12
subakut lambat, tanda yang paling menonjol berupa infiltrasi sel leukosit dan sel fagosit. Ketiga fase proliferativ kronik, pada fase ini terjadi kerusakan jaringan
dan fibrosis. Kemampuan untuk meningkatkan respon peradangan sangat penting untuk bertahan hidup dalam menghadapi patogen lingkungan dan cedera
walaupun pada keadaan dan penyakit tertentu, respon peradangan mugkin berlebihan dan berlangsung lama tanpa alasan manfaat yang jelas Joel dan Lee,
2012.
2.5.1 Gejala inflamasi
Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala klinis pada jaringan yang terkena radang yaitu terjadinya kemerahan rubor, panas calor, pembengkakan
tumor, nyeri dolor dan gangguan fungsi jaringan function laesa Price dan Wilason, 1995.
a. Kemerahan Rubor
Kemerahan rubor merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka
arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke daerah yang mengalami peradangan.
b. Panas Calor
Panas calor berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi radang akut. Sebenarnya panas hanyalah suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan
badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37ºC, yaitu suhu di dalam tubuh.
c. Pembengkakan tumor
Gejala yang paling terlihat dari peradangan akut adalah pembengkakan
Universitas Sumatera Utara
13
tumor. Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interestial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun di daearah peradangan disebut eksudat. d.
Nyeri Dolor Rasa sakit dolor dalam reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui
berbagai cara. Perubahan pH lokal menjadi lebih rendah atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama,
pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang
meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi menimbulkan rasa sakit.
e. Functio laesa
Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan area rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena Kee dan Hayes, 1996. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara refleks
akan mengalamai hambatan oleh sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan Underwood, 1996.
2.5.2 Pengobatan inflamasi
Pengobatan pasien dengan antiinflamasi mempunyai 2 tujuan utama: pertama meringankan rasa nyeri yang sering kali merupakan gejala awal yang
terlihat dan keluhan utama pasien dan kedua, memperlambat atau membatasi proses perusakan pada jaringan Katzung, 2001.
Universitas Sumatera Utara
14
Pengobatan inflamasi, kelompok obat yang banyak diberikan adalah obat antiinflamasi non steroid AINS. Obat ini merupakan obat sintetik dengan
struktur kimia heterogen. Obat golongan AINS mempunyai khasiat sebagai analgetik, antipiretik dan antiinflamasi. Walaupun demikian, obat-obat ini
memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu menghambat biosintesis prostaglandin. AINS
menghambat siklooksigenase COX sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yang berperan dapat menimbulkan
reaksi peradangan terganggu. AINS tidak menghambat biosintesis leukotrien yang diketahui ikut berperan dalam proses inflamasi Wilmana, 2007. Pembagian obat
antiinflamasi non steroid AINS dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini: AINS
Inhibitor COX Non Selektif
Inhibitor COX-2 Selektif
1. Turunan asam salisilat aspirin, diflunisal, olsalazin
2. Turunan para-aminofenol asetaminofen
3. Asam asetat indol dan inden indometasin, sulindak
4. Asam asetat heteroaril tolmetin, diklofenak, keterolak
5. Asam arilpropionat ibuprofen, oksaprozin
6. Asam antranilat asam mefenamat 7. Asam enolat piroksikam,
meloksikam 8.Alkanon nabumeton
1.Furanon tersubstitusi diaril rofekoksib
2. Pirazol tersubstitusi diaril selekoksib
3. Asam asetat indol etodolak 4. Sulfonalid nimesulid
Gambar 2.3 Pembagian obat antiinflamasi non steroid AINS.
Universitas Sumatera Utara
15
2.6 Diklofenak