Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Tinjauan Pustaka

2 Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dalam perekonomian daerah ? 3 Bagaimana pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ? 4 Bagaimana pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, tujuan diadakannya penelitian dan penulisan skripsi ini adalah : 1 Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dalam perekonomian daerah. 2 Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian daerah. 3 Menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 4 Menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan berguna untuk : 1 Bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. 2 Memperkaya wawasan tentang kontribusi lintas sektor dan keterkaitannya dalam perekonomian serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 3 Bahan masukan dan informasi bagi mahasiswa untuk penelitian selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini lebih fokus dalam pencapaian tujuan, maka penelitian dibatasi pada hal-hal berikut : 1. Keterkaitan antar sektor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. 2. Keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keterkaitan langsung dan tidak langsung keterkaitan total. 3. Ruang lingkup penelitian mencakup 14 provinsi yang menjadi observasi dalam penelitian, yaitu : Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Maluku Utara, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Gorontalo dan DI Yogyakarta.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi merupakan teori jangka panjang Lipsey et al, 1997. Teori ini memusatkan perhatian pada efek investasi dalam meningkatkan pendapatan potensial dan mengabaikan fluktuasi jangka pendek dari pendapatan nasional aktual di sekitar pendapatan potensialnya Lipsey et al, 1997. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para ekonom menggunakan data produk domestik bruto PDB, yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian Mankiw, 2003. Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional Todaro dan Smith, 2004. Dengan adanya pemikiran ini, para ekonom dan politisi negara yang menganut berbagai sistem ekonomi yang berbeda, menomersatukan pertumbuhan ekonomi negaranya. Meskipun demikian, selama perkembangan ilmu pengetahuan ekonomi, para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini masih terus menyempurnakan makna, hakikat, dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan, kebahagiaan, rasa aman, dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas Arsyad dalam Kuncoro, 2004. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan pendapatan nasional Tambunan, 2003. PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai output dari semua sektor ekonomi atau lapangan usaha Tambunan, 2003. Lipsey et al 1997 menjelaskan bahwa dalam kurun waktu panjang, sebab utama peningkatan pendapatan nasional adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan penghasilan potensial akibat perubahan pada pasokan faktor tenaga kerja dan modal dan pada produktivitas faktor keluaran per unit masukan faktor. Oleh karena itu, menurut Lipsey et al 1997, pertumbuhan merupakan cara yang jauh lebih ampuh untuk meningkatkan standar hidup ketimbang peniadaan senjang resesi, pengangguran struktural, atau inefisiensi, karena pertumbuhan dapat berlangsung terus secara tidak terhingga. Menurut pandangan para ekonom klasik Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill, maupun ekonom neoklasik Robert Solow dan Trevor Swan, pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : 1 jumlah penduduk, 2 jumlah stok barang modal, 3 luas tanah dan kekayaan alam serta 4 tingkat teknologi yang digunakan Sukirno dalam Kuncoro, 2004. Teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh ekonom Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama Perroux dalam Kuncoro, 2004. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat kutub pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda Kuncoro, 2004. Sebagai salah satu ahli ekonomi dunia yang terkemuka, Kuznets dalam Todaro 1994 memberikan uraiannya mengenai konsep pertumbuhan ekonomi. Menurut Kuznets, kapasitas pertumbuhan dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi, penyesuaian-penyesuaian kelembagaan dan ideologi sebagaimana yang diminta oleh kondisi masyarakatnya. Definisi ini mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : 1 Adanya peningkatan terus menerus dalam keluaran atau produksi nasional, yang merupakan manifestasi pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai jenis barang yang dibutuhkan merupakan pertanda kematangan ekonomi ; 2 Kemajuan di bidang teknologi telah memberikan dasar atau prakondisi untuk berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, suatu kondisi yang penting tetapi tidak cukup hanya itu; 3 Penyesuaian-penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi harus diciptakan. Kuznets Todaro, 1994 juga mengemukakan bahwa ada dua variabel agregat ekonomi yaitu : 1. Tingkat pertumbuhan keluaran perkapita yang tinggi dan laju pertumbuhan penduduk, 2. Tingkat kenaikan yang tinggi pada total produktivitas tenaga kerja. Menurut Todaro 2004, faktor utama atau komponen pertumbuhan ekonomi setiap negara adalah : 1 Akumulasi modal yang meliputi semua investasi baru berupa tanah dan SDM. 2 Pertumbuhan penduduk. Faktor ini juga akan mengakibatkan pertumbuhan angkatan kerja meskipun dengan tenggang waktu, secara tradisional dianggap merupakan faktor positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. 3 Kemajuan di bidang teknologi, dapat disebut sebagai cara baru dan cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berproduksi, atau untuk menghasilkan suatu barang. Secara hipotesis dapat diduga adanya suatu korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi Tambunan, 2003. Menurut Weiss Tambunan, 2003, pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer, khususnya industri manufaktur dengan increasing return to scale yang dinamis sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Menurut perhitungan BPS, PDB Indonesia selama tahun 2003 meningkat sebesar 4,10 persen dibandingkan tahun 2002. Perekonomian Indonesia tahun 2003 yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.7867, 7 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 1993 sebesar Rp. 444,5 triliun. Angka pertumbuhan terus meningkat hingga tahun 2005 yaitu sebesar 5,68 persen, tetapi pada tahun 2006 PDB mengalami penurunan menjadi 5,48 persen. Pada tahun 2007 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 6,3 persen. Gambaran pertumbuhan perekonomian Indonesia dinilai dari PDB dalam tujuh tahun ke belakang dapat dilihat pada Gambar 2.1

2.1.2 Keterkaitan antar Sektor dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Sumber : Publikasi BPS, 2007 Gambar 2.1 Produk Domestik Bruto Ada berbagai teori yang menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor mempengaruhi perekonomian suatu negara. Keterkaitan ke belakang backward linkages dan keterkaitan ke depan forward linkages merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lain dalam perekonomian. Keterkaitan ke belakang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi, sedangkan keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya Sahara dan Priyarsono, 2006. Keterkaitan antar sektor dapat juga dikatakan sebagai keterkaitan berspektrum luas. Teori mengenai keterkaitan berspektrum luas ini merupakan hasil studi dari Haggblade dan Hazell 1989; Haggblade, Hazell, dan Brown 1989; Haggblade, Hammer, dan Hazell 1991; serta Delgade et al 1994 yang dijelaskan kembali oleh Suryana et al 1998. Dalam perspektif keterkaitan berspektrum luas, artikulasi antar sektor ekonomi dapat terjadi paling tidak melalui empat media, yaitu : 1 keterkaitan produk; 2 keterkaitan konsumsi rumah tangga; 3 keterkaitan investasi; 4 keterkaitan fiskal. Mengenai ke empat media tersebut Suryana et al 1998 menguraikan masing-masing media dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Keterkaitan produk. Merupakan keterkaitan yang terjadi melalui penggunaan produk berbagai industri sebagai bahan baku bagi suatu industri, dan penggunaan produk suatu industri sebagai bahan baku bagi industri-industri lainnya. Kaitan yang tercipta karena suatu industri mempergunakan produk industri-industri lain untuk bahan bakunya disebut kaitan ke belakang. Untuk keterkaitan yang tercipta karena produk suatu industri dipergunakan sebagai bahan baku bagi industri-industri lain disebut kaitan ke depan. 2. Keterkaitan melalui konsumsi. Keterkaitan ini tercipta karena nilai tambah yang diperoleh dari suatu sektor digunakan untuk membeli produk industri lain dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Dengan demikian keterkaitan konsumsi merupakan penciptaan permintaan produk yang dihasilkan oleh berbagai industri. Adanya permintaan merupakan faktor utama peningkatan permintaan dan investasi. Oleh karena itu, keterkaitan melalui konsumsi juga merupakan pencipta artikulasi antar sektor. 3. Kaitan investasi. Keterkaitan ini tercipta karena nilai tambah dari suatu sektor dipergunakan untuk membeli barang-barang modal dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi berbagai sektor. Keterkaitan melalui investasi ini jelas merupakan media artikulasi antar sektor. Besarnya keterkaitan investasi ini sangat ditentukan oleh besarnya nilai tambah dan kecenderungan untuk berinvestasi Marginal Propensity to Invest = MPI. Oleh karena anggaran untuk konsumsi maupun investasi sama-sama berasal dari nilai tambah maka MPI dan Marginal Propensity to Consume MPC biasanya berhubungan terbalik : jika MPI besar maka MPC akan kecil. 4. Kaitan fiskal. Merupakan keterkaitan yang tercipta karena pajak yang ditarik dari suatu sektor dipergunakan untuk membiayai investasi dan pelayanan pemerintah yang berperan dalam meningkatkan produksi sektor-sektor lainnya. Dalam prakteknya kaitan fiskal ini sangat sulit dilacak secara empiris karena umumnya pajak ditarik dan dikumpulkan oleh pemerintah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar sumbangan pajak suatu sektor akan semakin besar pula dampak kaitan fiskalnya. Sudah barang tentu artikulasi yang diciptakan oleh kaitan fiskal ini juga sangat tergantung pada produktivitas marjinal dari pengeluaran pemerintah. Menurut Hazell dan Roell 1983 dalam Suryana et al 1998, faktor lokasi jelas merupakan faktor yang sangat menentukan besarnya keterkaitan antar sektoral. Pertama, keterkaitan produk akan lebih tinggi bilamana sektor-sektor yang berhubungan berada dalam lokasi yang berdekatan. Kedua, keterkaitan konsumsi juga sangat ditentukan oleh lokasi.

2.1.3 Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian

Analisis Kuznets 1964 menjelaskan bahwa pertanian di negara berkembang dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu Tambunan, 2003 : 1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasok makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri nonmanufaktur misalnya industri makanan dan minuman dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk. 2. Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk- produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar. 3. Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor lainnya. Bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus tenaga kerja L dari pertanian pedesaan ke industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi. 4. Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan sumber devisa, baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor subtitusi impor. Kuznets menyebutnya kontribusi devisa. Menurut Jhingan 2004, sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal : i menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat; ii meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier; iii menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus; iv meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah; v memperbaiki kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pembangunan sektor pertanian menjadi semakin penting melihat keterkaitannya terhadap pembangunan pedesaan dimana mayoritas masyarakat petani tinggal. Sehubungan dengan keterkaitan tersebut, Todaro dan Smith 2004 mengemukakan bahwa pada skala yang lebih luas pembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan kini diyakini sebagai intisari pembangunan nasional secara keseluruhan oleh banyak pihak. Kenaikan daya beli daerah pedesaan, sebagai akibat kenaikan surplus pertanian, merupakan perangsang kuat terhadap perkembangan industri Jhingan, 2004. Dengan kata lain meluasnya output dan peningkatan produktivitas pertanian akan meningkatkan permintaan terhadap barang manufaktur yang pada akhirnya akan memperluas sektor industri. Jika kondisi ini dapat terwujud maka sektor jasa pun akan meningkat untuk melayani kebutuhan sektor pertanian dan sektor industri. Hal ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perekonomian karena PDB membutuhkan peranan sektor-sektor tersebut. Tanpa suatu peningkatan output atau produktivitas di sektor pertanian, sektor industri tidak dapat meningkatkan ouputnya atau pertumbuhan yang tinggi akan sulit tercapai. Oleh karena itu, sektor pertanian memainkan peranan penting dalam pembangunan sektor industri di suatu daerah Tambunan, 2003. Sebaliknya, lewat keterkaitan produksi, industri manufaktur bisa memainkan suatu peran penting untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan sektor pertanian sebagai keunggulan komparatifnya Tambunan, 2003. Pemikiran ini mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri sebagaimana telah banyak diuraikan oleh berbagai teori yang menjelaskan bagaimana keterkaitan sektor-sektor tersebut mempengaruhi perekonomian suatu negara. Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial, tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian primer dengan sektor industri pengolahan dan jasa penunjang, serta keterkaitan pembangunan antara kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan Supriyati dan Suryani, 2006. Perekonomian yang memiliki keterkaitan produk antar industri yang tinggi dan berimbang akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula Suryana et al, 1998. Sektor pertanian kemungkinan hanya bisa menyediakan kesempatan kerja bagi pertumbuhan penduduknya sendiri dan kiranya akan jauh kurang dari yang diperlukan Mellor, 1989. Dengan demikian, Mellor berpendapat bahwa pertumbuhan pertanian saja jelas tidak dapat memenuhi pola-pola konsumsi yang meluas di luar makanan seperti yang diinginkan semua orang. Keterbatasan- keterbatasan ini menjelaskan mengapa strategi yang berlandaskan pertanian harus menimbulkan akibat-akibat besar tidak langsung pada pertumbuhan dan kesempatan kerja di sektor lain Mellor, 1989. King dan Byerlee 1978 dalam Kuncoro 2007 menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian amat kuat apabila sektor industri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi. Salah satu syarat perlu necessary condition untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian industri primer ke industri manufaktur industri sekunder adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri yang tangguh Kuncoro, 2007. Kuncoro 2007 berpendapat bahwa kaitan yang paling sesuai adalah pengolahan produk-produk pertanian ke dalam pengembangan agroindustri. Maju dan berkembangnya sektor pertanian untuk dapat memberikan nilai tambah yang tinggi bagi PDB hanya dapat terwujud dalam bentuk agroindustri Saragih, 1995. Agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasil agroindustri, pemasaran, sarana dan pembinaan Soeharjo, 1991, Soekartawi, 1991, dan Badan Agribisnis DEPTAN, 1995 dalam Soekartawi, 2005. Dengan konsep agroindustri ini, sektor pertanian dan sektor industri akan bersama-sama mendorong pertumbuhan sektor selanjutnya yaitu sektor jasa. Sektor pertanian membutuhkan masukan pupuk yang bermutu tinggi, teknologi seperti traktor, pembasmi hama yang tepat dan input lainnya. Karenanya, diperlukan industri yang dapat menyediakan kebutuhan untuk mendukung produksi sektor pertanian. Pasca produksi sektor pertanian akan menghasilkan output primer yang belum diolah sehingga output tersebut membutuhkan industri pengolahan untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi bagi produk pertanian. Dengan kemajuan yang terjadi pada sektor pertanian dan industri, kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa pendukung seperti transportasi, komunikasi, kesehatan dan lain sebagainya akan meningkat dan memicu pertumbuhan pada sektor ini. Supriyati et al 2006 mengungkapkan bahwa paling sedikit ada lima alasan utama kenapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif utama pertumbuhan ekonomi nasional masa depan, yaitu : 1 Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia; 2 Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan; 3 Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir forward dan backward linkages, sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya; 4 Memiliki basis bahan baku lokal keunggulan komparatif yang dapat diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya; 5 Memiliki peluang untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya. Lima alasan yang telah diuraikan diatas menjelaskan peranan penting agroindustri dalam perekonomian nasional, seperti yang dijelaskan Soekartawi 2005. Pada intinya, peran agroindustri dalam perekonomian nasional suatu negara adalah sebagai berikut Soekartawi, 2005 : a mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis khususnya dan pendapatan masyarakat pada umumnya; b mampu menyerap tenaga kerja; c mampu meningkatkan perolehan devisa; d mampu menumbuhkan industri yang lain khususnya industri pedesaan. Walaupun peranan agroindustri begitu penting, namun pembangunan agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan. Beberapa permasalahan agroindustri khususnya permasalahan didalam negeri adalah sebagai berikut Soekartawi, 2005 : 1 kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu; 2 kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan; 3 kurang konsistennya kebijakan pemerintah mengenai agroindustri; 4 kurangnya fasilitas permodalan; 5 keterbatasan pasar; 6 lemahnya infrastruktur; 7 kurangnya perhatian terhadap penelitian dan pengembangan; 8 lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir; 9 kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing; 10 lemahnya enterpreneurship . Target industrialisasi perlu ditetapkan agar kelangsungan industrialisasi berjalan secara sistematis dan membawa manfaat bagi berbagai struktur masyarakat Nainggolan, 2007 3 . Ini tentunya sebagai hasil pelajaran dari pengalaman negara-negara seperti India dan Brazil, dimana industrialisasi yang gencar dikembangkan berbasis teknologi tinggi. Meskipun Brazil memiliki National System of Scientific Technological Development serta Fund for Scientific dan Technological Development, masing-masing sebagai lembaga pengkaji dan pengembang teknologi serta lembaga penyokong dananya, ternyata belum membawa Brazil sebagai negara Industri yang tangguh. Industri berat di Brazil dianggap memboroskan uang negara, karena jumlah dana yang disuntikkan jauh lebih besar dari yang diperoleh melalui hasil penjualan. Hal ini tidak lain karena ketidaksiapan seluruh perangkat, khususnya laboratorium Basri dalam Nainggolan, 2007 1 . Akibatnya, industrialisasi berbasis teknologi tinggi di Brazil tidak berjalan dengan baik oleh karena industrialiasi tidak dipahami sebagai suatu entitas dalam pembangunan ekonomi. Industrialisasi tidak mengkait pada sektor- sektor lain yang masih didominasi mayoritas masyarakatnya, yakni pertanian. Sehingga, kesenjangan antara sektor industri dan pertanian makin melebar. Sebaliknya, kisah Korea Selatan dapat menjadi representasi model industrialisasi dengan kekuatan sektor pertanian Budiman, 1991 dalam Nainggolan, 2007 1 . Pada awal kemerdekaannya pemerintah Korea Selatan 3 Nainggolan, H.L. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Perspektif Industrialisasi dan Perdagangan Bebas, suatu pendekatan teoritis , Jurnal Ekonomi Rakyat. www.ekonomirakyat.org . Juli, 2008 melaksanakan Land Reform dengan pembagian tanah secara besar-besaran kepada petani penggarap. Petani hanya diperkenankan memiliki tanah maksimum tiga hektar. Sebagai hasilnya, antara tahun 1945-1965 persentase pemilik tanah dari semua keluarga di desa meningkat dari 14 persen menjadi 70 persen. Sementara jumlah buruh tani menurun dari 49 persen menjadi 7 persen Budiman, 1991 dalam Nainggolan, 2007 1 . Undang-Undang Land Reform yang mengalihkan pemilikan tanah kepada para petani miskin pada gilirannya meningkatkan daya beli di pedesaan. Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri tidak lepas dari peranan sektor lain dalam perekonomian dan keterkaitan antara kedua sektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya. Sektor jasa memainkan peran penting dalam menyangga pertumbuhan aktivitas barang-barang perdagangan pertanian dan industri, dalam menciptakan lapangan kerja dan pendapatan devisa khususnya di bidang pariwisata serta dalam menyediakan rangkaian jasa masyarakat dan pribadi saat pendapatan meningkat Hill, 2001. Menurut Hill 2001, sektor jasa yang lebih efisien dan beragam menghasilkan kontribusi efektif terhadap peningkatan efisiensi di sektor barang, memperkaya kesejahteraan konsumen, mempercepat pertumbuhan lapangan kerja dan meningkatkan ekspor.

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu