Analisis Dampak Implementasi Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015 Terhadap Produksi dan Pendapatan Nelayan di Tangkahan Kecamatan Sibolga Sambas Kelurahan Pancuran Bambu Kota Sibolga
LAMPIRAN 2
HASIL PENGOLAHAN DATA 1. UJI T BERPASANGAN
2. HASIL REGRESI LINIER BERGANDA
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.416 .622 -2.277 .028
x1 .194 .033 .547 5.868 .000
x2 .243 .071 .288 3.438 .001
x3 .222 .062 .236 3.567 .001
x4 .218 .063 .207 3.203 .005
3. UJI MULIKOLONIERITAS
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
Sebelum - Sesudah
8.30000 1.80984 .25595 8.81435 7.78565 32.428 49 .000
95.0% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF
-2.668 -.164
.128 .261 .871 .658 .351 .410 2.437
.100 .385 .714 .456 .205 .507 1.973
.097 .347 .509 .469 .213 .814 1.229
(2)
4. HASIL HETEROKEDASTISITAS
5. KOEFISIEN DETERMINASI
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics Durbin-Watson R
Square Change
F Change
df1 df2 Sig. F Change
1 .916a .839 .825 1.18358 .839 58.782 4 45 .000 2.141
a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1 b. Dependent Variable: Y
6. UJI T
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.416 .622 -2.277 .028
x1 .194 .033 .547 5.868 .000
x2 .243 .071 .288 3.438 .001
x3 .222 .062 .236 3.567 .001
(3)
7. UJI F
LAMPIRAN 3
PENENTUAN KRITERIA PADA ANALISIS DESKRIPTIF 5) Kelas kriteria untuk variabel modal (Biaya Perawatan)
Skor maksimal = 4 x 5 x 50 = 1000 Skor minimal = 1 x 5 x 50 = 250 Rentang = 1000 – 250 = 750
Panjang kelas interval = 7504 = 187,5
No Interval Kategori
1 812,5-1000 Tinggi
2 625-811,5 Cukup Tinggi
3 437,5-624 Rendah
4 250-436,5 Sangat Rendah
6) Kelas kriteria untuk variabel modal (Biaya Pengeluaran) Skor maksimal = 4 x 6 x 50 = 1200
Skor minimal = 1 x 6 x 50 = 300 Rentang = 1200 – 300 = 900 Panjang kelas interval = 900
4 = 225
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 329.381 4 82.345 58.782 .000b
Residual 63.039 45 1.401
Total 392.420 49
a. Dependent Variable: Y
(4)
No Interval Kategori
1 975-1200 Tinggi
2 750-974 Cukup Tinggi
3 525-749 Rendah
4 300-524 Sangat Rendah
7) Kelas kriteria untuk variabel tenaga kerja Skor maksimal = 4 x 4 x 50 = 800
Skor minimal = 1 x 4 x 50 = 200 Rentang = 800 – 200 = 600 Panjang kelas interval = 600
4 = 150
No Interval Kategori
1 650-800 Banyak
2 500-649 Cukup Banyak
3 350-499 Sedikit
4 200-349 Sangat Sedikit
8) Kelas kriteria untuk variabel lama melaut Skor maksimal = 4 x 3 x 50 = 600
Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150 Rentang = 600 – 150 = 450
Panjang kelas interval = 4504 = 112,5
No Interval Kategori
1 487,5-600 Panjang
2 375-486,5 Cukup Panjang
3 262,50-374 Sedang
4 150-261,5 Pendek
9) Kelas kriteria untuk variabel produksi Skor maksimal = 4 x 3 x 50 = 600
(5)
Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150 Rentang = 600 – 150 = 450
Panjang kelas interval = 4504 = 112,5
No Interval Kategori
1 487,5-600 Tinggi
2 375-486,5 Cukup Tinggi
3 262,50-374 Rendah
(6)
LAMPIRAN 4
REKAPITULASI DATA HASIL ANGKET PENELITIAN 1. Variabel Modal
3 2 2 2 3 3 4 1 1 2 2
4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3
4 1 2 2 2 3 2 2 2 2 3
1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2
2 2 1 1 2 3 3 3 3 3 3
3 2 2 3 3 4 3 3 3 4 4
4 2 3 3 4 4 4 3 4 4 4
2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 3
3 1 2 2 2 4 4 3 3 3 3
2 3 2 2 3 3 3 2 2 3 2
2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2
2 1 2 1 1 2 3 1 1 1 1
4 1 2 2 1 3 2 1 1 2 2
1 1 2 1 1 3 2 1 1 1 1
3 1 2 2 3 3 3 1 1 1 2
3 2 2 2 3 4 4 3 3 2 3
2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1
3 1 2 2 2 4 4 3 3 3 3
3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3
3 2 1 2 2 4 3 2 3 3 3
4 1 2 3 3 3 4 2 2 2 3
3 1 2 2 3 3 3 1 1 1 2
2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2
2 2 1 1 2 3 3 3 3 3 3
1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 2 1 1 2 3 3 3 3 3 3
3 1 2 2 2 3 3 2 2 2 3
2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2
4 1 2 2 1 3 2 1 1 2 2
3 2 2 2 3 3 4 1 1 2 2
4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3
4 1 2 2 2 3 2 2 2 2 3
1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2
2 2 1 1 2 3 3 3 3 3 3
3 2 2 3 3 4 3 3 3 4 4
(7)
2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 3
3 1 2 2 2 4 4 3 3 3 3
2 3 2 2 3 3 3 2 2 3 2
2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2
2 1 2 1 1 2 3 1 1 1 1
4 1 2 2 1 3 2 1 1 2 2
1 1 2 1 1 3 2 1 1 1 1
3 1 2 2 3 3 3 1 1 1 2
3 2 2 2 3 4 4 3 3 2 3
2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1
3 1 2 2 2 4 4 3 3 3 3
3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3
3 2 1 2 2 4 3 2 3 3 3
2. Variabel Tenaga Kerja
2 2 2 1
4 4 2 4
3 2 4 3
1 2 3 1
3 3 2 2
1 1 4 4
4 2 2 4
2 1 1 1
3 2 1 2
2 1 2 4
1 1 1 1
2 1 1 2
2 3 4 2
1 2 1 1
2 1 1 2
4 3 4 4
1 1 1 1
1 3 2 1
2 1 1 2
2 2 3 3
2 4 2 3
3 3 1 2
1 1 1 1
(8)
1 2 3 1
4 3 3 4
3 3 4 3
1 1 2 2
2 1 1 2
4 4 4 4
2 2 2 1
4 4 2 4
3 2 4 3
1 2 3 1
3 3 2 2
1 1 4 4
4 2 2 4
2 1 1 1
3 2 1 2
2 1 2 4
1 1 1 1
2 1 1 2
2 3 4 2
1 2 1 1
2 1 1 2
4 3 4 4
1 1 1 1
1 3 2 1
2 1 1 2
2 2 3 3
3. Variabel Lama Melaut
2 2 1
4 4 3
3 3 4
1 1 1
2 2 3
4 4 4
4 2 2
3 2 2
4 2 1
3 2 3
(9)
1 3 2
2 2 3
1 1 1
2 1 1
4 3 3
4 4 4
4 2 3
3 4 4
2 1 2
4 4 4
2 1 1
3 3 3
2 2 3
1 1 1
3 4 4
2 1 2
1 1 1
4 4 4
1 1 1
2 2 1
4 4 3
3 3 4
1 1 1
2 2 3
4 4 4
4 2 2
3 2 2
4 2 1
3 2 3
3 3 4
1 3 2
2 2 3
1 1 1
2 1 1
4 3 3
4 4 4
4 2 3
3 4 4
(10)
4. Variabel Iklim 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1
(11)
1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0
5. Variabel Produksi
2 2 1
4 4 4
4 3 3
1 1 1
3 3 3
4 4 4
4 4 3
2 2 2
3 2 2
3 3 2
1 1 2
2 2 2
3 3 3
1 1 1
2 2 2
4 3 3
1 1 2
3 3 3
4 3 3
3 2 2
3 3 4
3 3 3
1 1 1
(12)
1 1 1
4 4 4
3 3 3
3 2 3
2 2 2
2 2 2
2 2 1
4 4 4
4 3 3
1 1 1
3 3 3
4 4 4
4 4 3
2 2 2
3 2 2
3 3 2
1 1 2
2 2 2
3 3 3
1 1 1
2 2 2
4 3 3
1 1 2
3 3 3
4 3 3
(13)
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia 2013
Data Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga Imron, Masyuri. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Media Pressindo: Yogyakarta
Nicholson, Walter. (1987). Mikroekonomi Intermediate dan Penerapannya. Jakarta: Erlangga.
Ruslan, Rosdy. 2003. Metode Penelitian Publik. Surabaya: PT Raja Grafindo Persada.
Supri, Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Fajar Interpratama Offset
Suharyadi, Purwanto SK, Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern (Buku 1), Penerbit Salemba Empat, 2007
Saptarini, Dian dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Wilayah Pesisir. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan: Jakarta
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi dilengkapi dengan Metode
R&D. Bandung: Alfabeta.
Jurnal:
Syahputra, Yogi. 2015. Analisis tingkat pendapatan supir taksi di Kota Medan (studi komperatif : sebelum dan sesudah bandara pindah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Sumber Internet :
19/12/2015)
(14)
4/1/2016)
file:///D:/kumpulan%20skripsi/bahan%20skripsi/ANALISA%20PERATURAN%20ME NTRI%20KELAUTAN%20DAN%20PERIKANAN%20NO.2%20TAHUN%202015%20~% 20DONGENG%20DARI%20SAMUDERA.html(diakses 7/2/2016)
file:///D:/kumpulan%20skripsi/bahan%20skripsi/Analisis%20Kebijakan%20Kepme n%20KKP%20Nomor%202%20tahun%202015%20_%20Baso%20Hamdani.htm (diakses 8/3/2016)
(15)
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Rosdy Ruslan (2003:24) metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dan juga langkah yang akan dilakukan dalam pengumpulan data secara empiris untuk memecahkan masalah dan menguji hipotesis penelitian.
3.1 Pendekatan Rumusan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Menurut Nawawi dan Martini (1994) mendefinisikan metode deskriptif sebagai metode yang melukiskan suatu keadaan objektif atau peristiwa tertentu berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya yang kemudian diiringi dengan upaya pengambilan kesimpulan umum berdasarkan fakta-fakta historis tersebut.
Menurut Strauss dan Corbin (1997) dalam Sujarweni (2014), metode penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode yang menggambarkan permasalahan atau kasus yang dikemukakan
(16)
berdasarkan fakta yang ada dengan berpijak pada fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti untuk dipecahkan permasalahnnya dan ditarik kesimpulan secara umum.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan di Tangkahan Kecamatan Sambas Kelurahan Pancuran Bambu.
Tahapan penelitian ini dilakukan mulai juni 2016 sampai dengan selesai. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi di lokasi penelitian dan mengadakan wawancara langsung dengan responden. Wawancara ini berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada, data sekunder dalam penelitian ini berfungsi sebagai data pendukung. Data yang dijadikan referensi diperoleh melalui Badan Pusat Statistik dan Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan di Kota sibolga.
(17)
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2003), populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah data seluruh nelayan yang bekerja di Kecamatan Sibolga Sambas, Kelurahan Pancuran Bambu. Sedangkan penggunaan sampel bertujuan agar peneliti mudah memperoleh data yang dapat mencerminkan keadaan populasi dengan pertimbangan biaya lebih murah dan waktu penelitian lebih cepat. Populasi homogen yaitu keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi memiliki sifat-sifat yang relatif sama antara yang satu dengan yang lain dan mempunyai ciri tidak terdapat perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang berbeda. Populasi yang homogen cenderung memudahkan penarikan sampel dan semakin homogen populasi maka memungkinkan penggunaan sampel penelitian yang kecil. Populasi dalam penelitian ini adalah nelayan di Tangkahan Kecamatan Sibolga Sambas Kelurahan Pancuran Bambu Kota Sibolga dengan jumlah 1.100 penduduk.
Penetapan ukuran sampel di dasarkan atas pertimbangan Roscoe dalam Sugiyono (2003) yang menyatakan ukuran sampel yang layak digunakan dalam penelitian sosial adalah antara 30 sampai 500 sampel. Diasumsikan bahwa latar belakang sosial ekonomi nelayan relatif homogen. Maka jumlah sampel yang akan di ambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 sampel. Jumlah sampel tersebut telah dapat mewakili seluruh populasi di lokasi penelitian mengingat kecilnya luasan wilayah penelitian.
(18)
3.4 Teknik Pengumpulan Sampel 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuisioner atau juga data hasil wawancara peneliti dengan responden. Data yang diperoleh dari data primer ini harus diolah lagi. Dengan kata lain, data primer adalah data yang langsung diberikan dari sumber data kepada pengumpul data.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain (Indriantoro, 1999). Dalam penelitian ini data diperoleh dari BPS maupun instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan.
3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian 1. Produksi (Y)
Merupakan usaha atau kegiatan manusia uuntuk menciptakan atau mempertinggi nilai guna ekonomi suatu barang atau jasa agar lebih berguna bagi pemenhan kebutuhan manusia dalam satuan kg selama perbulan.
2. Pendapatan
Merupakan pendapatan bersih yang dibawa pulang oleh nelayan yang diperoleh dari hasil penjualan/tangkapan ikan dalam satuan rupiah (Rp) selama perbulan.
(19)
• Modal (X1)
- Biaya perawatan adalah biaya yang dipakai nelayan untuk merawat perlengkapan yang digunakan untuk melaut. Seperti perahu, alat tangkap, keranjang, dayung, dan mesin perahu diukur dengan menggunakan satuan rupiah. - Biaya pengeluaran produksi Biaya pengeluaran produksi adalah biaya-biaya yang digunakan nelayan untuk pengeluaran-pengeluaran biaya secara langsung dalam proses produksi. Seperti: bahan bakar, es, garam, dan bahan makanan diukur dengan menggunakan satuan rupiah.
• Tenaga Kerja (X2)
Jumlah tenaga kerja yang digunakan meliputi tenaga kerja yang digunakan nelayan dalam satu perahu diukur dengan menggunakan satuan orang.
• Lama Melaut (X3)
Lamanya melaut yang digunakan adalah waktu nelayan dalam mencari ikan dilaut dan diukur dengan menggunakan satuan jam.
• Iklim (X4)
Iklim yang dimaksud adalah cuaca yang digunakan nelayan untuk proses produksi mencari ikan. Dalam menganalisis variabel iklim menggunakan variabel dummy karena variabel iklim dalam penelitian ini bersifat kualitatif, maka perlu dibuat kuantifikasi agar memudahkan dalam persamaan regresi. Nilai dalam variabel dummy dalam penelitian ini adalah: a) 1, untuk panas b) 0, untuk hujan.
Menurut Supranto (2004: 175) suatu cara untuk membuat kuantifikasi (berbentuk angka) dari data kualitatif (tidak berbentuk angka) ialah dengan
(20)
jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0 (nol). Angka 0 (nol) kalau atribute yang dimaksud tidak ada (tidak terjadi) dan diberi angka 1 kalau ada (terjadi). Contohnya diberi nilai 1 kalau dia laki-laki dan 0 kalau perempuan. Dalam hal ini iklim merupakan variable yang sifatnya kualitatif maka perlu diubah menjadi kuantifikasi agar dapat digunakan dalam persamaan regresi. Karena itu, iklim dibedakan menjadi dua yaitu: panas dan hujan. Yang dimaksud iklim dalam penelitian ini adalah keadaan iklim yang digunakan nelayan dalam proses produksi pada nelayan dihitung dengan menggunakan variable boneka (dummy variabel).
3.6 Teknik Analisis Data
Menurut Sujarweni (2014), analisis data diartikan sebagai upaya data yang sudah tersedia kemudian diolah dengan statistik dan dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap, dengan tujuan mengolah data tersebut untuk menjawab rumusan masalah.
Teknik analisis data yang digunakan adalah : 3.6.1 Analisis Deskriptif
Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing indikator dalam setiap variabel yang memberikan gambaran mengenai responden penelitian dan variabel-variabel penelitian yang berupa persepsi tentang modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap hasil produksi nelayan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan teknik analisis deskriptif adalah sebagai berikut: Dalam pembuatan tabel didasarkan atas angket yang digunakan dalam penelitian.
(21)
Angket yang digunakan berjumlah 22 butir soal yang terbagi dalam 4: variabel, yaitu variabel modal dengan jumlah 11 butir soal, variabel tenaga kerja dengan jumlah 4 butir soal, variabel lama melaut dengan jumlah 3 butir soal dan hasil produksi dengan jumlah 3 butir soal dan iklim berjumlah 1 soal.
a. Kelas kriteria untuk tiap variabel
Jumlah skor maksimum : nilai tertinggi x jumlah pertanyaan x N Jumlah skor minimum : nilai terendah x jumlah pertanyaan x N Range : jumlah skor maximum – jumlah skor minimum
Interval : �����
������ �����
1) Kelas kriteria untuk variabel modal Skor maksimal = 4 x 11 x 50 = 2200 Skor minimal = 1 x 11 x 50 = 550 Rentang = 2200 – 550 = 1650
Panjang kelas interval = 16504 = 412,5
Kriteria untuk variabel modal adalah tinggi, cukup tinggi, rendah, sangat rendah dengan jenjang kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jenjang kriteria variabel modal
No Interval Kategori
1 1787,5-2200 Tinggi
2 1375-1786,5 Cukup Tinggi
3 962,5-1374 Rendah
4 550-951,5 Sangat Rendah
2) Kelas kriteria untuk variabel tenaga kerja Skor maksimal = 4 x 4 x 50 = 800
(22)
Skor minimal = 1 x 4 x 50 = 200 Rentang = 800 – 200 = 600 Panjang kelas interval = 6004 = 150
Kriteria untuk variabel tenaga kerja adalah banyak, cukup banyak, sedikit, sangat sedikit dengan jenjang kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.2
Jenjang kriteria variabel tenaga kerja
No Interval Kategori
1 650-800 Banyak
2 500-649 Cukup Banyak
3 350-499 Sedikit
4 200-349 Sangat Sedikit
3) Kelas kriteria untuk variabel lama melaut Skor maksimal = 4 x 3 x 50 = 600
Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150 Rentang = 600 – 150 = 450
Panjang kelas interval = 4504 = 112,5
Kriteria untuk variabel lama melaut adalah panjang, cukup panjang, sedang, pendek dengan jenjang kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3
Jenjang kriteria variabel lama melaut
No Interval Kategori
1 487,5-600 Panjang
2 375-486,5 Cukup Panjang
3 262,5-374 Sedang
4 150-261,5 Pendek
4) Kelas kriteria untuk variabel hasil produksi Skor maksimal = 4 x 3 x 50 = 600
(23)
Skor minimal = 1 x 3 x 50 = 150 Rentang = 600 – 150 = 450
Panjang kelas interval = 4504 = 112,5
Kriteria untuk variabel hasil produksi adalah tinggi, cukup tinggi, rendah, sangat rendah dengan jenjang kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.4
Jenjang kriteria variabel produksi
No Interval Kategori
1 487,5-600 Tinggi
2 375-486,5 Cukup Tinggi
3 262,5-374 Rendah
4 150-261,5 Sangat Rendah
3.6.2 Metode Analisis Regresi Linier Berganda
Dimana data yang dikumpulkan melalui hasil wawancara, kemudian dianalisis menggunakan indikator yang digunakan. Metode yang digunakan dengan rumus :
Y = �� + ����+����+����+����+e Keterangan :
Y : Produksi (Kg)
b0 : Intersep/konstanta
b1, b2, b3, b4 : Koefisien regresi
X1 : Jarak (Km)
X2 : Pengalaman (tahun)
X3 : Modal (Rp)
X4 : Lama waktu tangkap (jam)
(24)
3.6.3 Uji t Berpasangan (Paired Sample t-test)
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian Paired
Sampel t-test. Hasil dari uji Paired Sampel t-test akan digunakan untuk
menganalisis apakah terdapat perbedaan sebelum adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 . Kriteria pengambilan keputusan pengujian hipotesis adalah Ha diterima jika signifikansi < 5%.
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinieritas
Multikolinieritas timbul karena satu atau lebih variabel bebas (penjelas) merupakan kombinasi linier yang pasti (sempurna) atau mendekati pasti dari variabel penjelas lainnya. Jika terdapat multikolinieritas sempurna, koefisien regresi dari variabel penjelas tersebut tidak dapat ditentukan dan variansnya bernilai tak terhingga. Jika multikonilinieritas kurang sempurna, koefisien regresi dapat ditentukan, namun variansnya sangat besar, sehingga tidak dapat menaksir koefisien secara akurat. Dalam model regresi linier, diasumsikan tidak terdapat multikolinieritas di antara variabel-variabel penjelas, untuk itu perlu dideteksi dengan mengamati besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu :
1. Interval tingkat kepercayaan lebar (karena varians besar maka standar error besar, sehingga interval kepercayaan lebar);
2. Koefisien determinasi tinggi dan signifikasi nitai t statistik rendah; 3. Koefisien korelasi antar variable bebas tinggi;
4. Nilai koefisien korelasi parsial tinggi.
(25)
Jika nilai VIF < 10 atau nilai tolerance > 0,01 maka terjadi multikolonieritas. Jika nilai VIF > 10 atau nilai tolerance < 0,01 maka tidak terjadi multikolonieritas.
3.7.2 Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah Homokedastisitas tidak terjadi Heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas dalam penelitian ini deteksi dengan menggunakan analisis grafik dan varian tak bersyarat. Analisis grafik, yaitu dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya). Dasar pengambilan keputusan untuk Heteroskedastisitas dengan analisis grafik, jika tidak terjadi Heteroskedastisitas. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang terbentuk (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi Heteroskedastisitas.
3.8 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian secara simultan (serempak) dan parsial yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi software pengolahan data dengan SPSS dengan analisis tersebut:
(26)
1. Uji T (secara parsial)
Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen (modal, tenaga kerja, lama melaut, dan iklim) secara parsial terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis statistik pengujian sebagai berikut:
Ho : β1 = 0 (tidak ada pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim
terhadap produksi).
H1 ≠ β1 = 0 (ada pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap
produksi).
2. Uji F (Uji secara simultan)
Uji F dilakukan untuk melihat secara simultan (bersama-sama) apakah ada pengaruh dari variabel bebas (modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim).
Model hipotesis yang dilakukan dalam uji F ini adalah:
Ho : β1 β2 β3 β4 = 0 (artinya modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara
bersama-sama tidak terpengaruh terhadap produksi).
H1 : β1 β2 β3 β4 ≠ 0 (artinya modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara
(27)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
Kota Sibolga memiliki 5 (lima) pulau-pulau kecil dengan luas keseluruhan 137,08 Ha. Keberadaan pulau-pulau tersebut memberikan peluang dalam pengembangan wisata bahari dan perikanan budidaya. Sebagaimana diketahui, dengan panjang garis pantai mencapai 21,84 km termasuk 10,41 km garis pantai pulau-pulau kecil, maka pantai Kota Sibolga memiliki potensi pengembangan budidaya ikan melalui sistem Keramba Jaring Apung (KJA).
Jumlah penduduk di Kota Sibolga pada tahun 2012 berjumlah 85.271 jiwa, kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan berjumlah 8009 kepala keluarga.
4.2 Karakteristik Responden
4.4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga, maka diperoleh data tentang umur responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 21-30 5 10
2. 31-40 20 40
3. 41-50 20 40
4. 51-60 5 10
(28)
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki tingkatan umur antara 21 – 30 tahun yaitu sebanyak 5 orang yang merupakan paling kecil, sedangkan pada tingkat umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 20 orang. Selebihnya pada tingkat umur 41-50 tahun sebanyak 20 orang, tingkatan umur 51 – 60 tahun sebanyak 5 orang.
4.4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga, maka diperoleh data tentang pendidikan responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
Responden
Persentase (%)
1 SD/MI 5 10
2 SMP/Sederajat 10 20
3 SMA/Sederajat 35 70
4 D3/S1 0 0
Total 50 100
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA/Sederajat sebanyak 35 orang atau 70% dan diikuti yang berpendidikan SMP/Sederajat sebanyak 10 orang atau 20%. Sedangkan yang berpendidikan SD/MI sebanyak 5 orang atau 10%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Kota Sibolga masih berada pada tingkat pendidikan yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat yang hanya tamatan SD sampe SMA dan untuk tamatan D3/S1 sama sekali tidak ada.
(29)
4.3 Deskriptif Variabel 1. Variabel Modal
a. Indikator Biaya Perawatan
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang indikator biaya perawatan modal responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Hasil Analisis Deskriptif Indikator Biaya Perawatan pada variabel Modal
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
812,5-1000 Tinggi 3
509
625-811,5 Cukup Tinggi 8
437,5-624 Rendah 19
250-436,5 Sangat Rendah 25
Jumlah 50
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator biaya perawatan diperoleh jumlah skor sebesar 509 yang masuk dalam kriteria rendah. Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa indikator biaya perawatan nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria tinggi dengan jumlah 3 responden, 8 responden dalam kriteria cukup tinggi, 19 responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu berjumlah 25 responden termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan demikian secara umum biaya perawatan sebagai indikator dalam variabel modal di desa Tasik Agung tergolong rendah. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga menggunakan biaya perawatan secara rendah untuk menghemat biaya produksi.
(30)
b. Indikator Biaya Pengeluaran Produksi
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang indikator biaya pen responden pengeluaran modal yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Hasil Analisis Deskriptif Indikator Biaya Pengeluaran pada variabel Modal
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
975-1200 Tinggi 11
724
750-974 Cukup Tinggi 12
525-749 Rendah 14
300-524 Sangat Rendah 13
Jumlah
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator biaya pengeluaran produksi diperoleh jumlah skor sebesar 724 yang masuk dalam kriteria rendah. Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa indikator biaya pengeluaran produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria tinggi dengan jumlah 11 responden, 12 responden dalam kriteria cukup tinggi, 14 responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu berjumlah 13 responden termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan demikian secara umum biaya pengeluaran produksi sebagai indikator dalam variabel modal di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga tergolong rendah. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga menggunakan biaya pengeluaran produksi secara rendah dalam proses produksi.
(31)
2. Variabel Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang jumlah tenaga kerja yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Hasil Analisis Deskripsi Indikator Jumlah Tenaga Kerja pada variabel Tenaga Kerja
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
650-800 Banyak 7
433
500-649 Cukup Banyak 14
350-499 Sedikit 12
200-349 Sangat Sedikit 17
Jumlah 50
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator jumlah tenaga kerja diperoleh jumlah skor sebesar 433 yang masuk dalam kriteria sedikit. Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa indikator jumlah tenaga kerja nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria banyak dengan jumlah 7 responden, 14 responden dalam kriteria cukup banyak, 12 responden berkriteria sedikit dan selebihnya yaitu berjumlah 17 responden termasuk dalam kriteria sangat sedikit. Dengan demikian secara umum jumlah tenaga kerja sebagai indikator dalam variabel tenaga kerja di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga tergolong sedikit. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas menggunakan jumlah tenaga kerja dengan sedikit orang untuk menghindari pola bagi hasil juga akan dapat mengurangi resiko bilamana hasil tangkapannya sedang buruk dan disini memberikan gambaran bahwa
(32)
semakin banyak jumlah awak kapal, semakin kecil bagian yang diperoleh setiap awaknya.
3. Variabel Lama Melaut
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang lama waktu melaut responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Hasil Analisis Deskripsi Indikator Lama waktu di laut
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
487,5-600 Panjang 17
379
375-486,5 Cukup Panjang 12
262,50-374 Sedang 11
150-261,5 Pendek 10
Jumlah 50
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator lama melaut diperoleh jumlah skor sebesar 379 yang masuk dalam kriteria cukup panjang. Berdasarkan tabel 4.7 terlihat bahwa indikator lama waktu nelayan di laut Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga berkriteria panjang dengan jumlah 17 responden, 12 responden dalam kriteria cukup panjang, 11 responden berkriteria sedang dan selebihnya yaitu berjumlah 10 responden termasuk dalam kriteria pendek. Dengan demikian secara umum lama waktu nelayan di laut sebagai indikator dalam variabel lama waktu di Kecamatan Sibolga Sambas tergolong cukup panjang. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas menggunakan lama
(33)
waktu di laut dengan cukup panjang untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimal.
4. Variabel Produksi Nelayan
Berdasarkan hasil penelitian 50 responden yang menjadi sampel penelitian di Kecamatan Sibolga Sambas, maka diperoleh data tentang hasil produksi responden yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Hasil Analisis Deskripsi Indikator Produksi
Interval Kriteria Frekuensi Jumlah
Skor
487,5-600 Tinggi 14
377
375-486,5 Cukup Tinggi 12
262,50-374 Rendah 11
150-261,5 Sangat Rendah 13
Jumlah 50
Berdasarkan hasil perhitungan analisis deskripsi untuk indikator jumlah produksi nelayan diperoleh jumlah skor sebesar 377 yang masuk dalam kriteria cukup tinggi. Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa indikator jumlah produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas berkriteria tinggi dengan jumlah 14 responden, 12 responden dalam kriteria cukup tinggi, 11 responden berkriteria rendah dan selebihnya yaitu berjumlah 13 responden termasuk dalam kriteria sangat rendah. Dengan demikian secara umum jumlah produksi nelayan sebagai indikator dalam variabel hasil produksi di Kecamatan Sibolga Sambas tergolong cukup tinggi. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas mendapatkan hasil produksi ikan dengan cukup tinggi. Hal ini terjadi karena
(34)
penghasilan nelayan yang tidak dapat ditentukan kepastiannya, tergantung dari jumlah ikan yang ditangkap dan juga tergantung dari cuaca yang mendukung untuk mencari ikan.
4.4 Uji t Berpasangan (Paired Sample t-test)
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian Paired
Sampel t-test. Hasil dari uji Paired Sampel t-test akan digunakan untuk
menganalisis apakah terdapat perbedaan sebelum adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 . Kriteria pengambilan keputusan pengujian hipotesis adalah Ha diterima jika signifikansi < 5%. Berikut merupakan hasil uji t-2 sampel berpasangan (paired sample) yang telah dilakukan dengan menggunakan software SPSS:
Tabel 4.8
Uji t-2 Sampel Berpasangan
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa selisih rata-rata sebelum dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015 adalah sebesar 8,30000. Dari nilai signifikansi (Sig.(2-tailed)) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga Ha diterima atau H0 ditolak.Hasil t hitung dari tabel di atas sebesar 32,428 Dengan melihat t table dengan ketentuan Alfa ( α )
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
Sebelum - Sesudah
(35)
sebesar 0.05 dan DF = jumlah data – 1 atau sebesar 49, maka didapat besarnya t table adalah 2,009. Dengan membandingkan nilai perhitungan di atas, tampak bahwa t hitung > t tabel sehingga Ha diterima. Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa “Terdapat perbedaan sebelum dan sesudah adanya Permen-KP no 2 Tahun 2015. 4.5 Hasil Regresi Linier Berganda
Tabel 4.9
Hasil Regresi Linier Berganda
Variabel Koefisien Sig.
(Constant) -1.416 .028
Modal .194 .000
Tenaga Kerja .243 .001
L.Melaut .222 .001
Iklim .218 .005
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y= - 1,416 +0,194X1 + 0,243X2+ 0,222X3 + 0,218X4 Makna dari persamaan Regresi tersebut yaitu :
Persamaan regresi linier berganda dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Konstanta sebesar -1,416, artinya bahwa variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim dianggap konstan maka hasil produksi sebesar 1.416.
b. Variabel modal mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil produksi nelayan dengan koefisien menunjukkan sebesar 0,194.
(36)
c. Variabel tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil produksi nelayan dengan koefisien menunjukkan sebesar 0,243.
d. Variabel lama melaut pengaruh yang positif terhadap hasil produksi nelayan dengan koefisien menunjukkan sebesar 0,222.
e. Variabel iklim yang positif terhadap hasil produksi nelayan dengan koefisien menunjukkan sebesar 0,218.
4.6 Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolonieritas
Menurut Imam Ghozali (2005: 63) multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai cutoff yang umum dipakai adalah nilai
tolerance 0,10 atau sama
dengan nilai VIF di atas 10. Setiap analisis harus menentukan tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir.
Dari hasil penelitian terlihat hasil pengujian multikolinieritas sebagaimana tampak pada tabel 4.11 di bawah:
(37)
Tabel 4.10
Hasil Uji Multikolonieritas
Nilai VIF untuk variabel modal sebesar 2,437. Oleh karena nilai VIF sebesar 2,437 < 10, maka inferensi yang diambil adalah variabel modal tidak mengalami masalah multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel tenaga kerja sebesar 1,973. Oleh karena nilai VIF sebesar 1,973 < 10, maka inferensi yang diambil adalah variabel tenaga kerja tidak mengalami masalah multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel lama melaut sebesar 1,229. Oleh karena nilai VIF sebesar 1,229 < 10, maka inferensi yang diambil adalah variabel lama melaut tidak mengalami masalah multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel iklim sebesar 1,108. Oleh karena nilai VIF sebesar 1,108 < 10, maka inferensi yang diambil adalah variabel iklim tidak mengalami masalah multikolinearitas.
2. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi
Tolerance VIF .410 2.437 .507 1.973 .814 1.229 .902 1.108
(38)
heteroskedastisitas. Kebanyakan data cross-section mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (Imam Ghozali, 2005:77). Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat juga dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED pada program SPSS.
Grafik scatterplot menunjukkan titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Grafik titik – titik juga menyebar diatas dan bawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini menunjukkan bahwa model regresi linear berganda dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas. Dari hasil pengujian diperoleh scatterplot sebagaimana gambar di bawah :
Gambar 4.1
Hasil Uji Heterokedastisitas
Dari gambar 4.1 terlihat titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun di bawah angka nol, titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja, penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali, dan penyebaran titik-titik data tidak terpola. Maka dapat disimpulkan bahwa
(39)
model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik heterokedastisitas dan layak digunakan dalam penelitian.
4.7 Uji Hipotesis 1. Uji F
Uji hipotesis secara simultan dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas, dalam hal ini variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim, secara simultan dengan variabel terikat yaitu produksi nelayan dengan menggunakan uji F. Jika nilai f hitung lebih besar dari pada f tabel, dengan arti bahwa hipotesis yang mengatakan variabel bebas secara simultan signifikan dalam mempengaruhi variabel terikat. Hasil analisis secara simultan berdasarkan hasil analisis dengan bantuan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.11 Uji F
Dari tabel diatas, nilai f hitung yang diperoleh adalah sebesar 58,782 dan signifikansi sebesar 0,000. Karena f hitung > f tabel (58,782>2,57) dan signifikansi < α (0,000<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim secara simultan berpengaruh positif terhadap hasil produksi nelayan.
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 329.381 4 82.345 58.782 .000b
Residual 63.039 45 1.401
Total 392.420 49
a. Dependent Variable: Y
(40)
2. Uji T
Uji hipotesis secara parsial dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap hasil produksi dengan menggunakan uji t hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.12 Uji T
Variabel Koefisien Sig.
(Constant) -1.416 .028
Modal .194 .000
Tenaga Kerja .243 .001
L.Melaut .222 .001
Iklim .218 .005
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai signifikan variable modal sebesar 0,000. Karena nilai signifikan < α (0,000 < 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa modal berpengaruh positif terhadap hasil produksi. Koefisien regresi untuk variabel modal adalah 0,787. Koefisien ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan modal 1% maka akan meningkat pula hasil produksi sebesar 0,194 % dengan asumsi tenaga kerja, lama melaut dan iklim adalah tetap (konstan). Hal tersebut menunjukkan bahwa modal mempunyai hubungan positif dengan hasil produksi. Atau dengan kata lain semakin tinggi modal, maka akan meningkatkan hasil produksi.
Nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel tenaga kerja adalah sebesar 0,001. Karena nilai signifikan < α (0,001 < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja berpengaruh positif terhadap hasil
(41)
produksi. Koefisien regresi untuk variabel tenaga kerja adalah sebesar (0,243). Koefisien ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan tenaga kerja sebesar 1%, maka hasil produksi akan meningkatkan sebesar 0,243% dengan asumsi modal, lama melaut, dan iklim adalah konstan. Sehingga tenaga kerja mempunyai hubungan yang positif dengan hasil produksi. Atau dengan kata lain tenaga kerja semakin banyak yang digunakan maka akan meningkatkan hasil produksi.
Nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel lama melaut adalah sebesar 0,001. Karena signifikansi < α (0,001 < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa lama melaut berpengaruh positif terhadap hasil produksi. koefisien regresi untuk variabel lama melaut adalah sebesar (0,222). Koefisien ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan lama melaut sebesar 1%. Maka hasil produksi akan meningkat sebesar 0,222% dengan asumsi modal, tenaga kerja, dan iklim adalah konstan. Sehingga lama melaut mempunyai hubungan yang positif dengan hasil produksi. Atau dengan kata lain lama melaut semakin lama maka akan meningkatkan hasil produksi.. Koefisien regresi untuk variabel iklim adalah sebesar (0,218). Sedangkan untuk nilai signifikan yang diperoleh untuk variabel iklim adalah sebesar (0,005). Karena signifikansi < α (0,005 < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim (Dummy) berpengaruh positif terhadap hasil produksi.
(42)
3. Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 4.13 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .916a .839 .825 1.18358
a. Predictors: (Constant), x4, x3, x2, x1 b. Dependent Variable: Y
Dari perhitungan diatas di peroleh nilai (R square) = 0,839. Dengan demikian berarti bahwa pengaruh variabel modal, tenaga kerja, lama melaut, dan iklim terhadap produksi adalah 83,9%. Sedangkan untuk sisanya sebesar 16,1 % dipengaruhi oleh faktor -faktor lain yang diluar model.
(43)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim berpengaruh positif terhadap hasil produksi nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas
2. Terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah Permen-KP no 2 Tahun 2015 di Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga.
5.2Saran
Beberapa saran yang penulis berikan sehubungan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan data hasil penelitian modal dalam kategori rendah dilihat dari masih rendahnya perawatan alat tangkap dan perbaikan mesin perahu. Sehingga saran yang diberikan adalah perawatan pada alat tangkap dan perbaikan mesin perahu harus lebih ditingkatkan lagi agar hasil produksi yang didapat nelayan Sibolga Sambas dapat meningkat.
2. Berdasarkan hasil penelitian tenaga kerja termasuk dalam kategori sedikit dilihat dari lama pengalaman sebagai nelayan. Sehingga saran yang diberikan sebaiknya nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas mencari tenaga kerja yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang memiliki potensi dan
(44)
pengalaman yang cukup akan membantu lebih dalam proses produksi ikan bagi nelayan Sibolga Sambas.
3. Berdasarkan data hasil penelitian lama melaut termasuk dalam kategori cukup panjang dilihat dari lama waktu nelayan di tempat sasaran penangkapan ikan. Sebab para nelayan di Kecamatan Sibolga Sambas belum menemukan tempat yang tepat untuk mendapatkan ikan, oleh karena itu saran yang diberikan kepada nelayan Sibolga Sambas harus lebih banyak mengetahui letak atau lokasi yang tepat untuk mencari ikan tanpa memerlukan waktu yang lama. Sebab, waktu yang dibutuhkan lebih cepat akan mempengaruhi hasil produksi yang tinggi.
4. Berdasarkan data hasil penelitian iklim, dilihat dari masih sebagian nelayan menggunakan iklim panas sebagai acuan melaut. Sehingga saran yang diberikan untuk nelayan Sibolga Sambas sebaiknya pada saat hujan atau tidak melaut harus bisa mencari alternatif pekejaan lain atau sampingan sehingga tidak hanya mengandalkan dari bekerja sebagai nelayan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
(45)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015
2.1.1 Isi Permen/KP/No 2
Peraturan menteri kelautan dan perikanan RI nomor 2/Permen-KP/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Alat Penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan.
2. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
3. Korporasi adalah kumpulan orang perseorangan dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
4. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Izin Usaha Perikanan.
(46)
Pasal 2
Setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Pasal 3
(1) Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:
a. Pukat hela dasar (bottom trawls);
b. Pukat hela pertengahan (midwater trawls);
c. Pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dan d. Pukat dorong.
(2) Pukat hela dasar (bottom trawls) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari:
a. Pukat hela dasar berpalang (beam trawls); b. Pukat hela dasar berpapan (otter trawls); c. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls); d. Nephrops trawls; dan
e. Pukat hela dasar udang (shrimp trawls), berupa pukat udang.
(3) Pukat hela pertengahan (midwater trawls), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. Pukat hela pertengahan berpapan (otter trawls), berupa pukat ikan; b. Pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls); dan
(47)
Pasal 4
(1) Alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:
a. Pukat tarik pantai (beach seines); dan b. Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
(2) Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. Dogol (danish seines); b. Scottish seines; c. Pair seines; d. Payang; e. Cantrang; dan f. Lampara dasar. Pasal 5
Pengkodean dan gambar alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
SIPI dengan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
(48)
Pasal 7
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana diatur dalam Pasal 23, Pasal 24 dan Lampiran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1466) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Jenis alat penangkapan ikan pukat hela, 03.0.0: 1. Pukat hela dasar (Bottom Trawls), TB, 03.1.0:
a) Pukat hela dasar berpalang (Beam trawls), TBB, 03.1.1
Gambar 1. Pukat hela dasar berpalang b) Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls), OTB, 03.1.2
(49)
Gambar 2. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls) c) Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), PTB, 03.1.3
Gambar 3. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls) d) Nephrops trawl (Nephrops trawl), TBN, 03.1.4
Gambar 4. Nephrops trawl (Nephrops trawls) e) Pukat hela dasar udang (Shrimp trawls), TBS, 03.1.5
(50)
2.2 Pendapatan Usaha Nelayan Perahu
Pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Banyak yang masih bingung dalam penggunaan istilah pendapatan. Hal ini disebabkan pendapatan dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income. Menurut Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, royalti dan sewa.” Definisi tersebut memberikan pengertian yang berbeda dimana income memberikan pengertian pendapatan yang lebih luas,
income meliputi pendapatan yang berasal dari kegiatan operasi normal perusahaan
maupun yang berasal dari luar operasi normalnya. Sedangkan revenue merupakan penghasil dari penjualan produk, barang dagangan, jasa dan perolehan dari setiap transaksi yang terjadi. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang tergantung pada faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, kemampuan, pendidikan dan pengalaman.
Menurut ahli ekonomi klasik, pendapatan ditentukan oleh kemampuan faktor–faktor produksi dalam menghasilkan barang dan jasa. Semakin besar kemampuan faktor–faktor produksi menghasilkan barang dan jasa , semakin besar pula pendapatan yang diciptakan.
Pendapatan usaha nelayan adalah selisih antara peneriamaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan usaha nelayan (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha nelayan biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
(51)
biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contoh biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Soekartawi, 2002).
Mayers dalam terjemahan Sitohang (1996), memandang pendapatan dari sisi efektifitas penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan adalah “Pendapatan adalah nilai barang atau jasa tertentu pada akhir jangka tertentu yang mempunyai indikasi bahwa makna pendapatan bisa saja bergeser seiring dengan tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat”.
Menurut Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Dan ada beberapa macam pendapatan yaitu:
a. Pertama, pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara.
b. Kedua, pendapatan disposibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.
(52)
c. Ketiga, pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.
Menurut Sobri (1999) pendapatan disposibel adalah suatu jenis penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau dikonsumsikan. Besarnya pendapatan disposibel yaitu pendapatan yang diterima dikurangi dengan pajak langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.
Menurut teori Milton Friedman bahwa pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan permanen dapat diartikan yaitu:
a. Pertama, pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, sebagai contoh adalah pendapatan, upah, dan gaji. b. Kedua, pendapatan yang diperoleh dan hasil semua faktor yang menentukan
kekayaan seseorang.
Pendapatan menekan pada perwujudan balas jasa dari partisipasi seseorang dalam satu kegiatan produksi dimana tergambar pada sumbangan faktor-faktor produksi atas nilai tambah (value added) pada tingkat out put tertentu. Nilai tambah inilah yang merupakan pokok utama dari balas jasa yang selanjutnya disebut pendapatan. Pendapatan tersebut dipilih menurut jangka waktu tertentu sehingga arti praktisnya nampak, misalnya satu bulan, dan lain sebagainya.
Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan yang dilakukan. Jenis kegiatan yang mengikut serta kan modal atau keterampilan
(53)
mempunyai produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, yang pada akhirnya mampu memberikan pendapatan yang lebih besar, (Winardi, 1988).
2.3 Produksi Nelayan
Suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang.Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu proses produksi disebut Produsen.
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004).
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
Masyarakat nelayan yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan. Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang
(54)
selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun secara politik.
Nelayan orang yang melakukan penangkapan (budidaya) di laut dan di tempat yang masih dipengaruhi pasang surut (Tarigan, 2000). Jadi bila ada yang menangkap ikan di tempat budidaya ikan seperti tambak, kolam ikan, danau, sungai tidak termasuk nelayan. Selanjutnya, menurut Tarigan (2000), berdasarkan pendapatnya, nelayan dapat dibagi menjadi :
a. Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya berasal dari perikanan.
b. Nelayan sambil utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya berasal dari perikanan.
c. Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya berasal dari perikanan.
d. Nelayan musiman, yakni orang yang dalam musim-musim tertentu saja aktif sebagai nelayan.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia masyarakat nelayan yang terefleksi dalam bentuk kemiskinan sangat erat kaitannya dengan faktor internal dan eksternal masyarakat. Faktor internal misalnya pertumbuhan penduduk yang cepat, kurang berani mengambil resiko, cepat puas dan kebiasaan lain yang tidak mengandung modernisasi. Selain itu kelemahan modal usaha dari nelayan sangat dipengaruhi oleh pola piker nelayan itu sendiri. Faktor eksternal yang mengakibatkan kemiskinan rumah tangga nelayan lapisan bawah antara lain proses produksi didominasi oleh toke pemilik perahu atau modal dan sifat
(55)
pemasaran produksi hanya dikuasai kelompok dalam bentuk pasar monopsoni (Kusnadi, 2003).
Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan dan diuraikan sebagai berikut :
1. Teknologi
Teknologi dan kendalanya. Peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan (produksi) adalah perahu tanpa mesin atau perahu dengan mesin yang kecil (motorisasi), jaring dan pancing.
Peralatan/ modal nelayan adalah nilai daripada peralatan yang digunakan seperti :
a. Harga perahu, apakah mempergunakan mesin atau tidak yang dimiliki nelayan.
b. Harga dari peralatan penangkapan ikan misalnya jaring, pancing, dan lain-lain. c. Bahan makanan yang dibawa melaut dan yang ditinggalkan di rumah. Ini
semua adalah merupakan input bagi nelayan dalam melaut (menangkap ikan). Tenaga kerja, banyak atau sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam melaut (menangkap ikan), digaji atau tidak tenaga tersebut atau bagi hasil, atau keluarga misalnya istri, anak (keluarga) sehingga tidak dibayar gajinya.
2. Sosial Ekonomi
a) Umur, seseorang yang telah berumur 15 tahun ke atas baru disebut nelayan, dibawah umur tersebut walaupun ia turut melaut tidak disebut sebagai nelayan.
(56)
b) Pendidikan, biasanya sebelum menjadi nelayan pada umumnya mereka telah menempuh pendidikan, misalnya : sampai tingkat SMA, SMP, SD atau tidak menempuh pendidikan sama sekali.
c) Pengalaman, apabila seseorang yang dianggap nelayan yang telah berumur 15 tahun sampai 30 tahun, diatas 30 tahun telah dianggap sebagai nelayan yang berpengalaman (pawing). Hal ini juga merupakan kategori atau klasifikasi untuk menentukan banyaknya jumlah tangkapan ikan dilaut.
d) Peralatan, apakah nelayan itu mempunyai peralatan sendiri dalam melaut dan menangkap ikan atau tidak, jadi apabila ia tidak memiliki peralatan sendiri dan hanya menerima gaji maka dikatakanlah ia buruh nelayan.
e) Anggota organisasi atau tidak anggota, apakah nelayan tersebut menjadi anggota organisasi atau tidak, dalam hal ini KUD (Koperasi Unit Desa), disini dimaksud KUD adalah KUD nelayan yang tujuannya adalah untuk kelompok nelayan dan menydiakan peralatan dan keperluan nelayan, sehingga apabila nelayan itu menjadi anggotanya maka nelayan itu memperoleh kemudahan dan kemurahan dalam melaksanakan usahanya yaitu nelayan.
f) Musim,musim sangat berpengaruh kepada keadaan kehidupan nelayan yaitu musim barat dan musim timur. Dalam 1 tahun ada 2 musim yaitu musim timur dari bulan Maret sampai awal Agustus keadaan pasang tidak terlampau tinggi, arus tidak terlampau deras, gelombang tidak terlampau besar jadi sedang-sedang saja. Pada musim inilah nelayan banyak mendapat ikan. Pada musim barat, biasanya dari akhir Agustus sampai awal Maret, umumnya gelombang besar, pasang tinggi, arus deras, curah hujan selalu terjadi, dipuncaknya apa
(57)
yang disebut pasang Perdani, yaitu pasang paling besar/tinggi pada satu kali setahun. Keadaan ini pada umummnya nelayan sangat jarang ke laut karena takut bahaya, jadi produksi sedikit dan biasanya harga ikan akan tinggi. Disamping kedua musim dalam satu kali setahun tadi ada lagi pengaruh musim bulanan yaitu pada bulan purnama dan pada bulan gelap. Pada bulan purnama atau terang arus akan deras dan pasang akan tinggi. Sebaliknya pada bulan gelap, gelombang akan kecil, arus tidak bergerak yang disebut dengan istilah pasang mati. Pada kedua keadaan ini nelayan akan kurang mendapat ikan, dan harga ikan akan tinggi apalagi pada musim barat keadaan ini umumnya nelayan tidak akan turun melaut, kalaupun turun melaut hanya dipingir-pinggir saja. Oleh sebab itu nelayan yang turun kelaut dan mempunyai harapan penangkapan banyak yaitu pada keadaan laut yang normal yaitu pada waktu pasang tidak terlampau besar, arus tidak terlampau deras, jadi lebih kurang yaitu pada tanggal 7, 8, 9 selanjutnya 10, 11, 12, 13 sudah mulai kurang sampai tanggal 17 dan tanggal 18, 19, 20 dan tanggal 21 sudah mulai kurang sampai tanggal 22, 23, 24 dan tanggal 25 sampai tanggal 26, 27, 28 dan 29 sudah mulai kurang pasang mati. Jadi pada tanggal 15 pada bulan purnama tidak akan kelaut, demikian juga pada tanggal 30 bulan gelap, karena pasang mati, sedangkan pada tanggal 8 dan 22 pasang akan mati pada saat ini nelayan tidak akan melaut. Bulan dihitung tidak menurut matahari tetapi menurut perputaran bulan.
(58)
3. Tata Niaga
Ikan adalah komoditi yang mudah rusak dan busuk, jadi penyampaiannya dari produsen (nelayan) kepada konsumen harus cepat agar kualitasnya atau kondisinya tidak rusak atau busuk kalau ikan itu tidak diolah. Kondisi atau keadaan ikan ini sangat berpengaruh kepada harga ikan, demikian juga nilai gizinya. Jadi dalam hal ini dilihat nilai efisiensi dari penggunaan tata niaga perikanan tersebut, dari produsen ke konsumen berarti semakin baik dan semakin efisien tata niaganya dan kriterianya adalah sebagai berikut :
Panjang atau pendek saluran distribusi yang dilalui oleh hasil produksi dalam hal ini ikan (karena tangkapan) dari nelayan (produsen/ sampai ke konsumen akhir agar jangan sampai rusak).
Banyak atau sedikit dari jumlah pos-posyang terdapat padasaluran distribusi tersebut. Apabila banyak mengakibatkan panjangnya (jauhnya) jarak antara produsen dan konsumen sedangkan kalau pendek (dekat) jarak antara produsen dan konsumen akhir yang artinya makin efisien.
Menambah keuntungan atau tidak yaitu setiap pos saluran distribusi tersebut apakah menambah keuntungan atau tidakbagi nelayan. Dalam hal ini kita bandingkan dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dan meneliti apakah ada korelasi antara hal-hal di atas, apakah ke tiga hal di atas tadi akan menambah atau memperbesar pendapatan nelayan. Meningkatnya tangkapan ikan nelayan berarti meningkatnya kesejahteraan nelayan tersebut. Demikian juga hal tersebut menunjang program pemerintah yaitu pengentasan kemiskinan
.
(59)
2.4.1 Biaya Produksi
Modal ada dua macam, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap diterjemahkan menjadi biaya produksi melalui deprecition cost dan bunga modal. Modal bergerak langsung menjadi biaya produksi dengan besarnya biaya itu sama dengan nilai modal yang bergerak.
Setiap produksi sub sektor perikanan dipengaruhi oleh faktor produksi modal kerja. Makin tinggi modal kerja per unit usaha yang digunakan maka diharapkan produksi ikan akan lebih baik, usaha tersebut dinamakan padat modal atau makin intensif.
Sebagian dari modal yang dimiliki oleh nelayan digunakan sebagai biaya produksi atau biaya operasi, yaitu penyediaan input produksi (sarana produksi), biaya operasi dan biaya-biaya lainnya dalam suatu usaha kegiatan nelayan. Biaya produksi atau biaya operasi nelayan biasanya diperoleh dari kelompok nelayan kaya ataupun pemiliki modal (toke), karena adanyahubungan pinjam meminjam uang sebagai modal kerja dimana pada musim panen, hasil tangkapan (produksi) ikan nelayan digunakan untuk membayar seluruh pinjaman utang, dan tingkat harga ikan biasanya ditentukan oleh pemilik modal.
Total biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun hasil tangkapan ikan/ produksi yang diperoleh banyak atau sedikit.Biaya variabel (VC) adalahbiaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil tangkapan ikan/ produksi yang diperoleh, contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya
(60)
tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Rahardja, Manurung, 2006).
2.5 Modal Usaha
Tangkahan adalah pelabuhan perikanan yang dikelola swasta yang memberikan pelayanan yang lebih dibandingkan pelabuhan perikanan yang dikelola pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari tangkahan yang terus beroperasi bahkan tangkahan yang ada di Kota Sibolga semakin lama semakin meningkat, dimana saat ini sudah terdapat 46 unit tangkahan (Zain, 2002).
Letak tangkahan ini sering berada di sekitar wilayah pengelolaan pelabuhan perikanan milik pemerintah, sehingga tangkahan ini diduga mengganggu kegiatan pengoperasian pelabuhan perikanan dan sekitarnya karena fasilitas yang ada di tangkahan hampir sama fungsinya dengan yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga (Zain, 2002).
Pemilik tangkahan membutuhkan tenaga kerja untukmenjalankan kegiatannya baik sebagai anak buah kapal (ABK), pembongkar hasil tangkapan, pengolah hasil tangkapan, penyedia kebutuhan melaut, maupun pendistribusi hasil tangkapan. Secara langsung tangkahan turut menyediakan lapangan kerja bagi penduduk di sekitarnya namun alokasi/pendistribusian tenaga kerja yang dibutuhkan belum diketahui secara jelas.
Dalam hal pengoperasian tangkahan, dibutuhkan pembiayaan pembiayaan agar kegiatan di tangkahan berjalan sesuai dengan keinginan pemiliknya. Biaya-biaya yang dikeluarkan ini berdasarkan penelitian awal diketahui sebagai upah
(61)
tenaga kerja, biaya perawatan fasilitas, pajak, retribusi kepada pemerintah karena ada bangunan dan aktivitas perikanan tangkap didalamnya dan biaya-biaya lain. Besarnya biaya dan tujuan pemanfaatan biaya ini belum diketahui secara pasti.
Pengusaha penangkapan pada tangkahan memiliki keunggulan sendiri bila dibandingkan dengan pengusaha perikanan yang beroperasi di pelabuhan perikanan. Pengusaha penangkapan di tangkahan mengatur dirinya sendiri tanpa terikat dengan peraturan-peraturan yang ada di pelabuhan perikanan. Kelemahannya yang paling mendasar adalah baik pemerintah pusat maupun daerah tidak mungkin mampu mengontrol tangkahan (Pane, 2009) .
2.6 Penelitian Terdahulu
Nanik (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Sosial dan Ekonomi Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 (Studi Kasus Kecamatan Juwana Kabupaten Pati )” menyatakan bahwa dengan diberlakukannya PERMEN KP No 2 berdampak : (1) sosial: pengangguran meningkat, kesejahteraan masyarakat nelayan menurun dan tingginya kejahatan, (2) ekonomi : penurunan hasil tangkap, penghasilan turun, dengan kondisi ekonomi nelayan : meliburkan diri(30%),beralih ke usaha lain(40%), dan serabutan pangkalan ikan (30%).
Ikbar (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisa Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015” menyatakan bahwa terlihat 2 kepentingan yang saling bertubrukan, dimana pemerintah ingin melaksanakan pembangunan perikanan berkelanjutan dengan menjaga populasi ikan, disisi lain
(62)
banyak masyarakat nelayan yang bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan ingin terus menggunakan alat tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Baso (2015) dengan judul penelitiannya “Analisis Kebijakan Kepmen KKP Nomor 2 tahun 2015 Tentang Larangan Pemakaian Trawl dan Pukat Tarik di WPP Indonesia” menyatakan bahwa para nelayan mengakui bahwa hasil tangkapan dengan cantrang jonggrang memberi kontribusi yang cukup besar dan selama ini menjadi andalan nelayan. Jika peraturan ini diberlakukan sudah dipastikan penghasilan mereka para nelayan jauh sangat berkurang dari biasanya.( tvrijatim.com ). Kebijakan itu juga berpotensi melumpuhkan mata pencaharian 3 ribu nelayan, dan 500 pedagang ikan di Kota Probolinggo. Bahkan sekitar 180 unit kapal motor nelayan terancam mangkrak. Di sisi lain, kebijakan itu juga mengancam lapangan pekerjaan bagi 8 juta nelayan di 22 kota/kabupaten se-Jawa Timur.
2.9 Kerangka Konseptual
Gambar 2.8.1 Kerangka konseptual
Produksi (Y)
Iklim (X4) Modal (X1) Tenaga Kerja
(X2) Lama Melaut (X3)
Sebelum Permen-KP No
2 Tahun 2015
Sesudah Permen-KP No
(63)
2.10 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran konseptual diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
1) Variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim berdampak positif terhadap produksi dan pendapatan nelayan
2) Terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah Permen-KP No 2 Tahun 2015
(64)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat di sebelah bawahnya. Dengan demikian, pukat membentuk semacam dinding jaring di dalam air yang akan melingkari kumpulan ikan dan mencegahnya melarikan diri. Jaring ini dapat dioperasikan baik dengan menggunaka
Penggunaan pukat harimau di Indonesia berkembang pesat pada tahun 1970-an karena banyaknya permintaan izin dan memang diizinkan. Akan tetapi, nelayan tradisional pada saat itu melakukan penolakan, dan penolakan besar-besaran terjadi pada tahun 1980-an dikarenakan perolehan tangkapan nelayan tradisional menurun secara dratis dari tahun ke tahun. Akhirnya, pada tanggal 1 Juli 1980 dikeluarkanlah Kepres No. 39/1980.
Kepres No. 39/1980 menimbang bahwa bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial maka perlu dilakukan penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl.
Pasca dikeluarkannya Kepres tersebut, pengadaan bahan baku udang nasional tersendat. Oleh karenanya, dalam rangka memanfaatkan sumber daya udang di perairan kawasan timur Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan
(65)
peraturan baru melalui Kepres No. 85 Tahun 1982 tentang Penggunaan Pukat Udang. Menurut Kepres ini, pukat udang dapat dipergunakan menangkap udang di perairan kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya, dan laut Arafura dengan batas koordinat 1300 B.T. ke Timur, kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau tersebut yang dibatasi oleh garis isobat 10 meter. Dengan kata lain, Kepres No. 85/1982 hanya mengizinkan penggunaan pukat secara terbatas, karena di luar wilayah yang diatur Kepres No. 85/1982, ketentuan-ketentuan yang tertuang pada Kepres No. 39/1980 tetap berlaku.
Meskipun sudah ada aturan mengenai pelarangan penggunaan pukat, alat tangkap ini masih banyak digunakan di beberapa wilayah perairan Indonesia. Bahkan, pada saat musim ikan tertentu, hanya pukat lah yang dapat digunakan. Namun, pelaksanaan penegakan hukum masih terbentur berbagai permasalahan, yaitu diantaranya lemahnya penegakan hukum yang disebabkan kurangnya sarana dan prasarana dalam penegakan hukum di daerah, khususnya pelanggaran di jalur penangkapan. Selain itu juga disebabkan rendahnya moral oknum aparat penegak hukum yang menjadi ”mitra” nelayan-nelayan pengguna Pukat. Lebih lanjut, adanya ketidakjelasan dalam penetapan batasan pengertian alat tangkap trawl. Untuk mengatasi masalah modifikasi terhadap alat tangkap trawl, pemerintah mengeluarkan SK Dirjen Perikanan No. IK.340/DJ.10106/97 tentang Petunjuk Pelaksanaan SK Menteri Pertanian No. 503/Kpts/UM/7/1980.
Masalah utama dari penggunaan pukat adalah semua ikan baik yang dewasa maupun yang kecil ikut terjaring di dalamnya karena ukuran lubang jalanya sangat kecil jika dibandingkan dengan ukuran lubang jala yang digunakan
(66)
oleh nelayan tradisional. Selain itu, penggunaan pukat dapat menimbulkan masalah pada lingkungan. Karena pukat harimau menggunakan alat tangkap berat yang diletakkan di dasar laut, hal itu menyebabkan kehancuran ekosistem laut yaitu kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan dan juga merusak rumput laut.
Dikutip dari situs Warta Ekonomi (2015), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengingatkan berbagai pihak bahwa sumber daya perikanan yang terjadi di kawasan perairan Indonesia semakin menurun, sehingga dibutuhkan kebijakan pelestarian berkelanjutan. Menurut Susi, penurunan sumber daya ikan itu juga terjadi akibat merajalelanya "illegal fishing" serta penggunaan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Dengan demikian, hal tersebut juga membuat daya tangkap dari nelayan tradisional semakin sulit.
Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2 / PERMEN-KP / 2015 disebutkan bahwa penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia atau sering disingkat dengan WPP-NRI merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut territorial, zona tambahan, dan zona ekonomi ekslusif Indonesia (ZEEI). Penentuan WPP-NRI yang
(67)
sebelumnya berdasarkan pada daerah tempat ikan hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan perikanan yang terbagi ke dalam 9 WPP NRI.
Salah satu wilayah pengelolaan perikanan tersebut adalah Selat Malaka yang meliputi Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara sendiri terdiri dari 12 kabupaten/kota yang berada di wilayah Pantai Barat yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara.
Kota Sibolga adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai barat pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli, sekitar ± 350 km dari kota Medan. Kota ini hanya memiliki luas ±10,77 km² dan berpenduduk sekitar 84.481 jiwa.Pada masa Hindia-Belanda kota ini pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan hingga tahun 1998, Sibolga menjadi ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah.
Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 - 150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2 % sampai lebih dari 40 %.
(68)
Berdasarkan kondisi riil di lapangan terlihat jelas bahwa sarana dan prasarana pendukung kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan yang ada di Kota Sibolga masih kurang, baik dari segi kuantitas, kualitas maupun kapasitasnya. Karena itu, demi untuk memajukan dan mengembangkan sektor kelautan dan perikanan khususnya di Kota Sibolga maka perlu upaya nyata untuk membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana pendukungnya seperti Pasar Ikan, Cold storage, Pabrik es, dan lain-lain.
Kota Sibolga di Sumatera Utara sudah sejak dahulu dikenal sebagai pusat perikanan tangkap di pesisir barat Sumatera dimana laut Sumatera bagian barat memiki potensi perikanan tangkap yang besar, lebih besar daripada potensi perikanan tangkap di pesisir timur Sumatera. Dari potensi perikanan tangkap yang besar tersebut terlihat dengan mudah dilihat dari banyaknya kapal-kapal penangkap ikan berbagai ukuran yang bersandar di sepanjang pantai kota Sibolga. Sebagian besar masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan. Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan berpenghasilan sebagai usaha nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas usaha dengan mendapatkan penghasilan bersumber dari kegiatan usaha nelayan itu sendiri. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya. Banyaknya tangkapan tercermin pula besar pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan
(69)
konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik minimum (kfm) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima.
Nelayan melakukan pekerjaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan demi kebutuhan hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan beberapa perlengkapan dan dipengaruhi oleh banyak faktor guna mendukung keberhasilan kegiatan. Menurut Salim (1999) faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha nelayan meliputi sektor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya modal, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, teknologi. Dengan demikian pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih terdapat beberapa faktor yang lain yang ikut menentukannya yaitu faktor sosial dan ekonomi selain diatas.
Pengembangan sektor kelautan dan perikanan berjalan lambat, karena kebijakan pembangunan lebih berorientasi kepada pengembangan kegiatan di daratan dibandingkan di kawasan pesisir dan lautan. Sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan terabaikan, dan sebagian besar masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan, (Serdiati, 2002).
Tangkahan adalah pelabuhan perikanan yang dikelola swasta yang memberikan pelayanan yang lebih dibandingkan pelabuhan perikanan yang dikelola pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari tangkahan yang terus beroperasi bahkan tangkahan yang ada di Kota Sibolga semakin lama semakin meningkat, dimana saat ini sudah terdapat 46 unit tangkahan (Zain, 2002).
(1)
kasih atas segala bentuk bantuan yang diberikan kepada saya.
Semoga Allah SWT membalas budi dan pengorbanan yang diberikan. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu peneliti mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dengan segala kerendahan hati, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya rekan-rekan mahasiswa/i Ekonomi Pembangunan.
Medan, Desember 2016 Peneliti,
Yuandita Cahya Camila Pasaribu
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015 ... 10
2.1.1 Isi Permen KP no 2 Tahun 2015 ... 10
2.2 Pendapatan Usaha Nelayan Perahu ... 15
2.3 Produksi Nelayan ... 18
2.4 Faktor-faktor yang Mempenagruhi Pendapatan Nelayan ... 18
2.4.1 Biaya Produksi ... 23
2.5 Modal Usaha ... 25
2.6 Penelitian Terdahulu ... 26
2.7 Kerangka Penelitian ... 27
2.8 Hipotesis ... 28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Perumusan Penelitian ... 29
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
3.3 Populasi dan Sampel ... 31
3.4 Teknik Pengumpulan Sampel ... 31
3.4.1 Teknik Pengumpulan data ... 32
3.5 Definisi Operasional ... 32
3.6 Teknik Analisis Data ... 34
3.7 Pengujian Asumsi Klasik ... 38
3.8 Pengujian Hipotesis ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 40
4.2 Karakteristik Penelitian ... 40
4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 40
4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan . 41 4.3 Deskriptif Variabel ... 42
(3)
4.4 Uji t berpasangan ... 47
4.5 Hasil Regresi Linier Berganda ... 48
4.6 Uji Asumsi Klasik ... 49
4.7 Uji Hipotesis ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56
5.2 Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
LAMPIRAN ... 62 ...
(4)
DAFTAR TABEL
4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 42
4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 42
4.3 Analisis Deskriptif Indikator Biaya Perawatan ... 43
4.4Analisis Deskriptif Indikator Biaya Pengeluaran 44 4.5 Analisis Deskriptif Indikator Tenaga Kerja ... 45
4.6 Analisis Deskriptif Indikator Lama Melaut ... 46
4.7Analisis Deskriptif Indikator Produksi 46 4.8 Uji t berpasangan... 48
4.9 Hasil Linier Berganda ... 49
4.10 Hasil Uji Multikolonieritas ... 47
4.11 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 49
4.12 Koefisien Determinasi (R2) ... 52
4.13 Hasil Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 55
4.14 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji-f) ... 57 No.
Tabel
(5)
DAFTAR GAMBAR
No.
Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 27 4.1 Hasil Uji Herokedastisitas ... 53
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampira Judul Halaman
1 Kuisioner Penelitian ... 62
2 Hasil Pengolahan Data ... 68
3 Penentuan Kriteria Pada Analisis Deskriptif... 71