Universitas Sumatera Utara BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Resep 2.1.1. Definisi Resep
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, resep dokter didefinisikan sebagai suatu keterangan dokter tentang obat serta dosisnya yang harus digunakan
oleh pasien dan dapat ditukarkan dengan obat di apotek. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di
apotek, resep merupakan suatu permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi atau dokter hewan kepada seorang apoteker untuk menyediakan dan memberikan
obat kepada pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Jas 2008, resep merupakan suatu permintaan tertulis dari seorang
dokter kepada seorang apoteker atau farmasis yang mengelola apotek untuk memberikan obat jadi atau obat racikan kepada pasien.
2.1.2. Komponen Resep
Menurut World Health Organization WHO dalam de Vries et al. 1994, setiap negara memiliki standar tersendiri tentang informasi minimum apa yang
harus ditulis di dalam resep. Obat apa yang memerlukan resep dan siapa yang boleh meresepkan obat diatur oleh peraturan dan hukum di tiap negara tersebut.
Namun, di dalam resep sebaiknya tercantum: 1. Nama, alamat, dan nomor telepon dokter.
2. Tanggal. 3. Nama dan kekuatan obat.
4. Dosis dan jumlah total obat. 5. Label: instruksi dan peringatan.
6. Nama, alamat, dan umur pasien. 7. Tanda tangan dokter.
Menurut Jas 2008, resep harus mengikuti format penulisan yang terdiri dari enam bagian yaitu inscriptio, invocatio, prescriptioordonantio, signatura,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
subscriptio dan pro. Identitas dokter dicantumkan di dalam bagian inscriptio sedangkan identitas pasien di dalam bagian pro. Di bagian invocatio dicantumkan
singkatan latin resipe R. Nama, jumlah, dan bentuk sediaan obat dituliskan pada bagian prescriptioordonantio. Cara pakai, dosis, rute, dan interval pemberian
terdapat pada bagian signatura. Resep tersebut legal bila telah ditandatangani oleh dokter pada bagian subscriptio.
Di dalam resep, nama obat ditulis menurut suatu pola tertentu yaitu diawali dengan penulisan nama obat untuk terapi utama remedium cardinal, kemudian
obat penunjang obat utama remedium adjuvantia, dan terakhir robansia yaitu obat yang dapat memicu metabolisme Jas, 2008.
2.1.3. Rasionalitas Resep
Resep telah ditulis secara rasional bila memenuhi kriteria tepat, aman dan logis. Pertama, peresepan harus tepat indikasi, tepat obat, tepat bentuk sediaan,
tepat dosis, tepat interval pemberian, dan tepat pasien. Kedua, peresepan juga harus aman atau tidak berbahaya bagi pasien. Efek samping dan kontraindikasi
pemberian obat juga harus diwaspadai. Ketiga, resep tersebut harus logis dalam susunan dan komposisi obat. Bentuk sediaan harus sesuai dengan rute pemberian
obat. Beberapa obat dapat berinteraksi secara adisi, potensiasi, sinergis, dan antagonis Jas, 2008.
Menurut Katzung et al. 2009, menulis resep harus mengikuti langkah- langkah yang rasional yaitu:
1. Buat diagnosis yang spesifik, 2. Pertimbangkan implikasi patofisiologi dari diagnosis tersebut,
3. Pilih tujuan terapi yang spesifik, 4. Pilih pengobatan,
5. Tentukan regimen dosis, 6. Rencanakan monitoring kerja obat dan tentukan titik akhir dari terapi,
7. Rencanakan program edukasi bagi pasien.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Depkes RI tahun 2008 tentang Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih
Obat bagi Tenaga Kesehatan, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar penggunaan obat disebut rasional, yaitu:
1. Tepat Diagnosis: Pilihan obat yang diberikan harus sesuai dengan diagnosis. Pemilihan obat akan salah apabila diagnosis tidak ditetapkan dengan benar.
2. Tepat Indikasi Penyakit: Pilihan obat yang diberikan harus tepat untuk suatu penyakit tertentu.
3. Tepat Pemilihan Obat: Pilihan obat yang diberikan harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.
4. Tepat Dosis, Jumlah, Cara, Waktu dan Lama Pemberian Obat: a. Tepat Dosis dan Jumlah: Dosis dan jumlah obat yang diberikan harus
cukup. b. Tepat Cara Pemberian: Misalnya pada pemberian obat antasida, obat
seharusnya dikunyah terlebih dahulu baru boleh ditelan dan pada pemberian antibiotik, obat tidak boleh dicampur dengan susu karena akan
membentuk ikatan yang tidak dapat diabsorpsi sehingga efektifitasnya menurun.
c. Tepat Interval Waktu Pemberian: Cara pemberian obat sebaiknya sederhana dan praktis agar mudah dipatuhi oleh pasien. Frekuensi
pemberian obat yang terlalu sering akan menurunkan tingkat kepatuhan minum obat. Pemberian obat 3 kali sehari seharusnya diberikan dengan
interval pemberian obat setiap 8 jam. d. Tepat Lama Pemberian: Lama pemberian obat harus sesuai dengan
penyakitnya. Misalnya, lama pemberian obat untuk penyakit tuberkulosis minimal adalah 6 bulan dan lama pemberian kloramfenikol untuk demam
tifoid adalah 10-14 hari. 5. Tepat Penilaian Kondisi Pasien: Pilihan obat yang diberikan harus sesuai
dengan kondisi pasien, yaitu kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia atau bayi.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6. Waspada terhadap Efek Samping: Setiap obat dapat menimbulkan efek samping pada dosis terapi, seperti timbul rasa mual, muntah, gatal-gatal, dan
lain lain. 7. Efektif, Aman, Mutu Terjamin, Tersedia Setiap Saat, dan Harga Terjangkau.
8. Tepat Tindak Lanjut follow up: Apabila sakit berlanjut setelah pengobatan sendiri telah dilakukan, pasien harus berkonsultasi ke dokter.
9. Tepat Penyerahan Obat dispensing: Penyerahan obat kepada pasien harus disertai dengan informasi yang tepat.
10. Pasien Patuh terhadap Perintah Pengobatan: Ketidakpatuhan pasien terjadi pada keadaan-keadaan berikut ini:
a. Jenis sediaan obat yang beragam, b. Jumlah obat yang terlalu banyak,
c. Frekuensi pemberian obat per hari yang terlalu sering, d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa adanya informasi,
e. Pasien tidak memperoleh informasi yang cukup tentang cara menggunakan obat,
f. Timbul suatu efek samping.
2.1.4. Kesalahan dalam Peresepan Obat