Hutan dan Hasil Air

tanah bervariasi antara lempung berpasir sampai liat berpasir, dengan curah hujan 2.125 mmtahun menunjukkan bahwa konsumsi air oleh vegetasi di tempat- tempat terbuka akibat aktivitas pembalakan masih tetap lebih kecil daripada konsumsi air oleh vegetasi di hutan yang tidak ditebang serta daerah yang ditebang menunjukkan adanya kenaikan aliran lambat pada musim kering. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di daerah Sub Tropik dan daerah dengan kondisi 4 musim seperti yang dilakukan dengan penanaman menggunakan jenis Pinus radiata di Glendu, New Zeland menurut Rowe 2003 dengan total curah hujan 1.340 mmtahun, total perubahan 75 tanaman rumput menjadi hutan P. radiata telah mengakibatkan berkurangnya hasil air pada tahun 1991 sebesar 235 mmtahun. Sementara di daerah Purukohukohu hasil air yang hilang mencapai 230 mmtahun. Penelitian Arief et al. 1991 di daerah Cikeruh, Sumedang –Jawa Barat menunjukkan bahwa Sub DAS yang ditanami P. merkusii mempunyai water yield 312 mm, sedangkan pada DAS pertanian pada kondisi geologi dan topografi yang sama mempunyai water yield 37 mm, sedangkan pada DAS dengan penutupan lahan campuran water yield 242 mm, dan pada daerah Cigulung-Maribaya pada kondisi penutupan lahan campuran water yield 254 mm, sehingga dengan demikian DAS berhutan lebih banyak menyimpan air tanah. Hasil penelitian Pudjiharta 1986 di daerah Cipandarum 1.750 m dpl di RPH Cipatuha, Ciwidey, Bandung menunjukkan bahwa tegakan P. merkusii air yang hilang ke udara sebesar 1.666 mmtahun atau setara dengan 52,49 dari total curah hujan, sebagian lagi diresapkan ke dalam tanah dan akhirnya menjadi debit sebesar 1.505 mm atau setara dengan 47,51 . Pada kondisi tanah dan iklim yang sama tegakan E. urophylla menghasilkan air 64,07 atau setera 2.034 mm dan kehilangan air ke udara hanya 1.041 mmtahun, dan pada tegakan S. wallichii mampu mengeluarkan air 74,6 atau 2.368.3 mmtahun dan kehilangan air ke udara di bawah tegakan tersebut sebesar 25,4 atau setara dengan 806,6 mmtahun.

2.3. Model SWAT Soil Water Assessment Tools

Pemodelan SWAT dikembangkan oleh United State Departemen of Agricultural-Agricultural Research Services USDA-ARS yang menggabungkan antara model Chemicals Run off and Erosion from Agricultural Management Systems CREAMS yang dikembangkan oleh Knisel 1980 dan model Groundwater Loading Effects on Agricultural Management System GLEAMS yang dikembangkan oleh Leonard et al. 1987 dan gabungan model Environmental Impact Policy Climate EPIC oleh Izaurralde et al. 2006 dan model Simulation for Water Resouces in Rural Basins SWRB yang dikembangkan oleh Arnold dan Wiliams 1987. Model SWAT terus berkembang dan menggabungkan model kinematik untuk distribusai aliran dan kualitas air dengan model QUAL2K. Model SWAT melakukan pemodelan pada berbagai tipe penutupan lahan, tanah, topografi dan bentuk DAS. Pada studi DAS umumnya akan dilakukan klasifikasi berdasarkan tipe penutupan lahan dominan dan jenis tanah dominan. Perhitungan limpasan menggunakan dengan metode Soil Conservation Cervices SCS dan modifikasi nilai curve number CN yang telah berhasil digunakan pada berbagai tipe group hidrologi Gassman et al., 2007. Pemodelan SWAT digunakan interface dengan AVSWAT2000 Luzio et al., 2001. Model SWAT berbasis DAS, kontinyu dengan step waktu harian, yang didesain untuk mengatur sumberdaya air, sedimen, dan limbah kimiawi dari pertanian dalam suatu DAS. Pemodelan SWAT dapat mensimulasikan dalam jangka waktu lama, efisien, dengan komponen model yang terdiri dari parameter cuaca, hidrologi, tanah, nutrient, pestisida, bakteri patogen dan sistem pengolahan tanah Gassman, 2007. Simulasi hidrologi dalam suatu DAS hanya dapat diterima apabila telah dilakukan validasi dan kalibrasi secara statistik. Data debit umumnya digunakan untuk melakukan kalibrasi model. Untuk melakukan validasi dan kalibrasi umumnya digunakan regresi dan nilai determinasi R 2 dan Nash-Sutcliffe model Efficiency NSE coefisien Nash dan Sutcliffe, 1970. Nilai R 2 menggambarkan hubungan seberapa jauh antara hasil simulasi dan hasil pengamatan yang nilainya antara 0-1. Nilai NSE berkisar antara - ∞ sampai 1 dan hubungan seberapa jauh hasil pengamatan dan keluaran model dapat diterima apabila mendekati 1. Kalibrasi dapat dilakukan baik secara otomatis maupun manual. Salah satu cara kalibrasi yang otomatis adalah dengan menggunakan teknik kalibrasi dan analisis ketidakpastian model simulasi menggunakan algoritma optimasi Sequential Uncertainty Fitting Ver.2 SUFI2 yang sudah tercangkup dalam SWAT-CUP Abbaspour et al., 2008 Menurut Schuol et al. 2008, aplikasi model SWAT dan prosedur kalibrasi SUFI2 telah berhasil menghitung ketersediaan air di daratan Afrika. Pemodelan dengan SWAT dalam dekade terakhir telah diterima dan lebih banyak keahlian yang terlibat. Model SWAT telah diadopsi dan merupakan bagian dari US Protection Environmenatl Agency US-EPA dan telah menjadi paket untuk mengintegrasikan point dan non point sources. Pengembangan model SWAT sangat terkait dengan sistem pengembangan SIG, perubahan iklim dan hidrologi, polutan, teknik-teknik kalibrasi dan analisis sensitivitas Gassman et al., 2007.