Green Water dan Blue Water

tangkapanan air. Green water secara teoritis adalah air yang diperlukan oleh tanaman FAO, 1997. Faramarzi et al. 2009 telah menggunakan model SWAT untuk meng- hitung semua komponen neraca air yang terdiri atas blue water flow water yield and deep aquifer recharge, green water flow evapotranspirasi potensial dan aktual dan green water storage adalah kadar air tanah di setiap DAS dalam periode bulanan. Sumber : Arnorld et al. 2005 Gambar 2. Siklus hidrologi dalam suatu DAS berbasis green water dan blue water Menurut Falkenmark dan Rockstro 2006, perbedaan antara komponen green water dan blue water adalah kadar air tanah dan jumlah dari aktual evaporasi non produktif dan aktual transpirasi produktif, sehingga transpirasi merupakan komponen green water. Mengingat hubungan yang erat antara tanah dan tamanan maka total aktual evapotranspirasi merupakan sisi produktif maka dikategorikan sebagai green water. Karena green water berasal dari hasil infiltrasi maka green water merupakan water yield yang memungkinkan untuk dikelola.

2.2. Hutan dan Hasil Air

Permintaan sumberdaya air terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk serta adanya degradasi lahan dan polusi lingkungan. Mengetahui secara pasti keberadaan sumberdaya air dalam suatu DAS sangat penting sekali untuk memperkirakan nilai keamanan pangan, keamanan energi dan perencanaan jangka panjang sumberdaya air dalam suatu DAS. Pemetaan berdasarkan ruang dan waktu serta skenario perubahan penggunaan penutupan lahan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak saat ini. Kelangkaan air yang terjadi akan mengancam tingkat keamanan pangan, kesehatan dan kelangsungan industri. Kelangkaan air akan semakin meningkat dengan adanya perubahan iklim dan kerusakan DAS Rosegrant, 2002. FAO dan CIFOR 2005 telah mengeluarkan publikasi yang menghubungkan antara hutan dan banjir yang seolah-olah bertentangan dengan kearifan lokal. Masih banyak permasalahan dalam hidrologi hutan terutama di tropika yang masih belum dapat diterangkan sepenuhnya oleh ilmu pengetahuan sehingga diperlukan kajian dan penelitian yang mendalam tentang hubungan antara luas hutan dan hasil air dalam suatu DAS di wilayah Tropika. Hubungan antara hutan dan hasil air belum sepenuhnya jelas karena masih ada dua kubu yang saling berbeda pendapat, kubu pertama menyatakan luasan hutan berkorelasi positif terhadap jumlah air dan kubu kedua berpendapat sebaliknya. Fakta di daerah Sub Tropik menunjukkan bahwa hutan mereduksi debit maksimum, akan tetapi tidak meningkatkan water yield tahunan. Hubungan antara hutan dan banjir serta pengaturan air dengan adanya hutan perlu kajian yang lebih mendalam terutama di daerah Tropika karena masih sedikitnya publikasi tentang penelitian ini. Fenomena banjir saat ini lebih banyak berhubungan dengan iklim dan geologi. Secara keseluruhan riset tentang hidrologi hutan selalu mengatakan bahwa semakin banyak hutan semakin banyak air, hal ini didasarkan pada pemahaman dan pengertian yang salah tentang siklus hidrologi di dalam tegakan hutan. Tajuk hutan akan mengurangi air tanah dan aliran batang dan menguapkannya air dari permukaan daun Hamilton, 1982. Adanya kabut di atas permukaan daun menyebabkan terjadinya tambahan jumlah air dalam suatu DAS sehingga jumlah kabut yang tertangkap menambah jumlah persediaan air Bruinjnzeel, 2004. Hubungan antara hutan dan air berdasarkan penelitian di Eropa telah membuktikan bahwa dengan adanya hutan debit air akan meningkat Molchanov, 1966. Di lain pihak, beberapa hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Bosh dan Hewlett 1982 dalam Fauzi 1987 memperlihatkan hasil yang sebaliknya. Gilmour et al. 1982, berdasarkan hasil penelitian di Queens land di bagian utara Australia, menyatakan bahwa penebangan hutan mengakibatkan kenaikan aliran permukaan sebesar 10 atau 297 mmtahun . Hubungan antara vegetasi hutan dan hasil air menurut Buytaert et al. 2007, akibat penanaman hutan Pinus patula di Sub DAS Paute di Paramos Equador Selatan menyebabkan berkurangnya water yield 50 atau setara dengan 242 mmtahun. Hasil penelitian akibat penebangan hutan terhadap perilaku air di daerah Tropis khususnya di Asia Tenggara pernah dilakukan oleh Nik 1988 di Semenajung Malaysia. Penelitian yang dilakukan di tanah ultisol, dengan tekstur tanah bervariasi antara lempung berpasir sampai liat berpasir, dengan curah hujan 2.125 mmtahun menunjukkan bahwa konsumsi air oleh vegetasi di tempat- tempat terbuka akibat aktivitas pembalakan masih tetap lebih kecil daripada konsumsi air oleh vegetasi di hutan yang tidak ditebang serta daerah yang ditebang menunjukkan adanya kenaikan aliran lambat pada musim kering. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di daerah Sub Tropik dan daerah dengan kondisi 4 musim seperti yang dilakukan dengan penanaman menggunakan jenis Pinus radiata di Glendu, New Zeland menurut Rowe 2003 dengan total curah hujan 1.340 mmtahun, total perubahan 75 tanaman rumput menjadi hutan P. radiata telah mengakibatkan berkurangnya hasil air pada tahun 1991 sebesar 235 mmtahun. Sementara di daerah Purukohukohu hasil air yang hilang mencapai 230 mmtahun. Penelitian Arief et al. 1991 di daerah Cikeruh, Sumedang –Jawa Barat menunjukkan bahwa Sub DAS yang ditanami P. merkusii mempunyai water yield 312 mm, sedangkan pada DAS pertanian pada kondisi geologi dan topografi yang sama mempunyai water yield 37 mm, sedangkan pada DAS dengan penutupan lahan campuran water yield 242 mm, dan pada daerah Cigulung-Maribaya pada kondisi penutupan lahan campuran water yield 254 mm, sehingga dengan demikian DAS berhutan lebih banyak menyimpan air tanah. Hasil penelitian Pudjiharta 1986 di daerah Cipandarum 1.750 m dpl di RPH Cipatuha, Ciwidey, Bandung menunjukkan bahwa tegakan P. merkusii air yang hilang ke udara sebesar 1.666 mmtahun atau setara dengan 52,49 dari total curah hujan, sebagian lagi diresapkan ke dalam tanah dan akhirnya menjadi debit sebesar 1.505 mm atau setara dengan 47,51 . Pada kondisi tanah dan