2.2.4 Pengaruh Stres Oksidatif terhadap Intake Sukrosa
Ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh akan menimbulkan respon fisiologis. Pada keadaan ini disekresikan beberapa hormon
dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Epinefrin merupakan hormon yang disekresikan karena respon stres terhadap peningkatan tonus saraf simpatis
Sherwood, 2014. Selain itu, epinefrin juga akan memobilisisasi simpanan energi lemak dan karbohidrat untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak darah
sebagai respon dalam mempertahankan kondisi tubuh Guyton Hall, 2007.
Selain epinefrin, sejumlah hormon lain berperan dalam respon stres secara keseluruhan Respon hormon utama adalah pengaktifan sistem corticotropin
releasing hormone CRH – adrenocorticotropin hormone ACTH – kortisol. Peran kortisol dalam membantu tubuh menghadapi stres diperkirakan berkaitan
dengan efek metaboliknya. Kortisol menguraikan simpanan lemak dan protein sembari memperbanyak simpanan karbohidrat dan meningkatkan ketersediaan
glukosa darah Sherwood, 2014.
Peningkatan glukosa dan asam lemak darah juga terjadi karena penurunan hormon insulin dan peningkatan hormon glukagon. Baik sistem saraf simpatis maupun
epinefrin yang disekresikan keduanya menghambat insulin dan merangsang glukagon Sherwood, 2014. Perubahan hormon ini bekerja sama untuk
meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinefrin dan glukagon mendorong glikogenolisis hati. Hormon-hormon ini juga bersama kortisol
mendorong glukoneogenesis hati. Namun, insulin yang sekresinya tertekan selama stres, melawan penguraian simpanan glikogen hati. Semua efek ini membantu
meningkatkan konsentrasi glukosa darah Guyton Hall, 2007.
Peningkatan glukosa darah tersebut akan didistribusikan ke jaringan yang lebih aktif saat terjadinya stres, seperti otak dan otot skelet. Aktivitas yang tidak
diperlukan seperti pencernaan, produksi hormone pertumbuhan dan gonad akan dikurangi. Sehingga pada saat terjadi stres hal seperti aktivitas makan,
pertumbuhan dan aktivitas seksual akan mengalami penurunan Schneiderman et al., 2005. Pada penelitian Pothion et al., 2004 dan Murray et al., 2013
menunjukan penurunan aktivitas makan pada tikus yang diinduksi oleh stres melalui penurunan intake sukrosa per oral.
2.3 Morris Water Maze
Morris water maze merupakan suatu uji yang menantang bagi tikus karena memerlukan berbagai proses pemikiran yang rumit. Proses ini meliputi lokalisasi
spasial berdasarkan petunjuk visual yang secara berurutan melibatkan peristiwa pemrosesan, konsolidasi, retensi, dan retrieval untuk bisa mencapai pada platform
yang tersembunyi di water maze. Proses umum pada tikus yang menggunakan navigasi visuospasial ini juga dianggap mempunyai kontribusi yang sama pada
manusia untuk penggunaan proses kognitif sehari-hari. Oleh karena itu, model uji menggunakan Morris water maze ini dianggap relevan dengan studi pada penyakit
neurodegeneratif atau neuropsikiatri di mana terdapat gangguan fungsi memori Alvin Terry, 2009.
Morris water maze secara umum menggunakan kolam air berbentuk bulat berdiameter 120-180 cm dan kedalaman 60cm dengan air yang dijaga suhunya
sesuai suhu ruang serta memiliki platform yang tersembunyi di bawah permukaan air. Platform ini disembunyikan dengan cara : menambahkan bahan tertentu susu
atau zat pewarna yang tidak berbahaya agar air terlihat opaque, atau platform diberi cat yang sama dengan dasar dan dinding kolam. Beberapa objek gambar
dengan bentuk geometri yang berbeda-beda lingkaran, segitiga, persegi, dll. ditempelkan pada dinding kolam untuk menandai kuadran kolam dan dapat
digunakan tikus sebagai alat bantu navigasi dalam kolam. Tikus secara individu dimasukkan ke dalam kolam untuk kemudian dicatat waktu dan jarak tempuh
yang dibutuhkan untuk mencapai platform Alvin Terry, 2009; Watermaze, 2013.
Gambar 3. Ilustrasi Morris Water Maze Test Sumber : Alvin Terry, 2009
2.4 Kerangka Teori
Plumbum merupakan logam berat yang bersifat toksis bagi tubuh dan dapat masuk kedalam tubuh melalui sistem pernapasan maupun pencernaan. Plumbum
yang masuk dapat menyebabkan stres oksidatif dengan meningkatkan radikal bebas dan menekan sistem antioksidan Ercal et al., 2001. Stres oksidatif ini
dapat menyebabkan kerusakan pada sel neuron hippocampus yang pada akhirnya sel tersebut mengalami kematian Shafiq-ur-rehman, 1984. Kematian sel-sel
neuron hippocampus ini akan menurunkan memori spasial. Ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh akan menimbulkan respon
fisiologis yaitu dengan perubahan hormonal, seperti peningkatan hormon epinefrin, glukagon dan kortisol Sherwood, 2014. Hormon-hormon tersebut
akan meningkatkan glukosa darah yang akan didistribusikan ke jaringan yang lebih aktif saat stres seperti otak. Sehingga pada saat stres aktivitas seperti makan
akan menurun Schneiderman et al., 2005.