Peranan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian Indonesia

2.2 Peranan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian Indonesia

Dipandang dari segi sejarah pada masa lalu peranan share sektor pertanian dalam sebagian indikator ekonomi Indonesia digambarkan dengan peranannya dalam perolehan Produk Domestik Bruto PDB, penyerapan tenaga kerja dan perolehan hasil ekspor dan lain-lain adalah sebagai berikut: Pertama, peranannya dalam PDB pada awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI cukup besar 50, namun dengan adanya upaya pembangunan sektor-sektor yang lebih maju misalnya industri dan jasa menyebabkan kecenderungan terjadinya penurunan peranan pertanian pada tahun 1960, 1973, 1980, 1990, 2004 berturut-turut adalah 54, 41, 24,8 19,6 dan 14,3. Dalam kurun waktu lebih dari empat dasawarsa terlihat bahwa peranan sektor pertanian pada tahap awal relatif besar mulai lebih dari 50 menjadi hanya tinggal sekitar 14.[1] Dalam penelusuran data sekunder lebih lanjut 2009-2011, yang diterbitkan oleh berbagai institusi misalnya Badan Pusat Statistik BPS dan Kementerian Pertanian dengan informasi yang lebih lengkap secara nominal, bahwa produksi minyak sawit CPO pada tahun 2009 mencapai 19,3 juta ton dengan asumsi harga CPO pasar lokal rata-rata Rp7 juta per ton, maka nilai produknya adalah Rp135,3trilyun, sementara itu nilai PDB pertanian, PDB non migas dan PDB total atas dasar harga berlaku, berturut-turut adalah Rp 857,2 trilyun, Rp5.141,4 trilyun dan Rp 5.606,2 trilyun sehingga peranan produksi minyak sawit terhadap PDB pertanian, PDB non migas dan PDB total berturut-turut adalah 15,8, 2,6 dan 2,4, jika perkembangan PDB ini terus dilakukan pengamatan, terlihat bahwa dari waktu ke waktu selalu mengalami pertumbuhan, sebagaimana PDB Total Universitas Sumatera Utara atas harga berlaku, pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 6.436,3 trilyun, dan PDB 2011 naik menjadi Rp 7.427,1 trilyun. Selama tahun 2011 semua sektor lapangan usaha pendukung bidang ekonomi mengalami pertumbuhan,. pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 10,7, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 9,2, sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan 6,8, sektor jasa-jasa dan sektor konstruksi masing-masing 6,7, sektor industri pengolahan 6,2, sektor listrik, gas, dan air bersih 4,8, sektor pertanian 3,0, dan sektor pertambangan dan penggalian 1,4.[2] Pada tahun 2011 sampai dengan Triwulan III, PDB sektor pertanian di luar perikanan dan kehutanan tumbuh sebesar 3,07, di mana tingkat pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 yang hanya 2,86. Pertumbuhan tersebut berasal dari sub sektor perkebunan 6,06, disusul dengan sub sektor peternakan 4,23, dan subsektor tanaman pangan 1,93, kontribusi PDB sektor pertanian di luar perikanan dan kehutanan terhadap PDB nasional pada tahun 2011 tersebut mencapai 11,88, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 11,49. Data terkait menunjukkan pula bahwa kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDB nasional nonmigas adalah 2,9, selanjutnya data BPS juga menunjukkan, nilai PDB sektor perkebunan terus mengalami peningkatan dengan laju antara 9,42 hingga 11,68 per tahun. Pertumbuhan PDB seluruh sektor tanpa migas pada tahun 2011 mencapai 6,9 dan pertumbuhan PDB secara keseluruhan besarnya 6,5 untuk menjamin kontinyuitas pertumbuhan sektor pertanian sebagai komponen bidang ekonomi di masa mendatang, maka investasi yang ditanamkan meliputi investasi PMDN Universitas Sumatera Utara Penanaman Modal Dalam Negeri sebanyak 274 proyek, dengan nilai Rp 8,23 triliyun PMA Penanaman Modal Asing 246 proyek, dengan nilai US 1,03 milyar Angka sd 30 September 2011. Kedua, peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, pada tahun 1961, sektor pertanian mampu menampung 73,3 tenaga kerja kemudian pada tahun 1971 dan 1980 berturut-turut dapat menyerap 64,2 dan 54,8, selanjutnya selama periode 1988-1993 dan 1994-2005 sektor ini berturut-turut mampu menyerap rata- rata 54,4 dan 44,2, maka dari itu dapat dikatakan bahwa peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja sangat besar karena sekitar 50 dari tenaga kerja yang tersedia dapat dipekerjakannya untuk informasi jumlah secara absolut, bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2011 mencapai 39,3 juta orang Angka sd Agustus 2011. Selanjutnya, penyerapan tenaga kerja di subsektor perkebunan kelapa sawit juga cukup besar; dengan asumsi setiap sepuluh Ha luas lahan perkebunan diperlukan rata-rata 4 orang tenaga kerja lapangan, maka perkebunan kelapa sawit yang pada tahun 2011 seluas sekitar 8,9 juta Ha akan dapat menyerap sekitar 3,5 juta orang, dan ditambah lagi di bagian pengangkutan, pengolahan dan laboratorium akan menyerap 500 ribu orang jika dihitung juga tenaga kerja administrasi kebun, panen, angkutan, pengolahan dan laboratorium secara total kebutuhan tenaga kerja pada subsektor perkebunan kelapa sawit dapat mencapai 4,5 juta orang.[3] Ketiga, dalam perolehan hasil ekspor seluruh komoditi, peranan pertanian pada tahun 1970, 1971 dan 1973 berturut-turut adalah 44, 37 dan 49. dengan berkembangnya ilmu dan teknologi yang diadopsi oleh sektor riil menyebabkan peranan ekspor pertanian mengalami penurunan meskipun secara Universitas Sumatera Utara absolut nilai ekspor pertanian tetap meningkat, sebagai contoh perkembangan ekspor hasil pertanian pada tahun 2009, meskipun peranannya hanya tinggal sekitar 24 tetapi nilai ekspornya mencapai US 23,04 milyar. Ekspor hasil pertanian ini pada 2009-2010 juga mengalami peningkatan, yaitu pada 2009 nilainya sebesar US 23,04 milyar, meningkat menjadi US 32,52 milyar pada 2010, selanjutnya peranan ekspor pertanian terhadap ekspor non migas pada kurun waktu 2009 dan 2010 berturut-turut adalah adalah 23,6 dan 25,1, kemudian peranan ekspor pertanian terhadap ekspor keseluruhan pada 2009 dan 2010 berturut-turut adalah adalah 19,8 dan 20,6 untuk komoditas minyak sawit yang merupakan komponen sektor pertanian, pada 2009 nilai ekspor CPO dan PKO Palm Karnel Oil beserta produk turunannya mencapai US 11,6 milyar sementara itu nilai ekspor non migas dan ekspor keseluruhan berturut-turut adalah US 97,5 milyar dan US 116,5 milyar hal ini berarti kontribusi minyak sawit khususnya CPO dan PKO serta produk turunannya terhadap nilai ekspor non migas dan ekspor secara keseluruhan adalah sekitar 11,9 dan 10. Selanjutnya pada 2011, volume ekspor produk CPO tercatat meningkat sebesar 5,7 dibanding pada 2010, volume ekspor CPO juga meningkat dari 15,656 juta ton pada 2010 menjadi 16,5 juta ton jika diasumsikan rata-rata harga ekspor CPO selama 2011 yang dihitung berdasar asumsi bahwa harga CPO adalah US 1.000 per ton, maka perkiraan nilai ekspor CPO mencapai US16,5 milyar, menurut GAPKI Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, perkiraan target produksi CPO Indonesia pada tahun 2011 mencapai 23,5 juta ton CPO. Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik BPS mencatat ekspor lemak dan minyak nabati termasuk CPO periode Januari-November 2011 mencapai Universitas Sumatera Utara US19,717 milyar, meningkat dari periode yang sama tahun 2010 yaitu sebesar US14,164 milyar. Informasi catatan neraca perdagangan juga mengalami surplus, yaitu sebesar US17,02 milyar Angka sd September 2011. Data pada Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian PPHP Kementerian Pertanian juga menunjukkan bahwa nilai ekspor hasil subsektor perkebunan mengalami peningkatan dari US21,58 milyar pada tahun 2009 menjadi US30,7 milyar, atau dengan laju 42,26 per tahun sedangkan penerimaan negara yang dihasilkan dari industri sawit dalam bentuk lain, misalnya bea keluar, pajak penghasilan badan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai dan lain-lainnya, yang jumlahnya cukup besar.[4] . [1 ] Kontribusi Kelapa Sawit sebagai Pilar Perekonomian Bangsa. http:sawitindonesia.comartikelkontribusi-kelapa-sawit-sebagai-pilar-perekonomian- bangsa [2] IbidKontribusi Kelapa Sawit [3] Ibid [4] Ibid 2.3Prospek Perkembang Kelapa Sawit Di Indonesia Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan, pengembangan kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri, ekspor CPO yang menghasilkan devisa dan menyediakan kesempatan kerja.[5] Produksi kelapa sawit pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 29,34 juta ton dengan produktivitas rata-rata sebesar 3,568 KgHaTh, perkebunan kelapa sawit milik rakyat menghasilkan CPO sebesar 10,68 juta ton, milik negara Universitas Sumatera Utara menghasilkan CPO sebesar 2,16 juta ton, dan swasta menyumbang produksi CPO sebesar 16,5 juta ton bps, 2013 Tabel 2.1 Volume dan Nilai Ekspor CPO Tahun 2003-2013 Tahun Minyak Sawit Volume ton Laju Pertumbuhan Nilai US Laju Pertumbuhan 2003 6.386.409 2.454.626 2004 8.661.647 35,63 3.441.776 40,22 2005 10.375.915 19,79 3.756.626 9,15 2006 10.471.915 0,93 3.522.810 6,22 2007 11.875.418 13,40 7.868.640 123,36 2008 14.290.687 20,34 12.375.371 57,28 2009 16.829.205 17,76 10.367.621 16,23 2010 16.291.856 3,19 13.468.966 29,91 2011 16.436.202 0,89 17.261.180 28,16 2012 18.850.836 14,69 17.602.850 1,98 2013 20.577.976 9,16 15,838.850 10,02 Rata-Rata 12,94 25,76 Sumber :ditjetbun.pertanian, 2014 Laju pertumbuhan rata-rata volume ekspor kelapa sawit khususnya CPO selama 2003-2014 sebesar 12,94 per tahun dengan peningkatan nilai ekspor rata-rata 25,76 per tahun, realisasi ekspor komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai volume 20,58 juta ton minyak sawitCPO dan minyak sawit lainnya dengan nilai US 15,84 milyar, volume ekspor komoditas kelapa sawit sampai dengan bulan September 2014 mencapai 15,96 juta ton dengan nilai sebesar US 12,75 juta hal ini mengalami kenaikan sebesar 7,59 jika dibandingkan dengan volume ekspor sampai dengan september 2013 sebesar 14,831 juta ton neraca perdagangan untuk komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai US 19,43 miliyar.[6] Perkebunan kelapa sawit jadi primadona dan mampu mencapai perkembangan seperti sekarang ini, sehingga menjadi negara produsen kelapa Universitas Sumatera Utara sawit terbesar di dunia, hal ini disebakan antara lain : perkebunan kelapa sawit dapat memberikan manfaat positif pertumbuhan ekonomi yang dirasakan masyarakat dan pelaku usaha kelapa sawit, harga CPO dunia yang cukup baik dan stabil, sebagai minyak biofuel pengganti minyak fosil dan juga sangat dimungkinkan berkat prakarsa pemerintah yang diawali dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit melalui proyek-proyek Pola PIR Perkebunan Inti RakyatNES Nucleus Estate Smallholders pa da awal tahun ’80 an Tabel 2.2 Sebaran Kelapa Sawit Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2014 Provinsi Luas Ha Produksi Ton Riau 2.296.849 7.037.636 Sumatera Utara 1.392.532 4.753.488 Kalimantan Tengah 1.156.653 3.312.408 Sumatera Selatan 1.111.050 2.852.988 Kalimantan Barat 959.226 1.898.871 Kalimantan Timur 856.091 1.599.895 Jambi 688.810 1.857.260 Kalimantan Selatan 499.873 1.316.224 Aceh 413.873 853.855 Sumatera Barat 381.754 1.082.823 Bengkulu 304.339 833.410 Kep. Bangka Belitung 211.237 538.724 Lampung 165.251 447.978 Sulawesi Tengah 147.757 259.361 Sulawesi Barat 101.001 300.396 Jumlah 10.956.231 29.344.479 Sumber : ditjenbun.pertanian,2014 Tanaman kelapa sawit saat ini tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi Riau pada tahun 2014 dengan luas areal seluas 2,30 juta Ha merupakan provinsi yang mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul berturut-turut Provinsi Sumatera Utara seluas 1,39 juta Ha, Provinsi Kalimantan Tengah seluas Universitas Sumatera Utara 1,16 juta Ha dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha serta provinsi- provinsi lainnya.[7] [5] Kementrian Pertanian, 2014. Pertumbuhan Aareal Kelapa Sawit.http:ditjenbun.pertanian.go.idberita-362-pertumbuhan-areal-kelapa-sawit-meningkat.html. [6] Ibid Kementrian pertanian [7] Ibid 2.4Sejarah Perkebunan Karet Di Indonesia Tanaman Karet Hevea brasiliensis merupakan tanaman perkebunan yang penting baik dalam konteks ekonomi masyarakat maupun sumber penghasil devisa non migas bagi Negara, tanaman karet berasal dari daerah tropika lembah Amazon Brazilia dengan curah hujan 2000-3000 mmtahun dan hari hujan antara 120- 170 haritahun Sutardi, 1981, pengembangan karet berkonsentrasi pada daerah 10 LU dan 10 LS Moraes, 1977 sebagian besar areal perkebunan karet Indonesia terletak di Sumatera70 , Kalimantan 24 dan Jawa 4 dengan curah hujan 1500- 4000 mmtahun dengan rata-rata bulan kering 0-4 bulan pertahun dan terletak pada elevasi dibawah 500 m diatas permukaan laut. Perkembangan terahir di Thailand, India, dan China sedang meneliti pengembangan karet di daerah semiarid, elevasi tinggi dan daerah subtropis Vijayakumar dalam Sabarman, 2012 2.5Luas dan Produksi Karet Di Indonesia Luas areal pertanaman karet Indonesia 3.445.317 Ha, dengan produksi total sebesar 2.770.308 ton Statistik Perkebunan, 2010 perbandingan luas areal menurut status pengusahaan, perkebunan rakyat 84,66, perkebunan besar negara 7,11 dan perkebunan besar swasta 8,23 sedangkan produksiperkebunan rakyat 78,97, perkebunan besar negara 10,08 dan produksi besar swasta 10,95. Universitas Sumatera Utara Nilai ekspor tahun 2008, sebesar US 6.023.295.600 dengan volume ekspor 2.283.153,8 ton, produksi dunia diperkirakan laju pertumbuhannya 2,5 pertahun dan perdagangan dunia tumbuh 2,6 BPS, 2009.

2.6 Potensi dan Perkebangan Karet Di Indonesia