Pengaruh dekolonisasi dan bipolaritas sejarah politik luar negeri indonesia

2.2 Pengaruh dekolonisasi dan bipolaritas sejarah politik luar negeri indonesia

Perang Dunia II tidak saja menciptakan bipolaritas dalam hubungan internasional, tetapi juga membawa perubahan mendasar dalam proses dekolonisasi. Bipolaritas adalah suatu sistem perimbangan kekuatan yang menempatkan negara-negara ke dalam dua kutub kekuatan yang saling bersaingan dipimpin oleh satu kekuatan penentu. Dekolonisasi adalah penghapusan daerah jajahan. Akibatnya, semangat kebangsaan secara merata meluap-luap dan meledak dalam bentuk perjuangan kemerdekaan terhadap penjajahan. Wilayah jajahan Belanda, Hindia Timur, juga diduduki Jepang selama Perang Pasifik. Dua hari setelah Jepang menyerah, pada tanggal 17 Agustus 1945 kemudian bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dengan proklamasi tersebut, muncullah Indonesia sebagai negara merdeka di peta dunia. Sesuai dengan tujuan Pembukaan UUD 1945 yang disahkan sehari kemudian, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, yang dalam Pembukaan disebutkan bahwa Indonesia berkewajiban ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, lahir pulalah politik luar negeri pemerintahan Republik Indonesia yang dikenal dengan sebutan politik bebas aktif. Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pada waktu itu memimpin kabinet presidensil dalam memberikan keterangan di depan badan pekerja KNIP, pada tanggal 2 September 1948, mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik bebas aktif. Dalam keterangan tersebut, Bung Hatta bertanya, ”Mestikah kita bangsa Indonesia kemerdekaan bangsa dan negara kita harus memilih antara pro-Rusia atau pro-Amerika? Apakah kita ada pendirian lain yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita? ”Bung Hatta menjawab sendiri pertanyaannya dengan menggaris-bawahi, ”Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita 6 jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita tetap subjek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seutuhnya.” Dalam keterangan tersebut, Bung Hatta tidak sekalipun menyebut politik bebas aktif, tetapi hal itu tidak perlu diragukan karena dalam keterangan lain beliau telah berulang kali menyebut istilah politik bebas aktif jika menyebut politik luar negeri Republik Indonesia. Lagi pula, keterangannya pada tanggal 2 September 1948 yang diberi judul ”Mendayung antara Dua Karang” mengandung arti politik bebas aktif. Mendayung berarti upaya aktif dan antara dua karang berarti tidak terikat oleh dua kekuatan adikuasa yang ada pada saat itu, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet yang kini telah runtuh.

2.3 Konsep Dasar Politik Luar Negeri