Latar Belakang Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

II. PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu wujud keberhasilan pembangunan suatu negara. Berhasil tidaknya program pembangunan suatu periode pemerintahan juga terutama sering kali dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai pemerintah dalam periode tersebut. Peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting terutama bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena seperti negara berkembang lainnya, Indonesia mengalami masalah kemiskinan dan kekurangan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya. Dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, diharapkan akan lebih mudah bagi Indonesia untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak sehingga kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui indikator perkembangan Produk Domestik Bruto PDB. Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik Indonesia BPS, PDB Indonesia selama tahun 2003 meningkat sebesar 4,10 persen dibandingkan tahun 2002. PDB Indonesia tahun 2003 yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.786,7 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 1993 sebesar Rp 444,5 triliun. Angka pertumbuhan terus meningkat hingga tahun 2005 yaitu sebesar 5,68 persen, tetapi pada tahun 2006 PDB mengalami penurunan menjadi 5,48 persen. Pada tahun 2007 Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 6,3 persen. Pendapatan domestik bruto merupakan jumlah dari pendapatan domestik regional bruto PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah PDRB masing- masing provinsi serta pertumbuhan ekonomi yang terjadi di setiap provinsi membentuk perekonomian nasional. Seperti pertumbuhan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi daerah juga mengalami fluktuasi setiap periode tertentu seperti dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 14 Provinsi di Indonesia Tahun 2001-2005 Atas Dasar Harga Konstan 2000 dalam TAHUN PROVINSI 2001 2002 2003 2004 2005 Banten 3,95 4,11 5,07 5,63 5,88 Jawa Barat 3,89 3,94 4,84 5,16 5,47 Jawa Tengah 3,59 3,55 4,98 5,13 5,35 Jawa Timur 4,26 3,80 4,78 5,63 5,84 Kalimantan Barat 2,69 4,55 3,06 4,79 4,68 Kalimantan Selatan 3,97 3,66 4,71 5,15 5,90 Lampung 3,59 5,62 5,70 5,07 3,76 Maluku Utara 1,67 2,44 3,82 4,70 5,11 Nusa Tenggara Timur NTT 4,73 4,88 4,57 4,77 3,10 Sulawesi Selatan 5,11 4,09 5,25 5,31 6,04 Sumatera Barat 3,66 4,69 5,26 5,47 5,73 Sumatera Utara 3,98 4,56 4,81 5,74 5,48 Gorontalo 5,55 6,45 6,88 6,93 7,06 DI Yogyakarta DIY 4,26 4,50 4,58 5,12 4,91 PDB Nasional 3,64 4,50 4,78 5,60 5,68 Sumber : Statistik Indonesia, BPS 2007 Tabel 1.1 menunjukkan pertumbuhan ekonomi 14 provinsi di Indonesia yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2000. Dari 14 provinsi dalam Tabel 1.1, hanya Gorontalo yang pertumbuhan ekonominya selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Perekonomian provinsi Gorontalo didominasi oleh sektor pertanian. Pada periode 2001 hingga 2005, provinsi ini juga merupakan provinsi yang pertumbuhannya paling tinggi diantara 14 provinsi lainnya. Pertumbuhan ekonomi di provinsi lain dengan dominasi sektor pertanian yaitu Kalimantan Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara juga dapat dikatakan tinggi melihat pertumbuhannya yang positif dan berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri, memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan provinsi dengan dominasi sektor pertanian. Sedangkan provinsi DIY yang perekonomiannya didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, restoran memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan provinsi lain dengan dominasi sektor pertanian maupun industri. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut yang cenderung berada dibawah pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Output tersebut adalah produk yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian. Berdasarkan kesepakatan internasional, umumnya terdapat sembilan sektor perekonomian utama di suatu negara Sahara dan Priyarsono, 2006. Sektor-sektor tersebut adalah Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Angkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan dan Jasa Persewaan dan Sektor Jasa-Jasa Lainnya Besar kecilnya kontribusi sektor ekonomi terhadap PDB terkait erat dengan kontribusi dan pertumbuhan seluruh sektor maupun subsektor dalam perekonomian. Dalam perekonomian nasional, sektor pertanian; sektor industri pengolahan; serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor pendukung penting dalam pembentukan PDB. Ketiga sektor tersebut adalah penyumbang terbesar terhadap PDB nasional. Pada tahun 1996, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 16,67 persen; sektor industri sebesar 25,62 persen sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran berkontribusi sebesar 16,36 persen BPS, 1999. Meskipun kontribusi setiap sektor terus berubah setiap tahun, namun sektor-sektor tersebut tetap menjadi sektor yang dominan dalam perekonomian. Pada tahun 2005, sektor pertanian menyumbang PDB sebesar 13,07 persen, sedangkan sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran masing-masing memberikan kontribusi 27,71 persen dan 15,45 persen BPS, 2007. Dari sembilan sektor ekonomi, jumlah kontribusi sektor pertanian; sektor industri pengolahan; serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap PDB hingga akhir tahun 2006 mencapai lebih dari 50 persen BPS, 2007. Perubahan perekonomian suatu negara sering dipahami atau diartikan sebagai proses transformasi struktural. Seperti istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi, umum disebut transformasi struktural, dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi agregat demand, perdagangan luar negeri ekspor dan impor, agregat supply produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan Chenery dalam Hill, 2003. Perubahan struktural dalam ekonomi modern mencakup perubahan kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produktif, dan perubahan dari perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum, serta perubahan status kerja buruh Jhingan, 2004. Konsep tersebut menjelaskan mengapa sebagian besar negara berkembang di dunia beranggapan bahwa transformasi struktural begitu penting dalam perkembangan ekonomi mereka seperti halnya yang terjadi di negara maju. Secara hipotesis dapat diduga adanya suatu korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi Tambunan, 2003. Pandangan bahwa negara- negara maju yang pendapatannya tinggi memiliki sektor industri yang sangat besar membuat industrialisasi dipilih sebagai jalan ke arah perkembangan ekonomi yang lebih maju. Dengan pemahaman demikian, pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia terus berupaya memajukan sektor industri. Pengalaman di negara manapun yang sukses dalam industrialisasi selalu mengembangkan industri dengan landasan pertanian yang kuat, seperti negara- negara di Eropa, Australia, Amerika Serikat, Korea, Jepang dan Taiwan. Perdagangan internasional dari negara-negara maju juga didorong oleh hasil pertaniannya daging, serealia, hortikultur. Sebaliknya, kegagalan ekonomi suatu negara banyak disebabkan kegagalan dalam pembangunan pertanian. Contohnya adalah Rusia yang ekonominya hancur karena gagal dalam menyediakan pangan sehingga harus menghutang gandum ke AS senilai US 5 Milyar Bunasor dalam Nainggolan, 2007 1 . Hal serupa terjadi di Aceh Utara. Dari hasil studi yang telah dikerjakan, dapat disimpulkan bahwa pembangunan industri yang bersumber pada migas, dan teknologi canggih di Aceh Utara belum berfungsi sebagai growth pole, dan belum banyak menghasilkan industri kaitan Hasan, 1992. Hasan 1992 juga menjelaskan bahwa industri tersebut telah berkembang sebagai suatu enclave yang mempunyai dampak kesenjangan sosial ekonomi yang relatif besar. Pengalaman negara maju dan Aceh Utara tersebut memberi pelajaran tentang pentingnya sektor pertanian sehingga sektor ini tidak dapat dikesampingkan dalam pembangunan. Disamping itu, peran sektor pertanian sebagai landasan bagi proses industrialisasi dan mendorong perdagangan internasional menunjukkan pentingnya keterkaitan antar sektor dalam pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi ke arah yang lebih maju melalui industrialisasi dapat meningkatkan keterkaitan antar sektor. Dengan adanya industrialisasi akan muncul dan berkembang kegiatan lain yang menjadi komponen pendukung industri tersebut. Perkembangan industri berbasis pertanian misalnya, akan mendorong permintaan produk pertanian sehingga meningkatkan keterkaitan sektor industri dengan sektor pertanian. Selain itu dukungan sektor lain juga akan meningkat seperti sektor perdagangan, hotel, restoran dan jasa-jasa lainnya. Uraian serta ilustrasi diatas menunjukkan bahwa keterkaitan antar sektor dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dapat diduga 1 Nainggolan, H.L. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Perspektif Industrialisasi dan Perdagangan Bebas, suatu pendekatan teoritis , Jurnal Ekonomi Rakyat. www.ekonomirakyat.org . Juli, 2008 bahwa semakin tinggi keterkaitan antar sektor akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya keterkaitan antar sektor yang rendah akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Hubungan sektor pertanian dengan sektor industri yang selanjutnya juga berinteraksi dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencerminkan adanya keterkaitan antar sektor. Dengan adanya keterkaitan antar sektor pertanian dan industri, nilai tambah yang dihasilkan produk pertanian akan semakin besar. Produk-produk tersebut akan menghasilkan nilai tambah yang tinggi jika dapat dipasarkan dengan baik. Peningkatan nilai tambah selanjutnya juga akan meningkatkan PDRB sehingga pertumbuhan ekonomi daerah akan turut meningkat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak lepas dari kontribusi dan keterkaitan yang terjadi antar sektor dalam perekonomian. Penelitian yang dilakukan mengenai keterkaitan antar sektor sejauh ini lebih banyak membahas mengenai keterkaitan yang terjadi antar industri dalam satu sektor. Belum banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan yang terjadi lintas sektor misalnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian atau keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. Untuk itu, keterkaitan yang terjadi antar sektor perlu dipelajari lebih jauh terutama mengenai pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

1.2 Perumusan Masalah