BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT ADAT DAN
PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF
A. Masyarakat Adat pada Umumnya serta Peraturan Hukum yang Mengaturnya
Hukum Adat adalah hukum asli yang tidak tertulis, yang berdasarkan kebudayaan dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang memberikan pedoman
kepada sebagian besar orang-orang Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubunga antara yang satu dengan yang lain, baik di kota maupun dan lebih-
lebih di desa.
12
Adat merupakan pencerminan daripada kepribadian suatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan
dari abad ke abad. Oleh karena itu, maka setiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak
sama. Justru oleh karena ketidaksamaan inilah kita dapat mengatakan, bahwa adat itu merupakan unsur terpenting yang memberikan identitas kepa
da bangsa yang bersangktan.
13
Beberapa pengertian tentang hukum adat yang diberikan oleh para sarjana hukum adalah sebagai berikut :
14
a. Prof. Dr. Supomo, S.H
12
Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita 2006, hal. 7
13
Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta, Haji Masagung 1988, hal. 13
14
Ibid, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
Hukum Adat merupakan hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang
berwajib, toh ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai
kekuatan hukum b.
Mr. J.H.P. Bellefroid Hukum Adat merupakan peraturan hidup yang meskipun tidak
diundangkan oleh penguasa toh dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai
hukum. c.
Prof. M.M Djojodigoeno, S.H Hukum Adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-
peraturan. Terdapat dua unsur hukum adat, antara lain :
- Unsur Kenyataan; bahwa adat itu dalam keadaan yang sama
selalu diindahkan oleh rakyat. -
Unsur Psikologis; bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa adat dimaksud mempunyai kekuatan hukum.
15
Siapapun yang ingin mengetahui tentang berbagai lembaga hukum yang ada dalam sesuatu masyarakat, seperti lembaga hukum tentang perkawinan,
lembaga hukum tentang pewarisan, lembaga hukum tentang jual-beli barang, lembaga hukum tentang kepemilikan tanah dan lain-lain, harus mengetahui
15
Ibid, Hal. 18
Universitas Sumatera Utara
struktur masyarakat yang bersangkutan. Struktur masyarakat menentukan system struktur hukum yang berlaku di masyarakat itu, Soepomo menulis :
“Penyelidikan hukum adat, yang hingga sekarang telah berlangsung kira-kira 50 tahun, sungguh membenarkan pernyataan van Vollenhoven dalam
orasinya pada tanggal 2 Oktober 1901 ; bahwa untuk mengetahui hukum, maka perlu diselidiki untuk waktu dan di daerah manapun juga, sifat dan susunan
badan-badan persekutuan hukum, dimana orang-orang yang dikuasai oleh hukum itu, hidup sehari-hari.
16
Dari apa yang dikemukakan oleh van Vollenhoven dan Soepomo di atas tadi, kelihatan bahwa masyarakat yang mengembangkan ciri-ciri khas
hukum adat itu, adalah persekutuan hukum adat adatrechtsgemeneschap. Ter Haar merumuskan bahwa hakikat dari masyarakat hukum persekutuan
hukum antara lain : 1.
Kesatuan manusia yang teratur 2.
Menetap di suatu daerah tertentu 3.
Mempunyai penguasa-penguasa 4.
Mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud Dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan
dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun di antara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan
16
Op.Cit, Bushar Muhammad, hal. 20-21
Universitas Sumatera Utara
untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.
17
Agar pemahaman terhadap Hukum Adat lebih mendalam, maka penulis perlu menguraikan pengertian Hukum Adat menurut para pakar
hukum lainnya.
18
Menurut Iman Sudiyat, Hukum Adat adalah : “Hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam
hubungannya satu sama lain, baik merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan, dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat Adat,
karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi
atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa Adat mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa
member keputusan dalam masyarakat Adat itu yaitu : Lurah,
Penghulu, Pembantu Lurah, Wali Tanah, Kepala Adat, dan Hakim.”
19
Menurut Bushar Muhammad dijelaskan bahwa : “Hukum Adat itu adalah terutama hukum yang mengatur tingkah
laku manusia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman dan kebiasaan kesusilaan yang benar-benar
hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan
pelanggaran dan yang ditetapkan dalam putusan-putusan para penguasa adat yaitu mereka yang mempunyai kewibawaan dan
berkuasa member keputusan dalam masyarakat adat itu, ialah terdiri
dari lurah, wali tanah, kepala adat dan hakim.”
20
. Hukum adat memiliki satu kesatuan dengan hak ulayat dengan
maksud thak ulayat dengan maksud tiang penting tempat hukuiang penting
17
Ibid, hal. 21-22
18
Bambang Daru Nugroho, Hukum Adat Hak Menguasai Negara atas Sumber Daya Alam Kehutanan dan Perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat
, Bandung : Refika Aditama, 2015, hal. 72
19
Iman Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1982, Hal. 18
20
Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat Suatu Pengantar, Jakarta : Pranadya Paramita, 1976, Hal. 27
Universitas Sumatera Utara
tempat hukum adat berdiri, sendi-sendi tempat hukum adatm adat berdiri, sendi-sendi tempat hukum adat bertopang, dasar-dasar bertopang, dasar-dasar
tempat hukum adat berpijak pada tiang-tiang hukum adat yang ditegakkan oleh Van Vollenhoven :
1. Persekutuan Hukum
2. Hak Ulayat
3. Daerah Hukum Adat
4. Perjanjian adalah perbuatan konkret
5. Hukum Adat tidak mengenal kontruksi juridis yang abstrak
6. Hukum Adat menjadikan tangkapan dengan panca indera sebagai
dasar bagi membuat kategori hukum dan sebagai ukuran membeda- bedakan
7. Sifat susunan keluarga
Van Vollenhoven , membagi wilayah berlakunya Hukum Adat atas 19
lingkungan hukum rechtskring. Lingkungan hukum adalah suatu daerah dimana garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam, tiap-tiap
lingkungan Hukum Adat dapat dibagi-bagi lagi atas kukuban-kukuban hukum rechtsgouwen.
21
Van Vollenhoven membagi seluruh daerah di Indonesia menjadi beberapa
lingkaranlingkungan, yaitu : 1.
Aceh 2.
Tanah Gayo Alas, Batak, dan Nias
21
Soerjono Soekanto Soleman B.Taneko, Hukum Adat Indonesia, Jakarta : Rajawali Press, 1983, Hal.. 20-21
Universitas Sumatera Utara
3. Minangkabau dan Mentawai
4. Sumatera Selatan
5. Melayu Sumatera Timur, Jambi, dan Riau
6. Bangka dan Belitung
7. Kalimantan
8. Minahasa
9. Gorontalo
10. Toraja
11. Sulawesi Selatan
12. Kepulauan Ternate
13. Maluku dan Ambon
14. Irian
15. Kepulauan Timor
16. Bali dan Lombok
17. Jawa Tengah dan Jawa Timur
18. Daerah-Daerah Swapraja Surakarta dan Yogyakarta
19. Jawa Barat
Mahadi menulis : “bahwa masyarakat hukum adat itu in heren dengan adanya hak ulayat, sehingga dapat diterima tidak adanya masyarakat hukum adat
berarti tidak adanya hak ulayat itu”. Dalam hubungannya dengan pembangunan
Universitas Sumatera Utara
kehutanan seperti disebutkan dalam hukum kehutanan, hutan dalam statusnya ada hutan Negara dan hutan hak.
22
Hutan Negara dapat berupa hutan adat yang mana harus ditetapkan statusnya sebagai tanah adat sepanjang menurut kenyataannya masyarakat
hukum adat yang bersangkutan masih berada dikawasan hutan tersebut, sebagai dasar pengakuan tersebut. Sejalan dengan perkembangan hukum adat
yang bersangkutan tidak berlaku lagi maka pengelolaan hutan adat kembali kepada pemerintah yang mengelolanya Pasal 5 UU No. 41 Tahun 1999
23
. Hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat termasuk
hutan Negara, masyarakat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari hasil hutan tersebut dalam satu ekosistem yang dalam sistem kehutanan harus tidak
terpisah dari pengertian hutan itu sendiri. Di dalam isi hak ulayat tidak ulayat tidak membedakan hutan dan bukan hutan, sebab yang menjadi hak ulayat itu
sendiri meliputi : a.
Tanah daratan b.
Air perairan seperti misalnya sungai, danau, pantai beserta perairannya
c. Tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar
d. Binatang yang hidup liar di hutan
Corak Hukum Adat atau sifat masyarakat adat pada sembilan belas 19 lingkungan hukum tersebut sama, yaitu :
22
Mahadi, Uraian Singkat tentang Hukum Adat Sejak RR Tahun 1854, Bandung : Alumni, 1991, hal. 58
23
Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003, hal. 114
Universitas Sumatera Utara
a. Magis religious, artinya Hukum Adat dan masyarakat adat percaya
dengan kehidupanhal-hal yang bersifat gaib dan menilai kehidupan religi sebagai suatu yang hakiki dalam kehidupan
manusia. b.
Komunal, artinya Hukum Adat dan masyarakat adat lebih memprioritaskan kebersamaan dalam memenuhi kebutuhan
manusia dalam masyarakat akan tetapi tidak mengabaikan kebutuhan individual.
c. Kongkrit, artinya Hukum Adat dan masyarakat adat selalu
menggunakan simbol-simbol nyata sebagai wujud atau bukti dari tindakan atau perbuatan dan kehendak seseorang.
d. Kontan, artinya Hukum Adat dan masyarakat adat selalu merespon
dengan segera terhadap setiap prestasi yang diterima dengan imbalan berupa kontra prestasi.
Hukum Adat menurut Iman Sudiyat mempunyai tiga sifat, yaitu : a.
Sifat statis, artinya Hukum Adat selalu memelihara dan mempertahankan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh leluhurnya.
b. Sifat dinamis artinya Hukum Adat selalu mengikuti perubahan
dan perkembangan zaman. c.
Sifat elasticplastis, artinya Hukum Adat dapat beradaptasi dengan berbagai keadaan dalam masyarakat, termasuk dengan kasus-kasus
khusus dan menyimpang.
Universitas Sumatera Utara
Dasar Hukum berlakunya Hukum Adat dan Perkembangannya sejak 1945 sampai sekarang antara lain :
1. Undang-Undang Dasar 1945
Melalui Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 segala peraturan-peraturan dari zaman Hindia Belanda, untuk sementara waktu
dipertahankan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
24
Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi : “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih tetap berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut Undang- Undang Dasar ini.”
2. UUDS Tahun 1945
Di dalam Pasal 104 ayat 1, ditentukan : “Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam
perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan- aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu.”
Tetapi ketentuan yang memuat dasar konstitusional berlakunya hukum adat itu sampai sekarang belum diberi peraturan penyelenggara atau
pelaksanaannya.
25
3. I.S. Pasal 131 jis R.R. Pasal 75 Baru dan Lama
24
Mahadi, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Bandung : Penerbit Alumni, 1991, hal. 78
25
Iman Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 2000, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
a. I.S. Indische Staatsregeling adalah singkatan dari undang-undang
yang selengkapnya berbunyi : “Wet op de Staatsinrichting van
Nederlands- Indie”.
b. R.R. Regerings-Reglement adalah singkatan dari Undang-
Undang yang selengkapnya berbunyi : “Reglement op Het Beleid der Regering van Nederlands-
Indie.” Dasar perundang-undangan berlakunya hukum adat yang
berasal dari jaman colonial dan yang pada masa sekarang sampai UU No. 19 Tahun 1964 masih tetap berlaku adalah :
I.S. Pasal 131 ayat 2 sub b : Menurut ketentuan tersebut maka bagi golongan hukum
Indonesia asli dan golongan Timur Asing berlaku hukum adat mereka,
tetapi bilamana
kepentingan sosial
mereka membutuhkannya, maka Pembuat Ordonansi; yaitu suatu peraturan
hukum yang dibuat oleh Badan Legislatif PusatGubernur Jenderal bersama-sama dengan Volksraad, dapat menentukan
bagi mereka : a.
Hukum Eropa b.
Hukum Eropa yang telah diubah c.
Hukum bagi beberapa golongan bersama-sama dan apabila kepentingan umum memerlukannya
Universitas Sumatera Utara
d. Hukum Baru, yaitu : Hukum yang merupakan synthese
antara hukum adat dan hukum Eropa
26
4. I.S. Pasal 134
Disamping Pasal 131, maka I.S. memuat lagi suatu ketentuan perundang- undangan mengenai berlakunya Hukum Adat, yaitu Pasal 134 ayat 2.
Menurut ketentuan itu maka : “Dalam hal timbul perkara hukum perdata antara orang-orang Muslim, dan Hukum Adat mereka meminta
penyelesaiannya, maka penyelesaian perkara tersebut diselenggarakan oleh Hakim Agama, kecuali ordonansi telah menetapkan lain.”
5. Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 dan Undang-Undang No. 14
tahun 1970 Setelah Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman UU No. 19 Tahun 1964 diundangkan, maka ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 ayat 1 yang
berbunyi : “Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan
lain- lain
Badan Kehakiman”
telah dipenuhi
penyelenggaraannya menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 dimaksud diatas beserta penjelasannya, sehingga hukum yang
dipakai adalah hukum yang berdasarkan Pancasila, yaitu hukum yang sifat-sifatnya berakar pada kepribadian Bangsa.
Dalam Pasal 3 tersebut diatas tidak disebut Hukum Adat. Menurut Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 dan juga sesuai
26
Ibid, Hal. 24
Universitas Sumatera Utara
dengan penjelasan dari pasal 10-nya, dinyatakan adanya hukum yang tertulis dan hukum yang tidak tertulis.
27
Undang-Undang No.14 Tahun 1970 adalah Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal-pasal yang penting
yang merupakan landasan hukum berlakunya Hukum Adat, antara lain : a.
Pasal 23 1 yang berbunyi : “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan
dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber
hukum tak tertulis ya
ng dijadikan dasar untuk mengadili.” b.
Pasal 27 1 yang berbunyi : “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.”
Selain pasal-pasal tersebut diatas, maka penjelasan umum terhadap
Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 bagian 7 memberi petunjuk kepada kita, bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Tak Tertulis”
dalam Undang-Undang ini adalah Hukum Adat. Bagian 7 dari penjelasan umum Undang-Undang ini berbunyi
sebagai berikut : “Penegasan, bahwa peradilan adalah peradilan Negara, dimaksud
untuk menutup semua kemungkinan adanya atau akan diadakannya lagi Peradilan Swapraja atau Perdilan Adat yang
dilakukan oleh bukan Peradilan Negara. Ketentuan ini sekali-kali tidak bermaksud untuk mengingkari hukum tidak tertulis,
melainkan hanya akan mengalihkan perkembangan dan penerapan hukum itu kepada peradilan Negara. Dengan ketentuan bahwa
Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dengan mengintegrasikan diri di dalam
27
Ibid, Hal. 29
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, telah terjamin sepenuhnya bahwa perkembangan dan penerapan hukum tidak tertulis akan berjalan secara
wajar.” Hukum tidak tertulis yang diterapkandiselenggarakan oleh
Pengadilan Swapraja dan Peradilan Adat adalah Hukum Adat. Dengan demikian maka dapat disimpulkan, bahwa sekarang yang menjadi dasar
perundang-undangan berlakunya Hukum Adat sebagai hukum tidak tertulis adalah legkapnya : Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, pasal 24 UUD
1945 dan pasal 23 ayat 1 Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, serta Undang-Undang No. 14 Tahun 1970.
28
Seiring dengan perkembangan zaman maka berkembang pulalah peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Hukum Adat juga
telah diatur pada beberapa Undang-Undang Republik Indonesia, antara lain : 1.
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria
- Pasal 2 ayat 4 UUPA mengatur tentang pelimpahan
wewenang kembali kepada masyarakat hukum adat untuk melaksanakan hak menguasai atas tanah, sehingga masyarakat
Hukum Adat merupakan aparat pelaksana dari hak menguasai Negara atas untuk mengelola tanah yang ada di wilayahnya.
- Pasal 3 UUPA mengatur bahwa pelaksanaan hak ulayat
masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara, berdasarkan persatuan bangsa dan tidak
28
Ibid, Hal. 31
Universitas Sumatera Utara
boleh bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan yang lebih tinggi.
- Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang
berlaku atas bumi, air, udara, dan ruang angkasa adalah Hukum
Adat sepanjang
tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional, Negara, sosisalisme, dan undang-
undang.
29
2. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Menegaskan bahwa pelaksanaan hak-hak masyarakat adat, Hukum Adat dan anggotanya serta hak-hak perseorangan
untuk mendapat manfaat dari hutan secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang demi
tercapainya tujuan yang dimaksud oleh Undang-Undang ini. 3.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang menggantikan Undang- Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. -
Pasal 25 ayat 1 yang isinya segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar putusan, juga harus memuat pasal-
pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
29
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Universitas Sumatera Utara
- Pasal 28 ayat 1 yang isinya tentang hakim sebagai penegak
hukum dan keadilan wajib menggali dan mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
4. Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, mengangkat Lembaga Hukum Adat dengan cara
dimasukkan ke dalam Undang-Undang tersebut, yaitu asas pemisahan h dengan cara dimasukkan ke dalam Undang-
Undang tersebut, yaitu asas pemisahan horizontal.
30
5. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1977
PP No. 4 Tahun 1977 merupakan penyempurnaan PP No. 10 Tahun1961.
Peraturan Pemerintah
ini mengangkat
dan memperkuat
berlakunya Hukum
Adat yaitu
Lembaga Rechtsverwerking
perolehan hak karena menduduki tanah dan menjadikannya sebagai hak milik dengan syarat yaitu itikad
baik selama 20 tahun berturut-turut tanpa ada gangguantuntutan dari pihak lain dan disaksikan atau diakui oleh masyarakat.
31
Melihat status tanah dalam perspektif hukum adat sebenarnya mengkaji keberadaan hak ulayat diantaranya yang perlu diperhatikan disini
ialah soal siapa pemegang hak ulayat. Pemegang persekutuan atas tanah adalah Raja yang bertindak sebagai pengurus, pengatur dan pengawas agar
pemakaian tanah dalam wilayahnya tidak bertentangan, merugikan hak-hak
30
Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
31
http:makalahkomplit.blogspot.co.id201208dasar-berlakunya-hukum-adat.html diakses pada tanggal 19 Desember 2015, pukul 13.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
persekutuan, hak-hak perseorangan atas tanah, serta yang dimanfaatkan untuk kepentingan pengelolaan hutan.
32
Disamping itu harus diingat bahwa konsepsi umum hutan tanah ulayat yang dikenal di Negara ini adalah bersumber dari teori klasik, yang
menjelaskan bahwa tanah milik raja. Terbaginya tanah menjadi hutan tanah ulayat masing-masing kesatuan masyarakat hukum adat semata-mata karena
kedermawanan sang Raja, sehingga pemanfaatan dan penggunaannya haruslah sedemikian rupa dan harus memenuhi ketentuan adat, seperti :
1. Hutan tanah ulayat tidak boleh diperjualbelikan dengan cara apapun
sehingga pemilikan haknya menjadi berpindah tangan 2.
Hutan tanah ulayat tidak boleh dibagi-bagi menjadi milik pribadiperorangan
3. Warga suku yang bersangkutan secara perorangan boleh
memanfaatkan tanah hutan tersebut dengan beberapa ketentuan atau kewajiban-kewajibannya yang perlu ditaati, seperti memberikan
sebagian hasilnya kepada Kepala Desa menjadi penghasilan desa.
B. Pandangan Umum tentang Penyelesaian Sengketa Alternatif