IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Daerah
Konsep keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan digunakan dalam mengidentifikasi keterkaitan produk antar sektor industri pengolahan dan sektor
pertanian. Keterkaitan ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian menunjukkan keterkaitan sektor industri pengolahan dalam pembelian
input dari sektor pertanian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk
proses produksi. Keterkaitan ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian menunjukkan keterkaitan sektor dalam penjualan output ke sektor
pertanian terhadap total penjualan output yang dihasilkan. Tinggi atau rendahnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor
pertanian dapat dinilai dari koefisien keterkaitan antar kedua sektor tersebut. Keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian
dinilai dari koefisien keterkaitan total ke belakang sektor dengan sektor pertanian. Sedangkan keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor
pertanian dinilai dari koefisien keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian. Nilai-nilai koefisien keterkaitan total ke
belakang dan keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dari 14 provinsi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Koefisien Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian
Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian
PROVINSI
Ke Belakang Ke Depan
Banten 0,115978523
0,011370851 Jawa Barat
0,123811291 0,036567704
JawaTengah 0,211016096 0,054102833
JawaTimur 0,232793658 0,035555932
Kalimantan Barat 0,293712426
0,021642109 Kalimantan Selatan
0,571206779 0,058022265
Lampung 0,713211435 0,062273570
Maluku Utara 0,356562522
0,005365281 NTT 0,324500828
0,042572581 Sulawesi Selatan
0,589010999 0,146684756
Sumatera Barat 0,376623220
0,029653340 Sumatera Utara
0,472437032 0,084026793
Gorontalo 0,272067353 0,076952654
DI Yogyakarta 0,402137339
0,040464621 Rata-rata 0,361076393
0,050375378 Sumber : Hasil Olah I-O Provinsi tahun 2000, 2008
Rata-rata keterkaitan total ke depan dan rata-rata keterkaitan total ke belakang dari 14 provinsi dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dalam penelitian ini,
keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian pada suatu
provinsi dikatakan tinggi apabila nilainya melebihi nilai rata-rata. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut, provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang
tinggi adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, DIY dan Sumatera Barat. Sedangkan Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat,
Gorontalo, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten memiliki keterkaitan total ke belakang yang rendah. Provinsi yang memiliki keterkaitan
total ke depan yang tinggi adalah Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Gorontalo, Lampung, Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah. Sedangkan delapan provinsi
lainnya memiliki keterkaitan total ke depan yang rendah, yaitu : NTT, DIY, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Banten dan Maluku Utara.
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa beberapa provinsi dalam observasi penelitian memiliki keterkaitan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dengan sektor
pertanian, baik keterkaitan total ke depan maupun keterkaitan total ke belakang. Diantara 14 provinsi dalam penelitian ada provinsi yang hanya salah satu
keterkaitannya saja yang tinggi sedangkan yang lainnya rendah. Ada juga yang memiliki keterkaitan total ke depan dan keterkaitan total ke belakang yang rendah
antar sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian. Dengan demikian provinsi dalam penelitian dapat diposisikan dalam empat kuadran yang
menunjukkan keterkaitan yang dimiliki sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian di provinsi tersebut.
Kuadran I merupakan kuadran dimana provinsi memiliki keterkaitan total ke depan dan keterkaitan total ke belakang yang tinggi antar sektor industri
pengolahan dan sektor pertanian. Provinsi yang terletak pada kuadran II memiliki
keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi keterkaitan total ke depannya rendah. Di kuadran III, semua provinsi memiliki keterkaitan total ke depan dan
keterkaitan total ke belakang yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Kuadran IV memperlihatkan bahwa setiap provinsi dalam
kuadran ini memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi namun keterkaitan total ke belakangnya rendah. Posisi 14 provinsi dalam masing-masing kuadran
dapat dilihat pada Gambar 4.1.
keterkaitan total ke belakang RKTD
III II
RKTB
I
IV
keterkaitan total ke depan
Keterangan : RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang
RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan
Gambar 4.1 Kuadran Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian
Setiap sektor dalam perekonomian memberikan kontribusi yang berbeda terhadap PDRB. Sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan,
hotel, restoran merupakan sektor-sektor yang dominan dalam perekonomian daerah. Rata-rata kontribusi ketiga sektor tersebut terhadap PDRB 14 provinsi
pada tahun 1997 hingga 2003 dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Rata-rata Kontribusi Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap PDRB
Provinsi Tahun 1997-2003 dalam Rata-Rata Kontribusi Sektor Tahun 1997-2003
PROVINSI Pertanian Industri
Perdagangan Banten
9,32 52,27
17,48 Jawa Barat
14,34 39,71
18,48 Jawa Tengah
22,38 31,02
21,80 Jawa Timur
19,14 29,25
24,25 Kalimantan Barat
26,61 22,03
20,94 Kalimantan Selatan
24,89 18,23
14,72 Lampung 37,82
13,93 15,80
Maluku Utara 36,38
15,46 22,75
NTT 43,36 1,75
15,45 Sulawesi Selatan
38,82 12,67
14,29 Sumatera Barat
22,75 13,70
18,32 Sumatera Utara
27,64 26,81
19,89 Gorontalo
39,17 9,45
13,81 DIY 18,57
15,37 18,74
Keterangan : rata-rata kontribusi sektor hanya dihitung dari tahun 2000-2003
Sumber : diolah dari BPS, 1996-2004
Dalam penelitian ini sektor ekonomi dapat dinyatakan sebagai sektor yang dominan apabila sektor itu mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap
PDRB selama periode tertentu. Berdasarkan rata-rata kontribusi sektor pada tahun 1997 hingga 2003 Tabel 4.2, 14 provinsi dalam penelitian ini dapat dibagi
menjadi tiga kategori menurut sektor yang dominan dalam provinsi tersebut. Kategori satu adalah provinsi yang dominan dalam sektor pertanian, yaitu
provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Maluku Utara, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Gorontalo. Kategori dua
terdiri dari provinsi yang sektor industrinya dominan, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan DIY adalah satu-satunya provinsi
dalam penelitian yang masuk dalam kategori tiga, yaitu provinsi dengan sektor perdagangan, hotel, restoran sebagai sektor dominan dalam perekonomian daerah.
Provinsi dalam kategori satu yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi adalah provinsi Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera
Utara dan Sumatera Barat. Lampung merupakan provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang tertinggi. Jumlah input antara yang digunakan
sektor industri pengolahan sebesar Rp 11.159.188 juta, dimana 72,96 persennya berasal dari sektor pertanian Lampiran 14. Sebanyak 67,62 persen output sektor
pertanian digunakan oleh sektor industri pengolahan dan 32,38 persen lainnya digunakan untuk input sektor lain dan untuk permintaan akhir Lampiran 14.
Sedangkan di provinsi lain dalam kategori satu, yang juga memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi, persentase pembelian input antara dari sektor
pertanian terhadap total pembelian input sektor industri pengolahan berkisar antara 41,32 persen hingga 62,46 persen Lampiran 20, 12, 24, 22.
Dalam kategori satu, provinsi Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat dan Gorontalo merupakan provinsi dengan keterkaitan ke belakang yang rendah.
Provinsi yang memiliki keterkaitan ke belakang terendah yaitu Gorontalo Tabel
4.1. Dari total pembelian input antara oleh sektor industri pengolahan di provinsi Gorontalo, hanya 26,37 persen yang berasal dari sektor pertanian Lampiran 26.
Di provinsi lain dalam kategori satu, yang keterkaitan total ke belakangnya rendah, persentase pembelian input antara dari sektor pertanian oleh sektor
industri pengolahan berkisar antara 40,30 persen hingga 50,11 persen Lampiran 16, 18, 10.
Provinsi Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Gorontalo, Lampung dan Kalimantan Selatan merupakan provinsi dalam kategori satu yang memiliki keterkaitan total
ke depan yang tinggi. Keterkaitan total ke depan tertinggi dimiliki Sulawesi Selatan. Penjualan output sektor industri pengolahan ke sektor pertanian di
provinsi ini adalah sebesar 10,77 persen dari total output yang dihasilkan industri pengolahan Lampiran 20. Persentase penjualan output sektor industri
pengolahan ke sektor pertanian di provinsi lain dalam kategori satu yang memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi berkisar antara 5,42 persen hingga 10,77
persen Lampiran 24, 26, 14, 12. Provinsi Maluku Utara, NTT, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat memiliki
keterkaitan total ke depan yang tergolong rendah. Keterkaitan total ke depan terendah terjadi di Maluku Utara. Persentase penjualan output sektor industri
pengolahan terhadap total output yang dihasilkan di provinsi ini hanya sebesar 0,44 persen Lampiran 16. Dengan persentase demikian kecil, Maluku Utara juga
menjadi provinsi dengan keterkaitan total ke depan terendah dari 14 provinsi yang menjadi observasi dalam penelitian. Persentase penjualan output sektor industri
pengolahan ke sektor pertanian di provinsi lain dalam kategori satu yang memiliki
keterkaitan total ke depan yang rendah berkisar antara 1,91 persen hingga 3,01 persen Lampiran 18, 22, 10.
Terdapat empat provinsi dalam kategori satu yang terletak pada kuadran I yaitu provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke
depan yang tinggi. Provinsi tersebut adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara. Sektor industri pengolahan yang paling
banyak menjual outputnya pada sektor pertanian di provinsi-provinsi itu adalah industri kimia, pupuk dan pestisida. Sektor pertanian yang paling banyak
membeli output dari industri kimia, pupuk, dan pestisida adalah subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Keterkaitan total ke depan dan ke
belakang yang terjadi di Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mampu
mendukung sektor pertanian melalui output yang dihasilkannya. Sebaliknya, sektor pertanian juga dapat memberikan dukungan terhadap sektor industri
pengolahan dengan menyediakan input antara yang cukup untuk proses produksi sektor industri pengolahan.
Subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan merupakan subsektor pertanian yang outputnya paling besar di Lampung, Sulawesi Selatan dan Kalimantan
Selatan. Subsektor tersebut sekaligus juga subsektor yang paling banyak membeli output
industri pupuk, kimia, dan pestisida. Hanya Sumatera Utara yang pertaniannya didominasi oleh subsektor perkebunan. Subsektor ini tidak membeli
output industri pupuk, kimia dan pestisida sebanyak subsektor pertanian tanaman
dan bahan makanan, tetapi pembelian inputnya terhadap output tersebut mampu
membantu menghasilkan output yang terbesar di sektor pertanian. Besarnya output
dari subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan di Lampung, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan serta dominasi subsektor perkebunan di
Sumatera Utara membuat industri pengolahan makanan dan minuman juga industri karet dan barang dari karet di provinsi tersebut menjadi industri yang
dominan. Sebaliknya dengan empat provinsi yang keterkaitan total ke depan dan ke
belakangnya tinggi, provinsi Maluku Utara, NTT dan Kalimantan Barat memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang rendah. Pada Gambar 4.1 terlihat
bahwa provinsi Maluku Utara, NTT dan Kalimantan Barat terletak pada kuadran III. Subsektor yang dominan di tiga provinsi tersebut merupakan subsektor
pertanian tanaman dan bahan makanan. Tetapi output yang dihasilkannya tidak cukup besar untuk dapat digunakan sebagai input yang memadai bagi proses
produksi sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan yang ada di provinsi tersebut tidak menghasilkan output yang dapat mendukung pertumbuhan
output pertanian.
Permintaan output pertanian di provinsi Maluku Utara, NTT dan Kalimantan Barat justru lebih banyak berasal dari permintaan akhir. Persentase permintaan
akhir untuk output pertanian terhadap total output yang dihasilkan sektor pertanian di NTT, Maluku Utara dan Kalimantan Barat masing-masing sebesar
88,02 persen, 59,97 persen, dan 48 persen. Permintaan tersebut lebih besar dari permintaan terhadap output sektor pertanian yang digunakan sebagai input antara
oleh sektor industri pengolahan.
Dalam kategori dua, tidak ada satupun provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi. Provinsi dengan keterkaitan total ke belakang terendah
adalah provinsi Banten. Sektor industri pengolahan di Banten tidak banyak menggunakan input antara dari sektor pertanian. Persentase pembelian input
antara dari sektor pertanian terhadap total input yang digunakan sektor industri pengolahan adalah sebesar 7,72 persen Lampiran 2. Sedangkan sektor industri
pengolahan di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur memiliki persentase pembelian input antara dari sektor pertanian terhadap total pembelian
input masing-masing sebesar 17,35 persen, 27, 86 persen, dan 24,30 persen
Lampiran 4, 6, 8. Industri pengolahan pada provinsi dalam kategori dua lebih banyak membeli input
antara yang berasal dari dalam sektor industri itu sendiri. Provinsi dalam kategori dua yang industri pengolahannya paling banyak membeli input antara dari sektor
industri pengolahan adalah Banten, sedangkan yang pembeliannya paling sedikit adalah Jawa Tengah. Persentase pembelian input antara dari sektor pertanian
terhadap total pembelian input sektor industri pengolahan yang dimiliki provinsi tersebut masing-masing sebesar 62,11 persen Lampiran 2 dan 42,17 persen
Lampiran 6. Jawa Tengah merupakan satu-satunya provinsi dalam kategori dua yang memiliki
keterkaitan total ke depan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian. Persentase penjualan output industri ke sektor pertanian
terhadap total penjualan output yang dihasilkan sektor industri pengolahan di provinsi ini adalah sebesar 3,41 persen Lampiran 6. Sedangkan di tiga provinsi
lainnya, yaitu Banten, Jawa Timur dan Jawa Barat, persentase tersebut masing- masing adalah sebesar 0,66 persen hingga 2,85 persen Lampiran 2, 8, 4.
Kecilnya persentase tersebut mencerminkan keterkaitan total ke depan yang rendah di Banten, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Terdapat tiga provinsi dalam kategori dua yang memiliki keterkaitan total ke depan dan keterkaitan total ke belakang yang rendah. Ketiga provinsi tersebut
yaitu Banten, Jawa Barat dan Jawa Timur. Subsektor pertanian yang dominan di semua provinsi dalam kategori dua adalah subsektor pertanian tanaman dan bahan
makanan. Tetapi pembelian ouput dari subsektor ini untuk digunakan sebagai input
antara sektor industri pengolahan relatif kecil dibandingkan pembelian input dari subsektor pertanian lain maupun dari sektor industri pengolahan itu sendiri.
Industri yang dominan di Banten adalah industri kimia, bahan-bahan dari bahan kimia, karet dan pelastik. Industri tersebut tidak banyak mendukung sektor
pertanian. Akibatnya, sektor pertanian hanya mampu menghasilkan output yang jumlahnya tidak cukup untuk mendukung proses produksi sektor industri.
Industri pengolahan makanan dan minuman di Banten hanya memberikan kontribusi sebesar 3,08 persen dari total output industri pengolahan di provinsi ini.
Padahal permintaan antara terbesar untuk subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan justru berasal dari industri pengolahan makanan dan minuman. Di Jawa
Barat industri yang dominan adalah industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki Tabel I-O Jawa Barat 2000, BPS Provinsi Jawa Barat. Sedangkan di Jawa
Timur, industri rokok merupakan industri yang dominan Tabel I-O Jawa Timur 2000, BPS Provinsi Jawa Timur. Industri dominan yang terdapat di Jawa Barat
dan Jawa Timur tidak memberikan output yang dapat mendukung sektor pertanian, khususnya subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan.
Subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan sebagai subsektor yang dominan juga tidak menyediakan output yang cukup dan sesuai bagi industri yang
dominan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Dalam penelitian ini, hanya ada satu provinsi yang masuk dalam kategori tiga
yaitu provinsi DIY. DIY juga satu-satunya provinsi yang berada pada kuadran II seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Provinsi ini memiliki keterkaitan total ke
belakang yang tinggi dan keterkaitan total ke depan yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sektor industri pengolahan di DIY
memiliki persentase pembelian input antara dari sektor pertanian terhadap total pembelian input antara sebesar 46,31 persen. Persentase tersebut lebih besar
dibandingkan persentase pembelian input antara yang berasal dari sektor industri pengolahan lainnya yaitu sebesar 33,63 persen. Industri pengolahan yang paling
banyak membeli input antara dari sektor pertanian adalah industri pengolahan makanan Analisis IO DIY tahun 2000, BPS Provinsi DIY. Subsektor pertanian
di DIY yang memiliki output terbesar adalah subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Subsektor inilah yang menyediakan input terbesar bagi industri
pengolahan makanan di DIY.
4.2 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor