Elektroforesis Gel Agarosa Screening Enzim Endonuklease Restriksi Dari Bakteri Asal Indonesia

7. Elektroforesis Gel Agarosa

Rusli, 2006 Aktivitas pemotongan oleh enzim restriksi dihentikan dengan memindahkan campuran enzim restriksi-substrat-buffer ke dalam freezer. Hasil reaksi diuji dengan elektroforesis gel agarosa 1 atau 0.8. Sebanyak 0.25 g agarosa dicampur dengan 25 ml buffer TAE 1x untuk membuat gel kecil 1 atau 0.4 g agarosa dengan 40 ml buffer TAE 1x untuk membuat gel besar. Campuran agarosa dan buffer TAE dipanaskan hingga mendidih dan bening kemudian didinginkan sampai suhu 55-60 o C, kemudian dituang ke dalam cetakan yang telah diberi sisir. Setelah gel membeku, sisirnya diambil dan gel diletakkan dalam wadah elektroforesis. Wadah elektroforesis diisi dengan buffer TAE 1 x sampai gel berada +1 mm di bawah permukaan cairan buffer. Sampel yang akan dianalisis ditambah dengan 2 μl blue juice. Sebanyak 20 μl sampel dimasukkan ke dalam sumur gel. Untuk menentukan ukuran fragmen, sebanyak 3 μl marker DNA 1kb juga dimasukkan ke dalam salah satu sumur gel. Pelindung ditutup dan alat elektroforesis dijalankan pada tegangan 100 V selama 30 menit. Setelah proses elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan etidium bromida selama 15-20 menit untuk proses staining. Proses destaining dilakukan dengan cara merendam gel dalam akuades selama 10-15 menit. Pita-pita DNA yang terbentuk diamati dengan UV- transilluminator. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI ENZIM RESTRIKSI Ekstraksi enzim restriksi dari bakteri diawali dengan pemecahan membran sel lisis sel bakteri karena enzim restriksi merupakan enzim intraseluler. Enzim intraseluler merupakan enzim yang disintesis oleh sel dan disekresikan dalam sel sehingga dibutuhkan pemecahan membran sel untuk memperolehnya. Metode yang dapat digunakan untuk memecahkan membran sel bakteri cukup bervariasi. Menurut Suhartono 1989, pemecahan membran sel dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara kimia dan fisik. Pemecahan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menambahkan lisozim dan deterjen sodium lauril sulfat dan Triton X 100. Lisozim terutama ditambahkan jika bakteri tersebut merupakan bakteri Gram positif. Pemecahan secara fisik dapat dilakukan dengan metode sonikasi, French pressure, freeze thaw, hammer mill, kejutan osmotik, dan homogenasi. Penambahan senyawa tertentu seperti bubuk alumina, pasir, dan silika juga sering dilakukan untuk membantu pemecahan membran sel. Metode yang digunakan untuk isolasi enzim restriksi cukup bervariasi. Yun et al.1995 menggunakan bead beater untuk melisis sel Streptomyces violochromogenes D2-5 dan memperoleh enzim SviI. Lynn et al.1980 menggunakan French pressure untuk melisis sel Rhodopseudomonas sphaeroides . Sel yang diresuspensikan buffer dengan perbandingan 1:2 wv dihancurkan dengan menggunakan metode French pressure berkekuatan 20.000 lbin 2 . Lisis sel Anoxybacillus flavithermus dilakukan dengan menggunakan manik-manik gelas berdiameter 2 mm yang divorteks diskontinu Sharma et al., 2003. Degtyarev et al.2007 menggunakan sonikasi diskontinu untuk melisis sel Pseudomonas species SE-G49 yang menghasilkan enzim PsiI. Demikian juga dengan Welch dan Williams 1995 yang menggunakan sonikasi diskontinu untuk melisis sel Thermus sp. dan Thermus SM49 untuk memperoleh enzim Tsp4CI dan Tsp49I. Sonikasi kontinu dilakukan oleh Imber dan Bickle 1981 untuk melisis sel Bacillus globigii dan memperoleh enzim BglII. Metode pemecahan sel yang dilakukan dalam penelitian adalah metode sonikasi dengan menggunakan alat sonikator. Alat sonikator akan memberikan getaran vibrasi dengan amplitudo tertentu dan frekuensi tinggi sehingga timbul gesekan mekanis pada membran sel dan membran sel akan hancur Bollag dan Edelstein, 1991. Amplitudo yang digunakan adalah sebesar 15-16 μm. Gesekan mekanis akan menimbulkan energi mekanis berupa panas yang dapat merusak enzim restriksi sehingga suhu suspensi sel harus dipertahankan di bawah 10 o C selama sonikasi. Suhu dapat dipertahankan dengan merendam wadah yang berisi suspensi sel dalam es. Selain itu, kenaikan suhu dapat dicegah dengan melakukan sonikasi diskontinu, yaitu sonikasi yang diselingi istirahat selama dua menit diantara setiap ulangan sonikasi. Sonikasi yang berlebihan dapat menghasilkan debris sel yang sangat halus sehingga mempersulit pemisahan enzim dari debris dengan cara sentrifugasi. Berdasarkan penelitian Juliana 1996, Setiawan 1998, dan Rusli 2006, pengulangan sonikasi dilakukan sebanyak 4 kali untuk semua jenis bakteri kecuali Pseudomonas sp.. Pengulangan sonikasi dilakukan sebanyak 6 kali karena membran sel belum sepenuhnya terpecah pada ulangan sonikasi keempat Rusli, 2006. Hal tersebut dapat diamati dengan mengunakan mikroskop. Dengan demikian, tidak semua jenis bakteri membutuhkan ulangan sonikasi yang sama karena sifat morfologi bakteri yang berbeda, misalnya penghasil lendir atau kapsul. Bakteri tersebut mungkin akan membutuhkan pengulangan sonikasi yang lebih banyak untuk memastikan membran sel bakteri tersebut telah terpecah. Menurut Imber dan Bickle 1981, lisis sel Bacillus globigii dengan sonikasi membutuhkan waktu selama 5 menit untuk pelet sel sebanyak 250 gram, sedangkan pelet sel bakteri Thermus sp. hanya membutuhkan sonikasi diskontinu 3 x 30 detik Welch dan Williams, 1995. Waktu sonikasi yang digunakan untuk melisis sel Pseudomonas species SE-G49 adalah 7 x 45 detik Degtyarev et al, 2007 Perbandingan metode-metode yang digunakan untuk melisis sel bakteri dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi pada berbagai penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Metode lisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi Organisme penghasil Nama enzim Metode lisis sel Komposisi buffer sonikasi Pseudomonas species SE-G49 Degtyarev et al., 2007 Psi I Sonikasi diskontinu 7x, 45 detik 10 mM Tris-HCl 0.1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol 1 mM phenylmethylsulfonyl fluoride PMSF 0.01 Triton X-100 Bacillus globigii Imber dan Bickle, 1981 Bgl II Sonikasi kontinu 5 menit 20 mM Tris-HCl 0.1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 8.0 Anoxybacillus flavithermus Sharma et al., 2003 Bfl I Vorteks diskontinu dengan manik- manik gelas 5- 10x selama 1 menit 100 μgml lisozim 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 10 mM MgCl 2 5 mM β-merkaptoetanol 5 mM PMSF pH 8.0 Thermus sp. ; Thermus SM49 Welch dan Williams 1995; Ibid, 1996 Tsp 4CI Tsp 49I Sonikasi diskontinu 3 x 30 detik 20 mM Tris-HCl 0.1 mM EDTA 2 mM dithiothreitol pH 7.6 Streptomyces violochromogenes D2-5 Yun et al., 1995 Svi I Bead beater 10 mM Potassium fosfat 10 mM β-merkaptoetanol 5 gliserol pH 6.5 Rhodopseudomonas sphaeroides Lynn et al., 1980 Rsa I French pressure 20.000 lbin 2 10 mM Potassium fosfat 0.1 mM EDTA 10 mM β-merkaptoetanol 0.05 mM PMSF pH 7.4 Rhodobacter sphaeroides MW5 Juliana, 1996; Setiawan, 1998 Sonikasi diskontinu 4 x 30 detik 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 7.5 Isolat Xilanase negatif A Rusli, 2006 Sonikasi diskontinu 4 dan 6 x 30 detik 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 7.5 Penelitian ini Sonikasi diskontinu 4 dan 6 x 30 detik 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 7.5 Pemecahan membran sel setelah sonikasi menyebabkan komponen intraseluler sel tidak terlindungi lagi, seperti protein-protein intrasel yang mudah teroksidasi dan terdegradasi akibat aktivitas enzim protease ekstraseluler. Oksidasi juga dapat terjadi pada enzim, khususnya sisi aktif enzim. Gugus sulfidril yang terdapat pada residu sistein dapat teroksidasi dan membentuk ikatan disulfida dengan gugus sulfidril lain. Hal tersebut dapat menurunkan aktivitas enzim akibat kerusakan enzim. Proses oksidasi dapat terjadi karena adanya ion-ion logam atau ion divalen yang dapat mengaktifkan molekul oksigen dan membentuk kompleks dengan gugus sulfidril. Proses oksidasi tersebut dapat dicegah dengan penambahan antioksidan pada larutan resuspensi sel atau buffer sonikasi. Senyawa yang digunakan adalah β-merkaptoetanol yang merupakan senyawa tiol. β-merkaptoetanol merupakan senyawa pereduksi yang berfungsi melindungi gugus sulfidril enzim dari oksidasi dengan cara mereduksi ikatan disulfida. Dengan tereduksinya ikatan disulfida, sisi aktif enzim akan terlindungi dari reaksi oksidasi. Konsentrasi β-merkaptoetanol dalam buffer sonikasi adalah 7 mM. Menurut Rusli 2006, konsentrasi yang rendah akan mengakibatkan β- merkaptoetanol teroksidasi dalam waktu singkat sehingga tidak mampu memberikan perlindungan lebih lama. β-merkaptoetanol juga dapat berikatan dengan sisi aktif enzim sehingga mempercepat inaktivasi enzim yang diekstrak. Alberts et al. 1983 juga menyebutkan bahwa β-merkaptoetanol ditambahkan untuk merusak ikatan disulfida pada protein. Senyawa lain yang berfungsi sama dengan β-merkaptoetanol adalah dithiothreitol dan dithioeritritol. EDTA merupakan senyawa pengkelat yang dapat mengkelat ion-ion logam sehingga ion logam tidak membentuk kompleks dengan gugus sulfidril pada sisi aktif enzim. Pengkelatan ion logam oleh EDTA akan menghambat reaksi oksidasi gugus sulfidril pada sisi aktif enzim. Selain itu, EDTA juga dapat mengikat ion-ion divalen yang diperlukan untuk aktivitas enzim protease ekstraseluler sehingga mencegah degradasi proteolitik enzim restriksi oleh enzim protease tersebut. B. PEMISAHAN MATERI GENETIK BAKTERI Ekstrak enzim yang diperoleh setelah sonikasi dipisahkan dari debris sel dengan sentrifugasi. Debris sel akan mengendap karena memiliki berat molekul yang lebih besar daripada enzim restriksi sehingga ekstrak enzim akan berada pada bagian supernatan. Ekstrak enzim yang diperoleh merupakan ekstrak enzim kasar. Ekstrak enzim tersebut dapat langsung digunakan untuk uji aktivitas, namun masih terdapat partikel pengotor seperti materi genetik bakteri dan kontaminan nuklease spesifik lainnya. Enzim restriksi yang digunakan harus bebas dari DNA bakteri karena DNA bakteri dapat berikatan dengan enzim restriksi inhibitor enzim. Selain itu, DNA bakteri yang tidak dipisahkan akan muncul sebagai fragmen-fragmen dalam elektroforesis sehingga dapat menyebabkan kesalahan analisis hasil pemotongan enzim restriksi. Metode yang digunakan untuk memisahkan protein adalah metode pemisahan dua fase. Menurut Frank 1993, makromolekul seperti protein dan asam nukleat akan memisah berdasarkan struktur dan komposisi ionik dalam sistem fase. Sistem dua fase diperoleh dengan mencampurkan dua polimer dalam air. Polimer yang dipelajari dan banyak digunakan adalah PEG dengan dekstran atau PEG dengan garam seperti kalium fosfat Kula 1979 dan Albertsson 1986 di acu dalam Andrew dan Asenjo 1989. Penambahan polietilen glikol PEG akan menyebabkan terjadinya hidrasi molekul air sehingga protein akan bersatu membentuk endapan. Menurut Suwanto et al., 1993, keuntungan penggunaan PEG adalah tidak bersifat toksik, tidak mudah terbakar, dan memiliki efek protektif terhadap protein. Suhartono 1989 juga menyebutkan bahwa enzim-enzim stabil dalam fase PEG. Sistem dua fase yang terdiri atas dekstran dan PEG sering digunakan untuk pemisahan enzim, protein, dan antibiotik. Paquet et.al. 1993 menggunakan sistem ini untuk memisahkan antibiotik pristinamycins. Polimer lain yang sering digunakan dalam presipitasi asam nukleat adalah PEI polietilen imin. Menurut Imber dan Bickle 1981, PEI yang digunakan adalah PEI 10 dengan konsentrasi akhir pada supernatan sebesar 1 dan garam yang digunakan adalah NaCl dengan konsentrasi akhir 0.2 M. Chandrashekaran et al. 1999 menggunakan PEI dengan konsentrasi akhir 1 dan KCl 0.25 M untuk ekstraksi enzim KpnI. PEI juga digunakan untuk ekstraksi enzim AbeI oleh Vitkute et al. 1998. Konsentrasi akhir PEI adalah 0.2 dengan pH 7.5 dan garam KCl untuk presipitasi asam nukleat. Perbandingan metode yang digunakan untuk presipitasi asam nukleat dalam isolasi enzim restriksi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Metode ekstraksi enzim endonuklease restriksi Nama enzim Presipitasi asam nukleat Pemekatan enzim Purifikasi lanjut Bal I Gelinas et al., 1977 Streptomisin sulfat - 1. kromatografi DEAE- Selulosa 2. kromatografi kolom fosfoselulosa 2x 3. kromatografi kolom ω- aminoheptil sepharosa Bgl I Imber dan Bickle, 1981 PEI 1 + NaCl 0.2 M NH 4 2 SO 4 70 1. kromatografi kolom Heparin-Agarosa HA 2. kromatografi kolom DEAE-Sephacel Svi I Yun et al., 1995 Streptomisin sulfat NH 4 2 SO 4 45-80 1. kromatografi kolom fosfoselulosa P11 2. kromatografi kolom DEAE-Selulosa 3. kromatografi Sephachryl S-200 HR Abe I Vitkute et al., 1998 PEI 0.1 pH 7.5 + KCl 0.1 M NH 4 2 SO 4 35-50 1. kromatografi kolom DEAE-Selulosa 2. kromatografi kolom Heparin Agarosa HA- Sepharose Ekstrak enzim Rhodobacter sp .MW 5 Juliana, 1996 dekstran 7.1 dan PEG 6000 28.4 2x - - Ekstrak enzim Xilanase negatif A Rusli, 2006 dekstran 7.1 dan PEG 8000 28.4 2x - - Penelitian ini dekstran 7.1 dan PEG 6000 28.4 2x - - Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan protein dalam sistem dua fase adalah jenis polimer yang digunakan, berat molekul dan ukuran polimer, konsentrasi polimer, kekuatan ion, pH, dan kemurnian larutan protein. Pada umumnya, polimer dengan berat molekul lebih besar dan konsentrasi yang lebih rendah dibutuhkan untuk pembentukan sistem dua fase. Hal lain yang dapat dilakukan untuk optimasi pemisahan dengan sistem dua fase menggunakan PEG dan dekstran adalah menggunakan PEG dengan berat molekul lebih rendah, meningkatkan berat molekul dekstran, meningkatkan pH jika digunakan fosfat, dan meningkatkan konsentrasi fosfat Andrews dan Asenjo, 1989. Penelitian ini menggunakan sistem dua fase yang terdiri dari dekstran 7.1 dan PEG 6000 28.4 . Menurut Juliana 1996, komposisi tersebut telah memberikan hasil yang baik dalam presipitasi asam nukleat. Pengulangan ekstraksi dengan polimer konsentrat sebanyak 2 kali menghasilkan enzim restriksi dengan aktivitas pemotongan yang baik pada substrat DNA fage lambda. Ekstraksi sebanyak 1 kali menghasilkan enzim restriksi yang tidak dapat memotong DNA fage lambda. Hal tersebut diakibatkan enzim hasil ekstraksi masih mengandung senyawa pengotor seperti asam nukleat. Ekstraksi sebanyak 3 kali juga tidak menghasilkan enzim restriksi dengan aktivitas pemotongan yang baik karena enzim mungkin ikut mengendap bersama polimer konsentrat atau mengalami kerusakan akibat ekstraksi berlebihan. Chaplin 2004 mengemukakan bahwa sistem pemisahan berdasarkan fase sangat penting dalam aplikasi bioteknologi karena pemisahan protein dapat dilakukan secara cepat tanpa merusak struktur protein itu sendiri. Sistem ini juga telah berhasil memisahkan tipe yang berbeda dari membran dan organel sel dan purifikasi enzim. Sel, protein, dan material terdistribusi dalam dua fase berdasarkan koefisien partisinya P, yaitu : Dimana C t menunjukkan konsentrasi fase atas dan C b menunjukkan konsentrasi fase bawah. Hasil dan efisiensi pemisahan ditentukan oleh jumlah relatif material pada dua fase tersebut dan tergantung pada perbandingan volume antar fase. Nilai koefisien partisi lebih besar dari tiga dibutuhkan jika hasil yield diperoleh dari ekstraksi satu kali. Biasanya koefisien partisi untuk protein berkisar antara 0.01-100. Nilai koefisien partisi dalam sistem dua fase yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat 4. Dengan demikian, komposisi dekstran dan PEG 6000 tersebut cukup sesuai untuk pemisahan enzim dengan sistem dua fase. Johansson 1998 mengemukakan bahwa penambahan garam merupakan salah satu cara memberikan kekuatan ionik dalam sistem fase, yang dapat mencegah terjadinya ikatan antara enzim restriksi dengan DNA bakteri. Enzim dapat diekstraksi dari fase atas PEG jika dilakukan penambahan garam Chaplin, 2004. Garam yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaCl dengan konsentrasi akhir 75 mM. Menurut Juliana 1996, penambahan NaCl sebanyak 75 mM dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi telah memberikan hasil yang terbaik. Konsentrasi garam yang digunakan harus diperhatikan karena konsentrasi garam sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim restriksi. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan enzim tidak mampu mengikat dan memotong substrat DNA, sedangkan konsentrasi garam yang terlalu rendah dapat menurunkan aktivitas enzim restriksi. C. PENGUJIAN AKTIVITAS EKSTRAK ENZIM RESTRIKSI Pengujian aktivitas enzim dilakukan dengan mereaksikan ekstrak enzim restriksi yang diperoleh dengan substrat berupa plasmid dan DNA fage lambda dalam kondisi reaksi yang dioptimumkan dengan penambahan buffer reaksi. Penambahan garam dilakukan pada buffer reaksi untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi garam terhadap aktivitas enzim restriksi. Aktivitas restriksi akan ditunjukkan oleh terpotongnya DNA atau plasmid menjadi fragmen yang berukuran lebih kecil.

1. Plasmid sebagai Substrat