Bab 6 Sumber Daya Manusia
65 5. Sudut pandang point of view, adalah posisi pengarang dalam membawakan
cerita. 6. Amanat, merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak
disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu.
Unsur Ekstrinsik
1. Latar belakang pengarang, seperti pendidikan, kondisi keluarga, jenis kelamin, usia, dan sebagainya.
2. Waktu dan tempat penulisan karya cerpen tersebut. Kali ini kita akan memainkan peran sebagai cerpenis dengan cara mengingat-
ingat kejadian yang kita alami. Kita dapat menyusun pertanyaan yang sebenarnya akan dijawab oleh kita sendiri. Misalnya, yang akan menulis cerpen bernama
Andini dan pengalaman hidupnya. Misalnya, menceritakan pengalamannya pertemanannya dengan Rangga dan Sinta.
Mari kita ikuti rangkaian awal menulis cerpen 1. Kita mulai dengan menentukan tema.
tema : persahabatan
anak tema :
persahabatan anak sekolah, sahabat sejati, perselisihan antarsahabat, dan sebagainya
2. Menentukan tokoh dan karakternya.
Paragraf ke- Tokoh
Makna Karakter
1. Andini
Periang, rajin, teliti 2.
Rangga Berwibawa, setia
3. Sinta
Manja, pencemburu 3. Menentukan
konflik dan berbagai peristiwa yang akan dialami para tokoh.
Jenis Peristiwa
Pengenalan masalah
Klimaks Pemecahan
Peristiwa 1 √
Peristiwa 2 √
Peristiwa 3 √
Peristiwa 4 √
4. Menentukan latar.
Jenis Peristiwa
Latar Waktu Latar Tempat
Latar Suasana
Peristiwa 1 07.00
Rumah Cerah, ceria
Peristiwa 2 16.00
Kampus Menyenangkan
Peristiwa 3 20.00
Mesjid Syahdu
Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMAMA Kelas X
66 5. Menentukan rangkaian tokoh dengan latar dan konflik, jangan lupa gunakan
gaya dan sudut pandang penceritaan.
Berikut ini contoh cerpen yang diambil dari surat kabar.
Pengenalan Latar
Konflik Peristiwa
Waktu Tempat
Suasana Peng
Mas Klimaks
Pem Tokoh 1
07.00 Kantin
Sepi Waswas
Ingkar −
− 1
Tokoh 1 Tokoh 2
Tokoh 3
Akhir dari Sebuah Awal Yuniskha Tri Adona
Sudahlah, aku sudah capek. Aku sudah lelah dengan semua ini. Aku sudah lelah dengan hidup ini. Aku
ingin mengakhiri hidup ini untuk selamanya. Rumahku selalu ramai oleh pertengkaran ayah
dan ibuku. Kuliahku berantakan. Teman-temanku membenciku. Mereka bilang aku adalah anak yang
sombong.
Saudara-saudara ayah dan ibuku tak mau tahu tentang mereka. Rumahku seperti neraka bagiku.
Kampus seperti neraka bagiku. Dunia adalah neraka bagiku.
Sudahlah, aku sudah capek nilai semesterku jeblok. Aku dimarahi orang tuaku lagi. Tinggal dua hari
lagi aku akan di drop-out dari kampus. Sudah begitu, jalanan macet lagi. Aku memandangi setir
mobilku dengan pandangan kosong. Tiba-tiba ada yang menyapaku.
“Mbak, ngelamun aja. Ayamku aja ngelamun terus, besoknya mati lho Mbak...” Seorang tua, sepertinya
sudah 50 tahunan. Dia mengendarai motor, tepat di samping mobilku.
Mobil-mobil berseliweran di sampingnya dari arah berlawanan. Dia tersenyum kepadaku. “Macet
ya Mbak, tapi nggak usah terlalu dipikirin, toh sampeyan adem-adem saja di dalam mobil. Lha saya
ini pake sepeda motor, kepanasan, he he he...” Siapa orang tua ini, pikirku. Aku buka jendela mobilku
dan aku balas senyumannya. “Mbak, gak usah dipaksakan senyumnya. Saya
sudah tua, saya tahu persis batin seseorang hanya dari mukanya. Mbak kelihatan sedih, kenapa?”
tanyanya tiba-tiba. “Ah, nggak kok Pak,” jawabku tekejut, kok dia tahu
ya? “Iya nih Pak, aku lagi suntuk, rasanya mau mati
aja,” jawabku. Pikirku, Iho kok malah curhat? “Lho, ngapain mati segala, ada masalah toh?
Sampeyan kan masih muda, tenang aja Mbak, semua masalah ada jalan keluarnya kok,” jawabnya
santai. “Masalahku udah sangat besar sekali Pak. Rasanya,
aku sudah nggak kuat lagi. Sudah nggak ada jalan keluar lagi,” kataku sambil terisak-isak.
Sum be
r: Il us
tr as
i A
gus
Bab 6 Sumber Daya Manusia