sejarah perumusan politik luar negeri in

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu.

Dalam arti luas Politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”. Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor-faktor eksternal.

Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial . Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945.


(2)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perumusan politik luar negeri Indonesia? 2. Apa saja konsep dari politik luar negeri?

3. Apa saja tujuan dari politik luar negeri?

4. Apa saja sumber-sumber dari politik luar negeri? 1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui proses tercetusnya rumusan politik luar negeri Indonesia, serta mengetahui apa saja konsep dari politik luar negeri dan juga mengetahui tujuan politik luar negeri beserta sumber-sumbernya.

BAB II PEMBAHASAN


(3)

Politik luar negeri bebas-aktif tercatat pertama kali dicetuskan oleh Sutan Sjahrir di New Delhi pada tahun 1947, pada saat Inter Asia Relations Conference. Pada waktu itu Sjahrir mengatakan (Deplu, 1996: 388):

“Dunia tampaknya memaksa kita untuk membuat pilihan antara kekuatan yang saling bermusuhan sekarang: antara blok Anglo-Saxon dan Soviet Rusia. Tetapi kita secara benar menolak untuk dipaksa. Kita mencari wujud internasional, yang sesuai dengan kehidupan interen kita dan kita tidak ingin terperangkap dalam sistem-sistem yang tidak cocok dengan kita dan tentu saja tidak ke dalam sistem-sistem yang bermusuhan dengan tujuan kita.” (Deplu,1996: 388)

Pernyataan Sjahrir di atas dengan jelas mengisyaratkan kebebasan sikap untuk lepas dari “perangkap” dan sistem yang tidak cocok” atau “sistem-sistem yang bermusuhan” dengan dasar konstitusi. Pernyataan tersebut sekaligus menemukan konteksnya di masa itu, dimana dua kekuatan besar dunia bersaing memperebutkan pengaruh, yaitu Blok Soviet dan Blok Sekutu.

Negara yang baru merdeka seperti Indonesia pun sebenarnya tidak lepas dari godaan berat untuk memihak salah satu blok. Sebagai Negara baru yang masih perlu membangun kualitas masyarakat dan pembangunan, negara-negara besar merupakan tempat yang paling cocok untuk mendapatkan modal-modal pembangunan. Oleh karena itu, konsepsi peran Indonesia dalam sistem internasional mendapatkan ujian berupa tekanan system internasional untuk bergabung salah satu blok. Konsepsi peran sebagai negara yang “bebas” pun mengalami pertentangan dalam negeri. Misalnya pada saat Muso kembali dari Uni Soviet, Muso memperkuat pihak oposisi di parlemen yang dipimpin kubu Amir Syarifuddin. Pada waktu itu Mohammad Hatta memegang posisi perdana menteri dalam sistem parlementer. Muso berusaha mempengaruhi Hatta agar Indonesia memihak pada Uni Soviet dalam situasi Perang Dingin. Hatta pun kemudian menegaskan kembali sikap Indonesia yang tertuang dalam pidatonya di Sidang Badan pekerja KNIP di Yogyakarta tanggal 2 September 1948:


(4)

“Apakah bangsa Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaannya, tidak mempunyai jalan lain daripada memilih antara Rusia atau pro-Amerika? Pemerintah Indonesia berpendapat,bahwa kedudukan Indonesia dalam politik internasional bukan tempat yang pasif. Politik Republik Indonesia harus ditentukan sesuai dengan kepentingan sendiri dan fakta-fakta yang dihadapi. Garis politik Indonesia tidak dapat digantungkan kepada politik negara lain, yang mengejar kepentingan sendiri.” (Deplu,1998:468)

Dengan begitu, tidak ada kata lain, Indonesia tetap tidak memihak baik blok Soviet maupun Sekutu. Pidato itu sendiri kemudian dikenal dengan “Mendayung Di Antara Dua Karang”, dan merupakan tonggak penting deklarasi Indonesia atas politik bebas-aktif. Pidato Hatta tersebut sekaligus menegaskan apa yang diucapkan Sutan Sjahrir saat menghadiri Inter Asia Relations Conference di India. Meskipun begitu, menurut Herberth Feith (1962) pada kenyataannya baru pada masa Kabinet Ali Sastroamdjojo tahun 1953 politik luar negeri bebas aktif dilaksanakan dengan tepat oleh Indonesia.

Menurut Feith, pada masa-masa sebelum itu, Indonesia disibukkan dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mencari pengakuan kedaulatan. Politik dalam negeri mendapatkan porsi yang mendekati total dibandingkan dengan politik luar negeri. Dengan kata lain, Indonesia masih sibuk dalam menata urusan-urusan domestik. Sikap internasional yang ditunjukkan kabinet- kabinet pada masa sebelum Kabinet Ali terletak pada bagaimana menggunakan tekanan internasional demi kepentingan-kepentingan domestik, seperti dalam perundingan-perundingan dengan Belanda. Itu pun masih terbatas, yaitu menggunakan bantuan Inggris dan Amerika Serikat sebagai sebuah negara penengah, bukan sebagai perwakilan dari suatu organisasi multilateral yang berpengaruh. Oleh karena itu, Herbert Feith menyebut Indonesia masih memberlakukan politik bebas-pasif (Feith, 1962: 384-385).


(5)

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki rumusan yang jelas mengenai bentuk politik luar negerinya. Akan tetapi pada masa tersebut politik luar negeri Indonesia sudah memiliki landasan operasional yang jelas, yaitu hanya mengonsentrasikan diri pada tiga sasaran utama yaitu;

1. Memperoleh pengakuan internasional terhadap kemerdekaan RI,

2. Mempertahankan kemerdekaan RI dari segala usaha Belanda untuk kembali bercokol di Indonesia,

3. Mengusahakan serangkaian diplomasi untuk penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda melalui negosiasi dan akomodasi kepentingan, dengan menggunakan bantuan negara ketiga dalam bentuk good offices ataupun mediasi dan juga menggunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sesuai dengan sasaran utama kebijakan politik luar negeri sebagaimana disebut di atas, maka Indonesia harus berusaha memperkuat kekuatan diplomasinya dengan menarik simpati negara-negara lain.

Dalam perang dingin yang sedang berkecamuk antara Blok Amerika (Barat) dengan Blok Uni Soviet (Timur) pada masa awal berdirinya negara Indonesia, Indonesia memilih sikap tidak memihak kepada salah satu blok yang ada. Hal ini untuk pertama kali diuraikan Syahrir, yang pada waktu itu menjabat sebagai Perdana Menteri di dalam pidatonya pada Inter Asian Relations Conference di New Delhi pada tanggal 23 Maret–2 April 1947. Dalam pidatonya tersebut, Syahrir mengajak bangsa-bangsa Asia untuk bersatu atas dasar kepentingan bersama demi tercapainya perdamaian dunia, yang hanya bisa dicapai dengan cara hidup berdampingan secara damai antar bangsa serta menguatkan ikatan antara bangsa ataupun ras yang ada di dunia. Dengan demikian di dalam perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang memecah belah persatuan, sikap tidak memihak adalah sikap yang paling tepat untuk menciptakan perdamaian dunia atau paling tidak meredakan perang dingin tersebut.


(6)

2.2 Pengaruh dekolonisasi dan bipolaritas sejarah politik luar negeri indonesia

Perang Dunia II tidak saja menciptakan bipolaritas dalam hubungan internasional, tetapi juga membawa perubahan mendasar dalam proses dekolonisasi. Bipolaritas adalah suatu sistem perimbangan kekuatan yang menempatkan negara-negara ke dalam dua kutub kekuatan yang saling bersaingan dipimpin oleh satu kekuatan penentu.

Dekolonisasi adalah penghapusan daerah jajahan. Akibatnya, semangat kebangsaan secara merata meluap-luap dan meledak dalam bentuk perjuangan kemerdekaan terhadap penjajahan. Wilayah jajahan Belanda, Hindia Timur, juga diduduki Jepang selama Perang Pasifik. Dua hari setelah Jepang menyerah, pada tanggal 17 Agustus 1945 kemudian bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Dengan proklamasi tersebut, muncullah Indonesia sebagai negara merdeka di peta dunia. Sesuai dengan tujuan Pembukaan UUD 1945 yang disahkan sehari kemudian, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, yang dalam Pembukaan disebutkan bahwa Indonesia berkewajiban ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, lahir pulalah politik luar negeri pemerintahan Republik Indonesia yang dikenal dengan sebutan politik bebas aktif.

Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pada waktu itu memimpin kabinet presidensil dalam memberikan keterangan di depan badan pekerja KNIP, pada tanggal 2 September 1948, mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik bebas aktif. Dalam keterangan tersebut, Bung Hatta bertanya, ”Mestikah kita bangsa Indonesia kemerdekaan bangsa dan negara kita harus memilih antara pro-Rusia atau pro-Amerika? Apakah kita ada pendirian lain yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?

”Bung Hatta menjawab sendiri pertanyaannya dengan menggaris-bawahi, ”Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita


(7)

jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita tetap subjek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seutuhnya.”

Dalam keterangan tersebut, Bung Hatta tidak sekalipun menyebut politik bebas aktif, tetapi hal itu tidak perlu diragukan karena dalam keterangan lain beliau telah berulang kali menyebut istilah politik bebas aktif jika menyebut politik luar negeri Republik Indonesia. Lagi pula, keterangannya pada tanggal 2 September 1948 yang diberi judul ”Mendayung antara Dua Karang” mengandung arti politik bebas aktif. Mendayung berarti upaya (aktif) dan antara dua karang berarti tidak terikat oleh dua kekuatan adikuasa yang ada pada saat itu, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet (yang kini telah runtuh).

2.3 Konsep Dasar Politik Luar Negeri

Dalam mempelajari politik luar negeri, penegertian dasar yang harus kita ketahui yaitu politik luar negeri itu pada dasarnya merupakan “action theory”, atau kebijakasanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara pengertian umum, politik luar negeri (foreign policy) merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional. Suatu komitmen yang pada dasarnya merupakan strategi dasar untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks dalam negeri dan luar negeri serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu internasional atau lingkungan sekitarnya.

Salah satu cara untuk memahami konsep politik luar negeri adalah dengan jalan memisahkannya ke dalam dua komponen: politik dan luar negeri. Politik (policy) adalah seperangkat keputusan yang menjadi pedoman untuk bertindak, atau seperangkat aksi yang bertujuan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Policy itu sendiri berakar pada konsep “pilihan (choices)”: memilih tindakan atau membuat keputusan-keputusan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan gagasanmengenai kedaulatan dan konsep “wilayah” akan


(8)

membantu upaya memahami konsepluar negeri (foreign). Kedaulatan berarti kontrol atas wilayah (dalam) yang dimiliki oleh suatu negara. Jadi, politik luar negeri (foreign policy) berarti seperangkat pedomanuntuk memilih tindakan yang ditujukan ke luar wilayah suatu negara.

Pemahaman konsep ini diperlukan agar kita dapat membedakan antara politik luar negeri dan politik domestik (dalam negeri). Namun, tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya pembuatan politik luar negeri selalu terkait dengan konsekwensi- konsekwensi yang ada di dalan negeri. Meminjam istilah dari Henry Kissinger, seorang akademisi sekaligus praktisi politik luar negeri Amerika Serikat, menyatakan bahwa “foreign policy begins when domestic policy ends”. Dengan kata lain studi politik luarnegeri berada pada intersection antara aspek dalam negeri suatu negara (domestik) dan aspek internasional (eksternal) dari kehidupan suatu negara. Karena itu studi politik luar negeri tidak dapat menisbikan struktur dan proses baik dari sistem internasional (lingkungan eksternal) maupun dari sistem politik domestik. Dari pernyataan di atas sulit bagi kita untuk memisahkan antara politik luar negeri dengan politik dalam negeri. Pemisahan ini hanya dimungkinkan untuk keperluan analisis atau penelitian dalam

Hubungan Internasional.

Kemudian, adapun yang dimaksud dengan bebas dan aktif dalam politik luar negeri Indonesia menurut beberapa ahli yakni :

1. A.W Wijaya merumuskan:

Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.


(9)

2. Mochtar Kusumaatmajamerumuskan bebas aktif sebagai berikut :

Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .

3. B.A Urbani menguraikan sebagai berikut :

Bebas, perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”.

2.4 Tujuan Politik Luar Negeri

Tujuan politik luar negeri dapat dikatakan sebagai citra mengenai keadaan dan kondisi di masa depan suatu negara dimana pemerintah melalui para perumus kebaijaksanaan nasional mampu meluaskan pengaruhnya kepada negara-negara lain dengan mengubah atau mempertahankan tindakan negara lain. Ditinjau dari sifatnya, tujuasn politik luar negeri dapat bersifat konkret dan abstrak. Sedangkan dilihat dari segi waktunya, tujuan politik luar negeri dapat bertahan lama dalam suatu periode waktu tertentu dan dapat pula bersifat sementara, berubah sesuai dengan kondisi waktu tertentu.

K.J. Holsti memberikan tiga kriteria untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan politik luar negeri suatu negara, yaitu:

 Nilai (values) yang menjadi tujuan dari para pembuat keputusan.

 Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.


(10)

Dengan kata lain ada tujuan jangka pendek (short-term), jangka menengah (middle- term),dan jangka panjang (long-term).

 Tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain.

Konsep lain yang melekat pada tujuan politik luar negeri adalah kepentingan nasional (national interersts) yang didefinisikan sebagai konsep abstrak yang meliputi berbagai kategori/ keinginan dari suatu negara yang berdaulat. Kepentingan nasional terbagai ke dalam beberapa jenis :

Core/basic/vital interests; kepentingan yang sangat tinggi nilainya sehingga suatu negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. Melindungi daerah-daerah wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai hidup yang dianut suatu Negara merupakan beberapa contoh dari core/basic/ vital interersts ini.

Secondary interests, meliputi segala macam keinginan yang hendak dicapai masing-masing negara, namun mereka tidak bersedia berperang dimana masih terdapat kemungjkinan lain untuk mencapainya melalui jalan perundingan misalnya.

2.5 Sumber-sumber Politik Luar Negeri

Keputusan dan tindakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal baik darilingkungan eksternal (external environment) maupun lingkungan internal (internal environment). Faktor-faktor yang mendasari dan menentukan rencana-rencana dan pilihan-pilihan yang dibuat oleh para pembaut keputusan sangatlah banyak untuk disebutkan. Karena itu, perlu adanya suatu pengelompokkan faktor-faktor tersebut.

Howard Lentner mengklasifikasikannya ke dalam dua elompok , yaitu determinan luar negeri dan determinan domestik. Determinan luar negeri mengacu pada keadaan sistem internasional dan situasi pada suatu waktu tertentu. Sistem internasional didefinisikan sebagai pola internaski diantara negara-negara yang terbentuk/dibentuk oleh struktur interaksi diantara pelaku-pelaku yang palking kuat (most powerful actors). Sistem internasional setelah periode Perang Dunia II


(11)

yang dikenal sebagai bipolaritas (dua kutub) adalah contoh dari sistem internasional yang pernash berlaku dalam politik global. Sedangkan konsep situasi diartikan sebagai pola-pola interaksi yang tidak tercakup/ mencakup keseluruhan sistem internasional. Sebagai contoh pola hubungan dianatara negara-negara di Asia Tenggara yang terlibat dalam ASEAN akan dibahas sebagai suatu situasi. Dengan demikian, situasi sebagai suatu alat analisis (analyticaltool) dapat memberikan alat untuk menentukan lingkungan eksternal yang relevan bagai para pembuat keputusan (decision-makers). Selain itu, konsep ini juga berfungsi sebagai alat untuk menghubungkan dua unit analisis yang lainnya yaitu negara dan system internasional.

Penggunaaan kedua konsep di atas (sistem internasional dan sistuasi) dimaksudkan sebagau upaya teoritis untuk menyederhanakan lingkungan internasional (eksternal) yang demikian kompleks ke dalam model-model deskripsi yang sistematis dan utuh. Manfaat penggambaran kondisi lingkungan eksternal ini, yaitu dapat memebrikan setting (latar belakang) munculnya peristiwa-peristiwa dalam politik luar negeri, serta dapat membantu peneliti memunculkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung (constraining and facilitating factors) dalam interaksi antar negara.

Determinan domestik menunjuk pada keadaaan di dalam negeri yang terbagi ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu untuk berubah, yaitu:

 Highly stable determinants; terdiri atas luas geografi, lokasi, bentuk daratan, iklim, populasi, serta sumber daya alam.

 Moderately stable determinants; terdiri atas budaya politik, gaya politik, kepemimpinan politik, dan proses politik.

 Unstable determinants; yaitu sikap dan persepsi jangka panjang serta faktor-faktor ketidaksengajaan.

Sedangkan James N. Rosenau mengkategorikan faktor-faktor/sumber sumber politik luar negeri melalui dua kontinum, yakni dengan cara menempatkan sumber sumber itu pada kontinua waktu (time continum) dan kontinua agregasi sistematik (Systemicagregation continum). Kontinum waktu meliputi sumber-sumber yang


(12)

cenderung bersifat mantap dan berlaku terus menerus dan tetap (sources that tend to change slowly) dan sumber-sumber yang dapat dipengaruhi oleh fluktuasi jarak pendek (short- term fluctuations), dan sumber-sumber yang dapat berubah (sources that tend to undergo rapid change).

Sumber-sumber utama yang menjadi input dalam perumusan kebijakan luar negeri, yaitu: Sumber sistemik (systemis sources), merupakan sumber yang berasal dari lingkungan eksternal suatu negara. Sumber ini menjelaskan struktur hubungan di anatara negara-negara besar, pola-pola aliansi yang terbentuk diantara negara-negara dan faktor situasional eksternal yang dapat berupa isu area atau krisis. Yang dimaksaud dengan struktur hubungan antara negara besar adalah jumlah negara besar yang ikut andil dalam struktur hubungan internasional danm bagaimana pembagian kapabilitas di antara mereka. Sementara faktor situasional eksternal merupakan stimulan tiba-tiba yang berasal dari situasi internasional terakhir.

Sumber masyarakat (societal sources), merupakan sumber yang berasal dari lingkungan internal. Sumber ini mencakup faktor kebudayaan dan sejarah, pembangunan ekonomi, struktur sosial dan perubahan opini publik. Kebudayaan dan sejarah mencakup nilai, norma, tradisi, dan pengalaman masa lalu yang mendasari hubungan antara anggota masyarakat. Pembnagunan ekonomi mencakup kemampuan suatu negara untuk mencapai kesejahteraan sendiri. Hal ini dapat mendasari kepentingan negara tersebut untuk berhubungan dengan negara lain. Struktur sosial mencakup sumberdaya manusia yang dimiliki suatu negara atau seberapa besar konflik dan harmoni internal dalam masyarakat. Opini puiblik juga dapat menjadi faktor dimana penstudi dapat melihat perubahan sentimen masyarakat terhadap dunia luar.

Sumber pemerintahan (governmental sources), merupakan sumber internal yang menjelaskan tentang pertanggungjawaban politik dan struktur dalam pemerintahan. Pertanggungjawaban polituk seperti pemilu, kompetisi partai dan tingkat kemampuan dimana pembuat keputusan dapat secara fleksibel merespon situasi eksternal. Sementara dari struktur kepemimpinan dari berbagai kelompok dan individu yang terdapat dalam pemerintahan.


(13)

Sumber idiosinkratik (idiosyncratic sources), merupakan sumber internal yang mekihat nilai-nilai pengalaman, bakat serta kepribadian elit politik yang mempengaruhi persepsi, kalkulasi, dan perilaku mereka terhadap kebijakan luar negeri. Disini tercakup juga persepsi seorang elit politik tentang keadaan alamiah dari arena internasional dan tujuan nasional yang hendak dicapai.

Selain keempat sumber kebijakan luar negeri di atas, terdapat pula hirauan akan faktor ukuran wilayah negara dan ukuran jumlah penduduk, lokasi geografi, serta teknologi yang dapat terletak pada sumber sistemik atau masyarakat. Dengan banyaknya faktor yang beraneka ragam, Rosenau menyarankan untuk melakukan cluster of input, dimana penstudi kebijakan luar negeri dapat memeilih dan

menggabungkan faktor mana yang paling penting dan patut diberi perhatian dalam menjelaskan politik luar negeri suatu negara yang diteliti.

2.6 Faktor Eksternal Politik Luar Negeri

Factor eksternal adalah pengaruh-pengaruh dari luar yang kemudian memaksa atau memicu sebuah negera mengambil kebijakan luar negeri;

a. Power Structur. Stuktur kekuatan antar negera akan memberikan gambaran pada hubungan antar negera kedepannya.

b. International Organization. Sebuah kebijakan luar negeri harus memperhatikan hukum, traktat dan kotrak internasional. Struktur organisasi regional maupun global juga merupakan faktor pembangun dalam kebijakan luar negeri.

c. Reaction of Other State. Tidak ada negera yang bisa berusaha untuk menjalankan kepentingan fudamentalnya dengan melawan kepentingan Negara lain. Reaksi yang keras dari Negara lain akan menimbulkan akibat besar bagi kebijakan luar negeri.

d. Alliance. Pada masa perang dingin aliasi sangat berperan dalam menentukan arah kebijakan luar negeri sebuah Negara.


(14)

e. World Public Opinion. Opini masyarakt dunia memungkinkan sebuah Negara meneruskan atau membatalkan kebijakan politik luar negerinya.

2.7 Faktor Internal Politik luar negeri

Faktor internal merupakan factor yang berasal dari negera itu sendiri yang mempengaruhi politik luar negerinya yaitu sebagai berikut :

a. Size. Luas wilayah territorial Negara yang diikuti dengan populasi yang besar sangat berpengaruh pada kebijakan luar negerinya.

b. Geography. Geografi sebuah Negara termasuk kesuburan, iklim, lokasi hubungan wilayah antar masyarakat, jalur air dan sebagainya. Hal ini merupakan factor utama yang mempengaruhi suplay dalam negeri sendiri.

c. Culture and History. Umumnya masyarakat memiliki sebuah pengalaman budaya dan sejarah bersama yang bisa mengefektifkan kebijakan luar negeri karena dukungan dari semua elemen social yang membagi rata nilai dan kenangan.

d. Economic Development. Mata pencaharian, industri yang berbeda dari masing-masing Negara menimbulkan hubungan yang dekat antar Negara tersebut, persaingan dibidang teknologi industry, ilmu pengetahuan akan menunjukkan Negara mana yang bisa berjaya disektor ekonomi.

e. Technology. Kemajuan dibidang ekonomi berefek pada militer dan kemampuan ekonomi Negara sehingga stabilitas keamanan dan ekonomi dalam negeri semakan handal dan kuat.

f. National Capacity. Capasitas nasional Negara bergantung pada kondisi militer, kemajuan teknologi dan pengembangan ekonominya.


(15)

g. Social structur. Kondisi sosial yang memisahkan secara tajam antara kekayaan, ketidakseimbangan regional dan sebagainya tidak bisa memicu politik luar negeri secara efektif dan menghambat kemajuan suatu negera.

h. Public mood. Keadaan public selalu mengkuti proses pembuatan kebijakan luar negeri. Hal ini bisa memberi evaluasi pada penting pada perumusan kembali kebijakan luar negeri.

i. Political organization. Organisasi sosial merupakan pengaruh yang sangat besar dalam menetapkan kebijakan luar negeri. Sebab para pembuat keputusan biasanya mempunyai atau bernaung dalam organisasi-organisasi politik sebagai lembaga mereka.

j. Role of Press. kontrol pres juga merupakan formula vita bagi politik luar negeri sebab pers memberikan kontribusi berupa suplay informasi yang sesuai dengan fakta dan terbaru.

k. Political Accountability. Politik yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga warganegara akan mendukung setiap kebijakan politik yang diambil oleh pemerintahan.

l. Leadership. Kepemimpinan seorang pemimpin merupakan penentu dari kebijakan-kebijakan luar negerinya.


(16)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Menyerahnya Jepang kepada Sekutu, mengakibatkan terjadinya kekosongan kekuasaan di Indonesia. Kesempatan ini digunakan oleh para pemimpin bangsa Indonesia untuk mempersiapkan lebih matang kemerdekaannya. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka. Sejak saat itu muncullah dua kekuatan raksasa dunia, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Di antara kedua kekuatan raksasa tersebut, sering terjadi perselisihan pendapat. Perselisihan tersebut mencapai puncaknya setelah berakhirnya Perang Dunia II. Perkembangan hubungan kedua negara raksasa yang mewakili kedua blok yang ada dalam masa pasca perang dikenal dengan nama Perang Dingin.

Perkembangan selanjutnya, Pemerintah Republik Indonesia menghadapi berbagai kesulitan. Perundingan dengan Pemerintah Belanda yang dihadiri oleh Komisi Tiga Negara (KTN) dari PBB terputus, karena Belanda menolak usul Critchly-Dubois; sementara oposisi dari Front Demokrasi Rakyat (FDR)-PKI yang dipimpin oleh Muso semakin menghebat. FDR-PKI mengusulkan, agar dalam menyikapi pertentangan antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet tersebut pihak Pemerintah RI memihak kepada Uni Soviet. Untuk menanggapi sikap FDR-PKI tersebut, maka Wakil Presiden Mohammad Hatta yang waktu itu memimpin Kabinet Presidensil dalam memberikan keterangannya di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tanggal 2 September 1948 mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik luar negeri Republik Indonesia, yaitu "Politik Bebas Aktif". Makna bebas aktif dapat disimak dari judul keterangannya “Mendayung diantara 2 karang yang artinya politik bebas aktif, Mendayung=upaya(aktif), Diantara 2 karang= tidak terikat oleh 2 kekuatan Adikuasa yang ada (bebas)”.


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume IV No.II/ Desember 2014 Agus Haryanto. Melaui http://jipsi.fisip.unikom.ac.id/jurnal/prinsip-bebas-aktif-dalam.36/prinsip-bebas-aktif-dalam-kebijakan-luar-negeri-indonesia.pdf.

http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_0605878_chapter1.pdf http://www.klikpengertian.com/2016/04/sejarah-lahirnya-politik-luar-negeri-bebas-aktif.html

http://pendidikanzone.blogspot.co.id/2015/11/jelaskan-proses-lahirnya-politik-luar-negeri-bebas-aktif-indonesia.html

http://kemek-kemek.blogspot.co.id/2010/08/politik-luar-negeri-dalam-hubungan.html


(1)

cenderung bersifat mantap dan berlaku terus menerus dan tetap (sources that tend to change slowly) dan sumber-sumber yang dapat dipengaruhi oleh fluktuasi jarak pendek (short- term fluctuations), dan sumber-sumber yang dapat berubah (sources that tend to undergo rapid change).

Sumber-sumber utama yang menjadi input dalam perumusan kebijakan luar negeri, yaitu: Sumber sistemik (systemis sources), merupakan sumber yang berasal dari lingkungan eksternal suatu negara. Sumber ini menjelaskan struktur hubungan di anatara negara-negara besar, pola-pola aliansi yang terbentuk diantara negara-negara dan faktor situasional eksternal yang dapat berupa isu area atau krisis. Yang dimaksaud dengan struktur hubungan antara negara besar adalah jumlah negara besar yang ikut andil dalam struktur hubungan internasional danm bagaimana pembagian kapabilitas di antara mereka. Sementara faktor situasional eksternal merupakan stimulan tiba-tiba yang berasal dari situasi internasional terakhir.

Sumber masyarakat (societal sources), merupakan sumber yang berasal dari lingkungan internal. Sumber ini mencakup faktor kebudayaan dan sejarah, pembangunan ekonomi, struktur sosial dan perubahan opini publik. Kebudayaan dan sejarah mencakup nilai, norma, tradisi, dan pengalaman masa lalu yang mendasari hubungan antara anggota masyarakat. Pembnagunan ekonomi mencakup kemampuan suatu negara untuk mencapai kesejahteraan sendiri. Hal ini dapat mendasari kepentingan negara tersebut untuk berhubungan dengan negara lain. Struktur sosial mencakup sumberdaya manusia yang dimiliki suatu negara atau seberapa besar konflik dan harmoni internal dalam masyarakat. Opini puiblik juga dapat menjadi faktor dimana penstudi dapat melihat perubahan sentimen masyarakat terhadap dunia luar.

Sumber pemerintahan (governmental sources), merupakan sumber internal yang menjelaskan tentang pertanggungjawaban politik dan struktur dalam pemerintahan. Pertanggungjawaban polituk seperti pemilu, kompetisi partai dan tingkat kemampuan dimana pembuat keputusan dapat secara fleksibel merespon situasi eksternal. Sementara dari struktur kepemimpinan dari berbagai kelompok dan individu yang terdapat dalam pemerintahan.


(2)

Sumber idiosinkratik (idiosyncratic sources), merupakan sumber internal yang mekihat nilai-nilai pengalaman, bakat serta kepribadian elit politik yang mempengaruhi persepsi, kalkulasi, dan perilaku mereka terhadap kebijakan luar negeri. Disini tercakup juga persepsi seorang elit politik tentang keadaan alamiah dari arena internasional dan tujuan nasional yang hendak dicapai.

Selain keempat sumber kebijakan luar negeri di atas, terdapat pula hirauan akan faktor ukuran wilayah negara dan ukuran jumlah penduduk, lokasi geografi, serta teknologi yang dapat terletak pada sumber sistemik atau masyarakat. Dengan banyaknya faktor yang beraneka ragam, Rosenau menyarankan untuk melakukan cluster of input, dimana penstudi kebijakan luar negeri dapat memeilih dan

menggabungkan faktor mana yang paling penting dan patut diberi perhatian dalam menjelaskan politik luar negeri suatu negara yang diteliti.

2.6 Faktor Eksternal Politik Luar Negeri

Factor eksternal adalah pengaruh-pengaruh dari luar yang kemudian memaksa atau memicu sebuah negera mengambil kebijakan luar negeri;

a. Power Structur. Stuktur kekuatan antar negera akan memberikan gambaran pada hubungan antar negera kedepannya.

b. International Organization. Sebuah kebijakan luar negeri harus memperhatikan hukum, traktat dan kotrak internasional. Struktur organisasi regional maupun global juga merupakan faktor pembangun dalam kebijakan luar negeri.

c. Reaction of Other State. Tidak ada negera yang bisa berusaha untuk menjalankan kepentingan fudamentalnya dengan melawan kepentingan Negara lain. Reaksi yang keras dari Negara lain akan menimbulkan akibat besar bagi kebijakan luar negeri.

d. Alliance. Pada masa perang dingin aliasi sangat berperan dalam menentukan arah kebijakan luar negeri sebuah Negara.


(3)

e. World Public Opinion. Opini masyarakt dunia memungkinkan sebuah Negara meneruskan atau membatalkan kebijakan politik luar negerinya.

2.7 Faktor Internal Politik luar negeri

Faktor internal merupakan factor yang berasal dari negera itu sendiri yang mempengaruhi politik luar negerinya yaitu sebagai berikut :

a. Size. Luas wilayah territorial Negara yang diikuti dengan populasi yang besar sangat berpengaruh pada kebijakan luar negerinya.

b. Geography. Geografi sebuah Negara termasuk kesuburan, iklim, lokasi hubungan wilayah antar masyarakat, jalur air dan sebagainya. Hal ini merupakan factor utama yang mempengaruhi suplay dalam negeri sendiri.

c. Culture and History. Umumnya masyarakat memiliki sebuah pengalaman budaya dan sejarah bersama yang bisa mengefektifkan kebijakan luar negeri karena dukungan dari semua elemen social yang membagi rata nilai dan kenangan.

d. Economic Development. Mata pencaharian, industri yang berbeda dari masing-masing Negara menimbulkan hubungan yang dekat antar Negara tersebut, persaingan dibidang teknologi industry, ilmu pengetahuan akan menunjukkan Negara mana yang bisa berjaya disektor ekonomi.

e. Technology. Kemajuan dibidang ekonomi berefek pada militer dan kemampuan ekonomi Negara sehingga stabilitas keamanan dan ekonomi dalam negeri semakan handal dan kuat.

f. National Capacity. Capasitas nasional Negara bergantung pada kondisi militer, kemajuan teknologi dan pengembangan ekonominya.


(4)

g. Social structur. Kondisi sosial yang memisahkan secara tajam antara kekayaan, ketidakseimbangan regional dan sebagainya tidak bisa memicu politik luar negeri secara efektif dan menghambat kemajuan suatu negera.

h. Public mood. Keadaan public selalu mengkuti proses pembuatan kebijakan luar negeri. Hal ini bisa memberi evaluasi pada penting pada perumusan kembali kebijakan luar negeri.

i. Political organization. Organisasi sosial merupakan pengaruh yang sangat besar dalam menetapkan kebijakan luar negeri. Sebab para pembuat keputusan biasanya mempunyai atau bernaung dalam organisasi-organisasi politik sebagai lembaga mereka.

j. Role of Press. kontrol pres juga merupakan formula vita bagi politik luar negeri sebab pers memberikan kontribusi berupa suplay informasi yang sesuai dengan fakta dan terbaru.

k. Political Accountability. Politik yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga warganegara akan mendukung setiap kebijakan politik yang diambil oleh pemerintahan.

l. Leadership. Kepemimpinan seorang pemimpin merupakan penentu dari kebijakan-kebijakan luar negerinya.


(5)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Menyerahnya Jepang kepada Sekutu, mengakibatkan terjadinya kekosongan kekuasaan di Indonesia. Kesempatan ini digunakan oleh para pemimpin bangsa Indonesia untuk mempersiapkan lebih matang kemerdekaannya. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka. Sejak saat itu muncullah dua kekuatan raksasa dunia, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Di antara kedua kekuatan raksasa tersebut, sering terjadi perselisihan pendapat. Perselisihan tersebut mencapai puncaknya setelah berakhirnya Perang Dunia II. Perkembangan hubungan kedua negara raksasa yang mewakili kedua blok yang ada dalam masa pasca perang dikenal dengan nama Perang Dingin.

Perkembangan selanjutnya, Pemerintah Republik Indonesia menghadapi berbagai kesulitan. Perundingan dengan Pemerintah Belanda yang dihadiri oleh Komisi Tiga Negara (KTN) dari PBB terputus, karena Belanda menolak usul Critchly-Dubois; sementara oposisi dari Front Demokrasi Rakyat (FDR)-PKI yang dipimpin oleh Muso semakin menghebat. FDR-PKI mengusulkan, agar dalam menyikapi pertentangan antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet tersebut pihak Pemerintah RI memihak kepada Uni Soviet. Untuk menanggapi sikap FDR-PKI tersebut, maka Wakil Presiden Mohammad Hatta yang waktu itu memimpin Kabinet Presidensil dalam memberikan keterangannya di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tanggal 2 September 1948 mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik luar negeri Republik Indonesia, yaitu "Politik Bebas Aktif". Makna bebas aktif dapat disimak dari judul keterangannya “Mendayung diantara 2 karang yang artinya politik bebas aktif, Mendayung=upaya(aktif), Diantara 2 karang= tidak terikat oleh 2 kekuatan Adikuasa yang ada (bebas)”.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume IV No.II/ Desember 2014 Agus Haryanto. Melaui http://jipsi.fisip.unikom.ac.id/jurnal/prinsip-bebas-aktif-dalam.36/prinsip-bebas-aktif-dalam-kebijakan-luar-negeri-indonesia.pdf.

http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_0605878_chapter1.pdf http://www.klikpengertian.com/2016/04/sejarah-lahirnya-politik-luar-negeri-bebas-aktif.html

http://pendidikanzone.blogspot.co.id/2015/11/jelaskan-proses-lahirnya-politik-luar-negeri-bebas-aktif-indonesia.html

http://kemek-kemek.blogspot.co.id/2010/08/politik-luar-negeri-dalam-hubungan.html