Penerapan Prinsip Kehati Hatian Dalam Pelaksanaan Kredit Sindikasi

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Umar, Husein.Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Amiruddindan H. Zainal Asikin.Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Hartanto, Sri Rejeki.Beberapa Aspek Tentang Permodalan Perseroan Terbatas. Bandung: Mandar Maju, 2000.

Usman, Rachmadi.Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Gandapradja, Permadi.Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Syahdeni, Sutan Remy.Kredit Sindikasi, Proses Pembentukan dan Aspek Hukumnya. Jakarta: Grafiti, 1997.

Levy, Mariam Darus Badrulzaman.Perjanjian Kredit Bank. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991.

Sutarno.Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank. Jakarta: CV.Alfabeta, 2003. Untung, H. Budi.Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta, 2000.

Satrio, J.Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan.Cetakan 4. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

Bachtiar, Herlina Suyati.Aspek Legal Kredit Sindikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Sjahdeni, Sutan Remy.Kredit Sindikasi (Proses, teknik pemberian, dan aspek hukumnya). Jakarta: PT. Kreatama, Cetakan Ke II, 2008.

Kristianto, Fennieka.Kewenangan Menggugat Pailit Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi. Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009.

Sawir, A.Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia, 2005.

Sutarno.Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung: Alfabeta, Bandung, 2004.

B. Peraturan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang HukumPerdata.

Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank


(2)

Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/ 2005 yang telah diubah dengan PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Minimum Pemberian Kredit Bank Umum.

Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.

C. Tesis

Ricky.Analisis Yuridis Perjanjian Kredit Sindikasi Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Di Bank UOB Indonesia). Tesis dalam http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27376 (diakses tanggal 20 Juli 2016)

Mulia Pandapotan Harahap. Tinjauan Yuridis Tentang Perjanjian Kredit Sindikasi

Berdasarkan Hukum Kontrak Tesis 2012 FH. USU dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33892/4/Chapter%20I.pdf (diakses tanggal 15 Juli 2016)

Mulhadi.Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principle) dalam Kerangka UU Perbankan di Indonesia, 2005 USU Repository dalam repository.usu.ac.id (diakses tanggal 20 Juli 2016)

Miranti.Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential) banking dalam rangka pemberian kredit dengan jaminan deposito secara gadai di bank X. 2010 Tesis FH UI dalam http://www.lib.ui.ac.id/detail?id=131521&lokasi=lokal Wulandari, Dwi Santi,Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perjanjian Kredit Bank,

2009. Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang dalam

eprints.undip.ac.id/17203/1/DWI_SANTI_WULANDARI.pdf (diakses

tanggal 20 Juli 2016) D. Skripsi

Harahap, Juliana Rosali.Perjanjian Kredit Sindikasi Sebagai Sarana Pembiayaan Bank (Studi pada PT. Bank Sumut Medan). 2011. Skripsi dalam http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/36044 (diakses tanggal 20 Juli 2016)

Puspasari, Eka.Pembebanan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi dan Akibat Hukumnya Jika Terjadi Kredit Macet, 2008, Skripsi, Universitas

Jember dalam

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjNtcykn87PAhWIp48KHQMIA6gQFg gcMAA&url=http%3A%2F%2Fdspace.unej.ac.id%2Fbitstream%2Fhandl e%2F123456789%2F14618%2FA%2520(24)x.pdf%3Fsequence%3D1&u sg=AFQjCNH5RAKcZXrB9YYdgSsCXVBEOYH-uQ&sig2=H70oed-btC9T_rAVAir6Dw (diakses tanggal 20 Juli 2016)

E. Website

http://www.landasanteori.com/2015/10/perkembangan-kredit-sindikasi-dan latar.html?m=0 (diakses tanggal 18 Juli 2016)


(3)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33892/4/Chapter%20I.pdf (diakses tanggal 15 Juli 2016)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c3e609faff23/kredit-sindikasi (diakses tanggal 18 juli 2016)

https://www.researchgate.net/publication/42353900_Tinjauan_Hukum_Terhadap_ Kredit_Sindikasi_Sebagai_Alternatif_Penyaluran_Kredit_Secara_Sindikas i (diakses tanggal 19 juli 2016)

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-prinsip-kehati-hatiandalam.html (diakses tanggal 20 juli 2016)

https://id.wikipedia.org/wiki/Kredit_sindikasi (diakses tanggal 20 juli 2016) http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c3e609faff23/kredit-sindikasi

(diakses tanggal 20 juli 2016)

http://www.KomisiHukumNasional-RepublikIndonesia.com/info-8-16.html (diakses tanggal 22 Juli 2016)

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/131148-T%2027466-Perlindungan%20hukum-Analisis.pdf (diakses tanggal 22 Juli 2016)

http://www.panin.co.id/pages/111/kredit-sindikasi (diakses tanggal 9 Oktober 2016).

http://www.bankmandiri.co.id/article/syndication.asp (diakses tanggal 9 Oktober 2016)

http://www.bni.co.id/id-id/bankingservice/businessbanking/services/sindikasi.aspx (diakses

tanggal 9 Oktober 2016)

http://www.ciputra.com/news/bank-mandiri-pimpin-kredit-sindikasi-bagi-ciputra-world (diakses tanggal 9 Oktober 2016)


(4)

BAB III

PELAKSANAAN KREDIT SINDIKASI

E. Pengertian Kredit Sindikasi

Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar Indonesia dan semakin meningkatnya permintaan dana dari pelaku usaha maupun masyarakat pada umumnya, adanya penetapan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) menjadi semacam penghalang bagi para pelaku usaha untuk memperoleh dana dalam jumlah yang sangat besar. Adapun salah satu usaha yang dapat ditempuh oleh bank dalam mengsiasati peraturan tentang adanya penetapan BMPK tersebut adalah pembiayaan melalui kredit sindikasi. Kredit sindikasi saat ini seringkali dilakukan oleh kalangan perbankan, baik itu diantara bank-bank swasta sendiri, atau di antara bank-bank pemerintah sendiri maupun di antara bank pemerintah sendiri maupun diantara bank-bank asing yang

mempunyai perwakilan di Indonesia sendiri.29

Kredit sindikasi (Bahasa Inggris: syndicated loan) adalah pinjaman atau kredit yang diberikan secara bersama oleh lebih dari satu bank kepada debitur tertentu. Kredit yang diberikan secara sindikasi dapat berupa kredit investasi

29Ricky, Analisis Yuridis Perjanjian Kredit Sindikasi Dengan Jaminan Hak Tanggungan

(Studi Di Bank UOB Indonesia). Tesis dalam http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27376


(5)

ataupun kredit modal kerja.30 Menurut Kamus yang dimuat dalam situs resmi Bank Indonesia (bi.go.id), disebutkan bahwa kredit sindikasi adalah:

“pemberian kredit oleh sekelompok bank kepada satu debitur, yang jumlah kreditnya terlalu besar apabila diberikan oleh satu bank saja (loan syndication)”

Kredit sindikasi adalah suatu teknik bagi suatu teknik bagi suatu bank untuk dapat menyebarkan risiko dalam pemberian kredit. Karena itu biasanya tidak cocok untuk kredit yang jumlahnya kecil, dimana bank tersebut dapat

memenuhi sendiri semua permintaan kredit tersebut.31 Ada keadaan-keadaan

dimana suatu pinjaman mencapai jumlah sedemikian besarnya sehingga dirasakan terlalu besar bagi bank tersebut untuk dapat memikulnya sendiri. Apabila bank tersebut merasa bahwa resikonya terlalu besar bagi bank tersebut bila seluruh permintaan debitur tertentu dipikul sendiri, sekalipun mungkin dari segi ketentuan legal lending limit atau “Batas Maksimum Pemberian Kredit” (BMPK) dari bank tersebut belum terlampaui, maka bank itu akan berusaha membentuk suatu sindikasi untuk dapat membiayai debiturnya itu. Dalam terminologi bank disebut

bahwa bank itu telah melampaui obligor limit-nya bagi debitur itu.32 Kredit

sindikasi diberikan secara bersama dengan alasan:33

30 Kredit Sindikasi dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kredit_sindikasi (diakses tanggal 20 Juli 2016)

31Sutan Remy Sjahdeni, Kredit Sindikasi (Proses, teknik pemberian, dan aspek

hukumnya) Cetakan ke II, (Jakarta: PT. Kreatama, 2008), hlm.27

32

Ibid.


(6)

1. Jumlahnya besar, sehingga tidak sanggup kalau hanya dibiayai oleh satu bank.

2. Menghindari BMPK.

3. Memperkecil resiko bagi bank.

4. Manajemen dan pengawasan dapat dilakukan secara bersamaan, ada

sharing pengalaman dalam menangani debitur besar.

5. Dokumentasi kredit menggunakan akta otentik (dengan akta notaris).

Bahkan jika mengamati perkembangan yang ada sekarang ini dalam berbagai aspek serta melihat proyeksi kebutuhan dunia usaha pada masa yang akan datang,

akan dapat diperkirakan bahwa bentuk kredit sindikasi akan semakin ramai.34

F. Para Pihak dalam Kredit Sindikasi

Dalam perjanjian kredit sindikasi tentu perlu melibatkan beberapa pihak yang juga memiliki kepentingan pada perjanjian kredit sindikasi tersebut. Selain itu, perjanjian kredit sindikasi juga mengatur beberapa kepentingan serta hak dan kewajiban dari pihak-pihak tersebut. Karenanya, isi dari perjanjian kredit sindikasi merupakan inti dari perjanjian yang wajib untuk diketahui dan dipahami. Pihak yang terlibat dalam kredit sindikasi pada umumnya terdiri dari pihak Borrower (debitur), Participating Banks/Lenders (kreditur), dan Syndicate Leader yang selain berperan sebagai lender, juga berperan sebagai Agent Bank. Untuk

34

Herlina Suyati Bachtiar, Aspek Legal Kredit Sindikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 6.


(7)

lebih jelasnya, subyek hukum dari perjanjian kredit sindikasi adalah sebagai

berikut:35

1. Pihak Borrower

Merupakan nasabah peminjam kredit sindikasi. Nasabah ini pada umumnya berbentuk PT (perseroan terbatas). Dalam proses kredit sindikasi perlu diperhatikan status badan hukum dari pihak debitur dan siapa yang berhak menandatangani perjanjian kredit sindikasi bank. Hal ini bertujuan untuk memperjelas pihak mana yang dapat bertanggungjawab atau dituntut oleh pihak kreditur ketika terjadi perselisihan ataupun gagal bayar.

2. Pihak Arranger

Merupakan bank yang mengatur segala proses perjanjian kredit sindikasi, mulai dari dimulainya proses kredit, menawarkan keikutsertaan kepada bank-bank lain, memonitor perjanjian kredit sindikasi sampai dengan penandatanganannya. Dalam menjalankan tugasnya ini, arranger mendapat fee yang lebih besar dibandingkan pihak lain dalam kredit sindikasi. Hal ini dikarenakan beratnya tugas arranger.

3. Lead Manager

Merupakan bank yang memimpin sindikasi. Ada kalanya peranan Lead Manager dirangkap dengan peranan arranger dan dipegang oleh satu bank saja. Namun ketika dibedakan antara bank yang berperan sebagai arranger dan bank yang berperan sebagai Lead Manager, maka bank yang berperan sebagai Lead Manager hanya bertugas untuk mengumpulkan bank-bank peserta

35


(8)

sindikasi/menawarkan suatu proyek kepada bank-bank tersebut, dimana untuk tahap arrangement diserahkan pada bank lain yang berperan sebagai arranger. Hal ini dimaksudkan agar bank lead dapat berkonsentrasi pada proyek-proyeknya yang lain.

4. Facility Agent

Merupakan bank yang berperan sebagai agen fasilitas kredit. Umumnya pada suatu kredit sindikasi akan di tunjuk satu bank selaku agen fasilitas kredit, dimana agen ini bertugas untuk memberitahukan kepada bank-bank peserta kredit sindikasi mengenai kapan waktu untuk mencairkan dana pinjaman ke rekening agen fasilitas yang selanjutnya dana tersebut akan disalurkan ke rekening borrower. Begitu juga dangan pambayaran bunga, borrower diharuskan untuk membayar kepada rekening agen fasilitas, kemudian oleh agen fasilitas akan di bagikan kepada bank peserta sindikasi sesuai dengan keikutsertaan bank-bank tersebut.

5. Lender

Merupakan bank-bank yang tergabung dalam sindikasi kredit dan ikut serta membiayai kredit sindikasi. Setelah mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian kredit sindikasi, aspek selanjutnya dalam perjanjian kredit sindikasi ini adalah isi dari perjanjian kredit sindikasi. Pokok yang diatur dalam perjanjian kredit sindikasi antara lain adalah mengenai jumlah utang, cara dan batas waktu pembayaran, penentuan bunga, jaminan, asuransi, penunjukkan agen dan manager, serta pilihan hukum.


(9)

G. Manfaat Kredit Sindikasi

Iswahjudi A. Karim dalam makalahnya berjudul “Kredit Sindikasi

menyebutkan bahwa Kredit Sindikasi atau ”Syndicated Loan” ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum; untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur.

Iswahjudi A. Karim selanjutnya menjelaskan bahwa kredit tersebut diberikan secara sindikasi, karena jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal. Hal ini sesuai dengan definisi di atas, bahwa dalam pemberian kredit sindikasi, jumlah

kreditnya terlalu besar apabila diberikan oleh satu bank saja.36

Menurut Budhiono Budoyo, keuntungan memberikan kredit sindikasi adalah:37

1. Dapat mengatasi masalah BMPK (Batas Maksimal Penyaluran Kredit)

2. Risk Sharing dengan bank lain

3. Memupuk hubungan kerjasama dengan suatu grup usaha.

4. Meningkatkan Fee Based Income (pendapatan yang berasal dari fee)

5. Learning process bagi participating bank. Ada beberapa bank yang tidak mempunyai pengalaman dalam kredit sindikasi. Dengan menjadi salah

36Kredit Sindikasi dalam

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c3e609faff23/kredit-sindikasi (diakses tanggal 20 Juli 2016).


(10)

satu peserta sindikasi, maka bank tersebut dapat mempelajari mengenai kredit sindikasi

6. Agar dikenal di pasar sindikasi, bagi bank sulit untuk masuk ke dalam

suatu kredit sindikasi terutama apabila tidak mempunyai pengalaman sindikasi.

Hal di atas disebutkan oleh Budhiono Budoyo dalam makalahnya berjudul “Aspek Bisnis dalam Pembentukan Kredit Sindikasi dan Tanggung Jawab Masing-Masing Pihak di Dalamnya” yang dibukukan dalam proceedings Kredit Sindikasi”, hasil kerjasama Pusat Pengkajian Hukum dan Mahkamah Agung RI.

Sementara itu, Arief T. Surowidjojo dalam makalahnya “Aspek Hukum yang

Harus Diperhatikan dalam Kredit Sindikasi” menguraikan beberapa

permasalahan dalam kredit sindikasi yang harus diperhatikan antara lain:38

1. Hak, kewajiban dan tanggung jawab anggota sindikasi, harus secara detail

diatur dalam perjanjian

2. Hak, kewajiban dan tanggung jawab debitur pada para kreditur, misalnya

kapan wanprestasi terjadi, apakah cukup bila wanprestasi terjadi pada satu kreditur atau harus kepada kreditur yang lain juga.

3. Masalah enforcement hak-hak anggota sindang.

4. Masalah dengan hukum dan yurisdiksi, apabila salah satu peserta sindikasi

adalah entity asing yang tunduk pada hukum asing. Menjadi masalah ke mana penyelesaian sengketa akan diajukan?

38Ibid.


(11)

Jadi, karena rumitnya perjanjian kredit sindikasi ini, maka perlu kehati-hatian lebih dari pihak bank sebelum memutuskan apakah akan ikut dalam suatu perjanjian kredit sindikasi.

1. Bagi Kreditur

Ada beberapa manfaat bagi suatu bank untuk membiayai nasabahnya dalam bentuk kredit sindikasi dengan bank-bank lain. Kredit sindikasi merupakan salah satu jalan bagi bank untuk memenuhi permintaan kredit dari nasabah yang jumlahnya besar, meskipun bank mempunyai kemampuan untuk memikul sendiri seluruh jumlah kredit tersebut. Ataupun sebaliknya jika bank tidak sanggup memenuhi permintaan kredit dari nasabah yang jumlahnya besar, bank tidak akan kehilangan nasabahnya itu. Beberapa manfaat diantaranya adalah sebagai

berikut:39

a. Pembentukan sindikasi dalam pemberian kredit memungkinkan bagi suatu

bank untuk mengatasi masalah BMPK.

b. Kredit sindikasi memungkinkan bagi suatu bank untuk menyebarkan

resiko dengan cara berbagi resiko dengan bank-bank lain.

c. Jika sebelumnya dikenal penuh persaingan dalam merebut hati nasabah,

sekarang setelah membentuk sindikasi dituntut sikap kebersamaan dan kegotong royongan melalui kerjasama ini bank-bank kredit dapat tukar menukar informasi bagi kemajuan masing- masing.

39Ibid.


(12)

d. Bila sindikasi itu di antara bank yang sudah mapan dan bank kecil maka akan terjadi transfer pengetahuan dari bank yang sudah mapan kepada bank kecil.

e. Sindikasi juga akan memperluas akses bank-bank kreditur di kalangan

pengusaha terutama bagi bank-bank yang jaringannya masih sangat terbatas.

f. Bank dapat mencari sumber pendapatan selain dari suku bunga yaitu

dengan cara menjadi arrangers kredit sindikasi.

g. Analisa kredit akan makin cermat, karena adanya banyak bank yang terjun

ke kredit sindikasi, tentu menciptakan analisa yang makin tajam, bila dibandingkan dengan bila hanya dianalisa sendiri.

h. Peluang bank untuk membiayai proyek-proyek besar, hal ini akan

menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan terhadap kualitas kemampuan bank-bank nasional baik dalam negeri maupun manca negara.

i. Kredit sindikasi diberikan berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan yang

sama bagi setiap peserta sindikasi, hanya ada satu dokumentasi kredit, administrasi dan satu agen.

2. Bagi Nasabah

Bagi nasabah kredit sindikasi memberikan manfaat sebagai berikut :40

a. Apabila bank tersebut tidak bersedia untuk memberikan kredit yang terlalu

besar kepada seorang nasabah, maka sindikasi merupakan jalan keluar

40


(13)

bagi nasabah tersebut. Bagi suatu bank, sekalipun mampu memberikan kredit yang berjumlah besar tetapi belum tentu bersedia untuk memberikan jumlah yang sama bagi setiap pemohon kredit. Suatu bank mungkin mampu dan bersedia memberikan kredit sebesar Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar) kepada suatu perusahaan yang mempunyai modal sebesar Rp. 1 (satu) triliun, namun hanya bersedia memberikan kredit sebesar Rp. 10 (sepuluh) miliar untuk suatu perusahaan dengan modal sebesar Rp. 50 (lima puluh) miliar saja.

b. Kredit sindikasi memungkinkan bagi nasabah untuk memperoleh kredit

yang berjumlah besar tanpa harus berhubungan dengan banyak bank, cukup berhubungan dengan satu bank.

c. Kredit sindikasi memungkinkan bagi satu nasabah untuk memupuk record

dengan banyak bank melalui pengaturan oleh bank sendiri yang bertindak sebagai arrangers untuk kredit sindikasi itu.

d. Kredit sindikasi menambah kredibilitas dari nasabah tersebut lebih-lebih

lagi apabila para peserta sindikasi terdiri dari bank-bank besar yang ternama.

e. Nasabah bisa mendapat dari berbagai bank tentang segala hal yang kurang


(14)

D. Pengaturan Kredit Sindikasi Menurut Undang-Undang Perbankan

Kredit sindikasi di Indonesia pada awalnya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/33/UPK tanggal 3 Oktober 1973 mengenai Pembiayaan Bersama oleh Bank-Bank Pemerintah (Konsorsium), dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/26/UPK yang dikeluarkan pada tahun 1979. Terakhir, kredit sindikasi diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/23/DPD tertanggal 8 Juli 2005. Iswahjudi A.

Karim dalam makalahnya berjudul “Kredit Sindikasi” menyebutkan bahwa Kredit

Sindikasi atau ”Syndicated Loan” ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum; untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung

atau pabrik) milik debitur.41

Pengaturan Kredit Sindikasi di Indonesia juga tunduk pada

pengaturan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (Undang-Undang Perbankan) yang menyatakan bahwa, “kredit adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil

keuntungan”.

41Ibid.


(15)

Sejak pemerintah menerapkan kebijaksanaan deregulasi di bidang keuangan, moneter, dan perbankan pada tanggal 27 Oktober 1988 (pakto 27), jumlah bank dan kantor bank meningkat dengan pesat. Sejalan dengan itu jumlah dana masyarakat yang di himpun oleh perbankan juga meningkat, produk perbankan juga bervariasi dan meningkat dengan pesat sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dan kemajuan teknologi. 42

Sebagaimana diketahui bank adalah lembaga perantara keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Dalam menghimpun dana masyarakat ini bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang akan menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan. Oleh sebab itu Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Sebagaimana diketahui bahwa pemberian kredit oleh bank mengandung banyak resiko kegagalan seperti kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank mengingat kredit tersebut berasal dari dana masyarakat maka resiko yang di hadapi bank dapat berpengaruh juga kepada keamanan dana masyarakat. Maka bank wajib untuk menyebar resiko dengan mengatur penyeluran kreditnya, sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok debitur tertentu.

42Harahap, Juliana Rosali, Perjanjian Kredit Sindikasi Sebagai Sarana Pembiayaan Bank

(Studi pada PT. Bank Sumut Medan) 2011. Skripsi USU dalam


(16)

Menurut Pakto 27, bank tidak boleh memberikan kredit yang melampaui

batas maksimum pemberian kredit sebagai berikut :43

1. Sebesar 20% dari modal sendiri bank untuk fasilitas yang di berikan kepada

satu debitur.

2. Sebesar 50% dari modal bank untuk fasilitas yang di sediakan bagi suatu

debitur grup.

3. Bagi anggota dewan komisaris yang bukan pemegang saham :

a. 5% dari modal bank bagi individu atau perusahaan yang di milikinya.

b. 15% dari midal bank bagi komisaris beserta grup yang di milikinya.

Bagi pemilik saham :

a. 10% dari penyertaannya pada bank bagi pemegang saham atau perusahaan

yang di milikinya.

b. 25% dari penyertaannya pada bank beserta grup yang di milikinya.

Memang terlihat batas maksimum pemberian kredit menurut Pakto ini masih longgar, misalnya legal lending limit debitur grup perusahaan di batasi maksimum 50% dari modal bank. Hal ini cukup berbahaya karena 50% dari modal bank yang diberikan kepada perusahaan tergolong jumlah kredit yang besar dan berisiko tinggi. Ketentuan legal lending limit dalam Pakto 27 ini selanjutnya di sempurnakan dalam Paket Februari 1991 (Pakfeb). Pada intinya batas maksimum pemberian kredit yang di atur dalam Pabfeb ini tidak bebeda dengan Pakto 27. Kemudian selanjutnya pengaturan mengenai legal lending limit ini di atur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 yaitu tentang Batas Maksimum

43Ibid.


(17)

Pemberian Kredit. Adapun kredit sindikasi ini ada kaitannya dengan BMPK, dimana di berikannya kredit sindikasi tersebut kepada seorang nasabah/debitur dikarenakan jumlah kredit yang di minta oleh si debitur tersebut sangat besar. Dan bank tidak mungkin memberikannya, sebab bank tersebut akan terkena dampak legal lending limit/BMPK. Dimana setiap bank itu mempunyai batasan di dalam memberikan kredit kepada seorang nasabah/debitur. Apabila bank memberikan semua dananya kepada satu debitur saja maka bank itu akan mengalami kerugian. Oleh karena itu di tetapkanlah BMPK kepada setiap bank. Karena adanya BMPK ini maka bank harus memberikan kredit secara sindikasi kepada debitur yang

memerlukannya.44

Pasal 1 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 di jelaskan mengenai pengertian BMPK, ialah: persentase maksimum penyediaan dana yang di perkenankan terhadap modal bank. Adapun yang di maksud dengan penyediaan dana ialah penanaman dan bank dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan, surat berharga yang di beli dengan janji di jual kembali, tagihan akseptasi, derivatif kredit, transaksi rekening administratif, tagihan derivatif, potential future credit axposure, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, dan bentuk penyediaan dana

lainnya yang dapat di persamakan dengan yang tertera di atas .45

Menyelenggarakan penyediaan dana bank di larang untuk membuat suatu perjanjian atau perikatan atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan bank untuk memberikan penyediaan dana yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK, dan memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan

44Ibid. 45

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Minimum Pemberian Kredit Pasal 1 ayat 3.


(18)

pelanggaran BMPK sebagaimana diatur dalam pasal 3 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang BMK.

Bank juga dilarang memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait yang bertentangan dengan prosedur umum penyediaan dana yang berlaku, dilarang juga memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait tanpa persetujuan dewan komisaris bank, dan dilarang membeli aktiva berkualitas

rendah dari pihak terkait .46

Adapun yang di maksud pihak terkait ialah: perseorangan/perusahaan atau badan yang merupakan pengendali bank, perusahaan/badan dimana bank bertindak sebagai pengendali, perseorangan/perusahaan lain yang bertindak sebagai pengendali dari perusahaan (Pasal 8). Seluruh portofolio penyediaan dana kepada pihak terkait dengan bank di tetapkan paling tinggi 10% dari modal bank (Pasal 4).

Sedangkan untuk peminjam yang bukan merupakan pihak terkait di tetapkan paling tinggi 20% dari modal bank, dan untuk satu kelompok peminjam yang bukan merupakan pihak terkait di tetapkan paling tinggi 25% dari modal bank (Pasal 11). Penghitungan BMPK untuk kredit di dasarkan pada baki debet (Pasal 13 ayat 2).

Suatu bank di kategorikan sebagai pelampauan BMPK apabila di sebabkan oleh hal-hal berikut (Pasal 23 ayat 1) :

1. Penurunan modal bank;

46Ibid.


(19)

2. Perubahan nilai tukar;

3. Perubahan nilai wajar;

4. Penggabungan usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang

menyebabkan perubahan pihak terkait dan atau kelompok peminjam;

5. Perubahan ketentuan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan ada di jelaskan mengenai BMPK ini yaitu dalam Pasal 11 yang menyatakan :

1. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai BMPK atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi, surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.

2. Batas maksimum sebagaimana yang di maksud dalam ayat 1 tidak boleh

melebihi 30% dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh BI.

3. BI menetapkan ketentuan mengenai BMPK, atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat di lakukan oleh bank kepada:

a. pemegang saham yang memiliki 10% atau lebih dari modal di setor

bank;


(20)

c. anggota direksi;

d. keluarga dari pihak sebagaimana di maksud dalam huruf a, huruf b,

dan huruf c;

e. pejabat bank lainnya;

f. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari

pihak-pihak sebagaiman di maksud dalam huruf a, b, c, d, dan e.

4. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank

dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana di atur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).


(21)

BAB IV

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PELAKSANAAN KREDIT SINDIKASI

A. Prosedur Pemberian Kredit Sindikasi

Di Indonesia ada beberapa bank yang menerapkan pemberian kredit sindikasi, beberapa diantaranya adalah:

a. Panin Bank, mengatur/arrange pembiayaan kepada badan usaha berskala besar

baik untuk suatu project financing maupun corporate financing dimana beberapa bank bergabung (sindikasi) untuk debitur, baik sebagai arranger, coarranger, underwriter, agent atau loan participant melalui berbagai instrument kredit dengan berbagai debt instruments (transferable loan facility, revolving underwriting facility, dan lain-lain). Pembiayaan secara club deal dapat diberikan dengan mengikutsertakan beberapa bank-bank nasional ataupun bank-bank asing dengan kondisi & persyaratan sesuai kebijakan

masing-masing peserta club deal.47

b. Bank Mandiri, sebagai Agen merupakan perantara Debitur dengan Para

Kreditur sekaligus sebagai penata usaha kredit sindikasi selama jangka waktu kredit sindikasi tersebut. Setelah penandatanganan Perjanjian Kredit Sindikasi, Agen akan menjalankan tugas sampai Perjanjian Kredit Sindikasi telah selesai dilunasi. Secara garis besar, Agen membantu semua pihak untuk memastikan

47

Kredit Sindikasi dalam http://www.panin.co.id/pages/111/kredit-sindikasi (diakses


(22)

bahwa semua pihak dalam kredit sindikasi telah memperoleh hak dan

kewajibannya.48

c. Bank BNI, menyediakan jasa Arrangement dan Keagenan dalam

mengkoordinasikan dan membentuk pembiayaan/kredit secara

sindikasi/bersama-sama antara bank-bank dan/atau lembaga pembiayaan selaku (Kreditur Sindikasi) untuk memberikan kredit dalam jumlah besar kepada perusahaan debitur, antara lain untuk kebutuhan pendanaan perusahaan (Corporate Finance) maupun pendanaan proyek (Project Finance).49

Salah satu contoh nyata bank yang telah membuat perjanjian kredit sindikasi dengan suatu perusahaan adalah Bank Mandiri dengan PT Ciputra Adigraha, anak perusahaan PT Ciputra Property Tbk (CTRP). Bank Mandiri menjadi lead arranger dan underwriter untuk pembiayaan sindikasi sebesar Rp1,825 triliun kepada PT Ciputra Adigraha, anak perusahaan PT Ciputra Property Tbk (CTRP). Kredit tersebut digunakan untuk membangun Ciputra World Jakarta. Pada penandatanganan perjanjian kredit sindikasi yang dilaksanakan di Plaza Mandiri Jakarta, Kamis (15/12) tersebut, Bank Mandiri diwakili oleh Direktur Corporate Banking Fransisca Nelwan Mok, sedangkan pihak debitur diwakili oleh Candra Ciputra selaku Direktur Utama. Hadir dalam acara penandatanganan tersebut Direk tur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini dan Komisaris Utama Ciputra Group DR. Ir. Ciputra.

48Syndication dalam http://www.bankmandiri.co.id/article/syndication.asp (diakses tanggal 9 Oktober 2016)

49

Sindikasi dalam


(23)

Pinjaman investasi tersebut berjangka waktu 8 tahun, termasuk grace period 1,5 tahun, yang didukung oleh CTRP untuk pelaksanaan kewajiban anak perusahaannya tersebut. Menurut Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini, kredit sindikasi tersebut dapat memenuhi 46% dari total kebutuhan dana pembangunan Ciputra World yang mencapai Rp4 triliun. Proyek ini rencananya akan mengintegrasikan pusat perbelanjaan, hotel, apartemen , serta premium residence di atas wilayah seluas 5,5 hektar di Jakarta Selatan. Keterlibatan Bank Mandiri dalam sindikasi pembiayaan ini juga untuk mendukung Ciputra Group dalam mengembangkan bisnis dan memperluas

pangsa pasar.50

Dalam proses pemberian kredit sindikasi, ada tiga tahap yang harus dilalui mulai dari munculnya arranger(s) sampai suatu perjanjian kredit sindikasi ditandatangani dan akhirnya kredit sindikasi dapat digunakan oleh debitur. Ketiga tahap tersebut adalah pre-mandate phase, mandate phase, dan post-signingphase.51

1. Pre-mandate Phase

Pada Pre-mandate phase, langkah pertama yang dilakukan oleh lead bank adalah mengidentifikasi dan memahami kebutuhan-kebutuhan debitur. Adapun

50Bank Mandiri Pimpin Kredit Sindikasi bagi Ciputra World dalam

http://www.ciputra.com/news/bank-mandiri-pimpin-kredit-sindikasi-bagi-ciputra-world (diakses tanggal 9 Oktober 2016)


(24)

beberapa tonggak penting pada masa sebelum mandate dikeluarkan oleh debitur,

adalah sebagai berikut:52

a. Penunjukkan Arrangers

Sindikasi tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan diusahakan oleh satu atau beberapa bank yang disebut arranger(s) secara bersama-sama. Arranger(s) tersebut juga sekaligus menjadi anggota sindikasi setelah sindikasi terbentuk. Dalam hal yang menjadi arranger(s) adalah sekelompok bank (disebut managing group) yang secara bersama-sama mendapat mandat dari debitur, maka segera akan dibagi peranan di antara mereka. Tugas-tugasdari para arrangersitu adalah:

1) Running the books;

Running the books merupakan istilah khusus dalam kredit sindikasi, yaitu merupakan tugas untuk pengorganisasian proses pembentukan kredit sindikasi. Yang termasuk dalam tugas ini adalah pengiriman undangan bagi bank yang ditunjuk untuk berpartisipasi dalam kredit sindikasi.

Selain undangan, dikirimkan juga information memorandum kepada peserta sindikasi, dimana di dalamnya dijelaskan segala sesuatu yang menyangkut perusahaan calon penerima kredit dan untuk menjual transaksi tersebut.Arranger yang mendapat tugas ini disebut syndicating bank.

52Ibid.


(25)

2) Dokumentasi;

Dalam tugas ini, arranger akan menunjuk dan berhubungan dengan konsultan hukum untuk bertindak mewakili bank-bank peserta sindikasi. Kemudian konsultan hukum tersebut akan melakukan negosiasi dengan calon debitur dan dengan konsultan hukum dari calon debitur. 3) Penandatanganan perjanjian kredit sindikasi;

Arranger juga bertugas untuk mengorganisasikan upacara penandatanganan kredit sindikasi (signing ceremony) yang akan dihadiri oleh seluruh peserta sindikasi dan calon penerima kredit sindikasi. Apabila terdapat beberapa arranger, maka salah satunya akan bertindak

sebagai ketua yang disebut dengan Lead Manager atau Lead Bank. Dapat juga terdapat beberapa bank yang dibentuk menjadi Lead Manager, dimana masing-masing disebut sebagai joint-Lead Manager.Apabila arranger terdiri dari satu bank, maka bank tersebutlah yang sekaligus menjadi Lead Bank atau Lead Manager.

b. Penyampaian Offer oleh arranger dan penyampaian acceptance oleh

debitur;

Sebelum mandat dikeluarkan oleh debitur, terlebih dahulu arranger (atau syndicating bank dalam hal terdapat beberapa bank yang menjadi arrangers) menyampaikan offer atau tawaran kepada debitur dengan mengirimkan suatu dokumen yang disebut term sheet atau offer document. Apabila tawaran tersebut telah disetujui oleh debitur, baik dengan atau tanpa perubahan mengenai


(26)

syarat-syarat yang diajukan oleh arranger, maka debitur akan menyampaikan persetujuannya yang didalam sistem common law disebut dengan acceptance.

Namun demikian, dapat pula terjadi, debitur yang berusaha untuk mencari bank yang nantinya bersedia menjadi arranger yang akan membentuk sindikasi kredit yang dimaksud. Dalam keadaan seperti itu, maka debitur lah yang akan mengeluarkan offer document, diikuti dengan acceptance yang diberikan oleh bank. Setelah diberikannya acceptance, maka bank akan meminta debitur untuk mengeluarkan mandat kepada bank tersebut untuk bertindak sebagai arranger.

Ada 3 macam offer dalam kredit sindikasi, yaitu:53

1. Indicative terms offer

Indicative terms offer bukanlah offer yang sebenarnya. Indicative term offer hanya berkedudukan sebagai advice dan hanya meliputi beberapaparameter saja dari transaksi yang ditawarkan seperti jumlah, jangkawaktu, bunga, dll. 2. Best offer efforts

Merupakan suatu offer untuk mengerahkan dana dari pasar berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang spesifik. Bank yangmengajukan offer ini hanya mengemukakan keyakinannya bahwa bank tersebut dapat mengerahkan dana bagi kepentingan calon penerima kredit dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut dan menyatakan kesediaannya untuk mengerahkan dana itu. Bank tidak menanggung diperolehnya dana, baik sebagian maupun seluruhnya.

53Ibid.hlm. 39


(27)

Dalam dokumen penawaran haruslah jelas disebutkan bahwa offer ini adalah best offer,bukan underwritten offer.

3. Underwritten offer

Ada dua bentuk underwritten offer, yaitu fully underwritten offer dan partially underwritten offer. Fully underwritten offer adalah komitmen yang harus dipenuhi bagi peserta sindikasi untuk menyediakan keseluruhan dana yang diperlukan bagi calon penerima kredit sindikasi. Sedangkan partially underwritten offer adalah suatu offer dimana bank yang mengajukan offer hanya menanggung sebagian dari dana yang diperlukan dalam kredit sindikasi itu.

c. Pemberian Mandat oleh debitur

Mandate adalah kewenangan yang diperoleh oleh arranger atau managing group untuk membentuk sindikasi kredit yang nantinya akan memberikan kredit sindikasi kepada debitur, dan diberikan oleh debitur setelah adanya penyampaian offer dan acceptance. Dengan tidak tergantung pada siapa yang memberikan offer dan acceptance, mandate diberikan oleh pihak debitur.

2. Post-Mandate Phase

Setelah mandate dikeluarkan oleh debitur untuk arranger(s) untuk membentuk sindikasi kredit, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh arranger(s) adalah sebagai berikut:54

54Ibid. hlm 44


(28)

a. Penyiapan draft dokumentasi kredit;

Setelah mandate diberikan oleh debitur kepada arranger(s), arranger(s) akan menyeleksi bank-bank dan lembagalembaga pemberi kredit yang akan diundang untuk bergabung dalam sindikasi kredit. Sebelum itu, guna

keperluan penyampaian undangan itu, Lead Manager bersama dengan debitur terlebih dulu menyiapkan dua perangkat dokumen hukum. Dokumen yang pertama adalah information memorandum yang memuat rincian mengenai kredit sindikasi yang dimaksud dan informasi mengenai financial condition dan business profile dari debitur. Tujuan dari info memo ini adalah untuk menjelaskan segala sesuatu yang menyangkut perusahaan debitur dan untuk menjual transaksi tersebut. Info memo ini merupakan dokumen yang penting selama proses sindikasi. Dokumen kedua yaitu perjanjian kredit sindikasi yang akan merupakan perjanjian antara peserta sindikasi dan Agent Bank, antara Agent Bank dan debitur, serta antara para peserta sindikasi itu sendiri.

Biasanya dokumen itu disiapkan oleh external lawyer dari Lead Manager, dan bukan oleh in-housecounsel. Kedua dokumen ini akan dibagi-bagikan dalam bentuk konsep (in draft form) kepada bank-bank yang diundang untuk bergabung dalam sindikasi yang akan dibentuk.

b. Penyiapan dan Pengiriman Undangan

- Pemilihan bank-bank yang akan diundang;

Setelah mandate diberikan oleh debitur serta syarat-syarat dan ketentuan perjanjian kredit telah disepakati antara arranger dan debitur, maka tugas pertama yang harus dilakukan oleh


(29)

arranger adalah memilih dan menentukan bank mana saja yang akan diundang untuk ikut dalam sindikasi kredit. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan bank-bank mana saja yangakan diundang untuk ikut dalam sindikasi kredit tersebut. Faktor-faktor tersebut yaitu syarat-syarat yang ditentukan oleh debitur dan keinginan debitur agar hanya bank-bank yang memenuhi debt ratings tertentu yang boleh diundang.Apabila debiturtidak mencantumkan syarat-syarat tertentu, maka bank-bank yang diundang adalah bebas sesuai kehendak arranger.

- Faktor-faktor bagi bank-bank yang diundang untuk ikut atau

menolak ikutdalam sindikasi;

Salah satu pertimbangan yang akan digunakan oleh bank-bank yang diundang untuk memutuskan ikut dalam pemberian kredit sindikasi itu adalah kualitas dan reputasi dari arranger yang mengundang. Apabila menurut pertimbangan bank-bank yang diundang arranger tersebut tidakberpengalaman atau hanya memiliki sedikit pengalaman dalam menangani transaksi sindikasi, maka keputusan untuk ikut serta sebagai anggotasindikasi akan dilakukan dengan lebih berhati-hati.

- Parameter Bagi Penentuan Bracket Sindikasi;

Sebelum undangan disiapkan, harus ditentukan parameters bagi setiap brackets. Maksudnya adalah parameter untuk memutuskan berapa tingkatan jumlah komitmen dan dan besarnya


(30)

front-end fees untuk masing-masing tingkat jumlah komitmen tersebut yang akan ditawarkan oleh arranger kepada pasar dengan mempertimbangkan kesempatankesempatan lain yang mungkin

dapat diperoleh oleh bank-bank yang diundang itu,

baikkesempatan-kesempatan yang dapat diperoleh pada pasar

perdana (primary market) maupun pasar sekunder

(secondarymarket). - Roadshows

Roadshows adalah suatu pertemuan antara debitur dan bank-bank yang diharapkan tertarik untuk ikut bersindikasi bagi keperluan debitur. Roadshow tersebut sekalipun merupakan pertemuan antara debitur dan bank-bank calon peserta sindikasi, tetapi penyelenggaraannya dilakukan oleh arranger dengan berkeliling menemui bank-bank yang diperkirakan akan berminat

untuk ikut dalam pembiayaan sindikasi tersebut.55

- Tanggapan calon peserta terhadap undangan arranger(s)

Apabila bank-bank yang diundang berminat untuk ikut dalam sindikasi, maka mereka akan mengirimkan jawabannya. Jawaban tersebut tidak bersifat final karena masih didasarkan pada isi dokumentasi kredit.Jawaban mereka tersebut disertai syarat “subject to satisfaction with thedocumentation”. Artinya, persetujuan mereka masih tergantung pada kepuasan pihak yang

55Ibid. hlm 50.


(31)

diundang akan segala sesuatu yang berkenaan dengan dokumentasi kredit tersebut. Bank peserta masih harus mempelajari dokumentasi (perjanjian kredit) dari kredit sindikasi ini sebelum menandatanganinya.Berdasarkan pendapat dari Rhodes, bank dapat membatalkan keikutsertaannya dalam sindikasi bila akhirnya tidak dapat menerima syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan perjanjian kredit sindikasi tersebut.

- Penunjukkan Agent Bank

Setelah nantinya perjanjian kredit sindikasi ditandatangani oleh para pihak, operasionalisasi dan administrasi dari penggunaan kredit sindikasi tersebut harus dilakukan oleh suatu bank yang berperan sebagai Agent Bank. Oleh karena itu para peserta sindikasi harus menyepakati siapa yang akan bertindak sebagai Agent Bank tersebut. Siapa yang akan bertindak sebagai Agent Bank biasanya telah diketahui sejak proses pembentukkan arranger(s). Secara teoritis Agent Bank dan Lead Bankmerupakan dua institusi yang berbeda, namun pada praktiknya yang menjadi Agent Bank adalah Lead Bank.56

- Penyiapan dan Penandatanganan Dokumentasi Kredit

Apabila sindikasi kredit sudah terbentuk dan sudah terdapat peserta-peserta sindikasi yang telah bersedia menjadi kreditur dalam pemberian kredit sindikasi tersebut, maka langkah

56Ibid. hlm 53.


(32)

berikutnya adalah menyiapkan dokumentasi kredit untuk kemudian ditandatangani bersama oleh para pihak.Dokumentasi kredit yang terpenting adalah perjanjian kredit sindikasi dan perjanjian pengikatan jaminan. Perjanjian kredit seyogyanya dirancang dengan baik oleh konsultan hukum yang mengerti betul mengenai seluk beluk kredit sindikasi dan aspek-aspek hukumnya.Perjanjian kredit sindikasi di Indonesia biasanya disiapkan oleh konsultan hukum dan notaris yang telah berpengalaman membuat perjanjian

kredit sindikasi.57

- Upacara Penandatanganan Perjanjian Kredit Sindikasi

Apabila sekelompok bank bertindak sebagai arranger, maka di antaranya ada yang ditunjuk untuk mengatur upacara penandatanganan perjanjian kredit sindikasi (loan signing ceremony) karena upacara ini merupakan kejadian penting dari jadwal sindikasi, dihadiri oleh semua bank peserta dan debitur.loan signing ceremony dapat dilakukan tanpa melalui upacara, yaitu dengan diberikannya surat kuasa kepada Agent Bank atas nama semua peserta. Bersamaan dengan dikirimkannya undangan kepada bank-bank untuk menghadiri penandatanganan tersebut, dikirimkan pula permohonan kepada masing-masing bank yang diundang itu untuk menerbitkan surat kuasa kepada agent agar apabila terjadi perwakilan dari salah satu bank tidak dapat hadir, maka Agent

57Ibid. hlm 55


(33)

Bank dapat mewakili bank tersebut untuk menandatangani perjanjian atas nama bank tersebut.

- Publisitas

Setelah penandatanganan perjanjian kredit adalah publisitas bagi pemberian kredit sindikasi.Publisitas tersebut adalah untuk kepentingan debitur, kreditur, dan juga publik.Bagi debitur, dengan adanya publisitas maka masyarakat luas dapat mengetahui keberhasilannya memperoleh kepercayaan beragam bank dalam bentuk pemberian kredit sindikasi.Bagi kreditur, apabila debiturmerupakan perusahaan besar yang terkemuka dan selama ini memiliki reputasi yang sangat baik dan banyak bank besar ingin memiliki hubungan dengan debitur tersebut, maka kreditur ingin agar publik mengetahui keberhasilan debitur menjalin hubungan dengan debitur.Sementara bagi publik, publisitas tersebut bertujuan agar publik dapat mengukur tingkat resiko dari debitur yang bersangkutan. Hal ini diperlukan terutama apabila di kemudian hari publik bermaksud akan membeli saham atau obligasi yang diterbitkan oleh debitur tersebut sebagai emiten di pasar modal.

3. Post-Signing Phase

Pada tahap ini peranan arranger(s) berakhir dan selanjutnya aktivitas pemberian kredit oleh sindikasi kredit dilakukan oleh Agent Bank. Tahap ini dimulai dengan aktifnya Agent Bank yang diikuti dengan dikucurkannya dana kredit oleh masing-masing kreditur yang besarnya sesuai dengan komitmen


(34)

mereka masing-masingatas permintaan Agent Bank dengan cara diterbitkannya notices of drawdown oleh Agent Bank kepada masing-masing anggota sindikasi. Selanjutnya oleh Agent Bank, dana yang telah dikucurkan oleh kreditur dibukukan pada suatu rekening khusus yang ada pada Agent Bank. Sepanjang syarat-syarat untuk melakukan penarikan kredit itu telah dipenuhi oleh debitur, selanjutnya debitur dapat menarik dana tersebut. Terlebih dahulu, dana yang telah dikucurkan tersebut dibukukan ke dalam rekening kredit sindikasi atas nama debitur yang juga ada pada Agent Bank. Transaksi kredit sindikasi biasanya mencakup

beberapa perjanjian:58

1. Perjanjian Fasilitas Kredit Sindikasi (Syndicated Loan Facility Agreement);

2. Perjanjian Keagenan Penjaminan (Security Agent Agreement);

3. Perjanjian Pembagian Jaminan di antara Para Kreditur dan Debitur

(Security Sharing Agreement);

4. Perjanjian-Perjanjian Penjaminan, dalam berbagai bentuk penjaminan

seperti Hak Tanggungan, Gadai Saham, Fidusia Pengalihan Hak atas Tagihan (Rekening Koran), Pengalihan Hak Atas Tagihan (Asuransi), Perjanjian Subordinasi yang menyebutkan bahwa tagihan-tagihan dari pemegang saham atau yang terafiliasi dengan debitur akan dikesampingkan sampai setelah semua kewajiban kepada kreditur sindikasi dipenuhi;

5. Perjanjian Penanggungan.

58

Fennieka Kristianto, Kewenangan Menggugat Pailit Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi, (Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009), hlm. 18-19.


(35)

B. Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pelaksanaan Kredit Sindikasi

Undang-Undang Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh

perbankan antara lain:59

1. Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank

bagi Bank Umum

Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI Nomor 27/162/KEP/ DIR tanggal 31 Maret 1995.

Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut : prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasidan manajemen

59

Dwi Santi Wulandari,Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perjanjian Kredit Bank,

2009.Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang dalam


(36)

perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan administrasi kredit,

pengawasan kredit, dan penyelesaian kredit bermasalah.60

Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara

konsekuen dan konsisten.61

2. Penilaian Kualitas Aktiva

Dalam memelihara kelangsungan usahanya, bank perlu meminimalkan potensi kerugian atas penyediaan dana, antara lain dengan memelihara eksposur resiko kredit pada tingkat yang memadai. Berkaitan dengan hal tersebut, pengurus bank wajib menerapkan manajemen resiko kredit secara efektif pada setiap jenis penyediaan dana serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan transaksi-transaksi dimaksud. Hal di atas diatur dalam PBI Nomor 7/2/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.PBI tersebut mewajibkan bank (dalam hal ini Direksi) untuk menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas aktiva (meliputi Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif) senantiasa baik.

Aktiva Produktif adalah penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi

60

Ibid.


(37)

rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat

dipersamakan dengan itu.62

Sementara, Aktiva Non Produktif adalah aset bank selain Aktiva Produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih. Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) debitur, hal ini juga berlaku untuk Aktiva Produktif yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) bank

(termasuk penyediaan dana yang diberikan secara sindikasi). 63

Dalam hal ini terdapat perbedaan penetapan kualitas Aktiva Produktif, maka kualitas masing-masing Aktiva Produktif mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah. Ketentuan keterkaitan untuk menetapkan kualitas yang sama tersebut di atas juga berlaku terhadap Aktiva Produktif yang digunakan untuk

membiayai proyek yang sama.64 Termasuk dalam pengertian ”proyek yang sama”

antara lain apabila:

a. Terdapat keterkaitan rantai bisnis secara signifikan dalam proses produksi yang dilakukan oleh beberapa debitur. Keterkaitan dianggap signifikan antara lain apabila proses produksi di suatu entitas tergantung pada proses produksi entitas, misalnya adanya ketergantungan bahan baku dalam proses produksi. b. Kelangsungan cash flow suatu entitas akan terganggu secara signifikan apabila

cash flow entitas lain mengalami gangguan.

62Pasal 1 ayat (3) PBI No. 7 / 2 / PBI / 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

63

Pasal 5 PBI Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum 64Pasal 6 PBI Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum


(38)

Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian yang meliputi prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar. Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: potensi pertumbuhan usaha, kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan, kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja, dukungan dari grup atau afiliasi, dan upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. Sementara, kinerja debitur dinilai berdasarkan faktor struktur modal, kualitas aktivitas,

manajemen, rentabilitas, dan likuiditas.65

Selanjutnya, untuk mengantisipasi potensi kerugian, bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif. PPA meliputi cadangan umum dan cadangan khusus untuk Aktiva Produktif, dan cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif. Cadangan umum sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan paling kurang sebesar 1% (satu per seratus) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas

Lancar. Sementara, cadangan khusus ditetapkan paling kurang sebesar:66

1. 5% (lima per seratus) dari Aktiva dengan kualitas Dalam Perhatian

Khusus setelah dikurangi nilai agunan;

2. 15% (lima belas per seratus) dari Aktiva dengan kualitas Kurang Lancar

setelah dikurangi nilai agunan;

65

A. Sawir, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan,(Jakarta: PT Gramedia, 2005), hlm. 42-43.

66


(39)

3. 50% (lima puluh per seratus) dari Aktiva dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi nilai agunan;

4. 100% (seratus per seratus) dari Aktiva dengan kualitas Macet setelah

dikurangi nilai agunan;

Penggunaan nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA hanya dapat dilakukan untuk Aktiva Produktif. Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurangan dalam pembentukan PPA ditetapkan sebagai

berikut:67

a. Surat Berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek di

Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara gadai;

b. Tanah, rumah tinggal dan gedung yang diikat dengan hak tanggungan;

c. Pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter

kubik yang diikat dengan hipotek; dan atau

d. Kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia.

3. Sistem Informasi Debitur

Kelancaran proses kredit dan penerapan manajemen risiko kredit yang efektif serta ketersediaan informasi kualitas debitur yang diandalkan dapat dicapai apabila didukung oleh sistem informasi yang utuh dan komprehensif mengenai profil dan kondisi debitur, terutama debitur yang sebelumnya telah memperoleh penyediaan dana. Dalam proses kredit, sistem informasi mengenai profil dan kondisi debitur dapat mendukung percepatan proses analisa dan pengambilan keputusan pemberian kredit. Untuk kepentingan manajemen risiko, sistem

67Ibid.


(40)

informasi mengenai profil dan kondisi debitur dibutuhkan untuk menentukan

profil risiko kredit debitur.68

Selain itu tersedianya informasi kualitas debitur, diperlukan juga untuk melakukan sinkronisasi penilaian kualitas debitur di antara bank pelapor. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Bank Indonesia berperan untuk mengatur dan mengembangkan penyelenggaraan sistem informasi antar bank yang dapar diperluas dengan penyertaan lembaga lain dibidang keuangan. Sehubungan dengan itu Bank Indonesia mengembangkan sistem informasi debitur yang dari waktu ke waktu selalu disempurnakan untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi. Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan dapat meminta informasi debitur kepada Bank Indonesia meliputi antara lain identitas debitur, pemilik dan pengurus, fasilitas penyediaan dana yang

diterima debitur, agunan, penjamin dan atau kolektibilitas.69

Informasi yang diperoleh pelapor tersebut hanya dapat dipergunakan untuk keperluan pelaporan dalam rangka penerapan manajemen risiko, kelancaran proses penyediaan dana, dan atau identifikasi kualitas debitur untuk pemenuhan

ketentuan yang berlaku.70

4. Prinsip Mengenal Nasabah

Dalam menjalankan kegiatan usaha, bank menghadapi berbagai resiko usaha dan untuk menguranginya bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang salah satunya penerapan prinsip mengenal nasabah. Hal tersebut seperti sesuai PBI Nomor 3/10/PBI/2001 mengenai Penerapan Prinsip Mengenal

68

Ibid.

69

Ibid.


(41)

Nasabah. Berdasarkan prinsip mengenal nasabah, maka bank wajib menetapkan kebijakan penerimaan nasabah, menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah, menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah, dan menetapkan kebijakan dan prosedur

manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah. 71

Oleh karena itu, sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib meminta informasi mengenai identitas calon nasabah, maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank, informasi lain yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah, identitas pihak lain, apabila calon nasabah bertindak untuk dan atas

nama pihak lain, seperti beneficial owner.72

Berkaitan dengan kebijakan dan prosedur manajemen resiko dalam penerapan prinsip kehati-hatian mengenal nasabah, maka manajemen resiko yang diterapkan bank mencakup: pengawasan oleh pengurus bank (management oversight), pendelegasian wewenang, pemisahan tugas, sistem pengawasan intern termasuk audit intern, dan program pelatihan karyawan mengenai penerapan

prinsip mengenal nasabah.73

Selain empat prinsip kehati-hatian yang telah diuraikan di atas, penerapan prinsip kehati-hatian juga dapat diterapkan dalam penyusunan perjanjian kredit antara debitur dengan kreditur. Dalam pernjanjian kredit tersebut diatur hak dan

71

Pasal 2 ayat (2) PBI Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. 72

Pasal 4 ayat (2) PBI Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. 73Pasal 11 ayat (2) PBI Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.


(42)

kewajiban dari masing-masing pihak, baik debitur maupun kreditur. Lebih lanjut,

kewajiban atau affirmative covenantdebitur adalah :74

a. Debitur harus segera memberitahu kepada kreditur tentang adanya kerusakan,

kerugian atau kemusnahan atas jaminan yang diserahkan kepada kreditur.

b. Debitur harus menyerahkan kepada kreditur laporan keuangan tahunan yang

telah diaudit oleh Akuntan Publik sesuai prinsip-prinsip akuntansi Indonesia.

c. Memberitahukan kepada kreditur apabila ada perubahan dalam susunan

Direksi, Komisaris, Pemegang Saham dan perubahan Anggaran Dasar Debitur dan lain sebagainya.

d. Larangan menjaminkan kembali harta kekayaan debitur yang telah

diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan berdasarkan perjanjian kredit ini.

e. Larangan merubah susunan Direksi dan Komisaris.

f. Larangan menjual saham sebagian atau seluruhnya.

g. Membubarkan perusahaan debitur atau meminta perusahaan debitur untuk

dinyatakan pailit.

74

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm.120-121.


(43)

C. Akibat Hukum Para Pihak dalam Pelaksanaan Kredit Sindikasi

Setelah perjanjian kredit ditandatangani, akan timbul hak dan kewajiban antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Perjanjian kredit merupakan suatu ikatan hukum antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Di satu pihak, pemberi kredit berkewajiban memberikan dana kepada penerima kredit sesuai dengan jumlah yang diatur dalam perjanjian kredit dan di lain pihak untuk melindungi kepentingan pemberi kredit. Penerima kredit juga diminta untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, sebelum dilakukan penarikan kredit yang

pertama sampai dengan jangka waktu kredit dilunasi.75

Dalam akta perjanjian kredit sindikasi, disebutkan bahwa selama perjanjian tersebut berlaku, maka debitur mempunyai kewajiban untuk

melaksanakan hal-hal sebagai berikut:76

1. Menjalankan usahanya dengan rajin dan efisien sesuai dengan praktek-praktek keuangan dan usaha yang berlaku dan senantiasa mentaati dan melaksanakan semua peraturan-peraturan yang berlaku.

2. Membentuk dan memelihara sistem pembukuan, administrasi dan pengawasan keuangan dan barang-barang yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang umum diterima di Indonesia dan yang diterapkan secara terus-menerus untuk mencerminkan secara wajar keadaan keuangan serta hasil usaha debitur.

75Eka Puspasari,Pembebanan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi dan Akibat

Hukumnya Jika Terjadi Kredit Macet, 2008, Skripsi, Universitas Jember dalam

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved =0ahUKEwjNtcykn87PAhWIp48KHQMIA6gQFggcMAA&url=http%3A%2F%2Fdspace.unej.ac. id%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F14618%2FA%2520(24)x.pdf%3Fsequence%3D1 &usg=AFQjCNH5RAKcZXrB9YYdgSsCXVBEOYH-uQ&sig2=H70oed-btC9T_rAVAir6Dw (diakses tanggal 20 Juli 2016).


(44)

3. Senantiasa memberikan ijin (i) kepada agen atau petugas-petugas yang diberi kuasa oleh Agen, atas pemberitahuan 3 (tiga) hari kerja sebelumnya, untuk melakukan pemeriksaan (audit) terhadap buku-buku dan administrasi debitor serta memeriksa barang-barang jaminan, dan (ii) kepada kreditur (yang akan dikoordinasi oleh Agen) untuk melakukan peninjauan ke pabrik-pabrik debitur, kantor-kantor dan gudang-gudang yang digunakan debitur sedikitnya 1 (satu) kali setahun.

4. Memelihara dan mempertahankan dalam keadaan yang baik semua ijin-ijin, lisensi-lisensi dan persetujuan-persetujuan yang diperlukan untuk menjalankan usaha debitur dan untuk sahnya serta berlakunya perjanjian tersebut.

5. Segera memberitahukan kepada Agen bilamana terjadi perubahan dalam sifat atau luas lingkungan usaha debitur atau bilamana terjadi suatu peristiwa atau keadaan yang dapat mempengaruhi secara mendalam keadaan usaha atau keuangan debitur.

6. Membayar kewajiban-kewajiban pajak pada waktunya dan dengan sebagaimana mestinya.

7. Debitur wajib membayar semua upah, biaya, ongkos yang wajib atau telah dibayar oleh Agen atau kreditur, sehubungan dengan persiapan, pembuatan, penandatanganan, pengeluaran, penyerahan, administrasi, pendaftaran dan pelaksanaan dokumen transaksi.

8. Menyerahkan kepada Agen semua ijin-ijin dan persetujuan-persetujuan yang disyaratkan oleh Anggaran Dasar debitur atau oleh instansi yang berwajib


(45)

untuk membuat, menyerahkan dan melaksanakan perjanjian kredit, surat-surat promes/aksep dan perjanjian-perjanjian jaminan.

Terdapat pula pembatasan-pembatasan bagi debitur selain kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan debitur, yaitu debitur tidak diperkenankan: 1. Melakukan merger atau konsolidasi atau membeli atau dengan cara lain

memperoleh perusahaan atau saham-saham dalam perseroan lain.

2. Menjual atau dengan cara lain memindahkan hak atau menyewakan/ menyerahkan pemakaian seluruh atau sebagian besar perusahaan atau barang-barang tidak bergerak atau kekayaan debitur.

3. Menerima pinjaman uang atau fasilitas kredit, fasilitas penjualan surat-surat promes/aksep, fasilitas leasing atau fasilitas keuangan lain berupa dan hingga jumlah berapapun juga dari orang/pihak lain atau mengikat diri sebagai penjamin (borg atau avaliste) untuk menjamin hutang/kewajiban orang/pihak lain.

4. Menjaminkan/mengagunkan dengan cara bagaimanapun juga kekayaan debitur (termasuk hak untuk menerima pembayaran tagihan-tagihan) kepada orang/pihak lain. Memberikan pinjaman uang atau kredit dengan cara bagaimana pun dan hingga jumlah berapapun juga kepada orang/pihak lain, kecuali:

a. memberikan pinjaman uang atau kredit sehubungan dengan penjualan

barang-barang atau pemberian jasa-jasa dalam rangka menjalankan usaha seari-hari, atau


(46)

b. memberikan pinjaman-pinjaman uang dalam bentuk penyimpanan uang secara deposito berjangka pada bank-bank.

5. Membayar, menyatakan dapat dibayar atau membagi deviden atau

pembagian keuntungan lain berupa dan hingga jumlah berapa pun kepada para pemegang saham debitur (tetapi tidak termasuk mengeluarkan stock dividen atau saham-saham bonus).

6. Memberikan persetujuan atau mendaftarkan sesuatu perubahan pada pemilikan saham-saham debitur.

7. Membayar lebih awal hutangnya kepada pihak lain kecuali hutang yang berdasarkan dokumen transaksi, hutang yang dibuat dalam rangka menjalankan usaha sehari-hari, dan hutang kepada pihak lain yang disebutkan dalam perjanjian kredit.

8. Turut serta mengambil bagian dalam permodalan atau membeli saham dalam

perseroan lain.77

Selain kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh debitur maka tentunya juga hak-hak. Namun mengenai masalah hak-hak debitur tidak dijelaskan secara rinci di dalam akta perjanjian kredit. Setelah membaca dan menelaah dengan seksama isi dari akta perjanjian kredit sindikasi, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi hak bagi debitur adalah mendapatkan fasilitas kredit dari para kreditur, tentunya setelah melaksanakan semua kewajiban yang telah disepakati bersama.

77 Ibid. hlm 150-152.


(47)

Bagi kreditur, mengenai hak dan kewajibannya tidak disebutkan secara khusus dalam perjanjian. Hak dan kewajiban merupakan dua hal yang saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pemenuhan kewajiban dari salah satu pihak dalam perjanjian merupakan perolehan hak bagi pihak yang lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang menjadi kewajiban dari kreditur adalah menyediakan dan memenuhi fasilitas kredit yang dibutuhkan oleh debitur, dan hak dari kreditur adalah pemenuhan kewajiban dari pihak debitur. Pihak ketiga dalam perjanjian kredit sindikasi adalah Agen. Agen merupakan pihak yang akan bertindak sebagai kuasa atau wakil kreditur dalam melaksanakan suatu perjanjian kredit sindikasi. Kewajiban-kewajiban dari pihak

agen bank antara lain :78

1. Agen wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan kreditur sebelum mengambil sesuatu tindakan berdasarkan perjanjian.

2. Wajib melakukan tindakan-tindakan yang sah sesuai dengan instruksi-instruksi tertulis yang diberikan oleh kreditur.

3. Membayar seluruh jumlah pokok pinjaman yang telah diterima oleh Agen dari kreditur kepada rekening yang telah ditentukan.

4. Membayar kepada setiap kreditur, bagian yang menjadi hak masing-masing kreditur atas bunga yang telah dibayar oleh debitur kepada agen.

5. Menghitung besarnya suku bunga rata-rata tertimbang yang akan berlaku untuk pinjaman yang terhutang atau akan terhutang kepada debitur dan setiap kreditur.

78Ibid.


(48)

Selain memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, pihak agen

juga memiliki hak-hak yaitu :79

a. Mendapatkan biaya keagenan dalam jumlah dan dengan cara yang telah

ditetapkan antara debitur dan agen.

b. Memotong biaya hasil pinjaman yang pertama kali diberikan kepada

debitur berdasarkan Perjanjian Kredit jika biaya provisi kredit dan biaya pengaturan fasilitas serta biaya keagenan belum dibayar oleh debitur. Kredit sindikasi yang merupakan penyaluran kredit dalam jumlah yang sangat besar sudah sewajarnya jaminan yang diberikan debitur kepada kreditur juga sangat besar. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat

menilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.80

Pada perjanjian kredit sindikasi, jaminan yang dipergunakan tidak hanya sebatas tanah yang dijaminkan dalam bentuk hak tanggungan, namun dapat berupa barang-barang bergerak yang dijaminkan secara fiducia, jaminan borgtoch, maupun saham-saham yang dijaminkan dalam bentuk gadai. Perjanjian jaminan merupakan perjanjian acessoir yang dibuat antara pihak debitur dan kreditur yang

isi, bentuk serta syarat-syaratnya wajib disetujui oleh agen dan kreditur.81

Perjanjian ini berupa pernyataan dari debitur untuk menyerahkan suatu benda kepada kreditur sebagai jaminan atas pelunasan hutang debitur. Mengenai proses pembebanan jaminan, apapun bentuknya, dilaksanakan oleh debitur dan agen (selaku wakil dari kreditur) mulai dari pembuatan akta di hadapan pihak

79 Ibid. hlm.30 80

Ibid. hlm. 31


(49)

berwenang (notaris/PPAT), pendaftaran akta jaminan, sampai dengan proses

penyerahan sertifikat jaminan dari debitur kepada kreditur (diwakili oleh agen).82

Akibat hukum dari adanya pembebanan jaminan yaitu kreditur memiliki hak eksekutorial atas benda jaminan. Jika di kemudian hari terjadi kredit macet, kreditur dapat langsung melakukan eksekusi terhadap benda jaminan milik debitur. Upaya penyelesaian kredit macet dalam perjanjian kredit sindikasi yang

dilakukan oleh bank dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:83

1. Upaya Penyelesaian diluar Pengadilan dalam perjanjian kredit sindikasi oleh pihak bank dapat berupa:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling)

Perubahan kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan/atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya

angsuran.84

b. Persyaratan kembali (reconditioning)

Perubahan sebagian atau keseluruhan syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan/atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum

saldo kredit.85

c. Penataan kembali (restructuring)

Perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan

82

Ibid. 83

Ibid.

84Muhammad Djumhana,.Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 268


(50)

pokok kredit, perpanjangan jangka waktu kredit, pengambilalihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan konversi kredit menjadi

penyertaan modal sementara pada perusahaan debitor.86

Penyelesaian kredit macet pada kredit sindikasi yang dilakukan diluar pengadilan tidak melibatkan pihak ketiga atau juga penyelesaian yang menggunakan saluran hukum yang ada. Syarat penyelesaian kredit diluar

pengadilan antara lain :87

a. Debitur beritikad baik untuk menyelesaikan kreditnya.

b. Usaha debitur telah macet atau tidak mempunyai prospek lagi sehingga

tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk memenuhi kewajiban pada bank.

c. Kredit tergolong dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan, macet

dengan catatan khusus untuk pemberian keringanan bunga dan/atau denda hanya dapat diberikan bagi debitur dalam kolektibilitas diragukan dan macet.

d. Tidak memenuhi syarat atau tidak mungkin lagi untuk dilakukan

restrukturisasi kredit.

e. Penyelesaian kredit yang ditempuh lebih baik dibandingkan alternative

penyelesaian lainnya.

2. Upaya Penyelesaian Kredit Macet Melalui Jalur Hukum atau Bantuan Pihak Ketiga (PUPN)

86

Ibid. 87


(51)

Upaya penyelesaian kredit macet melalui Jalur hukum atau dengan bantuan pihak ketiga ini dilakukan apabila upaya penyelesaian kredit di luar pengadilan tidak berhasil. Penyelesaian kredit macet pada bank swasta diselesaikan melalui jalur pengadilan. Sedangkan terhadap kredit macet pada bank-bank Pemerintah, prosesnya dilakukan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 dan Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara (BUPLN) yang dibentuk dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 1991 dimana Pasal 2 dari Keppres tersebut menentukan bahwa BUPLN (Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara) mempunyai tugas menyelenggarakan pengurusan piutang negara dan lelang baik yang berasal dari penyelenggaraan pelaksanaan tugas Panitia Urusan Piutang Negara (selanjutnya disebut PUPN) maupun lainnya

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 88

PUPN bertugas menyelesaikan piutang negara yang telah diserahkan kepadanya oleh instansi Pemerintah atau badan-badan Negara. Dengan demikian bagi bank milik Negara menyelesaikan kredit macetnya harus dilakukan melalui PUPN, dimana dengan adanya penyerahan piutang macet kepada badan tersebut secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dialihkan padanya.Langkah-langkah pengurusan piutang Negara melalui PUPN

sebagai berikut :89

a. Bank mengajukan permohonan penyerahan kredit macet kepada PUPN,

dalam hal ini melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

88Sutan Remy Sjahdeini,Kredit Sindikasi: Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, (Jakarata: Pustaka Utama Grafiti, 1997), hal 154.


(52)

(KPKNL) di daerah masing-masing sesuai wilayah kerjanya. Piutang Negara yang penagihannya diserahkan kepada PUPN adalah piutang macet yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, yaitu telah sesuai dengan perjanjian kredit dan pengikatannya serta dokumen-dokumen lainnya. Pihak bank yang akan melakukan penyerahan untuk pengurusan piutang macet dengan disertai dokuman sebagai berikut:

1) Perjanjian kredit dan perubahannya atau dokuman lain sejenis yang

membuktikan besarnya piutang.

2) Rekening koran, prima nota, faktur, dokumen lain sejenis yang

membuktikan besarnya piutang.

3) Dokumen barang jaminan serta pengikatannya dan surat-surat

lainnya yang mendukung barang jaminan tersebut.

4) Surat-menyurat antara kreditur dengan debitur yang berkaitan

dengan penyelesaian hutang.

b. Panitia Cabang melalui Kantor Pelayanan setelah menerima penyerahan

yang disertai dokumen akan membuat resume yang merupakan pemeriksaan berkas terhadap semua dokumen dan semua data kasus piutang tersebut. Resume ini untuk pertimbangan diterima atau tidaknya pengurusan piutang Negara yang telah diserahkan oleh bank yang bersangkutan.

c. Panitia Cabang (Ketua PUPN Cabang) apabila menetapkan bahwa

berkas-berkas penyerahan kreditur tersebut memenuhi persyaratan, maka panitia cabang menerima penyerahan pengurusan piutang Negara dengan


(53)

menerbitkan Surat Penyerahan Pengurusan Piutang Negara (SP3N). Adapaun isi dari SP3N adalah:

1) Nomor dan tanggal surat penyerahan pengurusan piutang Negara

2) Identitas penyerah piutang dan penanggung utang

3) Pernyataan menerima pengurusan piutang Negara

4) Rincian dan jumlah piutang Negara

5) Tandatangan panitia cabang

Sejak diterbitkannya SP3N piutang Negara beralih ke panitia cabang dan penyelenggaraannya dilakukan oleh KPKNL. Dengan beralihnya pengurusan piutang Negara ini, kreditur wajib menyerahkan dokumen-dokumen asli barang jaminan dan pengikatannya yang

selanjutnya diterbitkan Surat Pernyataan Serah Terima Piutang (SPSTP).90

d. SP3N yang diterbitkan sebagai bukti berkas penyerahan apabila telah

memenuhi persyaratan, maka KPKNL melakukan tindakan-tindakan pemanggilan kepada debitur secara tertulis sebagai pertanggung jawaban penyelesaian piutang Negara. Apabila debitur tidak memenuhi panggilan, maka Kantor Pelayanan melakukan panggilan terakhir secara tertulis paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal menghadap yang ditetapkan dalam surat panggilan yang disampaikan oleh kurir atau menggunakan jasa pos. Debitur yang datang untuk memenuhi panggilan KPKNL akan diadakan wawancara mengenai kebenaran dan besarnya piutang Negara tersebut. Setelah tercapai kesepakatan antara debitur dan

90Ibid.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan harapan penulis. Berbagai tantangan harus dihadapi Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Tentunya dengan dorongan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PELAKSANAAN KREDIT SINDIKASI”.

Secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua Penulis, Almarhum Ayah tercinta, Idham Hasibuan, S.E., yang walaupun tidak sempat melihat saya sebagai seorang sarjana hukum, tapi Beliau sempat memberikan doa-doa, nasihat, semangat serta dukungan-dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini, serta kepada Ibunda saya tercinta, Farida Lisa Purba, S.E., yang sebagai seorang single parent sudah membesarkan Penulis dari kecil dan selalu memberikan doa-doa, perhatian, nasihat dan dukungan-dukungannya serta kesabaran yang tidak ternilai sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) dengan baik dan kepada kakak dan abang penulis, Nesia Alingka Putri Hasibuan dan Bahana Damayan Hasibuan, serta kepada nenek Penulis, Muat Malem Sembiring Meliala yang selalu mendukung, memperhatikan ,menghibur dan tidak henti-hentinya mengingatkan Penulis selama pengerjaan skripsi ini agar skripsi ini cepat selesai. Skripsi ini Penulis persembahkan untuk mereka.


(2)

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga Penulis haturkan kepada pihak-pihak berikut:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. O.K. Saiddin, S.H., M.H, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Zaidar, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis selama Penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing I.

Terima kasih atas waktu dan bimbingan yang Bapak berikan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi;

7. Ibu Tri Murti Lubis S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas waktu, saran, semangat dan bimbingan yang Ibu berikan kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

8. Ibu Windha S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan senantiasa membimbing penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini;


(3)

9. Bapak (Alm.) Ramli Siregar, S.H, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara;

10.Kepada seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11.Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini;

12.Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada Penulis;

13.Teman yang selalu ada disaat senang maupun susah, teman travelling, teman yang bisa melakukan apapun bersama dengan penulis, sahabat serta saudara, Irryn Irlanda Novenna Bukit. Terima kasih buat segalanya;

14.Teman seperjuangan buat sidang;

15.Kak Yuna Sari, S.H., yang telah memberikan informasi dan dukungan sejak awal permohonan judul hingga selesainya penulisan skripsi ini; 16.Antonio Romario Hotbatahan Sidabutar, yang sudah banyak membantu

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

17.Sahabat dari SMP sampai dengan sekarang, Gustiari Evalina Sitepu. Terima kasih buat supportnya;

18.Sahabat yang tidak henti-hentinya mengingatkan Penulis untuk menyelesaikan skripsi, memberikan dukungan-dukungan, Grace Sibarani. Terima kasih buat supportnya;


(4)

19.Keluarga besar BOLANG, Very Septianus Sembiring, Rinaldy Christianus Sembiring, Franky Revanda Sembiring, Sonya Octaviani, Moses Sahputranta Pinem, Gustiari Evalina Sitepu, Sri Ita Sitepu, Jefry Gultom, Agustinus Pangaribuan dan Ari Mazmur Sorantha Sembiring Depari. Terima kasih buat kebersamaan yang pernah dijalani bersama Penulis; 20.Sahabat-sahabat B.U.M.I, Irryn Irlanda Novenna Bukit, Endha Ancilla

Sembiring, Antonio Romario Hotbatahan Sidabutar, Fahmi Zunnurain Habibana Sinaga, Ivan Ferdinandus Halawa dan Vincent A Nadeak; 21.Teman yang pernah mendukung serta selalu menemani Penulis disaat suka

maupun duka, Ari Mazmur Sorantha Sembiring Depari. Terimakasih buat support dan buat segalanya;

22.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran agar dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Medan, Oktober 2016

Penulis

Restika Capriana NIM. 1102005


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI……… i

KATA PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI………..… vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….. 1

B. Perumusan Masalah……… 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……...6

D. Keaslian Penelitian………..……… 7

E. Tinjauan Kepustakaan……… 7

F. Metode Penelitian………. 10

G. Sistematika Penulisan……… 13

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT A. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian………. 16

B. Pengaturan Prinsip Kehati-Hatian dalam Hukum Perbankan Indonesia……… 19

C. Ruang Lingkup Prinsip Kehati-Hatian……….. 24


(6)

BAB III PELAKSANAAN KREDIT SINDIKASI

A. Pengertian Kredit Sindikasi……… 34

B. Para Pihak dalam Kredit Sindikasi………. 36

C. Manfaat Kredit Sindikasi……… 39

D. Pengaturan Kredit Sindikasi Menurut Undang-Undang

Perbankan……… 44

BAB IV PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PELAKSANAAN KREDIT SINDIKASI

A. Prosedur Pemberian Kredit Sindikasi……… 51 B. Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pelaksanaan Kredit

Sindikasi………...…… 65 C. Akibat Hukum Para Pihak dalam Pelaksanaan Kredit

Sindikasi……… 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………. 91 B. Saran………... 92 DAFTAR PUSTAKA