Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RSUP H.Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

(1)

GAMBARAN PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA UNTUK

TINDAKAN RESUSITASI CAIRAN PADA KASUS TRAUMA

AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS DI IGD RSUP H.

ADAM MALIK PADA BULAN OKTOBER 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

TISYA SEPTI ARYANI 110100166

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Di IGD RSUP H. Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

Nama : Tisya Septi Aryani NIM : 110100166

Pembibing Penguji 1

(dr. Hasanul Arifin, Sp. An)

NIP: 19510423 197902 1 003 NIP: 19771005 200312 1 002 (dr. Sunna V. Hutagalung, MS)

Penguji 2

NIP: 19821219 200812 1 004 (dr. Sake Juli Martina, Sp. FK)

Medan, Januari 2015 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(

NIP: 19540220 198011 1 001


(3)

ABSTRAK

Trauma akibat kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh terbesar ketiga di Indonesia. Kebanyakan trauma mengakibatkan perdarahan yang dapat menyebabkan penurunan hebat volume intravaskular. Salah satu alur penanganan adalah dengan melakukan tindakan resusitasi cairan. Resusitasi cairan merupakan suatu tindakan untuk pengembalian perfusi organ. Tindakan resusitasi cairan harus mempertimbangkan jumlah cairan dan jenis cairan yang dibutuhkan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran pemberian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas pada bulan Oktober 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan Cross Sectional Study yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUP H. Adam Malik, Medan. Jumlah seluruh pasien trauma akibat kecelakaan lalu lintas pada bulan Oktober 2014 adalah 43 orang, tetapi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah 9 orang.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jenis cairan yang digunakan untuk tindakan resusitasi cairan adalah Ringer Laktat (Kristaloid) dan Hydroxyethyl Starch (Koloid). Pada 9 orang sampel, terdapat 1 orang ketidaksesuaian antara jumlah pemberian dengan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah. Secara perhitungan, kebutuhan resusitasi 3000 ml dan yang diberikan 1500 ml, tetapi hasil evaluasi klinis dengan 1500 ml Ringer Laktat sudah menunjukan perbaikan klinis yang normal dan hal tersebut lebih menentukan keberhasilan resusitasi cairan.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Ringer Laktat (Kristaloid) dan Hydroxyethyl Starch (Koloid) digunakan untuk tindakan resusitasi cairan. Pada tindakan resusitasi cairan perlu dilakukan evaluasi terhadap resusitasi tersebut dan menilai perfusi organ. Jumlah pemakaian cairan untuk tindakan resusitasi cairan selama bulan Oktober 2014 adalah 24 fls.


(4)

ABSTRACT

Road traffic accident trauma is leading the third cause of death in Indonesian. Trauma often caused hemorraghe and volume deficit. One of handling this trauma is fluid resuscitation. Fluid resuscitation is a way to return perfusion of organs. Fluid resuscitation must consider type of intravenous fluid and total of intravenous fluid. This research was conducted to determine the used of intravenous fluid for rsuscitation of road traffic accident trauma in October 2014.

This study was a Cross Sectional Study which was done at Emergency Installation RSUP H. Adam Malik Medan. Total trauma patients caused road traffic accident in October 2014 is 43 persons, but patients that fulfill the criteria inclusion and exclusion was 9 persons.

The result of this study shows that the kind of intravenous fluid has been used is Ringer Lactate for Crystalloid and Hydroxyethyl Starch (HES) for Colloid. 1 of 9 persons in this research is missmatch about total of intravenous fluid has been used with classification of estimate fluid and blood loss. By calculation, the need resucitation 3000 ml and 1500 ml given, but the result of the evaluation with 1500 ml of Ringer’s Lactate has shown clinical improvement and it is better to determine the success of fluid resuscitation.

The conclusion of this study is kind of intravenous fluid used is Ringer Lactate for Crystalloid and HES for Colloid. The fluid resuscitation needs evaluation and appraising the perfusion of organ. Total intravenous fluid has been used in one month at October 2014 is 24 fls.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah (KTI) ini yang berjudul ”Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan

Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat KLL di IGD RSUP H. Adam Malik pada Bulan Oktober 2014”. Shalawat dan salam tak lupa tercurah kepada

Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.

Penulisan penelitian ini terselesaikan tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Hasanul Arifin, Sp.An selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga penulisan KTI ini dapat diselesaikan. 3. dr. Sunna V. Hutagalung, MS dan dr. Sake Juli Martina, Sp. FK sebagai

dosen penguji 1 dan dosen penguji 2 saya, yang telah banyak memberikan saran – saran kepada penulis sehingga penulisan KTI ini dapat

diselesaikan.

4. Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan moral dan materil kepada penulis, teruntuk yang tercinta Ayahanda Mustafa Muin (Alm), Ibunda Helmiyati, dan Kakanda Titania Ade yulivi.

5. Dokter-dokter yang sedang menjalani program pendidikan dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif yang telah membantu dalam proses pengambilan data penelitian.

6. Sahabat – sahabat ( Ilhamda, Mery, Yola, Nana, Dhila, Suci, Ranthy, Intan, Nissa, Rayhan, Azmi, Nola, Elfi, Yulin, Chaca, Rini, Rani) yang


(6)

7. Rosma Abd Ghani selaku teman satu dosen pembimbing yang selalu membantu dan bersama-sama di setiap proses dalam penyelesaian KTI. Akhir kata, semoga KTI ini bermanfaat dan dapat memberikan

sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang resusitasi cairan.

Medan, 09 Desember 2014


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Trauma ... 4

2.2 Cairan Tubuh ... 6

2.2.1 Kompartemen dan Distribusi Cairan Tubuh... 6

2.2.2 Elektrolit dan Non-elektrolit ... 8

2.2.3 Perpindahan Cairan dan Elektrolit Tubuh ... 9

2.2.4 Sistem Pengaturan Cairan Tubuh ... 10

2.2.5 Keseimbangan Cairan ... 12

2.2.6 Gangguan Keseimbangan Cairan ... 12

2.3 Terapi Cairan untuk Tindakan Resusitasi ... 13

2.3.1 Jenis – Jenis Cairan Intravena... 13

2.3.2 Resusitasi Cairan ... 18

2.3.3 Evaluasi Setelah Tindakan Resusitasi ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. 20 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 20


(8)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1 Jenis Penelitian ... 23

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

4.3 Populasi dan Sampel ... 23

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 23

4.5 Pengolahan dan Analisa Data ... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1 Hasil Penelitian ... 25

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 25

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian ... 25

5.1.2.1 Distribusi Jenis Cairan Intravena yang Digunakan untuk Tindakan Resusitasi Cairan ... 26

5.1.2.2 Distribusi Jumlah Cairan Intravena yang diberikan untuk Tindakan Resusitasi Cairan, Dibandingkan dengan Klasifikasi Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah ... 26

5.1.2.3 Frekuensi Penggunaan Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Bulan Oktober 2014 ... 27

5.2 Pembahasan 5.2.1 Analisis Distribusi Data Penelitian ... 28

5.2.1.1 Analisi Distribusi Jenis Cairan Intravena yang Digunakan untuk Tindakan Resusitasi Cairan ... 28

5.2.1.2 Analisi Distribusi Jumlah Cairan Intravena yang Diberikan untuk Tindakan Resusitasi Cairan, Dibandingkan dengan Klasifikasi Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah ... 30

5.2.1.3 Analisis Distribusi Jumlah Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Bulan Oktober 2014 ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Mekanisme Perlukaan ... 4 2.2 Distribusi Cairan Intravena ke Dalam Kompartemen Tubuh 17 2.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah... 19 5.1 Distribusi Jenis Cairan Intravena yang Digunakan untuk

Tindakan Resusitasi ... 26 5.2 Distribusi Jumlah Cairan Intravena yang Digunakan untuk

Tindakan Resusitasi Cairan, Dibandingkan dengan Klasifikasi Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah... 27 5.3 Frekuensi Penggunaan Cairan Intravena untuk Tindakan

Resusitasi Cairan pada Bulan Oktober 2014 ... 28 5.4 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah serta Jenis Cairan


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Distribusi Cairan Tubuh ... 7 2.2 Perkiraan Ukuran Kompartemen Cairan Tubuh pada Dewasa

dengan Berat Badan 70Kg ... 7 2.3 Non – elektrolit Plasma ... 8 2.4 Kation dan Anion Utama Cairan Intrasel dan Ekstrasel ... 9


(11)

ABSTRAK

Trauma akibat kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh terbesar ketiga di Indonesia. Kebanyakan trauma mengakibatkan perdarahan yang dapat menyebabkan penurunan hebat volume intravaskular. Salah satu alur penanganan adalah dengan melakukan tindakan resusitasi cairan. Resusitasi cairan merupakan suatu tindakan untuk pengembalian perfusi organ. Tindakan resusitasi cairan harus mempertimbangkan jumlah cairan dan jenis cairan yang dibutuhkan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran pemberian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas pada bulan Oktober 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan Cross Sectional Study yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUP H. Adam Malik, Medan. Jumlah seluruh pasien trauma akibat kecelakaan lalu lintas pada bulan Oktober 2014 adalah 43 orang, tetapi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah 9 orang.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jenis cairan yang digunakan untuk tindakan resusitasi cairan adalah Ringer Laktat (Kristaloid) dan Hydroxyethyl Starch (Koloid). Pada 9 orang sampel, terdapat 1 orang ketidaksesuaian antara jumlah pemberian dengan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah. Secara perhitungan, kebutuhan resusitasi 3000 ml dan yang diberikan 1500 ml, tetapi hasil evaluasi klinis dengan 1500 ml Ringer Laktat sudah menunjukan perbaikan klinis yang normal dan hal tersebut lebih menentukan keberhasilan resusitasi cairan.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Ringer Laktat (Kristaloid) dan Hydroxyethyl Starch (Koloid) digunakan untuk tindakan resusitasi cairan. Pada tindakan resusitasi cairan perlu dilakukan evaluasi terhadap resusitasi tersebut dan menilai perfusi organ. Jumlah pemakaian cairan untuk tindakan resusitasi cairan selama bulan Oktober 2014 adalah 24 fls.


(12)

ABSTRACT

Road traffic accident trauma is leading the third cause of death in Indonesian. Trauma often caused hemorraghe and volume deficit. One of handling this trauma is fluid resuscitation. Fluid resuscitation is a way to return perfusion of organs. Fluid resuscitation must consider type of intravenous fluid and total of intravenous fluid. This research was conducted to determine the used of intravenous fluid for rsuscitation of road traffic accident trauma in October 2014.

This study was a Cross Sectional Study which was done at Emergency Installation RSUP H. Adam Malik Medan. Total trauma patients caused road traffic accident in October 2014 is 43 persons, but patients that fulfill the criteria inclusion and exclusion was 9 persons.

The result of this study shows that the kind of intravenous fluid has been used is Ringer Lactate for Crystalloid and Hydroxyethyl Starch (HES) for Colloid. 1 of 9 persons in this research is missmatch about total of intravenous fluid has been used with classification of estimate fluid and blood loss. By calculation, the need resucitation 3000 ml and 1500 ml given, but the result of the evaluation with 1500 ml of Ringer’s Lactate has shown clinical improvement and it is better to determine the success of fluid resuscitation.

The conclusion of this study is kind of intravenous fluid used is Ringer Lactate for Crystalloid and HES for Colloid. The fluid resuscitation needs evaluation and appraising the perfusion of organ. Total intravenous fluid has been used in one month at October 2014 is 24 fls.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Trauma akibat kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh terbesar ketiga di Indonesia (BIN, 2013). Estimasi dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 di seluruh dunia terdapat 1,24 juta orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas per tahunnya dan sebanyak 20 - 50 juta orang luka-luka. Korban yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas banyak terjadi pada usia muda, yaitu 15 – 29 tahun.

Di Indonesia sendiri, menurut data KNKT ( Komite Nasional Keselamatan Transportasi) pada tahun 2013, telah terjadi kecelakaan sebanyak 85.696 kasus yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa (korban meninggal dan korban luka-luka) sebanyak 142.625 jiwa. Data tersebut menggambarkan masih tingginya korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas.

Kebanyakan trauma mengakibatkan perdarahan yang dapat menyebabkan penurunan hebat volume intravaskuler. Penurunan volume tersebut berakibat tidak adekuatnya penghantaran oksigen dan perfusi jaringan atau yang disebut syok. Syok hipovolemik merupakan syok yang paling umum setetah trauma (American College of Surgeons, 2008).

Penurunan volume darah akibat perdarahan menyebabkan penurunan aliran balik vena, dan curah jantung berkurang. Frekuensi denyut jantung meningkat, dan pada perdarahan hebat, tekanan darah selalu menurun. Pada perdarahan sedang (sampai dengan 15 persen dari jumlah darah yang hilang), tekanan nadi berkurang tetapi tekanan arteri rerata mungkin normal. Perubahan tekanan darah bervariasi untuk tiap individu, walaupun jumlah darah yang hilang sama. Kulit menjadi pucat dan dingin serta mungkin memperlihatkan warna keabu-abuan karena adanya statis di kapiler dan sedikit sianosis. Respirasi


(14)

menjadi cepat dan pada pasien dengan kesadaran masih baik, rasa haus yang hebat adalah gejala yang menonjol (Ganong, 2008).

Salah satu alur penanggulangan dari penurunan hebat volume intravaskuler adalah dengan terapi cairan. Terapi cairan dilakukan untuk tindakan resusitasi cairan, mengembalikan perfusi dan hidrasi jaringan dengan cepat. Resusitasi yang agresif dan pengelolaan yang cepat pada yang mengancam nyawa merupakan hal yang mutlak bila ingin penderita tetap hidup (American College of Surgeons, 2008). Optimalisasi untuk tindakan resusitasi cairan sebagai upaya penggantian cairan yang hilang diberikan melalui intravena (NICE guideline, 2013).

Rencana untuk terapi cairan harus mempertimbangkan jumlah volume cairan yang hilang dan juga harus mempertimbangkan jenis cairan yang diberikan. Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai pintu gerbang masuk rumah sakit haruslah mempersiapkan dalam penanganan penurunan volume cairan intravaskuler dengan berbagai jenis cairan serta jumlah yang akan diberikan sesuai kondisi pasien. Untuk itu perlu diketahui banyaknya penggunaan cairan intravena untuk tindakan resusitasi per bulannya di IGD sebagai kesigapan dalam penanganan kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang berakibat penurunan hebat volume intravaskuler.

1. 2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pemberian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas di IGD RSUP H. Adam Malik.

1. 3 Tujuan Penelitian

1. 3. 1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pemberian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas di IGD RSUP H. Adam Malik pada bulan Oktober 2014.

1. 3. 2 Tujuan Khusus


(15)

1. Mengetahui jenis cairan intravena yang digunakan untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas

2. Mengetahui jumlah cairan intravena yang diberikan untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas, dibandingkan dengan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah. 3. Mengetahui banyaknya penggunaan cairan intravena tersebut untuk

tindakan resusitasi pada bulan Oktober 2014.

1. 4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Manfaat Akademis

• Memberi informasi tentang jenis cairan intravena yang diberikan untuk tindakan resusitasi cairan

• Memberi informasi tentang jumlah cairan intravena yang diberikan untuk tindakan resusitasi cairan

2. Manfaat Pelayanan

Menjadi informasi pada instalasi kesehatan dalam penyediaan jumlah cairan intravena untuk tindakan resusitasi pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas per bulannya.

3. Manfaat Pengembangan Peneltian

Menjadi bahan pertimbangan atau masukan untuk penelitian yang selanjutnya atau yang berkaitan.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Trauma

Trauma didefinisikan sebagai perpindahan energi dari lingkungan ke tubuh manusia. Energi tersebut sebagai penyebab dari cedera fisik yang terjadi pada tubuh manusia yang mengalami trauma. Energi yang dapat menyebabkan trauma terdiri dari energi mekanik , elektrik, panas, kimia,dan radiasi. Energi mekanik merupakan energi yang paling banyak menyebabkan trauma ( Kartikawati, 2011).

Trauma yang disebabkan oleh energi mekanik merupakan hasil dari tubrukan tubuh dengan benda lainya. Trauma tersebut dapat menyebabkan robek jaringan tubuh, patah tulang, kerusakan pembuluh darah, dan mengganggu aliran darah (Porth, 2006).

American College of Surgeons (2008) menyebutkan, trauma terbagi dalam tiga jenis:

(1) Trauma Tumpul

Trauma tumpul sering disebabkan kecelakaan lalu lintas (KLL), terjatuh, kegiatan rekreasi, atau pekerjaan. Pola perlukaan pada pasien dapat diramalkan dari mekanisme traumanya. Pola perlukaan juga sangat dipengaruhi usia dan aktivitas.

Tabel 2.1 Mekanisme perlukaan

Mekanisme perlukaan Kemungkinan pola perlukaan Benturan frontal

• Kemudi bengkok

• Jejak lutut pada dashboard

Cedera bull’s eye, pada kaca depan

• Fraktur servial

Flail chest anterior

• Kontusio miokard

Pneumothorax

• Ruptur aorta

• Ruptur lien/hepar

• Fraktur/ dislocatio coxae, lutut


(17)

Benturan samping, mobil • Sprain servikal kontralateral

• Fraktur servikal

Flail chest lateral

Pneumothorax

• Ruptur aorta

• Ruptur diafragma

• Ruptur hepar / lien/ ginjal

• Fraktur pelvis / asetabulum Benturan belakang, mobil • Fraktur servikal

• Kerusakan jaringan lunak leher

Telempar keluar , kendaraan • Semua jenis perlukaan

• Mortalitas jelas meningkat Pejalan kaki >< mobil • Trauma kapitis

• Perlukaan toraks / abdomen

• Fraktur tungkai / pelvis

(Sumber: American College of Surgeons, 2008). (2) Trauma Tajam

Trauma tajam akibat pisau atau benda tajam dan senjata api semakin sering ditemukan. Faktor yang menentukan jenis dan berat perlukaan adalah daerah tubuh yang terluka, organ yang terkena, dan kecepatan.

(3) Cedera karena Suhu Panas / Dingin

Luka bakar dapat terjadi sendiri atau dalam kombinasi dengan trauma tumpul ataupun tajam akibat mobil terbakar, ledakan, benda yang jatuh, dan usaha penyelamatan diri. Cedera dan keracunan monoksida dapat menyertai luka bakar.

Berdasarkan akibat-akibat trauma pada organ-organ tubuh American College of Surgeons membaginya atas: trauma kapitis, trauma torak, trauma


(18)

abdomen, trauma leher, trauma medula spinalis, trauma ekstermitas, dan luka bakar (Rab, 2008).

Komplikasi terbesar pada trauma adalah perdarahan (Dewangga dan Budipramana, 2011). Proses perdarahan adalah kehilangan unsur utama darah yaitu volume air, natrium, albumin, eritrosit. Terdapat juga unsur – unsur minor lainnya seperti kalium, leukosit, trombosit dan lain – lain. Volume adalah unsur yang vital dikarenakan kehilangan sebesar 15% dari Estimated Blood Volume (EBV) sudah menyebabkan gangguan sirkulasi yang ditandai dengan

berkurangnya kecukupan oksigen untuk metabolisme aerobik di sel / jaringan. Kekurangan ini untuk sementara dapat diatasi dengan

kompensasi jantung (takikardi) dan ventilasi paru yang meningkat (Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia, 2010).

Jika kehilangan volume mencapai 30% maka kompensasi yang ada sudah mencapai batas maksimal bagi rata – rata pasien pada umumnya. Perdarahan yang berat dapat menimbulkan resiko syok dan kematian (Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia, 2010). Penatalaksanaan dalam perdarahan yaitu dilakukannya pergantian cairan secara cepat atau resusitasi cairan untuk mengganti cairan yang hilang (Dewangga dan Budipramana, 2011).

2. 2 Cairan Tubuh

2. 2. 1 Kompartemen dan Distribusi Cairan Tubuh

Air merupakan komponen terbesar di dalam tubuh manusia. Air membentuk sekitar 60% dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Air di dalam tubuh terdistribusi dalam dua kompartemen yaitu, intraseluler dan ekstraseluler. Sekitar 40% cairan berada pada intraseluler dan 20% pada ekstraseluler. Cairan ekstraseluler terdiri dari intravaskular (plasma), ekstravaskular (cairan interstisial), dan transeluler (cairan serebrospinal, cairan intraokular, dan sekresi saluran cerna) yang hanya 1% dari keseluruhan cairan ekstraseluler (Price dan Wilson, 2005).


(19)

Gambar 2.1 Distribusi cairan tubuh (Sumber : Porth, 2006).

Gambar 2. 2 Perkiraan ukuran kompartemen cairan tubuh pada dewasa dengan berat badan 70 Kg.


(20)

2. 2. 2 Elektrolit dan Non-elektrolit

Ada 2 jenis bahan yang terlarut dalam cairan tubuh, yaitu elektrolit dan non-elektrolit.

1. Non-elektrolit

Non elektrolit adalah molekul - molekul yang statis menjadi partikel -

partikel yang terdiri dari dekstrose, ureum, dan kreatinin (Mangku dan Senapathi, 2009).

Gambar 2.3 Non-elektrolit plasma (Sumber : Guyton dan Hall, 2007)

2. Elektrolit

Elektrolit adalah molekul-molekul yang pecah menjadi partikel-partikel bermuatan listrik (Mangku dan Senapathi, 2009). Pada cairan ekstraseluler, Natrium dan Klorida merupakan elektrolit yang paling banyak, dalam jumlah sedang bikarbonat dan dalam jumlah sedikit kalium,


(21)

sedangkan pada cairan intraseluler lebih banyak kalium dibandingkan natrium, klorida, dan bikarbonat (Porth, 2006).

Gambar 2.4 kation dan anion utama cairan intrasel dan ekstrasel. (Sumber: Guyton dan Hall, 2007)

2. 2. 3 Perpindahan Cairan dan Elektrolit Tubuh

Pembatas utama perpindahan zat terlarut dalam tubuh adalah membran sel. Membran sel bersifat semipermeabel sehingga membran ini memungkinkan pergerakan air secara bebas tapi membatasi pada pergerakan zat terlarut. Perpindahan air dan zat terlarut diantara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor aktif (memerlukan energi) dan transpor pasif (tidak memerlukan energi). Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif dimana sebagian besar zat terlarut berpindah melalui mekanisme ini (Price dan Wilson, 2005).

Difusi adalah perpindahan partikel-partikel dalam segala arah melaui larutan atau gas. Dalam proses difusi, zat terlarut berpindah dari daerah yang


(22)

memiliki konsentrasi lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sampai terjadi keseimbangan konsentrasi pada kedua sisi membran (Price dan Wilson, 2005).

Osmosis adalah pergerakan air secara pasif melintasi membran semipermeabel dari daerah dengan konsentrasi zat terlarut tinggi kekonsentrasi zat terlarut terendah (Ward et al., 2009). Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel zat terlarut didalamnya. Apabila suatu zat terlarut ditambahkan pada air murni, zat ini akan menurunkan konsentrasi air dalam campuran dan meningkatkan tekanan osmotik . Jadi, semakin besar tekanan osmotik, semakin tinggi konsentrasi zat terlarut dalam suatu larutan, semakin rendah konsentrasi airnya (Guyton dan Hall, 2007).

Osmolalitas suatu cairan adalah jumlah osmol dari zat terlarut per kilogram pelarut. Osmolaritas suatu cairan adalah jumlah osmol per liter cairan. Faktor determinan yang terpenting yang menentukan osmolalitas cairan ekstraseluler adalah ion Na. Bila kadar Na meningkat, maka osmolaritas meningkat, air akan ditarik dari sel untuk mempertahankan osmolaritas tetap isotonis, sedangkan pada cairan intraseluler faktor determinan osmolalitas adalah ion K (Mangku dan Senapathi, 2009).

2. 2. 4 Sistem Pengaturan Cairan Tubuh

Cairan tubuh relatif stabil dalam kompartemen masing-masing (Mangku dan Senapathi, 2009). Sejumlah mekanisme homeostatik bekerja tidak hanya untuk mempertahankan konsentrasi elektrolit dan osmotik cairan tubuh, tetapi juga volume cairan tubuh total (Price dan Wilson, 2005). Mangku dan Senapathi (2009) menyatakan , mekanisme pengaturan cairan tubuh dilakukan dengan cara:

A. Kendali osmolar

(1) Sistem Osmoreseptor Hipotalamus – Hipofisis - Antidiuretik hormon (ADH)

Di daerah bagian anterior yang merupakan bagian dari nukleus supra optik, terdapat neuron khusus yang dikenal sebagai osmoreseptor yang


(23)

peka terhadap osmolalitas cairan ekstraseluler. Sel-sel ini mengandung vesikel-vesikel yang mengandung cairan.

Apabila cairan ekstraseluler lebih pekat, osmolaritas meningkat maka vesikel mengkerut dan menghasilkan impuls, sebaliknya osmolaritas menurun maka vesikel akan mengembang dan impuls yang dilepas dari reseptor ini berkurang atau berhenti. Impuls akan merangsang hipofisis posterior untuk melepaskan ADH. Jadi semakin tinggi osmolaritas cairan ekstraselulaer akan meningkatkan pelepasan ADH.

Rasa haus merangsang pemasukan air dan merangsang ADH untuk mengubah permeabilitas duktus kolingentes ginjal, meningkatkan reabsorbsi air (Price dan Wilson, 2005).

(2) Sistem Renin – Angiotensin - Aldosteron

Mekanisme ini bekerja apabila terjadi perubahan keseimbangan cairan yang bersifat isotonik. Mekanisme ini sangat penting dalam pengaturan volume ekstraseluler dan ekskresi natrium oleh ginjal.

Keseimbangan natrium diatur melalui proses filtrasi glomerulus dan reabsorbsi tubulus. Dari sekian banyak natrium yang keluar melalui filtrasi ini, lebih dari 95% direabsorbsi oleh tubulus. Kortek adrenal merupakan faktor utama yang menjaga volume cairan ekstraseluler melalui efek hormon aldosteron terhadap natrium.

Renin merupakan suatu hormon proteolitik yang disintesis, disimpan, dan dieksresi oleh ginjal. Renin disentensis di juxtaglomerular apparatus. Pelepasan renin secara teoritis dipengaruhi oleh baroreseptor ginjal.

B. Kendali Non-osmolar

(1) Refleks Stretch Receptor

Pada dinding atrium terdapat stretch receptor yang dirangsang oleh perubahan kapasitas atrium kiri. Apabila atrium kiri mengalami distensi, maka reseptor ini akan terangsang sehingga timbul impuls aferen melalui jalur simpatis yang akan mencapai hipotalamus yang kemudian akan disekresikan ADH.


(24)

(2) Refleks Baroreseptor

Baroresptor akan terangsang apabila terjadi perubahan tekanan darah, selanjutnya sinyal ni akan diteruskan pada sistem hipotalamus - hipofisis yang akan memberikan respon melalui penahanan atau pelepasan ADH ke dalam sirkulasi.

2. 2. 5 Keseimbangan Cairan

Keseimbangan cairan tubuh total (dan elektrolit) ditentukan oleh keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Pemasukan cairan tubuh melalui saluran cerna, dalam bentuk cairan maupun makanan. Cairan dikeluarkan dalam tubuh melalui empat rute yaitu: ginjal (urin), usus halus (feses), paru-paru (uap air dalam udara ekspirasi), dan kulit (keringat) (Price dan Wilson, 2005).

Keseimbangan cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan osmolaritas cairan ektraseluler. Cairan ekstraseluler berfungsi sebagai penghubung antara sel dan lingkungan eksternal. Air yang ditambahkan ke cairan-cairan tubuh selalu masuk ke kompartemen cairan-cairan ekstraseluler terlebih dahulu, dan cairan juga selalu keluar tubuh melalui cairan ekstraseluler(Sherwood, 2011).

Plasma adalah satu-satunya cairan yang dapat dikontrol volume dan komposisinya. Oleh karena itu, setiap mekanisme yang berkerja pada plasma pada hakikatnya juga mengatur keseluruhan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler sebaliknya dipengaruhi oleh perubahan cairan ekstraseluler (Sherwood, 2011).

2. 2. 6 Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh

Bentuk gangguan keseimbangan cairan adalah kelebihan cairan ataupun kehilangan cairan (Mangku dan Senapathi, 2009).

1. Kelebihan cairan (Overhidrasi)

Terutama berkaitan dengan tindakan terapi cairan yang keliru. Etiologi overhidrasi:


(25)

• Gangguan ekskresi air lewat ginjal, misalnya pada gagal ginjal akut intrinsik atau obstruktif

• Masukan air yang berlebihan pada terapi cairan

• Masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi prostat transurethra

• Korban tenggelam pada air tawar 2. Kehilangan cairan (Dehidrasi)

Dehidrasi adalah defisit air dalam tubuh, yang disebabkan oleh masukan yang kurang atau ekskresi yang berlebihan.

2. 3 Terapi Cairan untuk Tindakan Resusitasi

Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi yang sangat menentukan keberhasilan penanganan pasien kritis. Tindakan ini seringkali merupakan life saving pada pasien yang menderita kehilangan cairan yang banyak atau yang disebut dengan tindakan resusitasi cairan (Mangku dan Senapathi, 2009). Optimalisasi untuk tindakan resusitasi cairan sebagai upaya pengembalian cairan yang hilang diberikan secara intravena (NICE guideline, 2013).

2.3.1 Jenis-Jenis Cairan Intravena

Menurut perhimpunan dokter spesialis dokter anestesiologi dan reaminasi Indonesia pada tahun 2010, jenis-jenis cairan intravena terbagi 2 yaitu:

(1) Larutan Kristaloid

Larutan kristaloid adalah air dengan kandungan elektrolit dan atau glukosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa larutan kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel, interstisial dan plasma dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. Adapun larutan kristaloid terbagi menjadi 2:

a) Larutan kristaloid isotonik

Larutan disebut isotonik apabila larutan sesuai dengan osmolalitas plasma normal secara klinis antara 280 – 300 mOsm/L. Sebagai contoh larutan kristaloid isotonik adalah NaCl 0,9% atau Ringer Laktat (RL).


(26)

Resusitasi cairan kristaloid harus dalam batas aman, artinya harus menghindari kondisi ekstrem hipovolemia berat dan kelebihan cairan. Resusitasi agresif dengan cairan kristaloid pada pasien trauma berat dapat menimbulkan kelebihan cairan dan menyebabkan sindroma gangguan pernafasan akut dan edema otak pada pasien yang disertai dengan cedera kepala.

Keuntungan dari cairan kristaloid adalah murah, mudah didapat, mudah penyimpanannya, bebas reaksi, dapat segera dipakai untuk mengatasi defisit volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah, dan dapat digunakan sebagai fluid challenge test. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah terjadinya edema perifer dan edema paru pada jumlah pemberian yang besar.

b) Larutan Kristaloid Hipertonik

Larutan garam hipertonik NaCl 1,5% – 7,5% ( 500 – 2400 mOsm/L) telah dipakai untuk syok hipovolemik, untuk resusitasi pasien dengan luka bakar, trauma kepala dalam upaya mengurangi bertambahnya edema, luka bakar, dan edema otak.

Efek larutan garam hipertonik lain adalah meningkatkan curah jantung bukan hanya karena perbaikan preload, tetapi peningkatan curah jantung tersebut mungkin sekunder karenak efek inotropik positif pada miokard dan penurunan afterload sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral. Kedua keadaan ini dapat memperbaiki aliran darah ke organ-organ vital.

Efek samping dari pemberian larutan garam hipertonik adalah hipernatremia dan hiperkloremia.

(2) Larutan Koloid

Larutan koloid adalah larutan yang mengandung zat terlarut dengan berat molekul 20.000 – 110.000 dalton ( albumin, gelatin, kanji/ starch, dekstran) yang dapat menghasilkan tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik intravaskuler. Koloid digunakan terutama untuk meningkatkan volume plasma. Adapun larutan koloid terdiri dari:


(27)

a) Albumin

Albumin yang diberikan secara intravena akan berdistribusi ke ruang interstisial. Larutan albumin yang dipakai tersedia dalam larutan 5, 20, 25% dalam garam isotonik. Pada kasus dengan volume intravaskular yang kurang, keadaan keseimbangan ini tidak cukup kecuali diberikan tambahan larutan garam isotonik.

Efek samping pemberian albumin adalah resiko akan terjadinya hepatitis, AIDS, edema paru, terjadinya penularan penyakit, penurunan kadar Ca, serta reaksi anafilaksis.

b) Dekstran

Dekstran merupakan glukopolisakarida netral dengan berat molekul yang tinggi. Dekstran tersedia dalam larutan dengan berat molekul, 40000 D, 60000D, atau 70000D.

Keuntungan dekstran adalah biaya produksi yang relatif rendah dan kemampuannya disimpan dalam suhu ruangan untuk jangka lama. Selain sebagai pengganti volume, dekstran dapat sebagai profilaksis embolus trombus.

Efek samping terberat pada pemberian dekstran adalah reaksi anafilaktoid yang ditimbulkan oleh antibodi anti - polisakarida endogen yang bereaksi dengan molekul dekstran.

c) Gelatin

Gelatin diperoleh dari kolagen sapi dan disediakan dalam larutan polidispersif setelah memalui berbagai modifikasi kimia. Sediaan gelatin memiliki berat molekul rata-rata 30000 - 35000 D dan massa molekul yang rendah. Karena berat molekul yang relatif rendah ini, maka sebagian besar gelatin diekskresikan di urin beberapa menit setelah diberikan.

Keuntungan dari gelatin yaitu, tidak terlalu mahal dan dapat disimpan selama 2 -3 tahun pada suhu ruangan. Gelatin juga aman bagi fungsi ginjal.


(28)

Kerugian dari pemberian gelatin adalah cepatnya ekskresi gelatin melalui urin bersamaan dengan meningkatnya diuresis, harus digantikan dengan pemberian cairan kristaloid yang adekuat untuk mencegah dehidrasi. Pemberian gelatin juga dapat meningkatkan viskositas darah dan memudahkan agregasi eritrosit tanpa mempengaruhi hasil cocok silang. Terjadinya reaksi anafilaksis paling tinggi dibandingkan larutan koloid lainnya.

d) Hydroxyethyl Starch (HES)

Bahan dasar pembentuk HES adalah amilopektin, polimer glukosa dengan banyak cabang, diperoleh dari lilin jagung atau tepung kentang. Keuntungan dari pemberian HES adalah pengganti plasma yang dapat menurunkan viskositas darah dan memperbaiki aliran mikrosirkulasi darah. HES aman untuk ginjal dan kemungkinan kejadian reaksi anafilaktoid sangat kecil terjadi.

Kerugian dari pemberian HES adalah pruritus akibat penyimpanan dalam jaringan kulit, berdasarkan penelitian yang ada masih dapat ditoleransikan dan cukup aman.

Bergantung pada jenis larutan kristaloid – koloid, maka apabila 1000 ml larutan diberikan secara cepat pada pasien dengan berat badan 70kg, maka dalam satu jam akan terjadi penambahan atau pengurangan isi kompartemen tubuh, yang ditunjukkan oleh tabel dibawah ini:

Tabel 2.2 Distribusi Cairan Intravena Ke Dalam Kompartemen Tubuh

Larutan Plasma Interstisial Intrasel

Albumin 5% 1000

Polygeline 700 300

Dekstran-40 10% 1600 -260 -340

Dekstran-70 6% 1300 -130 -170

NaCl 0,9% 200 800


(29)

NaCl 0,45% 141 567 292

RL 200 800

D5% 83 333 583

(Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia, 2010).

Berdasarkan distribusi cairan ke kompartemen - kompartemen tersebut, maka untuk menghitung jumlah cairan intravena yang dibutuhkan agar dapat mengganti volume intravaskuler yang hilang, dapat dipakai rumus sebagai berikut:

Volume intravaskuler yang hilang = volume infus x Pv/Vd

(Pv= volume plasma , Vd= volume distribusi) Contoh: perdarahan akut sebanyak 500ml dengan berat badan 70kg

Volume ekstraseluler = 20% x BB ( interstisial 15%xBB, intravaskuler5% x BB) Pv = volume plasma = 5% x 70kg = 3,5kg =3.500 ml

Vd = volume distribusi = 20% x 70kg = 14kg = 14.000 ml Volume intravaskuler yang hilang= volume infus x Pv/Vd 500 = volume infus x 3.500/14.000

Volume infus = 14.000 x 500/3.500 = 2000ml

(Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia, 2010).

2. 3.2 Resusitasi Cairan

Berdasarkan American College of Surgeons (2008) larutan isotonik, hangat, misalnya Ringer laktat dan normal saline, digunakan untuk resusitasi awal. Cairan jenis ini mengisi volume intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskular dengan cara menggantikan kehilangan cairan penyerta yang hilang dalam ruang interstisial dan intraseluker. Alternatif cairan awal adalah dengan larutan garam hipertonik, walaupun menurut kepustakaan terbaru belum tentu menguntungkan.

Pemakaian larutan hipertonik sering dicampur dengan koloid (dextran dan hidroxy ethyl starch [HES]), dan campuran larutan ini sering memperlihatkan


(30)

kemajuan yang berarti (Boldt, 2004). Pada oxford journals yang ditulis Dutton (2006) menyebutkan, larutan hipertonik-dextran telah direkomendasi untuk resusitasi awal tetapi sejauh ini belum ada dasar yang pasti akan manfaatnya. Selain itu Crosby (2009) menyebutkan, larutan hipertonik - dextran sangat efektif sebagai standar resusitasi cairan pada penanganan prehospital dan mungkin lebih efektif pada peningkatan parameter fisiologis tetapi efeknya sangat sedikit pada kelangsungan hidup pasien.

Tahap awal, bolus cairan hangat diberikan secepatanya. Dosis umumnya diberikan 1 hingga 2 liter untuk dewasa dan 20 ml/kg untuk anak-anak. Perhitungan kasar pemberian kristaloid dikenal dengan hukum 3 untuk 1 dimana diartikan dengan 1 ml darah yang hilang digantikan dengan 3 ml cairan kristaloid. Jumlah darah dan cairan resusitasi sulit diprediksi dalam evaluasi awal pasien. Adapun panduan dalam menentukan jumlah cairan dan darah yang hilang sebagai berikut:

Tabel 2.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV Kehilangan darah (ml) Sampai

750 750-1500 1500-2000 >2000 Kehilangan darah (%

volume darah)

Sampai

15% 15%-30% 30%40% >40% Denyut nadi <100 >100 >120 >140 Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun Tekanan nadi (mmHg) Normal

atau naik Menurun Menurun Menurun Frekuensi pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35

Produksi urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 Tidak berarti CNS/ status mental Sedikit

cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu (lethargic) Penggantian cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid

dan darah

Kristaloid dan darah ( Sumber: American College of Surgeons, 2008).

2. 3. 3 Evaluasi Setelah Tindakan Resusitasi

Pulihnya tekanan darah, tekanan nadi, dan denyut nadi merupakan tanda-tanda yang mendukung perfusi organ menjadi normal. Namun, pengamatan


(31)

tersebut belum memberikan informasi tentang perfusi organ. Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif dari perfusi ginjal, jumlah produksi urin yang normal umumnya menandakan aliran darah ke ginjal yang adekuat, bila tidak dipengaruhi oleh obat-obat diuretik (American College of Surgeons, 2008).


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3. 1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Jenis cairan intravena Tindakan resusitasi cairan

Jumlah pemberian cairan

Jumlah penggunaan cairan Per bulannya

3. 2 Definisi Operasional

Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian maka definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:

1. Resusitasi cairan adalah tindakan pengembalian cairan pada pasien trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang dibuktikan melalui rekam medis.

2. Jenis cairan intravena adalah jenis-jenis cairan intravena yang digunakan pada tindakan resusitasi cairan.

Larutan Kristaloid Ringer Laktat NaCl 0,9%

Larutan Hipertonik Larutan Koloid Albumin

Dekstran Gelatin

Hydroxyethyl Starch (HES)

Yang datanya diambil dari data rekam medis di RSUP H. Adam Malik Cara pengukuran : mengambil data dari rekam medis


(33)

Hasil pengukuran : jenis cairan Skala pengukuran : nominal

3. Jumlah pemberian cairan adalah jumlah cairan yang diberikan pada

saat tindakan resusitasi cairan yang disesuaikan berdasarkan perkiraan kehilangan cairan dan darah menurut American College of Surgeons. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

KELAS I KELAS II KELAS

III KELAS IV Kehilangan darah (ml) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000 Kehilangan darah

(% volume darah)

Sampai

15% 15%-30% 30%-40% >40% Denyut nadi <100 >100 >120 >140 Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun Tekanan nadi (mmHg) Normal atau

naik Menurun Menurun Menurun Frekuensi pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35

Produksi urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 Tidak berarti CNS/ status mental Sedikit

cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu (lethargic)

Penggantian cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darah

Kristaloid dan darah

Cara pengukuran : mengambil data dari rekam medis Alat pengukuran : rekam medis

Hasil pengukuran : sesuai atau tidak sesuai Skala pengukuran : nominal

4. Jumlah penggunaan cairan per bulannya adalah jumlah pemakaian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan per bulannya.

Cara pengukuran : mengukur jumlah pemberian cairan intravena berdasarkan kelas perdarahan per sampel dalam


(34)

penelitian, selanjutnya ditambahkan seluruh jumlah pemberian tersebut sebanyak sampel selama satu bulan

Alat pengukuran : data jumlah pemberian cairan intravena

Hasil pengukuran : jumlah penggunaan cairan intravena per bulannya (dalam fls)


(35)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4. 1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan Cross Sectional Study untuk melihat gambaran pemberian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas.

4. 2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Oktober – 31 Oktober 2014. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data rekam medis di IGD RSUP H. Adam Malik.

4. 3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah seluruh pasien trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang masuk ke IGD RSUP H. Adam Malik yang menerima tindakan resusitasi cairan. Sampel penelitian ini diambil berdasarkan total sampling. Adapun kriteria pasien tersebut:

Kriteria Inklusi:

1. Dewasa (diatas 18 tahun) yang mengalami trauma akibat kecelakaan lalu lintas

2. Mendapat tindakan resusitasi pertama di IGD RSUP H. Adam Malik Kriteria Eksklusi:

1. Pasien yang meninggal sebelum tindakan resusitasi cairan selesai dilakukan

4. 4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder yang digunakan peneliti yaitu data rekam medis yang ada pada pihak


(36)

rumah sakit. Data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diambil untuk dilihat gambaran pemberian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan.

4. 5 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diambil akan didokumentasikan dalam komputer untuk selanjutnya diolah dengan software pengolah data.


(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5. 1 Hasil Penelitian

5. 1. 1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No 17 Km. 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara dan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No 335/Menkes/SK/VII/1990 dan SK Menkes No 502/Menkes/SK/IX/1991.

Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu layanan Rumah Sakit untuk keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera dan cepat. Penanganan pasien yang datang ke Instalasi Gawat darurat didasarkan pada keadaan pasien yang dilakukan dengan triase, dan bukan berdasarkan antrian. Pasien akibat trauma (kecelakaan), hampir seluruhnya membutuhkan tindakan dan penanganan dengan segera dan cepat.

5. 1. 2 Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan yaitu data sekunder, data yang diambil dari rekam medis pasien yang mengalami trauma akibat kecelakaan lalu lintas dan dilakukan tindakan resusitasi cairan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Data rekam medis yang diambil adalah berat badan, tekanan darah, tekanan nadi, denyut nadi, frekuensi pernafasan, status mental, jenis cairan intravena yang digunakan, dan jumlah cairan intravena yang digunakan. Data diambil selama satu bulan, pada tanggal 1 Oktober – 31 Oktober 2014.

Jumlah keseluruhan data, pasien yang mengalami trauma kecelakaan lalu lintas yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah 43 orang. Adapun dari 43 orang yang mengalami trauma


(38)

kecelakaan lalu lintas, 10 orang merupakan pasien anak, 14 orang merupakan pasien yang dilakukan observasi tanpa diberikan cairan, 10 orang diberikan cairan pendukung, dan 9 orang pasien yang menerima tindakan resusitasi cairan, yang merupakan sampel pada penelitian ini.

5. 1. 2. 1 Distribusi Jenis Cairan Intravena yang Digunakan untuk Tindakan Resusitasi Cairan

Jenis cairan intravena yang digunakan untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas sebagai berikut :

Tabel 5. 1 Distribusi Jenis Cairan Intravena yang Digunakan untuk

Tindakan Resusitasi Cairan

Jenis Cairan N %

Kristaloid

8 88,89

Koloid

0 0,00

Kristaloid + Koloid

1 11,11

Total

9 100,00

Berdasarkan tabel 5. 1, dapat dilihat bahwa jenis cairan intravena yang digunakan untuk tindakan resusitasi cairan dari total sampel 9 orang adalah 8 orang (88,89%) diantaranya menggunakan Kristaloid dan 1 orang (11,11%) menggunakan kombinasi Kristaloid dan Koloid.

5. 1. 2. 2 Distribusi Jumlah Cairan Intravena yang Diberikan untuk Tindakan Resusitasi Cairan, Dibandingkan dengan Klasifikasi Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Jumlah pemberian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut ;

Estimated Blood Volume (EBV)= 70 ml/KgBB Estimates Blood Loss = % EBV


(39)

Keterangan :

% = Berdasarkan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah

Jumlah cairan intravena yang diberikan untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas, dibandingkan dengan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 5. 2 Distribusi Jumlah Cairan Intravena yang Diberikan untuk Tindakan Resusitasi Cairan, Dibandingkan dengan Klasifikasi Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Sampel Kelas Perdarahan

Berat Badan

% kehilangan cairan dan

darah

Cairan yang

diberikan Indikator

1 I 55 4 % 500 ml Sesuai

2 I 60 3 % 500 ml Sesuai

3 I 50 4 % 500 ml Sesuai

4 II 60 18 % 2000 ml Sesuai

5 I 55 3 % 500 ml Sesuai

6 I 60 3 % 500 ml Sesuai

7 IV 65 33 % 4000 ml Sesuai

8 II 50 21 % 2000 ml Sesuai

9 II 65 22 % 1500 ml Tidak sesu

ai Tabel 5. 2 diatas memperlihatkan bahwa dari 9 orang pasien yang mendapatkan cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan, terdapat 1 orang yang tidak sesuai dengan pemberian cairan berdasarkan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah. Secara prosedural penatalaksanaan dalam penanganan pasien trauma sudah benar, akan tetapi hasil evaluasi dari perfusi organ pasien sudah menunjukan perbaikan lebih menentukan resusitasi cairan tercapai dibandingkan jumlah cairan yang diberikan.


(40)

5. 1. 2. 3 Frekuensi Penggunaan Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Bulan Oktober 2014

Jumlah penggunaan cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas pada bulan Oktober 2014, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. 3 Frekuensi Penggunaan Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Bulan Oktober 2014

Kelas

Perdara han

Kristaloid Koloid

Fls cc Fls Cc

I 5 2.500

II 11 5.500

III 0 0

IV 6 3.000 2 1.000

Total 22 11.000 2 1.000

Berdasarkan tabel 5. 3, dapat dilihat bahwa jumlah penggunaan cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan dalam bulan Oktober 2014 adalah sebanyak 22 fls (11.000 cc) cairan Kristaloid dan 2 fls (1.000) cairan Koloid.

5. 2 Pembahasan

5. 2. 1 Analisis Distribusi Data Penelitian

5. 2. 1. 1 Analisis Distribusi Jenis Cairan Intravena yang Digunakan untuk Tindakan Resusitasi Cairan

Pada penelitian ini didapatkan bahwa 8 dari 9 orang sampel menggunakan Kristaloid, dan satu diantaranya menggunakan Kristaloid ditambah Koloid. Jenis Kristaloid yang digunakan adalah Ringer Laktat dan jenis Koloid yang digunakan adalah Hydroxyethyl Starch (HES).

Pada penggunan jenis cairan Kristaloid, hal ini sesuai dengan jurnal fakultas kedokteran Universitas Andalas oleh Hardisman (2013) bahwa, jenis cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau Ringer Laktat. Hal ini juga terdapat pada American College of Surgeons (2008) menyatakan bahwa, larutan isotonik hangat misalnya Ringer Laktat atau Normal Saline, digunakan untuk resusitasi awal.

Keduanya NaCl 0,9% dan Ringer Laktat mempunyai efektivitas yang sama (Moya, 2013). Akan tetapi, diantara NaCl 0,9% dan Ringer laktat, pilihan


(41)

penggunaan Kristaloid sebagai resusitasi cairan adalah Ringer laktat yang merupakan rekomendasi pada bagian resusitasi emergensi untuk pasien trauma dengan perdarahan aktif pada guideline Advance Trauma Life Support (Boldt, 2004). Ringer Laktat merupakan pilihan pertama pada pengobatan akut perdarahan yang digunakan oleh banyak dokter dan telah dipertimbangkan sebagai standar regimen pada resusitasi cairan pada kondisi emergensi (Yuan dan Wade, 1992).

Pemberian Kristaloid ditambah Koloid digunakan pada sampel dengan perkiraan kehilangan cairan dan darah kelas III dan IV. Hal ini sesuai dengan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah oleh American College of Surgeons (2008) bahwa perdarahan kelas III dan IV dikombinasikan pemberian Kristaloid dan Koloid. Pada penelitian dengan hewan coba, resusitasi masif cairan dengan Kristaloid sangat sedikit mencapai kecukupan restorasi aliran mikrosirkulasi dan harus digabungkan dengan koloid berdasarkan strategi pergantian volume (Boldt, 2004).

Hal tersebut juga direkomendasikan oleh guidelines European untuk manajemen perdarahan setelah trauma berat, yang merekomendasikan penggunaan kristaloid sebagai inisiasi pengobatan perdarahan pada pasien trauma dan penambahan penggunaan Koloid harus dipertimbangkan dengan ketidakstabilan hemodinamik pasien. Rekomendasi penggunaan Koloid adalah Hydroxyethyl Starch (HES) karena penurunan resiko gagal ginjal akut dan gangguan pada koagulasi (Bougle et al, 2013).

Belum terdapat literatur yang mendukung untuk membuktikan satu jenis cairan intravena lebih superior dibanding jenis cairan intravena yang lain dalam penanganan pasien trauma (Bougle et al, 2013). Akan tetapi, idealnya dalam pemilihan jenis cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan pada pasien trauma haruslah aman, efikasi, murah, mudah untuk disimpan dan dibawa (khususnya untuk militer), mempunyai kapasitas untuk pembawa oksigen dan nutrisi untuk sel, dan harus melindungi sel dari trauma resusitasi (Alam dan Rhee, 2007).


(42)

Berikut adalah perkiraan kehilangan cairan dan darah serta jenis cairan yang diberikan pada penelitian :

Tabel 5. 4 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah serta Jenis Cairan yang Diberikan

Kelas Perdarahan Jumlah Cairan yang diberikan

1 5 Kristaloid

2 3 Kristaloid

3 0 -

4 1 Kristaloid + Koloid

Berdasarkan tabel 5. 4, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang mengalami perdarahan kelas I yaitu 5 orang dan cairan yang diberikan adalah kristaloid, kelas II 3 orang dengan pemberian cairan kristaloid, dan kelas IV 1 orang dengan kombinasi pemberian kristaloid dan koloid.

5. 2. 1. 2 Analisis Distribusi Jumlah Cairan Intravena yang Diberikan untuk Tindakan Resusitasi Cairan, Dibandingkan dengan Klasifikasi Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Resusitasi cairan bertujuan untuk mengembalikan perfusi organ. Hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan cairan resusitasi untuk mengganti volume intravaskular yang hilang. Penentuan jumlah cairan intravena untuk menggantikan volume intravaskular yang hilang dikenal dengan hukum 3 untuk 1, dimana kehilangan 1 ml darah akan diganti dengan 3 ml cairan kristaloid (American College of Surgeon, 2008).

Pada tindakan resusitasi cairan perlu dilakukan evaluasi terhadap resusitasi tersebut dan menilai perfusi organ. Pulihnya tekanan darah, tekanan nadi, denyut nadi, merupakan tanda – tanda perfusi organ kembali normal. Perbaikan tekanan vena sentral dan sirkulasi kulit juga merukapan tanda kembali normalnya perfusi organ, tapi ini sulit dilakukan. Selain itu, yang paling penting yang dinilai adalah produksi urin.

Pada penelitian ini didapatkan 1 dari 9 sampel ketidaksesuaian dalam pemberian cairan intravena dengan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan


(43)

darah. Ketidaksesuaian ini perlu dipertimbangkan dari data penelitian dimana terdapat evaluasi dari resusitasi cairan.

Berikut ini akan dibahas evaluasi pasien berdasarkan kelas perdarahan. Jumlah pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas dan masuk dalam kelas I perdarahan adalah 5 orang. Jumlah pemberian cairan intravena yang diberikan rata – rata 500 ml (1 fls), dimana dari pemberian cairan intravena tersebut, terdapat perbaikan tekanan darah, tekanan nadi, dan denyut nadi. Pada kehilangan darah dan cairan kelas I ini, pasien menjadi sedikit cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata – rata, frekuensi nafas masih dalam keadaan normal (Hardisman, 2013). Hal tersebut sesuai pada kelima pasien dengan perdarahan Kelas I.

Jumlah pasien yang mengalami perdarhan kelas II ,yaitu 3 orang. Pada perdarahan kelas II, terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi, peningkatan frekuensi pernafasan dan pasien menjadi lebih cemas (Hardisman, 2013). Namun, terdapat 1 orang tidak sesuai dengan tanda-tanda tersebut.

Pada 1 orang yang tidak sesuai juga merupakan pasien yang mengalami ketidaksesuaian antara jumlah pemberian cairan intravena dengan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah. Secara perhitungan, kebutuhan untuk resusitasi cairan tidak sesuai ( jumlah cairan yang seharusnya 3000 ml dan jumlah yang diberikan 1500 ml ), tetapi dari hasil evaluasi pasien ( pantauan klinis ) resusitasi dengan 1500 ml Ringer Laktat sudah menunjukan perbaikan klinis ( tekanan darah, tekanan nadi, denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan urin output ) yang normal. Oleh karena itu, tabel perkiraan kehilangan cairan dan darah digunakan sebagai prakiraan, tetapi hasil evaluasi klinis lebih menentukan.

Pada pasien dengan perdarahan kelas IV, dimana terjadi takikardi lebih dari 140 kali per menit dengan pengisian lemah dan sampai tidak teraba. Hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan penurunan kesadaran (Hardisman, 2013). Sesuai dengan pasien dipenelitian ini, dimana terjadi takikardi, denyut nadi 155 kali per menit, tekanan darah menurun dan tekanan nadi melemah. Pasien ini didiagnosa dengan open fraktur tibia fibula dan


(44)

disertai subarachnoid hemorraghe serta GCS 3 yang merupakan trauma kepala berat.

Pasien yang mengalami trauma kepala tidak hanya menekan pemulihan spontan hemodinamik tetapi juga melemahkan resusitasi dengan menggunakan cairan Ringer Laktat (Yuan dan Wade, 1992). Sesuai dengan penelitian ini, terdapat penurunan dalam pemulihan kondisi pada pasien yang mengalami trauma kepala dan penurunan kesadaran. Dimana setelah pemberian cairan resusitasi masif, tekanan darah, tekanan nadi ataupun frekuensi pernafasan pasien hanya terdapat sedikit peningkatan. Trauma kepala terutama dihubungkan dengan

penekanan fungsi jantung dibandingkan fungsi vaskular perifer (Yuan dan Wade,1992).

Pada pasien dengan banyak luka dan dengan komplikasi trauma kepala, tidak ada resusitasi cairan yang ideal untuk digunakan. Pada kasus administrasi cairan volume besar, tekanan onkotik harus diukur dan administrasi cairan Koloid sangat dibutuhkan (Tommasino, 2002). Pada trauma kepala administrasi cairan hipotonik dan yang mengandung glukosa harus dihindari dikarenakan hiperglikemi dapat memperburuk keadaan otak yang cedera. Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah Ringer Laktat atau cairan fisiologis (American College of Surgeons, 2008). Terbukti pada penelitian ini dengan dilakukannya administrasi cairan Kristaloid Ringer Laktat dan cairan Koloid HES.

Pada trauma kepala, pemberian cairan intravena harus diberikan sesuai kebutuhan untuk resusitasi dan mempertahankan normovolemia. Keadaan hipovolemia pada pasien sangat berbahaya. Namun, pemberian cairan berlebihan juga tidak dianjurkan (American College of Surgeons, 2008). Sesuai pada penelitian ini telah diadministrasikan cairan intravena seuai kebutuhan resusitasi, dimana terjadi kesesuaian antara jumlah pemberian cairan intravena yang diberikan dan klasifikasi perkiraan kehilangan cairan dan darah.


(45)

5. 2. 1. 3 Analisis Distribusi Jumlah Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Bulan Oktober 2014

Pada penelitian ini terdapat 43 orang yang mengalami kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas, tetapi dari 43 orang tersebut, hanya 9 orang yang dilakukan tindakan resusitasi cairan. Hal ini sesuai dengan NICE Guideline (2013), dimana pada awal kedatangan dilakukan pengukuran terhadap pasien, apakah pasien tersebut membutuhkan tindakan resusitasi cairan, pemberian cairan pemeliharaan, atau hanya dilakukan observasi. Hal tersebut sudah sangat jelas bahwa tidak semua pasien yang mengalami trauma membutuhkan resusitasi cairan (Alam dan Rhee, 2007).

Jadi, total pemberian cairan intravena yang digunakan untuk tindakan resusitasi cairan pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas pada bulan Oktober 2014 adalah 22 fls (11. 000 cc) Kristaloid dan 2 fls (1.000 cc) Koloid.


(46)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Cairan Intravena yang digunakan untuk tindakan resusitasi cairan adalah Ringer laktat untuk jenis Kristaloid dan Hydroxyethyl Starch (HES) untuk jenis Koloid.

2. Pada tindakan resusitasi cairan perlu dilakukan evaluasi terhadap resusitasi tersebut dan menilai perfusi organ, antara lain : tekanan darah, tekanan nadi, dan denyut nadi kembali normal, perbaikan tekanan vena sentral, dan sirkulasi kulit serta produksi urin yang normal.

3. Tanda perbaikan perfusi organ lebih penting daripada rencana jumlah cairan yang akan diberikan sebagai keberhasilan suatu resusitasi cairan 4. Jumlah cairan intravena yang digunakan untuk tindakan resusitasi cairan

pada kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas pada bulan Oktober 2014 adalah 24 fls, 22 fls (11.000 cc) diantaranya Ringer Laktat dan 2 fls (1.000 cc) HES.

6. 2 Saran

1. Pengambilan data sebaiknya diperpanjang, mengingat hanya sedikit kelas perdarahan II, III, dan IV yang didapat sehingga penggambaran pemberian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan semakin baik.

2. Pengambilan data sebaiknya dilakukan pada waktu yang tidak bersamaan dengan adanya proses kuliah sehingga rentang waktu observasi pasien jadi lebih panjang.

3. Sehubungan dengan masih tingginya kejadian kecelakaan lalu lintas, maka sebaiknya dilakukan tindakan – tindakaan untuk peningkatan keselamatan dan keamanan dalam berlalu lintas.

4. Pengambilan data sebaiknya lebih diutamakan pada pasien tanpa trauma pada kepala dikarenakan terdapat perbedaan dalam melakukan penanganan pada pasien tersebut.

5. Untuk lebih menggambarkan tindakan resusitasi cairan, sebaiknya sampel penelitian melibatkan seluruh pasien yang mengalami trauma, baik trauma akibat kecelakaan lalu lintas, trauma akibat benda tajam ataupun trauma akibat benda tumpul.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, H.B., and Rhee, P. 2007. New Developments in Fluid Resuscitation. Surgical Clinics of North America 87: 55-72. Available from:

2014].

Badan Intelejen Negara. 2013. Kecelakaan Lalu Lintas Menjadi Pembunuh Terbesar Ketiga. Available from: 2014].

Boldt, Joachim. 2004. Fluid Choice for Resuscitation of the Trauma Patient: A Review of the Physiological, Pharmacological, and Clinical Evidence. Can J Anesth 51(5): 500-513. Available from:

Bougle et al. 2013. Resuscitative Strategies in Traumatic Hemorrhagic Shock. Annals of Intensive Care 3(1): 1-9. Available from:

2014].

Committee on Trauma, American College of Surgeons. 2008. Advanced Trauma Life Support Program for Doctors. Eighth Edition. Chicago: American College of Surgeons. Terjemahan Komisi Trauma IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia).

Crosby, E. 2009. Current Issues in Fluid Resuscitation Following Trauma, University of Ottawa.

Available from: http://www.anesthesia.org/winterlude/guideline/ [Accesed 21 April 2014].

Dewangga, A., and Budipramana, V.S. 2011. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat untuk Resusitasi Terbatas (Permissive Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat yang Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah Paling Minimal. Journal of Emergency 1(1): 31-37. Available from:

Dutton, R.P. 2006. Fluid Management for Trauma; Where Are We now?. Oxford Journals 6(4): 144-147. Available from:

Ganong, W.F. 2005. Review of Medical Physiology. 22th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. Terjemahan Bram U. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC, 658-667.


(48)

Guyton, C.A. and Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th Edition.Singapore: Elsevier Pte Ltd. Terjemahan Irawati, Dian Ramadhani, Fara Indriyani, et al. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, 307-323.

Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok

Hipovolemik: Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas 2(3): 178-182. Available from:

Kartikawati, D. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Empat, 65-67.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi. 2013. Media Release KNKT Akhir Tahun 2013. Available from:

April 2014].

Mangku, G., and Senapathy, T.G.A. 2009. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reaminasi. Jakarta: Indeks, 272-286.

Moya, M.A. 2013. Shock and Fluid Resuscitation. The Merk Manual

Professional Edition. Available from: 15 November 2014].

National Institute for Health and Care Excellence. 2013. Intravenous Fluid Therapy in Adults in Hospital. Available from:

http:// 2014].

Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia. 2010. Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. PP IDSAI, 108-142. Porth, C.M. 2006. Essentials of Pathophysiology: Consepts of Altered Health States. 2nd Edition. Lippincott Williams &Wilkins, 84-119.

Price, S.A. and Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. 6/E. Elsevier Science. Terjemahan Bram U. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. E/6. Jakarta: EGC, 308-327.

Rab, Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Alumni, 1242-1270.


(49)

Sherwood, L. 2007. Human Physiology: From Cells To Systems. 6th Edition. Singapore: Cengange Learning Asia Pte Ltd. Terjemahan Bram U. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC, 604-639. Tommasino, C. 2002. Fluids and The Neurosurgical Patient. Anesthesiology Clinics of North America 20: 329-346. Available from:

2014].

Yuan, Q. and Wade, C.E. 1992. Traumatic Brain Injury Attenuates The Effectiveness of Lactated Ringer’s Solution Resuscitation of Hemorrhagic Shock in Rats. Letterman Army Institute of Research 174. Available from: Ward, Jeremy, Robert Clarke, and Roger Linden. 2009. At A Glance Fisiologi. Jakarta: Erlangga Medical Series, 14-15.

WHO. 2013. Road Traffic Injuries. Available from:

2014].


(50)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Tisya Septi Aryani

Tempat / Tanggal Lahir : Batusangkar / 26 September 1993

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pembangunan USU Gang Kehakiman Riwayat Pendidikan :

1. TK Aisyiyah Batusangkar (1997-1999)

2. SD N 11 Kampung Baru, Batusangkar Sumatera Barat (1999-2005) 3. SMP N 1 Batusangkar, Sumatera Barat (2005-2008)

4. SMA N 1 Batusangkar Sumatera Barat (2008-2011) Riwayat Organisasi :

1. Anggota Departemen Kewirausahaan PEMA FK USU Periode 2011/2012 2. Sekretaris Departemen Kewirausahaan PEMA FK USU Periode

2012/2013

3. Anggota Pengembangan Anggota IMIB USU Periode 2012/2013 4. Anggota Divisi Dana dan Usaha PHBI FK USU Periode 2012/2013 5. Wakil Sekretaris Jendral PEMA FK USU Periode 2014


(51)

LAMPIRAN 2

Alur Penelitian

populasi

Kriteria Kriteria

Sampel

Jenis cairan intravena yang

Penentuan kelas

Perhitungan jumlah cairan yang dibutuhkan berdasarkan kelas perdarahan

Jumlah pemakaian cairan intravena untuk tindakan resusitasi cairan per bulannya


(52)

LAMPIRAN 3

LEMBAR OBSERVASI

Identitas pasien

Nama : Masuk :

RM : Diagnosa :

TB : BB :

Penilaian

Tekanan darah Denyut nadi Tekanan nadi Frekuensi

pernafasa n

Kesadaran (GCS)


(53)

Perdarahan (ml) Kehilangan

darah (%) Jenis cairan Volume (ml) Keterangan

Lain

Resusitasi Tercapai : ... jam...menit Total Cairan Intravena : ... ml

Total Darah : ... ml... Jenis Darah.... Total Urin Output : ... ml/...jam


(54)

LAMPIRAN 4

DATA INDUK

Nama No

R M

BB Diagnosa EBL PUKUL TD DN TN FP JC Jumlah

GARAPIN SIAHAA N

338235 55 Laserated Wound Supraor bital

4 % 14:15 150/90 90 Kuat 20 Kristaloid 1 14:45 150/90 92 Kuat 20

SOLIDE SIMBOL ON

620058 60 Head Injury GCS 15

3% 19:31 130/80 70 Kuat 22 Kristaloid 1 20:00 110/70 88 Kuat 24

NURAINI LUBIS

620063 50 Laserated Wound

4% 20:56 130/80 78 Kuat 22 Kristaloid 1 20:30 120/80 90 Kuat 20

HALIMAH BORU GINTIN G

621137 60 Head Injury GCS 7

18% 13:20 100/60 105 Lemah 38 Kristaloid 4 0:10 170/100 102 Lemah 32

BRAND NAPITU PULU

622253 55 Open fx Left Tibia Immine

3% 18:45 120/80 90 Kuat 20 Kristaloid 1 19:15 120/80 70 Kuat 20


(55)

m HERMAN

PURBA

613570 60 Multiple Laserat ed Wound

3% 21:15 110/80 80 Kuat 20 Kristaloid 1 21:45 120/80 92 Kuat 20

ZUHERIAH NASUTI ON

622924 65 Open fx Right Tibia Fibula Sub-Arachn oid Hemmo rage

33% 9:25 82/40 155 Lemah 47 Kristaloid+Koloid 8

17:00 0 0 Tidak

a d a 0 DANIEL K SINURA YA

622999 50 FX Right Humeru s

21% 13:52 80/60 100 Lemah 20 Kristaloid 4 18:30 110/60 85 Kuat 19

BAHORI DALIMU NTHE

622976 65 FX Right Humeru s,GCS 15

22% 1:10 150/90 70 Kuat 18 Kristaloid 3 9:40 130/80 88 Kuat 20


(56)

Keterangan:

No RM : Nomor Rekam Medis TD : Tekanan Nadi FP : Frekuensi Pernafasan

BB : Berat Badan DN : Denyut Nadi JC : Jenis Cairan


(57)

LAMPIRAN 5

OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN Frekuensi Data Penelitian

Estimasi Kehilangan Darah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18% 1 11,1 11,1 11,1

21% 1 11,1 11,1 22,2

22% 1 11,1 11,1 33,3

3% 3 33,3 33,3 66,7

33% 1 11,1 11,1 77,8

4% 2 22,2 22,2 100,0

Total 9 100,0 100,0

Jenis Cairan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kristaloid 8 88,9 88,9 88,9

Kristaloid+Koloid 1 11,1 11,1 100,0


(58)

(59)

(60)

(1)

m HERMAN

PURBA

613570 60 Multiple Laserat ed Wound

3% 21:15 110/80 80 Kuat 20 Kristaloid 1

21:45

120/80 92 Kuat 20

ZUHERIAH NASUTI ON

622924 65 Open fx Right Tibia Fibula Sub-Arachn oid Hemmo rage

33% 9:25 82/40 155 Lemah 47 Kristaloid+Koloid 8

17:00 0

0

Tidak

a

d

a

0

DANIEL K SINURA YA

622999 50 FX Right

Humeru s

21% 13:52 80/60 100 Lemah 20 Kristaloid 4

18:30 110/60 85 Kuat 19 BAHORI

DALIMU NTHE

622976 65 FX Right

Humeru s,GCS 15

22% 1:10 150/90 70 Kuat 18 Kristaloid 3


(2)

Keterangan:

No RM

: Nomor Rekam Medis

TD

: Tekanan Nadi

FP

: Frekuensi Pernafasan

BB

: Berat Badan

DN

: Denyut Nadi

JC

: Jenis Cairan

EBL

: Estimated Blood Loss

TN

: Tekanan Nadi


(3)

LAMPIRAN 5

OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN

Frekuensi Data Penelitian

Estimasi Kehilangan Darah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18% 1 11,1 11,1 11,1

21% 1 11,1 11,1 22,2

22% 1 11,1 11,1 33,3

3% 3 33,3 33,3 66,7

33% 1 11,1 11,1 77,8

4% 2 22,2 22,2 100,0

Total 9 100,0 100,0

Jenis Cairan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kristaloid 8 88,9 88,9 88,9

Kristaloid+Koloid 1 11,1 11,1 100,0


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Insidensi Fraktur Maksilofasial Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor Di RSUP H. Adam Malik Medan

5 71 79

Desain Marka Kerucut Lalu Lintas Jalan Dengan Dasar Karet Dan Penyelidikan Prilaku Mekanik Akibat Beban Impak

1 22 141

KAJIAN PUSTAKA KAJIAN TENTANG TRAUMA KAPITIS SEBAGAI AKIBAT DARI KECELAKAAN LALU LINTAS (KLL)

0 32 25

Gambaran Pengetahuan Dokter Muda tentang Transportasi Pasien Kecelakaan Lalu Lintas di RSUP H. Adam Malik Medan

4 29 106

Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RSUP H.Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

0 0 10

Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RSUP H.Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

0 0 2

Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RSUP H.Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

0 0 3

Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RSUP H.Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

0 0 16

Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RSUP H.Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

0 0 3

Gambaran Pemberian Cairan Intravena untuk Tindakan Resusitasi Cairan pada Kasus Trauma Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RSUP H.Adam Malik pada Bulan Oktober 2014

0 0 11