Evaluasi Sistem Drainase Di Kawasan Jalan Jati Pancuran Bambu Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

(1)

EVALUASI SISTEM DRAINASE DI KAWASAN JALAN JATI

PANCURAN BAMBU KECAMATAN SIBOLGA SAMBAS KOTA SIBOLGA

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Teknik Sipil

070404050

RICKY RAMADHAN

IVAN INDRAWAN, ST, MT

NIP.19761205 200604 1 001

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam kepada Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehinggga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“Evaluasi Sistem Drainase di Kawasan Jalan Jati Pancuran Bambu Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ivan Indrawan, ST.MT selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(3)

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr.Ir.Ahmad Perwira Mulia, M.Sc, Ibu Emma Patricia, ST, M.Eng selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Bapak Leonard Purba, SH selaku Direktur Utama, Bapak Ir. Kaur Sumber selaku Direktur Teknik Dinas PU yang telah memberikan izin riset untuk pengambilan data yang diperlukan dalam Tugas Akhir ini.

7. Bapak Akmam Sihombing, yang telah membantu dalam melakukan survei lokasi studi di Kota Sibolga.

8. Ayahanda Syafrul Azhar dan Ibunda Sri Suharni tercinta yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat, beserta saudara-saudari tersayang: Bobby Syahril, dan Hardila Pratiwi S,Psi yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

9. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.


(4)

11. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007, Ghufran, Mukhsalmina, Agung, Arsyad, Umar, Riveldi, Boyma, Kahfi, Fahrol, Dikin, Zulhendri, Markus, Dedy, Andreas, Adi, Muharram, Inshan, Maulana, Samrudin, serta teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terimakasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12. Sahabat – sahabat tercinta Hendri, Muna, agung, Boy, rizky terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini.

13. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Januiari 2014 Penulis,

07 0404 050 Ricky Ramadhan


(5)

ABSTRAK

Drainase merupakan sarana dan prasarana untuk mengalirkan air hujan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada kajian ini yang akan diangkat adalah kondisi dari keadaan di kawasan jalan Jati Kelurahan Pancuran Bambu Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga. Dipilihnya lokasi ini karena hampir setiap tahun pada musim penghujan air meluap dari saluran drainase, sehingga terjadi genangan air bahkan sering terjadi banjir yang mengganggu aktivitas masyarakat. Secara sekilas kondisi eksisting saluran drainase yang terdapat dilokasi studi memang kurang cukup memadai. Studi identifikasi penanggulangan banjir dan rencana desain drainase menganalisa debit banjir rencana periode ulang 10 tahunan dan 20 tahunan, analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan baik yang manual maupun yang otomatis. Analisa frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.

Data curah hujan yang diperoleh dari Badan Metreologi Dan Geofisika Stasiun Bandar Udara Pinang Sori selama 12 tahun terakhir akan dilakukan uji kelayakan probabilitas hujan periode ulang sepuluh tahunan dengan Metode Distribusi Normal = 228.54 mm, Distribusi Log Normal = 233.78 mm, Distribusi Log Person III = 235.54 mm, Distribusi Gumbel =252.18 mm. Untuk probabilitas hujan periode ulang 20 tahunan dicantumkan sebagai berikut: Distribusi Normal = 245.66 mm, Distribusi Log Normal = 259.40 mm, Distribusi Log Person III = 274.59 mm, Distribusi Gumbel = 287 mm.


(6)

perbesaran dimensi saluran untuk menampung debit yang telah direncanakan, pada saluran Sub Drainase jalan Jati diperoleh QRencana = 2.434 m3/det lebih besar dari QKapasitas = 1.974 m3/det.

Permasalahan drainase perkotaaan khususnya di daerah pantai bukanlah persoalan yang sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan antara lain, pertambahan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, penyempitan dan pendangkalan saluran akibat desakan permukiman dan endapan sedimen, reklamasi pantai, permasalahan sampah, dan pasang surut. Perubahan tata guna lahan yang selalu menjadi perkembangan kota akan meningkatkan peningkatan aliran permukaan dan debit puncak banjir. Prioritas penanganan masalah drainase ditentukan juga berdasarkan perilaku tindakan cepat dan manfaat pembangunan. Biasanya daerah kumuh dan yang paling banyak mengalami kerugian akibat genangan air hujan juga mendapat prioritas utama dan diharapkan menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Daerah.


(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Gambar ... viii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. UMUM ... 1

1.2. LATAR BELAKANG ... 2

1.3. PERUMUSAN MASALAH ... 4

1.4. PEMBATASA MASALAH...4

1.5. TUJUAN PENELITIAN ... 5

1.5. MANFAAT ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Umum ... 6

2.1.1. Sistem Drainase ... 6

2.1.2. Pola Jaringan Drainase ... 10


(8)

2.2.1 Siklus Hidrologi ... 13

2.2.2 Curah Hujan Kawasan ... 17

2.2.3 Distribusi Frekuansi Curah Hujan ... 21

2.2.4 Intensitas Curah Hujan Rencana ... 27

2.2.5 Koefisien Limpasan ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 35

3.1. Tempat dan Waktu ... 35

3.2. Alat dan Bahan ... 35

3.3. Pengumpulan Data ... 35

3.4. Metode Analisa dan Pengolahan Data ... 36

3.4.1. Analisa Hidrologi ... 36

3.4.2. Analisa Hidrologi ... 37

3.5. Diagaram Alir Kegiatan ... 38

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Umum ... 39

4.2. Analisa Hidrologi ... 39

4.2.1 Analisa Curah Hujan Harian Maksimum ... 39

4.3. Analisa Cacthment Area dan Koefisien Run OFF ... 45

4.4. Analisa Waktu Konsentrasi dan Intensitas ... 46

4.5 Analisa Debit Rencana ... 48


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Kota Sibolga 2. Dokumentasi


(11)

ABSTRAK

Drainase merupakan sarana dan prasarana untuk mengalirkan air hujan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada kajian ini yang akan diangkat adalah kondisi dari keadaan di kawasan jalan Jati Kelurahan Pancuran Bambu Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga. Dipilihnya lokasi ini karena hampir setiap tahun pada musim penghujan air meluap dari saluran drainase, sehingga terjadi genangan air bahkan sering terjadi banjir yang mengganggu aktivitas masyarakat. Secara sekilas kondisi eksisting saluran drainase yang terdapat dilokasi studi memang kurang cukup memadai. Studi identifikasi penanggulangan banjir dan rencana desain drainase menganalisa debit banjir rencana periode ulang 10 tahunan dan 20 tahunan, analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan baik yang manual maupun yang otomatis. Analisa frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.

Data curah hujan yang diperoleh dari Badan Metreologi Dan Geofisika Stasiun Bandar Udara Pinang Sori selama 12 tahun terakhir akan dilakukan uji kelayakan probabilitas hujan periode ulang sepuluh tahunan dengan Metode Distribusi Normal = 228.54 mm, Distribusi Log Normal = 233.78 mm, Distribusi Log Person III = 235.54 mm, Distribusi Gumbel =252.18 mm. Untuk probabilitas hujan periode ulang 20 tahunan dicantumkan sebagai berikut: Distribusi Normal = 245.66 mm, Distribusi Log Normal = 259.40 mm, Distribusi Log Person III = 274.59 mm, Distribusi Gumbel = 287 mm.


(12)

perbesaran dimensi saluran untuk menampung debit yang telah direncanakan, pada saluran Sub Drainase jalan Jati diperoleh QRencana = 2.434 m3/det lebih besar dari QKapasitas = 1.974 m3/det.

Permasalahan drainase perkotaaan khususnya di daerah pantai bukanlah persoalan yang sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan antara lain, pertambahan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, penyempitan dan pendangkalan saluran akibat desakan permukiman dan endapan sedimen, reklamasi pantai, permasalahan sampah, dan pasang surut. Perubahan tata guna lahan yang selalu menjadi perkembangan kota akan meningkatkan peningkatan aliran permukaan dan debit puncak banjir. Prioritas penanganan masalah drainase ditentukan juga berdasarkan perilaku tindakan cepat dan manfaat pembangunan. Biasanya daerah kumuh dan yang paling banyak mengalami kerugian akibat genangan air hujan juga mendapat prioritas utama dan diharapkan menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Daerah.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Drainase merupakan sarana dan prasarana untuk mengalirkan air hujan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada kajian ini yang akan diangkat adalah kondisi dari keadaan di kawasan jalan Jati Kelurahan Pancuran Bambu Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga. Dipilihnya lokasi ini karena hampir setiap tahun pada musim penghujan air meluap dari saluran drainase, sehingga terjadi genangan air bahkan sering terjadi banjir yang mengganggu aktivitas masyarakat. Secara sekilas kondisi eksisting saluran drainase yang terdapat dilokasi studi memang kurang cukup memadai. Berdasarkan identifikasi, genangan-genangan yang terjadi disebabkan oleh karena banyak warga menutup saluran parit sehingga air di dalam tidak mengalir dan kapasitas saluran drainase yang tidak mampu menampung akumulasi air hujan, kebiasaan masyarakat membuang sampah ke saluran drainase menyebabkan saluran drainase tersumbat.

Oleh karena itu dalam kajian ini yang akan dibahas adalah kondisi dari saluran drainase yang terdapat diruas jalan tersebut. Diangkatnya permasalahan tersebut karena genangan yang terjadi di kawasan jalan tersebut sangatlah dipengaruhi oleh kondisi dari kapasitas saluran drainase serta ukuran.

I.2 Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan yang terjadi serta dampak yang ditimbulkan bagi manusia dan lingkungan sekitar, maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


(14)

1. Berapakah debit banjir rancangan maksimum dengan kala ulang periode tertentu pada daerah studi kasus ?

2. Berapakah besar kapasitas saluran drainase eksisting maksimum pada daerah yang dikaji ?

3. Bagaimanakah hasil evaluasi kapasitas saluran drainase eksisting terhadap debit banjir rancangan ?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang maksimal maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Berdasarkan latar belakang masalah yang ditulis diatas maka batasan masalah dalam kajian ini yaitu evaluasi kondisi eksisting sistem drainase yang terdapat di kawasan jalan Jati Kelurahan Pancuran Bambu Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga. Apakah daya tampung sistem drainase sudah mencukupi kebutuhan atau tidak dan berapa kelebihan volume limpasan yang terjadi di daerah tersebut.

1.4 Tujuan

Studi yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi kondisi dari saluran drainase yang terdapat di daerah jalan Jati, saluran drainase yang ada dapat berfungsi secara maksimum dalam mengurangi genangan yang terjadi pada ruas jalan tersebut sehingga tercipta kondisi jaringan drainase yang baik dan berkualitas dengan tetap mempertimbangkan faktor keamanan dan kenyamanan para pengguna jalan.


(15)

1.5 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran secara ilmiah bagi pemerintah kota dalam mengatasi permasalahan drainase di kota Sibolga, khususnya di Kelurahan Pancuran Bambu.

Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberikan suatu evaluasi serta masukan bagi pihak-pihak yang terkait atas kondisi dari suatu jalan raya agar dapat merencanakan sistem drainase perkotaan terutama tentang keberadaan saluran drainase yang baik, strategis dan terpadu.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir dijabarkan dengan dua aspek yaitu aspek literatur dan aspek pengumpulan data.

1.6.1 Literatur

Mencari dan mempelajari pustaka yang berhubungan dengan desain penyaluran air buangan dari berbagai sumber seperti berupa literatur buku, catatan kuliah, jurnal, majalah, artikel, maupun data dari internet.

1.6.2 Pengumpulan Data

a. Data Primer diperoleh dengan mengadakan kunjungan langsung di daerah penelitian sehingga diperoleh kondisi eksisting drainase. Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan mengukur langsung dan wawancara kepada masyarakat di daerah studi kasus.

b. Data sekunder, meliputi ;

1. Peta lokasi studi untuk mengetahui lokasi studi perencanaan.


(16)

3. Skema lokasi genangan untuk mengetahui letak titik genangan- genangan yang terjadi di daerah yang dikaji.

4. Skema jalan dan jaringan saluran drainase.

5. Data curah hujan guna keperluan hidrologi. Data curah hujan yang diperlukan untuk analisa hidrologi selama 10 tahun.

6. Data penduduk untuk memproyeksikan jumlah penduduk dan menghitung kebutuhan air perorang/perhari

7. Data saluran drainase eksisting (yang telah ada) untuk mengetahui kapasitas dan seberapa jauh evaluasi saluran drainase yang ada.

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun tahapan sistematika penulisan tugas akhir ini : Bab I. Pendahuluan

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi tinjauan umum, latar belakang, ruang lingkup permasalahan, pembatasan masalah, tujuan, manfaat ,dan sistematika penulisan.

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian agar dapat memberikan gambar model dan metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisa masalah.

Bab III. Metodologi Penelitian dan Karakteristik Lokasi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.


(17)

Bab IV.Analisis Pembahasan

Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian. Bab V. Kesimpulan dan Saran

Merupakan kesimpulan dari butir – butir kesimpulan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di lapangan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum

Drainase yang berasal dari bahasa Inggris drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah.

Drainase adalah istilah untuk tindakan teknis penanganan air kelebihan yang disebabkan oleh hujan, rembesan, kelebihan air irigasi, maupun air buangan rumah tangga, dengan cara mengalirkan, menguras, membuang, meresapkan, serta usaha-usaha lainnya, dengan tujuan akhir untuk mengembalikan ataupun meningkatkan fungsi kawasan. Secara umum sistem drainase merupakan suatu rangkaian bangunan air yang berfungsi mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas.

Jika diasumsikan besarnya curah hujan dan intensitas hujan selalu tetap maka limpasan yang dinyatakan dengan dalamnya air rata-rata akan selalu sama. Berdasarkan asumsi tersebut mengingat aliran per satuan luas tetap maka


(19)

Akan tetapi hal yang sebenarnya makin besar daerah pengaliran maka makin lama limpasan mencapai titik pengukuran, jadi panjang dasar ketinggian debit banjir menjadi lebih besar dan debit puncaknya berkurang. Salah satu sebab pengurangan debit puncak ialah hubungan antara intensitas curah hujan maksimum yang berbanding terbalik dengan luas daerah hujan tersebut, berdasarkan asumsi tersebut curah hujan dianggap merata, akan tetapi mengingat intensitas curah hujan maksimum yang kejadiannya diperkirakan dalam frekuensi yang tetap menjadi lebih kecil dibanding dengan daerah pengaliran yang lebih besar, maka perkiraan puncak banjir akan menjadi lebih kecil.

Wilayah Sibolga terdapat beberapa anak sungai/alur yang mengalir ke Teluk Tapian Nauli. Alur sungai ini ada yang masih alamiah maupun sudah mengalami perubahan bentuk. Sungai terbesar yang bermuara ke teluk/laut tersebut adalah Sungai Aek Doras dan Aek Horsik. Sebagian besar wilayah kota ini masih merupakan daerah perbukitan dan hutan yang paling berpengaruh di sebelah utara kota. Kemiringan lahan sangat beragam mengikuti kontur tanahnya sehingga air dapat mengalir secara alamiah menuju tempat pembuangan akhir. Secara fungsional, sulit dipisahkan secara jelas antara sistem drainase dan sistem pengendalian banjir. Genangan yang terjadi sehubungan dengan aliran di saluran drainase akibat hujan lokal terhambat masuk ke saluran induk dan/atau ke sungai, sering juga disebut banjir. Membedakan genangan akibat luapan sungai dengan genangan akibat hujan lokal yang kurang lancar mengalir ke sungai, seringkali mengalami kesulitan.

Permasalahan Drainase di Wilayah Perkotaan yang merupakan pusat kegiatan manusia, pusat produsen, pusat perdagangan, sekaligus pusat konsumen.


(20)

Di wilayah perkotaan tinggal banyak manusia sehingga terdapat banyak fasilitas umum, transportasi, komunikasi dan sebagainya.

Saluran drainase di wilayah perkotaan menerima tidak hanya air hujan, tetapi juga air buangan (limbah) rumah tangga, dan mungkin juga limbah pabrik. Hujan yang jatuh di wilayah perkotaan kemungkinan besar terkontaminasi ketika air itu memasuki dan melintasi atau berada di lingkungan perkotaan. Sumber kontaminasi berasal dari udara (asap, debu, uap, gas), bangunan dan/atau permukaan tanah, dan limbah domestik yang mengalir bersama air hujan. Setelah melewati lingkungan perkotaan, air hujan dengan atau tanpa limbah domestik, membawa polutan ke badan air.

Sumber penyebab utama permasalahan drainase adalah peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk. Urbanisasi yang terjadi di hampir seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini menambah beban daerah perkotaan menjadi lebih berat. Peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti dengan peningkatan infrastruktur perkotaan seperti perumahan, sarana transportasi, air bersih, prasarana pendidikan, dan lain-lain. Di samping itu peningkatan penduduk selalu juga diikuti dengan peningkatan limbah, baik limbah cair maupun padat (sampah). Kebutuhan akan lahan untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian akan semakin meningkat sehingga terjadi perubahan tataguna lahan yang mengakibatkan peningkatan aliran permukaan dan debit puncak banjir. Besar kecil aliran permukaan sangat ditentukan oleh pola penggunaan lahan, yang diekspresikan dalam koefisien pengaliran yang bervariasi antara 0,10 (hutan datar) sampai 0,95 (perkerasan jalan). Hal ini menunjukkan bahwa pengalihan fungsi lahan dari hutan menjadi perkerasan jalan bisa meningkatkan debit puncak banjir


(21)

sampai 9,5 kali, dan hal ini mengakibatkan prasarana drainase yang ada menjadi tidak mampu menampung debit yang meningkat tersebut.

Manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan pendangkalan/penyempitan saluran dan sungai, sehingga kapasitas/kemampuan mengalirkan air dari sungai dan saluran drainase menjadi berkurang. Perubahan fungsi lahan dari hutan (kawasan terbuka) menjadi daerah terbangun (kawasan perdagangan, permukiman, jalan dan lain-lain) juga mengakibatkan peningkatan erosi.

Material yang tererosi, terbawa serta ke dalam saluran dan sungai sehingga turut mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan. Oleh sebab itu, setiap perkembangan kota harus diikuti dengan evaluasi dan/atau perbaikan sistem secara menyeluruh, tidak hanya pada lokasi pengembangan, tetapi juga daerah sekitar yang terpengaruh. Sebagai contoh, pengembangan suatu kawasan permukiman di daerah hulu suatu sistem drainase, maka perencanaan drainasenya tidak hanya dilakukan pada kawasan permukiman tersebut, tetapi sistem drainase di hilir juga harus dievaluasi dan/atau diredesain jika diperlukan. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka instansi atau pengembang yang terlibat harus mampu menjamin (secara teknis) bahwa air dari kawasan yang dikembangkan tidak mengalami perubahan dari sebelum dan sesudah pengembangan. Cara lain yang dapat ditempuh adalah pengembang harus menyediakan di kawasan pengembangan tersebut, resapan-resapan buatan seperti sumur resapan, kolam resapan, kolam tandon sementara dan sebagainya.

Permasalahan Drainase Kota di Kawasan Pesisir Pantai Kota-kota besar di Indonesia sebagian besar terdapat di wilayah pesisir pantai. Permasalahan


(22)

drainase di kota-kota pesisir pantai biasanya lebih rumit dibandingkan dengan permasalahan drainase perkotaan secara umum. Permasalahan drainase khususnya kota pantai, bukanlah hal yang sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang dalam perencanaan antara lain peningkatan debit, penyempitan dan pendangkalan saluran, reklamasi, amblasan tanah, limbah cair dan padat (sampah), dan pasang surut air laut.

Amblasan tanah (land subsidence) yang terjadi di banyak kota pantai mengakibatkan genangan banjir makin parah. Amblasan tanah ini disebabkan terutama oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, yang mengakibatkan beberapa bagian kota berada sama tinggi dan bahkan di bawah muka air laut pasang. Akibatnya sistem drainase gravitasi akan terganggu, bahkan tidak bisa bekerja tanpa bantuan pompa. Bahkan di beberapa tempat dapat menyebabkan genangan permanen dari air pasang yang biasa dikenal sebagai banjir rob.

Penerapan konsep drainase pengatusan di daerah pedalaman sering menimbulkan/menambah permasalahan di wilayah pesisir, karena terjadi akumulasi debit di saluran primer. Dapat disimpulkan bahwa selain penyebab secara umum seperti tingginya curah hujan dan perubahan tataguna lahan, penyebab lainnya yang menimbulkan permasalahan drainase di kota-kota yang terletak di kawasan pesisir pantai adalah :

a. Kemiringan saluran drainase yang sangat kecil di kawasan yang hampir datar menyebabkan kecepatan aliran cukup kecil dan sering terjadi pengendapan lumpur yang mengurangi kapasitasnya.


(23)

b. Gelombang pasang-surut air laut (rob) yang membentuk semacam tembok penghalang di hilir saluran dan muara sungai sehingga terjadi aliran balik (back water curve).

c. Banyaknya endapan di muara sungai (sebagai saluran drainase primer) menyebabkan kapasitas alirannya berkurang. Kondisi ini diperparah lagi dengan banyaknya sampah dari warga kota yang dibuang ke saluran dan sungai.

d. Reklamasi dan pembangunan di daerah pantai sering tidak memperhatikan kondisi topografi sehingga mengakibatkan hambatan aliran ke laut, sehingga menimbulkan kawasan-kawasan genangan yang baru.

e. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi di kawasan perkotaan, turut pula bertumbuh kawasan permukiman yang tidak beraturan. Rumah dibangun di atas saluran, dan pembuangan limbah langsung ke saluran yang ada di bawahnya.Hal ini menghambat upaya pemeliharaan saluran dan mengurangi kapasitas alirannya.

Permasalahan di atas masih diperberat lagi dengan kurangnya perhatian dari berbagai pihak dalam mengatasi masalah secara bersama dan proporsional, adanya perbedaan kepentingan drainase dengan prasarana lain seperti jalan, jaringan bangunan bawah tanah, jaringan perpipaan air bersih, telkom, listrik dan sebagainya, serta kurangnya kepastian hukum dalam mengamankan fungsi prasarana drainase, maupun adanya sementara pihak yang tidak mengetahui ketentuan-ketentuan yang berlaku.


(24)

Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota tercermin dari kualitas sistem drainase di kota tersebut. Sistem drainase yang kurang baik menyebabkan terjadinya genangan air di berbagai tempat sehingga lingkungan menjadi kotor dan jorok, menjadi sarang nyamuk dan sumber penyakit, yang pada akhirnya bukan hanya menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, tetapi dapat juga menggangu kegiatan transportasi, perekonomian dan lain-lain.

Upaya Mengatasi Permasalahan Drainase Kota di Kawasan Pesisir Pantai Sampai saat ini drainase sering diabaikan dan direncanakan seolah-olah bukan pekerjaan penting. Seringkali pekerjaan drainase hanya dianggap sekedar pembuatan got, padahal pekerjaan drainase terutama di perkotaan bisa merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks, sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar.

Jika perencana jembatan harus dapat menjawab pertanyaan tentang berapa maksimum beban kendaraan yang bisa melintasi jembatan yang direncanakannya, maka perencana drainase harus dapat menjawab pertanyaan tentang besar intensitas curah hujan ataupun periode ulang yang diterapkan dalam perencanaan, seberapa besar peluang kapasitas saluran tidak mampu menampung debit aliran akibat hujan, daerah mana saja yang merupakan daerah layanan saluran (langsung maupun tidak langsung), apakah dengan saluran yang baru ini tidak akan terjadi pencemaran air tanah, apakah tidak akan menimbulkan masalah di kawasan bagian hilir, apakah koefisien limpasan sudah disesuaikan dengan peruntukkan lahan di kemudian hari (sesuai rencana tata ruang), apakah sudah memperhitungkan adanya pengaruh air balik (back water curve), dan berbagai


(25)

pertanyaan lainnya.

Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan drainase kota di kawasan pesisir pantai:

a. Reklamasi pantai harus dapat menjamin kemiringan topografi kawasan agar tidak menimbulkan daerah-daerah rawan genangan yang baru. Alternatif lainnya adalah dengan menyediakan akses drainase ke laut berupa saluran-saluran terbuka yang kapasitasnya sudah melalui perencanaan yang mantap.

b. Bagian hilir saluran drainase harus direncanakan mampu mengatasi masalah back water curve. Jika diperlukan, harus dibuat konstruksi penahan pasang surut air laut seperti pintu air yang dibantu oleh kolam tandon dan pompa air, atau membangun tanggul/tembok di sepanjang kiri kanan muara sungai/saluran.

c. Program normalisasi sungai yang memperlebar dan memperdalam alur sungai merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi penyempitan dan pendangkalan/penyumbatan di hilir/muara sungai.

d. Meningkatkan upaya non-struktur seperti penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat untuk menjaga prasarana drainase, serta penegakan hukum terhadap kegiatan yang merusak prasarana drainase dan menghambat upaya pemeliharaan drainase.

Bangunan pelengkap adalah bangunan yang berada dalam jalur saluran yang dianalisa, Bangunan pelengkap bisa berupa gorong-gorong (culvert), kontrol pemasukan (inlet control), kontrol pengeluaran (outlet control) maupun pintu


(26)

otomatis (pintu klep).Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api atau timbunan lainnya. Gorong-gorong biasanya terbuat dari beton dengan tampang bermacam-macam disesuaikan dengan bentuk tampang dilokasi yang akan dibuat gorong-gorong.Saluran drainase yang membuang langsung kelaut dipengaruhi oleh pasang surut, sedangkan drainase yang membuang ke kanal dipengaruhi oleh tinggi banjir. Pada kondisi air dihilir tinggi, baik akibat air pasang maupun air banjir, maka air dari saluran drainase yang ada disekitarnya tidak dapat mengalir kepembuang bahkan mungkin terjadi air balik. Untuk itu perlu perencanaan pintu klep di saluran-saluran tertentu untuk menghindari terjadinya air balik.

2.1.1 Sistem Drainase

Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan/lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase secara berurutan mulai dari hulu terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receivingwaters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-gorong, jembatan-jembatan, talang dan saluran miring/got miring (Suripin, 2004).

Sesuai dengan cara kerjanya, jenis saluran drainase buatan dapat dibedakan menjadi:

a. Saluran Interceptor (Saluran Penerima)


(27)

suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur. Outlet dari saluran ini biasanya terdapat di saluran collector atau

conveyor atau langsung di natural drainage/sungai alam. b. Saluran Collector (Saluran Pengumpul)

Berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor

(pembawa).

c. Saluran Conveyor (Saluran Pembawa)

Berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.

Menurut keberadaannya, sistem jaringan drainase dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Natural Drainage (Drainase Alamiah)

Terbentuk melalui proses alamiah yang terbentuk sejak bertahun-tahun mengikuti hukum alam yang berlaku. Dalam kenyataannya sistem ini berupa sungai beserta anak-anak sungainya yang membentuk suatu jaringan alur aliran.

b. Artifical Drainage (Drainase Buatan)

Dibuat oleh manusia, dimaksudkan sebagai upaya penyempurnaan atau melengkapi kekurangan-kekurangan sistem drainase alamiah dalam fungsinya membuang kelebihan air yang mengganggu. Jika ditinjau dari sistem jaringan drainase, kedua sistem tersebut harus merupakan kesatuan tinjauan yang berfungsi secara bersama.


(28)

Menurut konstruksinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi: a. Drainase saluran terbuka

Saluran drainase primer biasanya berupa saluran terbuka, baik berupa saluran dari tanah, pasangan batu kali atau beton.

b. Drainase saluran tertutup

Pada kawasan perkotaan yang padat, saluran drainase biasanya berupa saluran tertutup. Saluran dapat berupa buis beton yang dilengkapi dengan bak pengontrol, atau saluran pasangan batu kali/beton yang diberi plat tutup dari beton bertulang. Karena tertutup, maka perubahan penampang saluran akibat sedimentasi, sampah dan lain-lain tidak dapat terlihat dengan mudah (Suripin, 2004).

Menurut fungsinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi:

a. Single purpose, yaitu saluran hanya berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja.

b. Multi purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan, baik secara tercampur maupun secara bergantian.

Menurut konsepnya, sistem jaringan drainase dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Drainase konvensional

Drainase konvensional adalah upaya membuang atau mengalirkan air kelebihan secepatnya ke sungai terdekat. Dalam konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh di suatu wilayah harus secepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan, akan memunculkan berbagai masalah,


(29)

baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir.

Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat kita lihat sekarang ini, yaitu kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga banjir, longsor, dan pelumpuran. Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi membuang air genangan secepatnya ke sungai. Demikian juga mengalirkan air secepatnya berarti menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang kekeringan di musim kemarau akan terjadi. Sehingga banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling memperparah dan terjadi susul-menyusul.

b. Drainase Ramah Lingkungan

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebanyak-banyaknya meresapkan air ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau.

Beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai diantaranya adalah metode kolam konservasi, metode sumur resapan, metode river side polder, dan metode pengembangan areal perlindungan air tanah.


(30)

2.1.2 Pola Jaringan Drainase

Pola jaringan drainase adalah perpaduan antara satu saluran dengan saluran lainnya baik yang fungsinya sama maupun berbeda dalam suatu kawasan tertentu. Dalam perencanaan sistem drainase yang baik bukan hanya membuat dimensi saluran yang sesuai tetapi harus ada kerjasama antar saluran sehingga pengaliran air lancar.

Beberapa contoh model pola jaringan yang dapat diterapkan dalam perencanaan jaringan drainase meliputi:

1. Pola Alamiah

Letak conveyor drain (b) ada dibagian terendah (lembah) dari suatu daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada (collector drain), dimana collector maupun conveyor drain


(31)

2. Pola Siku

Conveyor drain (b) terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah, sedangkan collector drain dibuat tegak lurus dari conveyor drain.

3. Pola Paralel

Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil, dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk ke dalam

conveyor drain.

4. Pola Grid Iron

Beberapa interceptor drain dibuat satu sama lain sejajar, kemudian ditampung di collector drain untuk selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain.


(32)

5. Pola Radial

Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari satu titik menyebar kesegala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).

6. Pola Jaring-Jaring

Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector dan selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor.

2.2 Analisis Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk air, kejadian dan distribusinya, sifat alami dan sifat kimianya, serta reaksinya terhadap kebutuhan


(33)

manusia.

Pengumpulan data dan informasi, terutama data untuk perhitungan hidrologi sangat diperlukan dalam analisa penentuan debit banjir rancangan yang selanjutnya dipergunakan sebagai dasar rancangan suatu bangunan air. Semakin banyak data yang terkumpul berarti semakin menghemat biaya dan waktu, sehingga kegiatan analisis dapat berjalan lebih cepat, selain itu akan didapatkan hasil perhitungan yang lebih akurat. Secara keseluruhan pengumpulan data hidrologi ini dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan pengumpulan data dasar dan pengujian (kalibrasi) data-data yang terkumpul.

2.2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan serangkaian proses gerakan/perpindahan air di alam yang berlangsung secara terus menerus. Gerakan air ke udara, air kemudian jatuh kepermukaan laut/tanah, air mengalir di permukaan/dalam tanah kembali ke laut atau langsung menguap ke udara merupakan proses sederhana dari siklus. Rangkaian proses dalam siklus hidrologi tersebut merupakan hal penting yang harus dimengerti oleh para ahli teknik keairan.

Ada empat macam proses penting dari siklus hidrologi yang harus dipahami yang berkaitan dengan perencanaan bangunan air yaitu:

a. Presipitasi adalah uap air di atmosfir terkondensasi dan jatuh ke permukaan bumi dalam berbagi bentuk (hujan, salju, kabut, embun);

b. Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan badan air (sungai, danau, waduk)

c. Infiltrasi adalah air yang jatuh ke permukaan menyerap kedalam tanah; d. Limpasan permukaan (surface run off) dan limpasan air tanah (subsurface


(34)

runoff).

Konsep sederhana dari siklus yang menunjukkan masing-masing proses digambarkan secara skematik seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus hidrologi

(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang berkelanjutan: 20)

Proses penting yang berkaitan dengan drainase adalah presipitasi dan limpasan permukaan. Proses yang dapat dikelola oleh para ahli teknik adalah limpasan permukaan.

Karakteristik presipitasi (hujan) yang perlu dipelajari dalam analisis dan perencanaan prasarana yang berhubungan dengan hujan seperti drainase adalah:

a. Intensitas hujan (I) adalah laju hujan atau tinggi genangan air hujan persatuan waktu (mm/mnt, mm/jam, atau mm/hr);

b. Lama waktu hujan (durasi, t) adalah rentang waktu kejadian hujan (menit atau jam);

c. Tinggi hujan d, adalah kedalaman/ketebalan air hujan diatas permukaan datar selama durasi hujan (mm);


(35)

d. Frekuensi terjadinya hujan (T) adalah frekwensi kejadian hujan dengan intensitas tertentu yang biasanya dinyatakan dengan kala ulang (return period) T (tahun);

e. Luas hujan adalah luas geografis daerah sebaran hujan.

Dalam perencanaan saluran drainase periode ulang (return period) yang dipergunakan tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan. Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang untuk perencanaan:

- Saluran Kwarter : periode ulang 1 tahun - Saluran Tersier : periode ulang 2 tahun - Saluran Sekunder : periode ulang 5 tahun - Saluran Primer : periode ulang 10 tahun (Wesli, 2008, Drainase Perkotaan: 49)

Rekomendasi periode ulang untuk desain banjir dan genangan berdasarkan jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(36)

Tabel 2.1 Rekomendasi periode ulang untuk desain banjir dan genangan Sistem

Penyaluran

*Dasar Tipe Pekerjaan (untuk pengendalian banjir di sungai) *Dasar dari jumlah penduduk (untuk sistem drainase)

Tahap Awal

Tahap Akhir

Sungai

- Rencana Bahaya - Rencana Baru

- Rencana Terbaru/ Awal

*Untuk pedesaan atau perkotaan dengan jumlah penduduk < 2.000.000

*Untuk perkotaan dengan jumlah penduduk > 2.000.000

5 10 25 25 10 25 50 100 Sistem Drainase Primer (Catchment Area > 500 Ha)

- Pedesaan

- Perkotaan dengan jumlah penduduk < 500.000 - Perkotaan 500.000 < jumlah penduduk < 2.000.000 - Pedesaan dengan jumlah Penduduk > 2.000.000

2 5 5 10 5 10 15 25 Sistem Drainase Sekunder (Catchment Area < 500 Ha)

- Pedesaan

- Perkotaan dengan jumlah penduduk < 500.000 - Perkotaan 500.000 < jumlah penduduk < 2.000.000 - Pedesaan dengan jumlah Penduduk > 2.000.000

1 2 2 5 2 5 5 10 Sistem Drainase


(37)

(Catchment Area < 10 Ha)

(Sumber : Haryono,1999)

Dalam perencanaan saluaran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan, baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran, dan lain-lain. Tabel 2.8 berikut menyajikan standa desain saluran drainase berdasar “ Pedoman Drainase Perkotaan dan Standar Desain Teknis”.

Tabel 2.2 Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan

Luas DAS(ha) Periode ulang (tahun) Metode perhitungan debit banjir < 10 2 Rasional

10 – 100 2-5 Rasional 101 – 500 5-20 Rasional

>500 10-25 Hidrograf Satuan

(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 241) 2.2.2 Curah Hujan Kawasan

Data hujan yang diperoleh oleh suatu alat penakar hujan hanya merupakan hujan yang terjadi pada suatu tempat atau titik dimana alat penakar hujan ditempatkan (point rainfall). Kejadian hujan sangat bervariasi pada suatu area, terutama pada area pengamatan yang luas, satu titik pengamatan tidak mencukupi untuk dapat menggambarkan kejadian hujan pada wilayah tertentu. Cara untuk menentukan harga rata-rata curah hujan pada beberapa stasiun penakar hujan


(38)

dapat dilakukan dengan beberapa metode. Pemilihan metode mana yang cocok dipergunakan pada suatu DAS dapat ditentukan dengan mempertimbangkan tiga faktor seperti pada Tabel berikut ini :

Tabel 2.3 Pemilihan metode analisis sesuai dengan kondisi DAS No. Kondisi DAS Metode

1. Jaring-Jaring Pos Penakar Hujan Jumlah pos penakar hujan cukup

Jumlah pos penakar hujan terbatas Jumlah pos penakar hujan tunggal

Metode isohyet, Thiessen, atau Rata-Rata Aljabar

Thiessen, atau Rata-Rata Aljabar Metode Hujan Titik

2. Luas DAS

DAS besar (>5000 km2)

DAS sedang (500 s/d 5000 km2) DAS kecil ( < 500 km2

Metode Isohyet Metode Thiessen

Metode Rata-Rata Aljabar

3. Tofografi DAS Pegunungan Dataran

Berbukit dan tidak beraturan

Metode Rata-Rata Aljabar

Metode Thiessen , Metode Rata-Rata Aljabar

Metode Isohyet


(39)

a. Cara Tinggi Rata-Rata (Arithmatic Mean)

Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran dengan cara arithmatic mean merupakan salah satu cara yang sangat sederhana. Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah hujannya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah sama rata (uniform distribution). Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata pengukurna hujan di pos penakar hujan di dalam areal tersebut. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

= = + + + + = n i n n d n d d d d d 1 1 3 2 1 ....

... (2-1)

Dimana:

d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)

d1, d2, d3,...dn = tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3,...,n (mm) n = banyaknya stasiun penakar hujan

Gambar 2.2 DAS dengan Tinggi rata-rata

Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika stasiun-stasiun penakarnya ditempatkan secara merta di areal tersebut, dan hasil


(40)

penakaran masing-masing penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh stasiun di seluruh areal.

b. Metode Poligon Thiessen

Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya =An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang dicari tinggi curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

A

d A d

A d A d A

d = 1. 1+ 2. 2+ 3. 3+... n. n= A

d Ai i

.

... (2-2) Keterangan:

A = Luas areal (km2)

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal

d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n A1, A2, A3,...An= Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n


(41)

Gambar 2.3 DAS dengan Perhitungan Curah Hujan Poligon Thiessen c. Metode Isohyet

Metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km2. Hujan rerata daerah dihitung dengan persamaan berikut (Suripin, 2004:30). Dalam metode ini harus digambarkan dahulu kontur dengan tinggi hujan yang sama (isohyet). Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan harga rata-ratanya dihitung sebagai harga rata-rata timbang dari nilai kontur, dengan persamaan sebagai berikut :

n n n n A A A A d d A d d A A d d d ... 2 ... 2 2 2 1 1 2 1 1 0 + + + + + + = −

... (2-3)

+ = − i i i i A A d d d 2 1


(42)

Dimana:

A = Luas areal (km2)

D = Tinggi curah hujan rata-rata areal

D0, d1, d2,...dn =Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n

A1, A2, A3,...An = Luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yang bersangkutan

Gambar 2.4 Hitungan dengan Metode Isohyet

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan jaringan stasiun penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat garis-garis Isohyet. Pada waktu menggambar garis-garis Isohyet sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan.

2.2.3 Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Curah hujan maksimum adalah curah hujan terbesar tahunan dengan suatu kemungkinan terjadi yang tertentu, atau hujan dengan suatu kemungkinan periode ulang tertentu. Metode analisis hujan rancangan tersebut pemilihannya sangat bergantung dari kesesuaian parameter statistik dari data yang bersangkutan, atau


(43)

dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis lainnya. Beberapa metode perhitungan menggunakan persamaan berikut :

a. Distribusi Gumbel

Menurut Gumbel (1941), persoalan tertua adalah berhubungan dengan nilai-nilai ekstrem datang dari persoalan banjir. Tujuan teori statistik nilai-nilai ekstrem adalah untuk menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrem tersebut untuk memperkirakan nilai-nilai ekstrem berikutnya.

Gumbel menggunakan teori nilai ekstrem untuk menunjukkan bahwa dalam deret nilai-nilai ekstrem X1, X2, X3, ..., Xn, dengan sampel-sampel yang sama besar, dan X merupakan variabel berdistribusi eksponensial, maka probabilitas kumulatifnya P, pada sebarang nilai di antara n buah nilai Xn akan lebih kecil dari nilai X tertentu (dengan waktu balik Tr), mendekati

) (

)

(

X

e

e a x b

P

=

− − − ... (2-5)

Jika diambil Y = a(X-b), maka dapat menjadi

Y

e

e X

P( )= − − ... (2-6) Dengan ; e = bilangan alam = 2.7182818

Y = reduced variate

Jika diambil nilai logaritmanya dua kali berurutan dengan bilangan dasar e terhadap rumus (2-6) didapat

{

}

[

ln ln ( )

]

1

X P ab

a


(44)

Waktu balik merupakan nilai rat-rat banyaknya tahun (karena Xn merupakan data debit maksimum dalam tahun), dengan suatu variate disamai atau dilampaui oleh suatu nilai, sebanyak satu kali. Jika interval antara 2 buah pengamatan konstan, maka waktu baliknya dapat dinyatakan sebagai berikut :

) ( 1 1 ) ( X P X Tr

= ... (2-8)

Ahli-ahli teknik sangat berkepentingan dengan persoalan-persoalan pengendalian banjir sehingga lebih mementingkan waktu balik Tr(X) dari pada probabilitas P(X), untuk itu rumus (2-7) diubah menjadi :

      − − = ) ( 1 ) ( ln ln 1 X T X T a b X r r r

r ... (2-9)

Atau       − − = ) ( 1 ) ( ln ln X T X T Y r r

r ... (2-10)

Chow menyarankan agar variate X yang menggambarkan deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan rumus berikut ini

K

X =µ+σ. ... (2-11) Dengan µ = Nilai tengah (mean) populasi

σ = Standard deviasi populasi K = Factor frekwensi


(45)

Rumus (2-11) dapat diketahui dengan sK

X

X = + ... (2-12) Dengan X = nilai tengah sampel

s = Standard deviasi sampel

Faktor frekwensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus berikut ini :

n s T S Y Y

K = − ... (2-13)

{ }

[ r r ]

T T T

Y =−ln −ln ( −1)/ ... (2-14)

Dengan YT = Reduced variate

Yn= Reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n

Sn = Reduced Standard deviation yang tergantung dari besarnya sampel n

Tr = periode ulang (return period).

Dari rumus (2-12) dan (2-13) s S Y Y X X n n T T − + =

= n T n n S s Y S s Y

X − . + .

Jika dimasukkan

a s Sn =

dan

b s

s Y Xn. =


(46)

T

T Y

a b X = +1

... (2-15) Dengan XT = debit banjir waktu balik T tahun

YT = Reduced varíate b. Distribusi Log Pearson Type III

Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Pearson Type III adalah:

 Nilai tengah

 Standard deviasi

 Koefisien skewness

Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, the Hydrology Committee of the Water Resources Council, USA, menganjurkan, pertama kali mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritma kemudian menghitung parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut, maka cara ini disebut log Pearson type III.

Dalam pemakaian Log Pearson Type III, kita harus mengkonversi rangkaian datanya menjadi logaritma.

Rumus untuk metode Log Pearson :

Log Xr= n LogX

n

i

=1 1 ... (2-16)

Dengan: Xr = nilai rerata curah hujan Xi = curah hujan ke-I (mm) n = banyaknya data pengamatan


(47)

Sx =

1

) 1

(

1

2

− −

=

n

LogXr LogX

n

i

... (2-17)

dengan: Sx= standard deviasi

Nilai XT bagi setiap probabilitas dihitung dari persamaan yang telah dimodifikasikan :

Log XT = log Xr + K. log Sx ... (2-18) dengan :

XT = besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang pada T tahun

K = faktor freluensi yang merupakan fungsi dari periode ulang dan tipe distribusi frekuensi.

c. Distribusi Normal

Untuk analisis frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut :

... (2-19) Dengan: XT = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rencana untuk periode ulang T tahun. = Harga rata – rata dari data =

Sx = Standard Deviasi


(48)

d. Distribusi Log-Normal

Untuk analisis frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut :

Dengan

= ln ( ) ... (2-20)

= ln ( ) ... (2-21) Besarnya asimetri adalah

γ = ... (2-22)

dengan

0,5 ... (2-23) kurtosis

k = ... (2-24) Dengan persamaan (2-24), dapat didekati dengan nilai asimetri 3 dan selalu bertanda positif. Atau nilai ‘skewness’ Cs kira-kira sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi Cv.

2.2.4 Intensitas Curah Hujan Rencana

Intensitas hujan didefinisikan sebagai tinggi curah hujan persatuan waktu. Untuk mentransformasikan tinggi hujan rencana menjadi debit banjir rancangan


(49)

diperlukan curah hujan jam-jaman. Pada umumnya data hujan yang tersedia pada stasiun meteorologi adalah data hujan harian, artinya data yang tercatat secara kumulatif selama 24 jam.

Jika data hujan jaman tidak tersedia, maka pola distribusi hujan jam-jaman dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebaran dan nisbah hujan jam-jaman dengan menggunakan Rumus Mononobe sebagai berikut :

I = (R24/24) x (24/Tc)2/3 ... (2-25) Dengan : I = intensitas hujan rata-rata dalam t jam (mm/jam)

R24 = curah hujan efektif dalam satu hari (mm); t = lama waktu hujan (jam),

T = waktu mulai hujan (jam); Tc = waktu konsentrasi hujan (jam).

77 , 0

0195 ,

0 

     =

s Ls

Tc menit ... (2-26) dengan L = panjang saluran (m); S = kemiringan rerata saluran.

2.2.5 Koefisien Limpasan (run off)

Koefisien limpasan adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah :

1. Keadaan hujan

2. Luas dan bentuk daerah aliran


(50)

4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah 5. Kelembaban tanah

6. Suhu udara dan angin serta evaporasi 7. Tata guna tanah

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan adalah:

a. Faktor meteorologi yang meliputi intensitas curah hujan, durasi curah hujan dan distribusi curah hujan;

b. Karakteristik daerah aliran yang meliputi luas dan bentuk daerah aliran, tofografi dan tata guna lahan.

Salah satu metoda untuk memperkirakan koefisien aliran permukaan (C) adalah metoda rasional USSCS (1973). Berdasarkan metoda ini, faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, vegetasi, sifat dan kondisi tanah dan intensitas hujan. 2.2.6 Analisa Debit Banjir Rancangan

Untuk menentukan kapasitas saluran drainase harus dihitung dahulu jumlah air hujan dan jumlah air buangan rumah tangga yang akan melewati saluran drainase utama di dalam daerah studi. Debit banjir rancangan (Qr) adalah debit air hujan (Qah) ditambah dengan debit air kotor (Qak). Bentuk perumusan dari debit banjir rancangan tersebut sebagai berikut :

Qr = Qah + Qak ... (2-27) dengan :

Qr = debit banjir rancangan (m3/dtk) Qah = debit air hujan (m3/dtk)


(51)

2.2.6.1 Debit Air Hujan

Metode yang digunakan untuk menghitung debit air hujan pada saluran-saluran drainase dalam studi ini adalah metode rasional USSCS (1973). Rumus ini banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa dengan daerah pengaliran yang luas dan juga untuk perencanaan drainase daerah pengaliran yang sempit. Bentuk umum persamaan ini adalah sebagai berikut (Suripin, 2004 : 79) :

Qah = 0,002778 C I A ... (2-28)

Dimana: Q = debit banjir rencana (m3/det), C = koefisien run off,

I = intensitas hujan untuk waktu konstan (mm/jam) A = luas catchment area (ha).

2.2.6.2 Debit Air Kotor

Debit air kotor adalah debit yang berasal dari buangan rumah tangga, bangunan gedung, instansi dan sebagainya. Besarnya dipengaruhi oleh banyaknya jumlah penduduk dan kebutuhan air rata-rata penduduk. Adapun besarnya kebutuhan air penduduk rata-rata adalah 250 liter/orang/hari. Sedangkan debit kotor yang harus dibuang di dalam saluran adalah 70% dari kebutuhan air bersih sehingga besarnya air buangan adalah (Suhardjono, 1984: 39) :


(52)

Untuk menghitung debit air kotor diperlukan data luas daerah pengaliran, kepadatan penduduknya, peningkatan penduduk setiap tahunnya dan rata-rata buangan air limbah penduduk perhari.

1. Menghitung jumlah penduduk dalam daerah pengaliran:

Po= Sp x A ... (2-29) Dimana : Sp = Kepadatan Penduduk

A = Luas Daerah Pengaliran

... (2-30)

2. Menghitung jumlah penduduk periode ulang (tahun) dalam daerah pengaliran

... (2-31) Dimana: Po = jumlah penduduk tahun 2010

Pn = jumlah penduduk periode n tahun n = periode pertambahan penduduk (tahun) m = laju pertumbuhan penduduk

Dengan demikian jumlah air kotor yang dibuang pada suatu daerah setiap km2 adalah

... (2-32) Dimana : = faktor debit puncak untuk peroide ulang 2 (dua) dan


(53)

2.3 Analisis Sistem Drainase

Analisis sistem drainase dilakukan untuk mengetahui apakah secara teknis sistem drainase direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis. Analisis sistem drainase diantaranya adalah perhitungan kapasitas saluran, penentuan tinggi jagaan, penentuan daerah sempadan, perhitungan kepadatan drainase, dan bagunan-bangunan yang dibutuhkan dalam sistem drainase.

Dalam kaitannya dengan pekerjaan pengendalian banjir, analisis sistem drainase digunakan untuk mengetahui profil muka air, baik kondisi yang ada (eksisting) maupun kondisi perencanaan. Untuk mendukung analisa hitungan guna memperoleh parameterisasi desain yang handal, dibutuhkan validasi data dan metode hitungan yang representatif (Soewarno, 1991). Analisis untuk drainase dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.3.1 Kapasitas Saluran

Kapasitas rencana dari setiap komponen sistem drainase dihitung berdasarkan rumus Manning:

Q sal = Vsal x A sal ... (2-33) V = 1/n R2/3 S1/2 ... (2-34) Q = 1/n .R2/3 S1/2 A ... (2-35) Dimana: V = kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/det),

Q = debit aliran dalam saluran (m3/det), n = koefisien kekasaran Manning,

R = jari jari hidraulik (m), R = A/P dimana A = luas penampang saluran (m2)


(54)

Penampang efektif saluran drainase dengan penampang bentuk : a. Penampang Trapesium (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Penampang ekonomis trapesium

Dalam hal ini maka digunakan persamaan:

V = 1/n Rh2/3 S1/2 ... (2-36) Ac = Q/V ... (2-37) Angka kekasaran ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan. Kemiringan dasar saluran (S) ditentukan berdasarkan topografi (atau disebut S = 0,0006).

Kemiringan dinding saluran berdasarkan bahan yang digunakan

Luas Penampang : A= (b + mh)h V = 1/n R2/3 S1/2 ... (2-38) Keliling Basah : P = b + 2h 1+m2 V = 1/n R2/3 S1/2. ... (2-39) Jari jari hidrolis : Rh= A/P V = 1/n R2/3 ... (2-40) Tinggi jagaan : FB = 25 %


(55)

A = Luas penampang saluran (m2) R = Jari-jari Hidrolis (m)

S = Kemiringan saluran

n = Koefisien kekasaran Manning (lihat Tabel 2.7) B = Lebar dasar saluran (m)

m = Kemiringan talud y = kedalaman saluran (m) P = keliling basah saluran (m)

b. Penampang Persegi

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.


(56)

Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis :

A฀฀ B.h ... (2-41)

P฀฀ B฀฀ 2h ... (2-42)

B฀฀ 2h atau h = B/2 ... (2-43) Jari-jari hidroulik R :R = A/P ... (2-44) 2.3.2 Tinggi Jagaan (freeboard)

Yang dimaksud dengan Freeboard dari suatu saluran drainase adalah jarak vertikal dari puncak tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Suatu Freeboard direncanakan untuk dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi permukaan air, akibat gerakan angin serta pasang surut. Jagaan tersebut direncanakan antara 5 % sampai dengan 30 % dari dalamnya aliran.

Tinggi jagaan untuk saluran terbuka dengan permukaan diperkeras (lining) ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:

a. Ukuran saluran; b. Kecepatan pengaliran; c. Arah dan belokan saluran; d. Debit banjir;

e. Gelombang permukaan akibat tekanan aliran sungai.

2.3.2 Pemahaman Banjir Dan Genangan

Banjir adalah perintiwa meningkatnya aliran permukaan air di palung sungai akibat dari curah hujan yang terjadi pada daerah aliran Sungai tersebut. Banjir ditentukan besarannya dengan Debit Puncak Banjir dalam satuan m³ / detik


(57)

pada Hydrograph Banjir.

Genangan adalah peristiwa dimana air terkonsentrasi pada suatu lokasi yang rendah. Genangan dapat diidentifikasi dengan adanya Luas genangan, Tinggi genangan dan Lamanya genangan. Penyebab genangan adalah akibat air permukaan tidak dapat mengalir karena rendahnya lahan atau karena pembendungan. Banjir dan Genangan dapat menjadi penyebab satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh genangan yang terjadi akibat aliran terjebak oleh longsoran pada suatu sungai dapat menjadi banjir apabila longsoran tersebut bobol atau suatu dataran yang rendah menjadi tempat genangan akibat dari limpasnya banjir di sungai.


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu

Wilayah Sibolga terdapat beberapa anak sungai/alur yang mengalir ke Teluk Tapian Nauli. Alur sungai ini ada yang masih alamiah maupun sudah mengalami perubahan. Sungai terbesar yang bermuara ke teluk/laut tersebut adalah sungai Aek Doras dan Aek Horsik. Sebagian besar wilayah kota ini masih merupakan daerah perbukitan dan hutan yang mendominasi sebelah utara kota. Kemiringan lahan sangat bervariasi mengikuti kontur tanahnya sehingga air dapat mengalir secara alamiah menuju tempat pembuangan akhir.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan dari stasiun pencatat curah hujan di wilayah Pinang sori (tahun 2001 sampai dengan tahun 2012), peta Kota Sibolga.

3.3 Pengumpulan Data

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari buku, laporan proyek atau literatur lain yang berhubungan dengan judul yang dibahas dan mengumpulkan data-data yang diperlukan sebagai referensi.

a. Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data drainase eksisting di beberapa tempat. Data geometri saluran merupakan hasil pengukuran


(59)

secara langsung di lapangan dengan menggunakan roll meter yaitu lebar, tinggi, dan beda tinggi dasar saluran (slope).

b. Data Sekunder

Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap pengambilan data sekunder adalah pengumpulan semua data yang akan digunakan dalam analisis data dari berbagai instansi di Kota Sibolga (data curah hujan, data sistem jaringan drainase alami, data tentang elevasi tanah/topografi Kelurahan Pancuran Bambu Kecamatan Sibolga Sambas.

3.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Dari data-data yang didapatkan akan dilakukan beberapa analisis data untuk perencanaan drainase wilayah yaitu dari segi hidrologi dan hidraulika. 3.4.1 Analisis Hidrologi

Maksud dan tujuan dari analisis hidrologi ini adalah untuk menyajikan data-data dalam analisis hidrologi, serta parameter-parameter dasar perencanaan yang dipakai dalam mendesain penampang sungai Besar. Hal ini nantinya akan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan fisik konstruksi.

Adapun sasaran analisis ini antara lain:

• Mengetahui besarnya curah hujan rancangan di lokasi tinjauan studi. • Melakukan perkiraan debit rencana pada kala ulang tertentu sebagai dasar bagi perencanaan teknis drainase buatan.

Tabel 3.1 Kala Ulang Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk Jenis Kota Penduduk

Kala Ulang Saluran (Tahun) Primer Sekunder Tersier > 2.000.000 25 10 2


(60)

Data Topografi :

• Peta Topografi

• Cross Section

Data Hidrologi: Q 2 dan 5 tahun

Desain Dimensi Saluran Drainase

Analisis Hidraulis

Perencanaan Desain

Mulai

Kota Besar

Kota Sedang 2.000.000-500.000 15 5 2 Kota Kecil < 500.000 10 5 2 3.4.2 Analisis Drainase

Analisis drainase dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas saluran terhadap debit banjir dengan suatu kala ulang tertentu. Dalam kaitannya dengan pekerjaan ini, analisis drainase digunakan untuk mengetahui profil muka air pada jaringan drainase yang direncanakan.

Analisis drainase secara skematis dapat dilihat pada diagram alir berikut:

Terjadi Genangan? Perbandingan antara Q dan Kapasitas saluran


(61)

Selesai

Studi Pustaka Pengumpulan Data

Data Sekunder: 1. Data curah hujan

2. Peta stasiun penakar curah hujan 3. Data tata guna lahan

Analisis dan Pengolahan Data: 1. Analisis Hidrologi 2. Analisis Drainase Evaluasi Sistem Drainase

Mulai

Identifikasi Masalah

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.2 Bagan Alir Analisis Drainase 3.5 Diagram alir Kegiatan

Adapun diagram alir kegiatan tugas akhir ini seperti Gambar berikut:

Data Primer: Survei lokasi


(62)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Analisa hidrologi yang berkaitan dengan kegunaan data curah hujan pada perhitungan curah hujan maksimum suatu wilayah, perhitungan nilai intensitas hujan daerah aliran sungai serta perhitungan debit banjir rencana pada suatu penampang drainase. Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disetarakan atau dilalui. Sebaliknya kala ulang (return period) adalah nilai banyaknya tahun rata-rata di mana suatu besaran disamai atau dilampaui.

Dalam hal ini tidak terkandung pengertian bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur setiap kala ulang tersebut. Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan baik yang manual maupun yang otomatis. Analisa frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.

4.2 Analisa Hidrologi

4.2.1 Analisa Curah Hujan Harian Maksimum

Data curah hujan yang diperoleh dari Badan Metreologi Dan Geofisika Stasiun Bandar Udara Pinang Sori selama 12 tahun terakhir akan dianalisa terhadap 4 (empat) metode analisa distribusi frekuensi hujan yang ada.


(63)

Tabel 4.1Analisa curah hujan harian

No Curah Hujan (mm) Xi (XR - Xi) (XR - Xi)2

1 97.6 70.075 4,910.51

2 109.4 58.275 3,395.98

3 117.6 50.075 2,507.51

4 151.8 15.875 252.02

5 161.3 6.375 40.64

6 168.6 -0.925 0.86

7 169.3 -1.625 2.64

8 174.5 -6.825 46.58

9 178.8 -11.125 123.77

10 196.7 -29.025 842.45 11 217.5 -49.825 2,482.53 12 269 -101.325 10,266.76 Jumlah 2,012.10 24,872.22 XR 167,68

Sx 47,55

Sudah menjadi kenyataan bahwa tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya, tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Besarnya dispersi dapat dilakukan dengan pengukuran dispersi, yakni melalui perhitungan parametrik statistik untuk (Xi-Xrt), (Xi- Xrt)2, (Xi-Xrt)3, (Xi-Xrt)4 terlebih dahulu. Pengukuran dispersi ini digunakan untuk analisa distribusi Normal dan Gumbel. Dimana :

Xi : Besarnya curah hujan daerah (mm).

Xrt : Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm). Dari data-data diatas didapat:

X=2,012.10

12 = 167,68 mm

Standar deviasi: �=�(�−�1)

�−1 = �

24,872.22


(64)

Perhitungan Distribusi Normal Rumus : Xt = X rt + k * S

Dimana :

X t : curah hujan rencana X rt : curah hujan rata-rata

k : koefisien untuk distribusi normal (Tabel 4.2) S : standar devias

Tabel 4.2 Nilai Variabel (k) Reduksi Gauss

Periode Ulang (Tahun)

2 5 10 20 50 100

0,000 0,840 1.280 1.640 2.050 2.330 Sumber : Soewarno 1995

Tabel 4.3 Analisa curah hujan rencana dengan distribusi normal No Periode ulang (T)

Tahun

K XR Sx Curah Hujan XT

1 2 0 167.68 47.55 167.68

2 5 0.84 167.68 47.55 207.622 3 10 1.28 167.68 47.55 228.544 4 20 1.64 167.68 47.55 245.662 5 50 2.05 167.68 47.55 265.1575 6 100 2.33 167.68 47.55 278.4715


(65)

Tabel 4.4 Analisa Curah Hujan Harian Maksimum Dengan Distribusi Log Normal No Curah Hujan

(mm) Xi

Log Xi (Log X - Log Xi) (Log X - Log Xi)2 1 97.6 1.989 -0.219 0.04785 2 109.4 2.039 -0.169 0.02862 3 117.6 2.070 -0.138 0.01899 4 151.8 2.181 -0.027 0.00073 5 161.3 2.208 -0.001 0.00000 6 168.6 2.227 0.019 0.00035 7 169.3 2.229 0.020 0.00042 8 174.5 2.242 0.034 0.00113 9 178.8 2.252 0.044 0.00195 10 196.7 2.294 0.086 0.00733 11 217.5 2.337 0.129 0.01671 12 269 2.430 0.222 0.04908 Jumlah 2,012.10 26.50 0.17315

XR 167.68 2.21 Sx 47.55 0.13

Perhitungan Periode Ulang Distribusi Log Normal Rumus : LogXt =LogXrt +k*S

Xt = 10LogXt Dimana :

X t : curah hujan rencana X rt : curah hujan rata-rata

k : koefisien untuk distribusi Normal (Tabel 4.5) S : standar deviasi


(66)

Tabel 4.5 Nilai Variabel (k) Reduksi Gauss

Periode Ulang (Tahun)

2 5 10 20 50 100

0,000 0,840 1.280 1.640 2.050 2.330 Sumber : Soewarno 1995

Tabel 4.6 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Log Normal No Periode ulang

(T) tahun

K Log XR Sx Log XT Curah Hujan (XT) 1 2 0 2.208 0.125 2.208 161.44 2 5 0.84 2.208 0.125 2.313 205.59 3 10 1.28 2.208 0.125 2.368 233.35 4 20 1.64 2.208 0.125 2.413 258.82 5 50 2.05 2.208 0.125 2.464 291.24 6 100 2.33 2.208 0.125 2.499 315.68

Dari data-data diatas didapat :����� =26.498

12 = 2.208

Standar deviasi :��=�(�−�1)2

�−1 = � 0.1723

11 = 0.125

Tabel 4.7 Analisa Curah Hujan Harian Maksimum Dengan Distribusi Log Person No Curah Hujan

(mm) Xi

Log Xi (mm)

(Log XR - Log Xi) (mm)

(Log XR - Log Xi)2 (mm)

(Log XR - Log Xi)3 (mm) 1 97.6 1.989 0.219 0.0479 0.0105 2 109.4 2.039 0.169 0.0286 0.0048 3 117.6 2.070 0.138 0.0190 0.0026 4 151.8 2.181 0.027 0.0007 0.0000 5 161.3 2.208 0.001 0.0000 0.0000 6 168.6 2.227 -0.019 0.0003 0.0000 7 169.3 2.229 -0.020 0.0004 0.0000 8 174.5 2.242 -0.034 0.0011 0.0000 9 178.8 2.252 -0.044 0.0020 -0.0001 10 196.7 2.294 -0.086 0.0073 -0.0006 11 217.5 2.337 -0.129 0.0167 -0.0022


(67)

12 269 2.430 -0.222 0.0491 -0.0109 Jumlah 2,012.10 26.498 0.1732 0.0041

XR 167.675 2.208 Sx 47.55 0.125

G 0.02

Curah hujan (Xi) = 97,6 mm Log Xi= Log 97,6= 1.989 mm

Rata-rata curah hujan (XR)=167,68 mm

Log XR – Log Xi= Log 167,68 – Log 97,6 = 0,219 mm

Perhitungan Periode Ulang Distribusi Log Pearson III Rumus : LogXt =LogXrt +k*S

Xt = 10LogXt Dimana :

X t : curah hujan rencana X rt : curah hujan rata-rata

k : koefisien untuk distribusi Normal (Tabel 4.8) S : standar deviasi

Tabel 4.8 Nilai k Distribusi Log Pearson III

Periode Ulang (Tahun)

2 5 10 20 50 100

-0.038 -0.038 -0.038 -0.038 -0.038 -0.038 Sumber : Soewarno 1995


(68)

No Periode ulang (T) tahun

K Log X Log Sx Log XT XT 1 2 -0.038 2.208 0.125 2.203 159.680 2 5 0.826 2.208 0.125 2.311 204.762 3 10 1.306 2.208 0.125 2.371 235.099 4 20 1.837 2.208 0.125 2.438 273.921 5 50 2.189 2.208 0.125 2.482 303.127 6 100 2.527 2.208 0.125 2.524 334.099 Dari data-data diatas didapat : log��=26.498

12 =2.208 mm

Standar deviasi : �= �(�−�1)2

�−1 = � (0.1723)

11 = 0.125 mm

Tabel 4.10 Analisa Curah Hujan Harian Maksimum Dengan Distribusi Gumbel No Curah hujan (mm) P =

�+1 T=1/p (mm/s) Periode ulang

1 97.6 0.077 13.000

2 109.4 0.154 6.500

3 117.6 0.231 4.333

4 151.8 0.308 3.250

5 161.3 0.385 2.600

6 168.6 0.462 2.167

7 169.3 0.538 1.857

8 174.5 0.615 1.625

9 178.8 0.692 1.444

10 196.7 0.769 1.300

11 217.5 0.846 1.182

12 269 0.923 1.083

Jumlah 2,012.10 XR 167.675 Sx 47.55

Tabel 4.11 Perhitungan Curah Hujan Dengan Metode Distribusi Gumbel Tahun Ri

(mm)

(Ri-Rt) (mm)

(RI-Rt)2 (mm) 2001 109.40 -58.275 3395.976 2002 169.30 1.625 2.641 2003 196.70 29.025 842.451 2004 97.60 -70.075 4910.506 2005 178.80 11.125 123.766 2006 117.60 -50.075 2507.506


(69)

2007 217.50 49.825 2482.531 2008 174.50 6.825 46.581 2009 269.00 101.325 10266.756 2010 168.60 0.925 0.856 2011 151.80 -15.875 252.016 2012 161.30 -6.375 40.641

TOTAL 2012.10 24872.223

Ri= data curah hujan n = 12.00

Rt = ���

Rt = 167,68 mm

Ri-Rt= 109,40 – 167,68= -58,28 mm Sn-1=�∑��=0( ��−��)2

�−1

=47,5511

Perhitungan Periode Ulang Distribusi Gumbel Rumus : Xt=��� +��−��

� � ∗ �

Dimana :

X t : curah hujan rencana X rt : curah hujan rata-rata S : standar deviasi

S n : standar deviasi ke n (Tabel 4.12)

Y : koefisien untuk distribusi Gumbel (Tabel 4.13) Y n : koefisien untuk distribusi Gumbel ke n (Tabel 5.8)


(70)

n Sn Yn 12 0.9833 0.5035

Sumber : Dr. Ir. Suripin, M. Eng. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 51

Tabel 4.13 Nilai Variabel (Y) Reduksi Gumbel

Periode Ulang (Tahun)

2 5 10 20 50 100

0.3668 1.5004 2.251 2.9709 3.9028 4.6012 (Sumber : Dr. Ir. Suripin, M. Eng. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 52)

Tabel 4.14 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Gumbel No Periode

ulang (T) Tahun

Y TR Yn Sn XR Sx K Xt

1 2 0.3668 0.5035 0.9833 167.68 47.55 -0.139 161.06 2 5 1.5004 0.5035 0.9833 167.68 47.55 1.014 215.88 3 10 2.251 0.5035 0.9833 167.68 47.55 1.777 252.18 4 20 2.9709 0.5035 0.9833 167.68 47.55 2.509 287 5 50 3.9028 0.5035 0.9833 167.68 47.55 3.457 332.06 6 100 4.6012 0.5035 0.9833 167.68 47.55 4.167 365.83 Untuk n = 12 maka diperoleh reduced Mean Yn = 0.5035

Untuk n =12 maka diperoleh reduced Standar Deviation Sn = 0.9833


(71)

No Periode ulang (T)

tahun

Normal Log Normal

Log Person III Gumbel

1 2 167.68 161.51 159.75 161.06 2 5 207.62 205.87 205.04 215.88 3 10 228.54 233.78 235.54 252.18 4 20 245.66 259.4 274.59 287 5 50 265.15 292.02 303.98 332.06 6 100 278.47 316.62 335.16 365.83 4.3 Analisa Cacthment Area dan Koefisien Run Off

Sebelum menganalisa debit rencana suatu daerah/kawasan yang akan ditinjau perlu diperkirakan terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti daerah tangkapan hujan (cacthment area dan koefesien Run off) pada kawasan tersebut. Daerah tangkapan hujan sangat tergantung terhadap kondisi lahan/tanah yang ada. Faktor utama yang mempengaruhinya adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah dan lain-lain. Untuk kota Sibolga karakter permukaan tanahnya bervariasi dari daerah perdagangan padat dan sedang, perumahan/perkantoran padat dan sedang serta kawasan hutan yang curam.

Untuk menganalisanya disesuaikan dengan kondisi karakter permukaannya yang dikaitkan dengan daerah catchment area sesuai dengan sub drainase yang dimaksud. Dalam hal ini telah ditentukan nilai dari koefesien limpasan terhadap kondisi karakter permukaannya yaitu:

C1 = 0.8 Kawasan Perdagangan Padat C2 = 0.7 Kawasan Perdagangan Sedang

C3 = 0.75 Kawasan Perumahan/perkantoran padat C4 = 0.65 Kawasan Perumahan/Perkantoran sedang


(72)

C5 = 0.6 Kawasan Hutan yang curam

Tabel 4.16. Perhitungan Cacthment Area dan Koefisien Run Off No Nama Drainase Luas daerah

pelayanan

C1 C2 C3 C4 C5 C Rata-rata 1 Sal. Primer Jln.

Jati

22.96 0.8 0.7 0.75 0.65 0.6 0.725 2 Jln. Jati - Kiri1 6.6 0.8 0.7 0.75 0.65 0.6 0.725 3 Jln. Kenari -

Kanan

7.04 0.8 0.7 0.75 0.65 0.6 0.725 4 Jln. Jati - Kiri2 5.79 0.8 0.7 0.75 0.65 0.6 0.725 5 Jln. Merbau -

Kiri

5.78 0.8 0.7 0.75 0.65 0.6 0.725

4.4 Analisa Waktu Konsentrasi dan Intensitas

Waktu konsentrasi suatu daerah aliran adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluarannya (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan tekanan-tekanan kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian daerah aliarn secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol.

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara intensitas hujan, lamanya hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF yaitu

Intensity, Duration, Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari stasiun penakar otomatis, selanjutnya berdasarkan hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat.


(1)

Kecepatan aliran (V) = 1

0.015 x 0.476

2/3 x 0.0021/2 Kecepatan aliran (V) = 1.819 m / det

 Debit saluran (Q) = A x V

Debit saluran (Q) = 1.96 �2 x 1.819 m / det Debit saluran (Q) = 3.564 �3 / det

Tabel 4.23 Hasil evaluasi saluran drainase di kawasan Jalan Jati

No Nama

Saluran

Kondisi Eksisting Tindakan Hasil

1 Sal. Primer Jln. Jati

-Drainase tidak mampu menampung debit rencana

-Tingkat sedimentasi sebesar 10 cm

-Kondisi saluran terpenuhi rumput

-Melakukan perubahan dimensi saluran -Membersihkan saluran dari rumput

- Melakukan

pengerukan sedimen dalam jangka waktu tertentu.

- Dapat menampung debit air karena sudah melakukan

pengerukan sedimen - Saluran air drainase sudah lancar

2 Jln. Jati – Kiri 1

Drainase tidak mampu menampung debit rencana

-Tingkat sedimentasi sebesar 10 cm

-Kondisi saluran terpenuhi rumput

-Melakukan perubahan dimensi saluran -Membersihkan saluran dari rumput

- Melakukan

pengerukan sedimen dalam jangka waktu tertentu

- Dapat menampung debit air karena sudah melakukan

pengerukan sedimen - Saluran air drainase sudah lancar

3 Jln. Kenari – Kanan

Drainase tidak mampu menampung debit rencana

-Tingkat sedimentasi sebesar 10 cm

-Kondisi saluran terpenuhi rumput

-Melakukan perubahan dimensi saluran -Membersihkan saluran dari rumput

- Melakukan

pengerukan sedimen dalam jangka waktu tertentu

- Dapat menampung debit air karena sudah melakukan

pengerukan sedimen - Saluran air drainase sudah lancar

4 Jln. Jati – Kiri 2

-Drainase masih mampu menampung debit rencana

-Tingkat sedimentasi cukup kecil yaitu sebesar 5 cm

-Kondisi saluran sangat

-Membersihkan saluran dari rumput -Melakukan pengerukan sedimen dalam jangka waktu

-Tidak ada perubahan dimensi saluran


(2)

baik tertentu. 5 Jln. Merbau

- Kiri

-Drainase masih mampu menampung debit rencana

-Tingkat sedimentasi cukup kecil yaitu sebesar 5 cm

-Kondisi saluran sangat baik

-Membersihkan saluran dari rumput

- Melakukan

pengerukan sedimen dalam jangka waktu tertentu

-Tidak ada perubahan dimensi saluran


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan studi identifikasi penanggulangan banjir dan rencana desain drainase kota Sibolga maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Probabilitas Hujan Maksimum yang penulis gunakan pada studi identifikasi penanggulangan banjir dan desain drainase jalan Jati adalah Probabilitas hujan Metode Distribusi Normal, Log Normal, Log Person III, dan Gumbel.

2. Debit Banjir Rencana sepuluh tahunan dan dua puluh tahunan yang penulis jadikan acuan sebagai debit pembanding untuk mengetahuhi fungsi saluran. 3. Upaya penanggulangan banjir di daerah jalan Jati dengan memperbesar dimensi

saluran untuk menampung debit yang telah direncanakan.

4. Probabilitas hujan periode ulang 10 tahunan dicantumkan sebagai berikut: Metode Distribusi Normal = 228.54 mm

Metode Distribusi Log Normal = 233.35 mm

Metode Distribusi Log Person III = 235.09 mm

Metode Distribusi Gumbel = 252.18 mm

5. Probabilitas hujan periode ulang 20 tahunan dicantumkan sebagai berikut: Metode Distribusi Normal = 245.66 mm

Metode Distribusi Log Normal = 258,82 mm Metode Distribusi Log Person III = 273.92 mm Metode Distribusi Gumbel = 287 mm


(4)

6. Melakukan perbesaran dimensi saluran untuk menampung debit yang telah direncanakan, pada saluran Sub Drainase jalan Jati diperoleh QRencana = 2.434 m3/det lebih besar dari QKapasitas = 1.974 m3/det.

7. Pendangkalan saluran di bagian hilir akibat endapan serta desakan permukiman terhadap drainase memperkecil kapasitas saluran sehingga saluran melimpah.

8. Permasalahan drainase perkotaaan khususnya di daerah pantai bukanlah persoalan yang sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan antara lain, pertambahan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, penyempitan dan pendangkalan saluran akibat desakan permukiman dan endapan sedimen, reklamasi pantai, permasalahan sampah, dan pasang surut. Perubahan tata guna lahan yang selalu terjadi perkembangan kota akan meningkatkan peningkatan aliran permukaan dan debit puncak banjir.


(5)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil studi identifikasi penanggulangan banjir dan rencana desain drainase jalan Jati, penulis mencoba mengemukakan beberapa saran bagi perawatan dan pemeliharaan saluran drainase kota Sibolga:

1. Menganalisa pengelolaan berdasarkan pembobotan yaitu dengan memberi nilai besar kecilnya kepentingan arti daerah tersebut misalnya daerah perkantoran lebih besar pengaruh terjadinya genangan dibanding dengan daerah rawa serta tanah kosong.

2. Prioritas penanganan masalah drainase ditentukan juga berdasarkan perilaku tindakan cepat dan manfaat pembangunan. Biasanya daerah kumuh dan yang paling banyak mengalami kerugian akibat genangan air hujan juga mendapat prioritas utama dan diharapkan menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Daerah.

3. Pemeliharaan saluran untuk menghindari pendangkalan yang diakibatkan oleh sampah dan limbah dari kawasan perdagangan, kantor, dan pergudangan serta pengangkatan sedimen secara berkala.

4. Melakukan perbaikan pada saluran pembuangan akhir akibat tingginya endapan yang pada akhirnya menyebabkan peninggian dasar sungai.

5. Kondisi kedalaman dasar saluran drainase kota Sibolga saat ini mengalami pendangkalan yang cukup signifikan, untuk itu perlu upaya perbaikan dasar saluran dan perbaikan kemiringan saluran dan mendapat perhatian yang serius dari semua pihak yang terkait.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Brontowiyono, W., 2006, Mengelola Air Jalanan, Kedaulatan Rakyat Newspaper, Yogyakarta.

CD Soemarto., 1997, Hidrologi Teknik, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Saluran (KP-03). CV. Galang Persada. Bandung

Haryono, S., (1999). Drainase Perkotaan. PT. Mediatama Saptakarya, Jakarta. Kodoatie, R., 2009 , Hidrolika Terapan , Penerbit Andi, Yogyakarta.

Pasaribu, D., 2007, Konsep Pengelolaan Drainase Kota Medan Secara Terpadu, Tesis, Program Magister Teknik Sipil.USU, Medan.

Soewarno, 1995, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Penerbit Nova.

Subarkah, Imam. 1978. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Idea Dharma.

Suripin., 2004, Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Triatmodjo, B, 2009 , Hidrologi Terapan, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta. ---, 1995. Hidrolika II, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta.

Ven Te Chow, 1997, Hidolika Saluran Terbuka, Penerbit Erlangga, Jakarta. Wesli. 2008. Drainase Perkotaan. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Strategi Pengelolaan Bagan Pancang Nelayan Secara Berkelanjutan Di Kelurahan Sibolga Ilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga

4 50 201

Analisis Dampak Implementasi Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015 Terhadap Produksi dan Pendapatan Nelayan di Tangkahan Kecamatan Sibolga Sambas Kelurahan Pancuran Bambu Kota Sibolga

0 6 85

Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

0 0 10

Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

0 0 2

Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

0 0 5

Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

0 0 22

Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga Chapter III V

0 0 29

Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

0 1 1

Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

0 0 11

Analisis Viabilitas Finansial Produsen Ikan Asin di Kota Sibolga (Studi Kasus: Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga)

0 0 14