Penyiapan Bahan Proses Destruksi Kering Pembuatan Larutan Sampel Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

30 3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO 3 1:1 Larutan HNO 3 dibuat dengan mengencerkan 250 ml HNO 3 65 bv dengan akuabides hingga 500 ml Horwitz, 2000.

3.4.2 Asam Pikrat 1 bv

Larutan Asam Pikrat dibuat dengan melarutkan 1 gram asam pikrat dalam air suling hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.

3.4.3 Larutan H

2 SO 4 1 N Larutan H 2 SO 4 dibuat dengan mengencerkan larutan H 2 SO 4 96 vv sebanyak 3 ml dengan air suling hingga 100 ml Ditjen POM, 1979. 3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah buah sirsak yang diambil secara purposif berasal dari Delitua yang dijual di pasar Simpang Limun Medan, dengan tingkat kematangan yang sesuai dikonsumsi oleh masyarakat. Metode pengambilan ini ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti Sudjana, 2005.

3.5.2 Penyiapan Bahan

Satu buah sirsak 1kg dicuci bersih, dikupas kulit dan dipisahkan daging buah dari bijinya. Lalu diblender hingga halus.

3.5.3. Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dihaluskan masing–masing ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam krus porselen, lalu diabukan di tanur dengan 31 temperatur awal 100 o C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500 o C dengan interval 25 o C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 30 jam dan dibiarkan dingin lalu dipindahkan ke desikator. Abu dibasahi dengan 10 tetes akuabides dan ditambahkan 4 ml HNO 3 1:1 secara hati-hati. Kemudian kelebihan HNO 3 diuapkan pada hot plate dengan suhu 100-120 o C sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur dan diabukan selama 1 jam dengan suhu 500 o C, kemudian didinginkan Horwitz, 2000. Bagan alir proses destruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 37.

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel

Hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO 3 1:1 hingga diperoleh larutan bening. Kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan krus porselen dibilas dengan akuabides sebanyak 3 kali 5ml tiap kali pembilasan. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda. Lalu disaring dengan kertas saring Whatman N0. 42 dengan membuang 5 ml larutan pertama hasil penyaringan selanjutnya ditampung ke dalam botol Horwitz, 2000. Larutan ini digunakan untuk uji kualitatif dan kuantitatif kalsium, kalium, dan natrium. Bagan alir proses pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 38. 32 3.5.5 Analisis Kualitatif 3.5.5.1 Kalsium

3.5.5.1.1 Uji nyala NiCr

Bersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan kawat pada sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat kalsium akan terbentuk warna merah bata pada nyala bunsen.

3.5.5.1.2 Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 1 N

Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat dan etanol 96 akan terbentuk endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum Vogel, 1979. 3.5.5.2 Kalium 3.5.5.2.1 Uji nyala NiCr Bersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan kawat pada sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat kalium akan terbentuk warna ungu pada nyala bunsen.

3.5.5.2.2 Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat

Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalium, akan terlihat kristal berbentuk jarum kasar. 33 3.5.5.3 Natrium 3.5.5.3.1 Uji nyala NiCr Bersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan kawat pada sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat natrium akan terbentuk warna kuning keemasan pada nyala bunsen.

3.5.5.3.2 Uji Kristal Natrium dengan Asam Pikrat

Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat natrium, akan terlihat kristal berbentuk jarum halus. 3.5.6 Analisis Kuantitatif 3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium Larutan baku kalsium 1000 µgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides konsentrasi 10 µgml. Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet 5; 10; 15; 20; dan 25 ml larutan baku 10 µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides larutan ini mengandung 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 µgml dan diukur pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen. 34

3.5.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Larutan baku kalium 1000 µgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides konsentrasi 10 µgml. Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet 2,5; 5; 10; 15; dan 20 ml larutan baku 10 µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides larutan ini mengandung 0,5; 1,0; 2,0; 3,0 dan 4,0 µgml dan diukur pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Larutan baku natrium 1000 µgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides konsentrasi 10 µgml. Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 ml larutan baku 10 µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides larutan ini mengandung 0,20; 0,30; 0,40; 0,50; dan 0,60 µgml dan diukur pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen. 3.5.6.4 Penetapan Kadar dalam Sampel 3.5.6.4.1. Penetapan Kadar Kalsium Larutan sampel sebanyak 2,5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda Faktor Pengenceran = 502,5 = 20 kali. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh 35 harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4.2 Penetapan Kadar Kalium

Larutan sampel sebanyak 0,25 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda Faktor Pengenceran = 500,25 = 200 kali. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4.3 Penetapan Kadar Natrium

Larutan sampel sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda. Faktor Pengenceran = 500,5 = 100 kali. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 589,0 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Kadar logam kalsium, kalium, dan natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: g Sampel Berat n pengencera Faktor x ml Volume x µgml i Konsentras µgg Kadar = 36

3.5.7 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004. Menurut Harmita 2004, batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Simpangan Baku = 2 2 − − ∑ n Yi Y Batas deteksi = slope SB x 3 Batas kuantitasi = slope SB x 10 3.5.8 Uji Perolehan Kembali Recovery Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar standard addition method. Dalam metode ini, kadar kalsium, kalium, dan natrium dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar ketiga mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu Ermer, 2005. Larutan standar yang ditambahkan yaitu, 1 ml larutan standar kalsium konsentrasi 1000 µgml, 5 ml larutan standar kalium konsentrasi 1000 µgml, dan 0,65 ml larutan standar natrium konsentrasi 1000 µgml. 37 Sampel sirsak yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 10 gram, lalu ditambahkan 1 ml larutan standar kalsium konsentrasi 1000 µgml, 5 ml larutan standar kalium konsentrasi 1000 µgml, dan 0,65 ml larutan standar natrium konsentrasi 1000 µgml, kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Prosedur pengukuran uji perolehan kembali dilakukan sama dengan prosedur penetapan kadar dalam sampel. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini Harmita, 2004: Perolehan Kembali = A A F C C C − x 100 Keterangan : C A = Kadar dalam sampel sebelum penambahan baku C F = Kadar dalam sampel setelah penambahan baku C A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

3.5.9 Simpangan Baku Relatif