44 Berdasarkan tabel 5.1.12 menunjukkan bahwa nilai rata rata tingkat
fatiguesebelum diberikan intervensi teknik relaksasi otot progresif pretest pada responden adalah 5,15 dengan standar deviasi 2,30 dan 2,85 setelah
diberikan intervensi teknik relaksasi otot progresif posttest dengan standar deviasi 1.95.
Perbedaan nilai meanpretest dan posttestpada responden adalah sebesar 2,3. Nilai Sig. 2-tailed yang diperoleh adalah 0,000. Jika p 0,000
α 0,05, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara mean tingkat fatigue sebelum dan sesudah diberikan
intervensi teknik relaksasi otot progresif.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Karakteristik Demografi Responden
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mengalami fatigue dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang
sama yaitu 10 responden 50. Mollaoglu 2009 menyatakan bahwa jenis kelamin perempuan lebih fatigue dibandingkan laki-laki. Perempuan lebih
mudah membicarakan tentang penyakit dan masalah yang dialami sehingga mudah mendeteksi terjadinya fatigue.Penelitian Sulistini 2012 menyatakan
jumlah laki-laki yang menjalani hemodialisis berjumlah lebih banyak yaitu 63,4 dan tidak memiliki hubungan antara tingkat fatigue dengan jenis
kelamin p=0,914. Berdasarkan data demografi responden dengan usia 51-60 tahun
sebanyak 9 responden. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
45 sebelumnya Sulistianingsih et al, 2011; Sulistiani et al., 2012 yang
menyebutkan bahwa sebagian besar pasien yang menjalanihemodialisis berusia 40 tahun keatas dan tidak memiliki hubungan yang signifikan antara
tingkat fatigue dengan usia p=0,086. Hal ini juga senada dengan penelitian Sodikin 2015 menyatakan usia,memiliki p 0.05, yang artinya dalam
penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara usia dengan kejadian fatigue pasien hemodialisis.
Responden dengan status pernikahan menikah adalah 19 responden 95. Penelitian Sodikin 2015 menyatakan tidak ditemukan adanya
hubungan antara status pernikahan dengan kejadian fatigue pasien hemodialisis.
Responden dengan pendidikan terakhir SMA memiliki jumlah yang besar yaitu 10 responden. Penelitian Sulistini 2012 menyatakanada
hubungan tingkat pendidikan dengan fatigue p=0,040. Pendidikan rendah menyebabkan meningkatnya tingkat fatigue.Pasien dengan tingkat
pendidikan tinggi memiliki kesadaran yang baik untuk memeriksakan kesehatan, sedangkan pendidikan rendah takut untuk
menjalani hemodialisis. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sodikin 2015
menyatakan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan fatigue p=0,36.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pekerjaan terbesar responden adalah ibu rumah tangga sebanyak 8 responden.Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian Sodikin 2015 yang menyatakan bahwa sebagian besar
Universitas Sumatera Utara
46 responden
tidak bekerja
79,6. Penelitian
Shapiro 2008
menggambarkan pasien dialisis yang bekerja lebih kelihatan sehat dan lebih berenergi dari pada pasien hemodialisis tidak bekerja, karena dengan
bekerja membuat responden merasa lebih baik. Pasien tidak bekerja memiliki level fatigue tinggi.
Responden dengan lama menjalani hemodialisis 6 bulan dalam penelitian ini sebanyak 20 responden. Hasil penelitian Sulistini 2012
menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna lama menjalani hd dengan fatigue
p= 0,019; α= 0, 05. Tingkat fatigueakan berkurang 0,222, jika pasien mengalami penambahan jumlah lama menjalani hemodialisis. Tetapi
penelitian lain yaitu penelitian Sodikin 2015 menyatakan bahwa lama menjalani hemodialisis tidak memiliki hubungan dengan fatigue pasien
hemodialisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi hemodialisis
responden 2x minggu sebanyak 20 responden. Penelitian Sulistini 2012 menyatakan bahwa sebagian besar responden menjalani hemodialisis
sebanyak 2xminggu 98.6 dan tidak ada hubungan antara tingkat fatigue dengan frekuensi hemodialisis p=0,679.
Responden dengan penyakit penyebab hemodialisis penyakit ginjal kronik yaitu sebanyak 20 responden.Pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis akan mudah mengalami fatigueakibat hipoksia yang disebabkan oleh edema pulmoner. Fatigue merupakan komplikasi
dengan prevalensi tinggi pada pasien hemodialisis Kring Crane, 2009.
Universitas Sumatera Utara
47 5.2.2
Tingkat Fatigue Pretest Berdasarkan hasil penelitian pretest 4responden 20 memiliki
tingkat fatigue ringan, 6 responden 30 dengan fatigue sedang dan 10 responden 50 dengan fatigue berat.Fatigue yang dirasakan pasien
hemodialisis prevalensinya mencapai 60-97 dan merupakan salah satu efek dari hemodialisis yang harus dijalani oleh pasien penyakit ginjal
kronik. Responden dalam penelitian ini mengalami fatigue dengan level
yang bervariasi.
Fatigue merupakan
perasaan subjektif
berupa kelelahan.Fatigue yang dialami oleh responden menyebabkan penurunan
konsentrasi, malaise, gangguan tidur, gangguan emosional, dan penurunan kemampuan
melakukan aktivitas
sehari hari.Responden
dengan fatiguemengalami perasaan tertekan stress sehingga terganggu dalam
melakukan kegiatan sehari hari. Responden juga merasakan lemah, lelah, dan tidak bersemangat. Hal ini didukung oleh penelitian Mollaoglu 2009
menyatakan bahwa fatigue yang dirasakan pasien adalah keadaan antara kelelahan dan kepenatan yang pada akhirnya berujung dengan penurunan
vitalitas dan energy. Responden biasanya istirahat atau tidur bila sudah merasakan lelah, bahkan responden sudah mengetahui batas kelelahannya
sehingga dapat membatasi kegiatan yang dilakukan. Responden dengan fatigue juga menyatakan tidak mampu mengingat
dan mampu berkonsentrasi. Hal ini didukung dengan penelitian Horigan, dkk 2013 menyatakan bahwa responden yang menjalani hemodialisis tidak
Universitas Sumatera Utara
48 mampu mengingat nama nama orang yang mereka kenal selama bertahun
– tahun dan hal-hal yang baru saja diperbincangkan. Hal tersebut dapat
mengganggu hubungan interaksi responden dengan orang lain social. Konsekuensi dari fatigue yangdialami oleh pasien yang menjalani
hemodialisis adalah menghambat sosialisasi, merasaterisolasi, kehilangan waktu bersama keluarga dan kesulitan dalam beraktifitas Horigan, 2012.
Lebih lanjut dampak fatigue dapat menyebabkan penurunan fungsi fisik dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, kualitas hidup yang
lebih buruk, dan mengurangi kelangsungan hidup Bonner, Wellard, Caltabiano, 2010.
5.2.3 Tingkat Fatigue Posttest
Berdasarkan hasil penelitian pretest 4responden 20 mengalami tidak fatigue, 6 responden 30 dengan fatigue ringan dan 10 responden
50 dengan fatigue sedang.Pemberian intervensi teknik relaksasi otot progresif pada 20 responden berdampak positif setelah dilakukan selama 1
bulan. Hal ini dibuktikan adanya penurunan tingkat fatigue pada semua responden dengan tingkat fatigue yang bervariasi. Perbedaan penurunan
tingkat fatigue disebabkan oleh kondisi pasien, frekuensi dan ketekunan responden saat melakukan intervensi teknik relaksasi otot progresif ini.
Responden merasakan lebih rileks dan segar setelah diberikan intervensi teknik relaksasi otot progresif. Keluarga pasien juga mengatakan
dapat membantu mengontrol kelelahan yang dialami keluarganya.Fatigue
Universitas Sumatera Utara
49 yang dirasakan tidak lagi seberat yang dirasakan sebelum diberikan
intervensi teknik relaksasi otot progresif. Responden juga menyatakan merasa tenang dan dapat berkonsentrasi
serta dapat melakukan aktivitas sehari-hari.Hal ini didukung dengan teknik relaksasi otot progresif yang dapat mengurangi ketegangan otot dan
membuat tubuh fikiran terasa tenang dan rileks. Ari, 2010 dalam Dewi, S, Bayhakki dan Misrawati, 2015. Responden sangat senang dengan diberikan
teknik relaksasi otot progresif dan dapat melakukannya dirumah dengan sederhana untuk menghilangkan rasa fatigue ini. Responden tidak lagi
cenderung tidur untuk menghilangkan fatigue yang dirasakan, karena mereka lebih memilih melakukan teknik relaksasi otot progresif.
5.2.4 Perbedaan Tingkat Fatigue Pretest-Posttest Teknik Relaksasi Otot
Progresif Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal
dan Hipertensi Rasyida Medan, maka didapatkan nilai rata rata tingkat fatiguesebelum diberikan intervensi teknik relaksasi otot progresif pretest
pada responden adalah 5,15 dengan standar deviasi 2,30 dan 2,85 setelah diberikan intervensi teknik relaksasi otot progresif posttest dengan standar
deviasi 1.95. Perbedaan nilai meanpretest dan posttestpada responden adalah
sebesar 2,3. Hasiluji paired t-test diperoleh p 0,000 maka h0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan antara mean tingkat fatigue sebelum diberikan
Universitas Sumatera Utara
50 intervensi teknik relaksasi otot progresif dengan tingkat fatigue setelah
diberikan intervensi teknik relaksasi otot progresif. Adanya perbedaan yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa teknik relaksasi otot progresif dapat
digunakan sebagai alternative pada pasien yang mengalami fatigue khususnya pasien yang menjalani hemodialisis.
Terjadinya penurunan tingkat fatigue lansia sesudah teknik relaksasi otot progresif didukung juga oleh teori bahwa teknik relaksasi
yangdikombinasikan dengan latihan pernapasanyang terkontrol dan rangkaian kontraksiserta relaksasi kelompok otot, dapatmen stimulasi
respon relaksasi baik fisikmaupun psikologis. Respon tersebut dikarenakan terangsangnya aktivitas system saraf otonom parasimpatis nuclei rafe yang
terletak di separuh bagian bawah pons dandi medula sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan darah,
dan frekuensi pernapasan dan peningkatan sekresi serotonin Guyton dan Hall, 1997.
Adanya perbedaan tingkat fatigue pretest-posttest ini disebabkan latihan relaksasi otot progresif merupakan salah satu terapi simple, mudah
dan sederhana yang dapat meningkatkan ekspresi perasaan negatif menjadi positif. Hal ini juga terbukti selama intervensi berlangsung responden
merasakan kondisi yang enak, tenang dan rileks.
Universitas Sumatera Utara
51
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN