pihak terlibat kelihatannya mau memanfaatkan bentuk pemecahan masalah yang kooperatif untuk menyelesaikan perbedaan kepentingan daripada menerapkan pendekatan adversial atau pertentangan.

C. Jenis-Jenis dan Dasar Hukum Penyelesaian Sengketa Alternatif