Penyebab Utama Kematian Mendadak di Kota Medan Tahun 2008-2010

(1)

PENYEBAB UTAMA KEMATIAN MENDADAK DI KOTA

MEDAN

TAHUN 2008-2010

Oleh :

JUWITA WULANSARI

NIM 080100175

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penulisan : PENYEBAB UTAMA KEMATIAN MENDADAK DI KOTA MEDAN TAHUN 2008-2010

Nama : JUWITA WULANSARI Nim : 080100175

Pembimbing Penguji I

(dr. Mistar Ritonga, SpF) (dr. Jessy Chrestella, SpPA)

NIP. 19520408 198903 1 001 NIP. 198201132 00801 2 006

Penguji II

(dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM,MPd.Ked) NIP. 19670527 199903 2 001

Medan, 4 Januari 2012 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof.dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp PD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001


(3)

ABSTRAK

Kasus kematian mendadak dapat terjadi dalam keadaan kondisi yang tidak dapat ditentukan. Kematian terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya saat itu juga. Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit sering menjadi kecurigaan bagi orang disekitar dan penyidik. Kecurigaan ini menimbulkan pemeriksaan berupa autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik, meskipun hasil autopsi kematian mendadak menunjukkan bahwa kematian korban disebabkan oleh penyakit akibat gangguan sistem kardiovaskuler, sistem saraf pusat, sistem respirasi, sistem digestif dan sistem urogenital. Oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui penyebab utama kematian mendadak di Kota Medan selama tahun 2008 s/d 2010.

Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Subjek penelitian diambil dari semua data visum et repertum korban yang diduga mati mendadak di bagian forensik RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan. Pengambilan data kasus yang dipakai adalah total sampling, yaitu seluruh kasus kematian mendadak selama tahun 2008 s/d tahun 2010 sebanyak 124 kasus diambil sebagai sampel. Pengolahan data menggunakan SPSS versi 17.0.

Hasil yang diperoleh adalah jumlah kematian mendadak berdasarkan jenis kelamin dan usia adalah masing-masing sebanyak 103 orang (83,1% untuk laki-laki) serta sebanyak 21 orang (16,9%untuk perempuan) dan kematian mendadak lebih banyak terjadi di usia 40-59 tahun berkisar 65% (52,4%). Sementara jumlah kematian mendadak akibat penyakit sistem kardiovaskular sebanyak 59 orang (47,6%), selain itu penyakit sistem saraf pusat sebanyak 26 orang (21,0%), akibat penyakit sistem respirasi sebanyak 25 orang (20,2%), akibat penyakit sistem disgetif sebanyak 8 orang (6,5%), dan akibat penyakit sistem urogenital sebanyak 6 orang (4,7%).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyebab utama kematian mendadak di Kota Medan selama tahun 2008 s/d 2010 berdasarakan jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki. Sedangakan menurut usia kematian mendadak paling banyak dialami pada usia 40-59 tahun dan penyebab kematian mendadak berdasarkan penyakit yang paling banyak diakibatkan oleh penyakit sistem kardiovaskular.


(4)

ABSTRACT

Case of sudden death can be awakened for condition that it is definite. Sudden death can be awakened for unexpectedly. Sudden death is that cause of diseases be suspicion for massa and investigating officer. Suspicioned makes inspection like autopsy that do it is forensic specialist. Because of that, the research, writer want to know primary cause of sudden death at Medan city for year of 2008 until 2010.

This research is descriptive method by using a cross-sectional study design. Research subjects drawn from all the data visum et repertum victim who allegedly died suddenly at the forensic department of H. Adam Malik Hospital in Medan and Dr. Pirngadi Medan. Case data retrieval used is total sampling, ie all cases of sudden death during 2008 s / d by 2010 as many as 124 cases were sampled. Processing the data using SPSS version 17.0.

The result is the number of sudden deaths by sex and age were each of 103 people (83.1% for men) and as many as 21 people (16.9% for women) and sudden death are more prevalent in the age of 40 -59 year range from 65% (52.4%). While the number of sudden death from cardiovascular system diseases as many as 59 people (47.6%), besides the central nervous system disease were 26 men (21.0%), respiratory system disease caused by as many as 25 people (20.2%), due to illness disgetif system of 8 people (6.5%), and urogenital system diseases caused by many as six people (4.7%).

From the research results can be concluded that the primary cause of sudden death in Medan during 2008 s / d in 2010 on the terms of the sex the most are men. And according to the age of the most experienced sudden death at the age of 40-59 years and the cause of sudden death based on the most disease caused by the cardiovascular system diseases.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiahini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sebagai sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Penyebab Utama Kematian Mendadak di

Kota Medan Tahun 2008-2010 ini, dalam penyelesaiannya penulis telah banyak

menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebasar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Mistar Ritonga, Sp.F selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dari awal penyusunan proposal sampai penulisan hasil penelitian, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

4. Kepala Bagian Forensik RSUP. H. Adam Malik Medan beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta memberikan data-data yang dibutuhkan

5. Kepala Bagian Forensik RSU DR. Pirngadi Medan beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta memberikan data-data yang dibutuhkan

6. Terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda Sumiran, Ibunda Darmina, dan saudara-saudara penulis, Adinda sundari, yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis.


(6)

7. Terima kasih kepada teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.

Untuk seluruh bantuan moril dan materil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan membalas dengan balasan yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga karya tulis ini memberi manfaat kepada kita semua.

Medan, 4 Januari 2012 Penulis,

(Juwita Wulansari) 080100175


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Mati Mendadak ... 4

2.1.1. Definisi ... 4

2.1.2. Epidemiologi Mati Mendadak ... 6

2.2. Penyebab Mati Mendadak ... 6

2.2.1. Sistem Kardiovaskuler ... 6

2.2.2. Sistem Respirasi ... 11

2.2.3. Sistem Pencernaan... 16

2.2.4. Sistem Hematopoietik ... 18

2.2.5. Sistem Urogenital ... 19

2.2.6. Sistem Endokrin ... 21

2.2.7. Sistem Saraf Pusat ... 21

2.3. Autopsi ... 23

2.3.1. Persiapan Sebelum Autopsi Forensik ... 24

2.3.2. Teknik Autopsi Forensik ... 25

2.3.2. Kepentingan Autopsi Forensik Mendadak ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 28

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 28


(8)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 30

4.1. Rancangan Penelitian ... 30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2.1. Lokasi ... 30

4.2.2. Waktu Penelitian ... 30

4.3. Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1. Populasi ... 30

4.3.2. Sampel ... 31

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5. Metode Analisis Data ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1. Hasil Penelitian ... 32

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32

5.1.2. Identitas Kasus Kematian Mendadak ... 33

5.1.3. Penyebab Kematian Mendadak ... 34

5.2. Pembahasan ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

6.1. Kesimpulan ... 42

6.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin 33 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Usia 34 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penyebab Kematian Mendadak di

Kota Medan

35 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem

Kardiovaskuler di Kota Medan

35 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem Saraf

Pusat di Kota Medan

36 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem Respirasi

di Kota Medan

37 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem Digestif

di Kota Medan

38 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem

Urogenotal di Kota Medan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Lampiran 2 LEMBAR PENGAMATAN

Lampiran 3 DATA MASTER

Lampiran 4 TABEL FREKUENSI

Lampiran 5 SURAT IZIN PENELITIAN


(12)

ABSTRAK

Kasus kematian mendadak dapat terjadi dalam keadaan kondisi yang tidak dapat ditentukan. Kematian terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya saat itu juga. Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit sering menjadi kecurigaan bagi orang disekitar dan penyidik. Kecurigaan ini menimbulkan pemeriksaan berupa autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik, meskipun hasil autopsi kematian mendadak menunjukkan bahwa kematian korban disebabkan oleh penyakit akibat gangguan sistem kardiovaskuler, sistem saraf pusat, sistem respirasi, sistem digestif dan sistem urogenital. Oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui penyebab utama kematian mendadak di Kota Medan selama tahun 2008 s/d 2010.

Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Subjek penelitian diambil dari semua data visum et repertum korban yang diduga mati mendadak di bagian forensik RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan. Pengambilan data kasus yang dipakai adalah total sampling, yaitu seluruh kasus kematian mendadak selama tahun 2008 s/d tahun 2010 sebanyak 124 kasus diambil sebagai sampel. Pengolahan data menggunakan SPSS versi 17.0.

Hasil yang diperoleh adalah jumlah kematian mendadak berdasarkan jenis kelamin dan usia adalah masing-masing sebanyak 103 orang (83,1% untuk laki-laki) serta sebanyak 21 orang (16,9%untuk perempuan) dan kematian mendadak lebih banyak terjadi di usia 40-59 tahun berkisar 65% (52,4%). Sementara jumlah kematian mendadak akibat penyakit sistem kardiovaskular sebanyak 59 orang (47,6%), selain itu penyakit sistem saraf pusat sebanyak 26 orang (21,0%), akibat penyakit sistem respirasi sebanyak 25 orang (20,2%), akibat penyakit sistem disgetif sebanyak 8 orang (6,5%), dan akibat penyakit sistem urogenital sebanyak 6 orang (4,7%).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyebab utama kematian mendadak di Kota Medan selama tahun 2008 s/d 2010 berdasarakan jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki. Sedangakan menurut usia kematian mendadak paling banyak dialami pada usia 40-59 tahun dan penyebab kematian mendadak berdasarkan penyakit yang paling banyak diakibatkan oleh penyakit sistem kardiovaskular.


(13)

ABSTRACT

Case of sudden death can be awakened for condition that it is definite. Sudden death can be awakened for unexpectedly. Sudden death is that cause of diseases be suspicion for massa and investigating officer. Suspicioned makes inspection like autopsy that do it is forensic specialist. Because of that, the research, writer want to know primary cause of sudden death at Medan city for year of 2008 until 2010.

This research is descriptive method by using a cross-sectional study design. Research subjects drawn from all the data visum et repertum victim who allegedly died suddenly at the forensic department of H. Adam Malik Hospital in Medan and Dr. Pirngadi Medan. Case data retrieval used is total sampling, ie all cases of sudden death during 2008 s / d by 2010 as many as 124 cases were sampled. Processing the data using SPSS version 17.0.

The result is the number of sudden deaths by sex and age were each of 103 people (83.1% for men) and as many as 21 people (16.9% for women) and sudden death are more prevalent in the age of 40 -59 year range from 65% (52.4%). While the number of sudden death from cardiovascular system diseases as many as 59 people (47.6%), besides the central nervous system disease were 26 men (21.0%), respiratory system disease caused by as many as 25 people (20.2%), due to illness disgetif system of 8 people (6.5%), and urogenital system diseases caused by many as six people (4.7%).

From the research results can be concluded that the primary cause of sudden death in Medan during 2008 s / d in 2010 on the terms of the sex the most are men. And according to the age of the most experienced sudden death at the age of 40-59 years and the cause of sudden death based on the most disease caused by the cardiovascular system diseases.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kasus mati mendadak semakin sering terjadi. Banyak faktor yang berkembang diduga ikut berpengaruh dalam meningkatnya kasus mati mendadak. Salah satunya adalah perkembangan ekonomi yang semakin baik membuat konsumsi makan berubah. Kebiasaan makan makanan berserat menjadi berkurang dan diganti dengan makan makanan berprotein tinggi dan berlemak. Perubahan tersebut berdampak dengan terjadinya peningkatan penyakit pada pembuluh darah yaitu atherosklerosis atau penyempitan pembuluh darah (Baradero, 2008).

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Gonzales (1954) terhadap 2030 kasus kematian mendadak yang diautopsi, ditemukan penyebab kematian mendadak adalah (1) Kelainan Jantung dan Aorta (912 kasus) 44,9%, (2) Kelainan Respiratory Sistem 23,1%, (3) Kelainan Nervus Sistem 17,9%, (4). Kelainan Tractus Digestivus 6,5%, (5)Kelainan Tractus Urinarius 1%, (6)Kelainan Tractus Genetalia 1,3%. Kematian akibat penyakit jantung menduduki persentase tertinggi dari semua penyebab kematian mendadak karena penyakit.

Kematian yang terjadi secara mendadak dapat ditemukan dalam segala macam kondisi. Kematian dapat terjadi pada saat orang sedang olah raga atau sedang beristirahat sehabis olah raga, dapat terjadi saat sedang berpidato, rapat, diskusi, saat menonton televisi, dapat pula saat sedang santai dan bergembira bersama keluarga. Mati mendadak sendiri sebenarnya adalah tidak selalu merupakan proses yang mendadak, bahkan sebenarnya mati mendadak adalah suatu proses akhir dari suatu penyakit yang sudah dimiliki oleh korban mati mendadak (Baradero, 2008).

Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Badan Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0% (1986) dan 19,0% (1995) (Hakim, 2010). Sementara hasil


(15)

penelitian Motozawa et.al. (2005) tahun 1997-2003 di Jepang dilakukan penelitian pada 1.446 kematian pada kecelakaan lalu lintas dan dari autopsi pada korban kecelakaan lalu lintas di Tokyo University dikonfirmasikan bahwa 130 kasus dari 1.446 kasus tersebut penyebab kematiannya digolongkan dalam kematian mendadak, bukan karena trauma akibat kecelakaan lalu lintas.

Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit, seringkali mendatangkan kecurigaan baik bagi penyidik maupun masyarakat umum, khususnya bila kematian tersebut menimpa orang yang cukup dikenal oleh masyarakat, kematian di rumah tahanan dan di tempat-tempat umum seperti di hotel, cottage, atau motel. Kecurigaan akan adanya unsur kriminal pada kasus kematian mendadak, terutama disebabkan masalah Tempat Kejadian Perkara (TKP), yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit, melainkan di tempat umum. Dengan demikian kematian mendadak termasuk kasus forensik, walaupun hasil autopsi menunjukkan bahwa kematian korban karena penyakit jantung, perdarahan otak, atau pecahnya aneurisma cerebri (Perdanakusuma, 1984).

Dari uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui apa penyebab utama kematian mendadak di Kota Medan Tahun 2008 s/d 2010.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui penyebab utama kematian mendadak di Kota Medan tahun 2008 s/d 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab utama kematian mendadak di Kota Medan tahun 2008 s/d 2010.


(16)

1.3.2. Tujuan Khusus

Sebagai tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui jumlah kematian mendadak menurut jenis kelamin selama tahun 2008 s/d 2010

2. Untuk mengetahui jumlah kematian mendadak menurut usia selama tahun 2008 s/d 2010.

3. Untuk mengetahui jumlah kematian mendadak akibat penyakit sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat, sistem respirasi, sistem digestif dan sistem urogenital selama tahun 2008 s/d 2010

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi Pengelola Kesehatan

Menambah masukan tentang penyebab utama mati mendadak. 2. Bagi penulis

Menambah wawasan pengetahuan dan kesempatan penerapan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan.

3. Bagi pendidikan

Sebagai bahan bacaan/kepustakaan dan bahan penelitian selanjutnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Bagi Penyuluh Kesehatan

Sebagai bahan masukan tentang penyebab utama kematian mendadak dan anjuran pencegahannya.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mati Mendadak

2.1.1. Definisi Mati Mendadak

Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala-gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak terduga, dan kematian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus (Gresham, 1975).

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam, dan seterusnya. Setelah beberapa waktu, timbul perubahan pascamati yang jelas memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti (Simpson, 1985).

Sedangkan mendadak merupakan kata yang berkaitan dengan waktu yang cepat atau seketika terhadap munculnya suatu kejadian atau peristiwa. Mendadak kaitannya dengan kematian dapat bersifat mutlak ataupun relatif. Dilihat dari perjalanan waktu kata mendadak dapat diartikan seketika, saat itu juga. Mendadak juga dapat dirasakan bagi orang yang sempat bertemu dengan korban saat masih sehat dan sangat terkesan dengan pertemuan tersebut (Perdanakusuma, 1984).

Pengertian mati mendadak sebenarnya berasal dari sudden unexpected natural death yang didalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan terminologi “sudden natural unexpected death”(Hakim, 2010). Sedangkan menurut Baradero (2008), mati mendadak mengandung pengertian kematian yang


(18)

tidak terduga, dalam kurun waktu kurang dari satu jam atau dalam waktu dua puluh empat jam. Sering mati mendadak terjadi dalam beberapa menit, sehingga tidak ada yang menyaksikan atau tidak sempat mendapat pertolongan sama sekali

Simpson (1985) dalam bukunya “Forensic Medicine” menulis dua alternatif definisi, yaitu:

1) Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis, non self inflicted fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset gejala.

2) Definisi yang lebih tegas adalah kematian yang terjadi dalam satu jam sejak timbulnya gejala.

Definisi dari mati mendadak adalah kematian terjadi tanpa diperkirakan sebelumnya, tanpa gejala yang nyata sebelumnya atau gejalanya hanya dalam waktu yang singkat (menit atau jam), nontraumatis, tidak mengandung unsur kesengajaan (Chung, 1995). Definisi Simpson tersebut menyebutkan suatu keadaan yang tidak diperkirakan sebelumnya (unexpectedly). Suatu kematian yang tidak diperkirakan sebelumnya, tentu tidak akan menjadi masalah dan tidak menimbulkan kecurigaan, karena sudah diketahui akan menyebabkan kematian yang cepat. Misalnya, orang yang dihukum gantung atau orang yang sedang dalam keadaan sakaratul maut (terminal stage). Simpson juga menyebutkan adanya syarat bahwa gejala yang ada sebelumnya tidak nyata atau gejala yang ada hanya dalam waktu pendek (Chung, 1995).

Dari uraian tersebut maka mati mendadak mengandung pengertian kematian yang tidak terduga, tidak ada unsur trauma dan keracunan, tidak ada tindakan yang dilakukan sendiri yang dapat menyebabkan kematian dan kematian tersebut disebabkan oleh penyakit dengan gejala yang tidak jelas atau gejalanya muncul dalam waktu yang mendadak kemudian korban mati.

Chung (1995) mengatakan bahwa mati mendadak adalah kematian yang tidak disangka dalam waktu kurang dari satu jam (very sudden death) atau dalam waktu dua puluh empat jam. Sering mati mendadak terjadi dalam beberapa menit, sehingga


(19)

tidak ada yang menyaksikan atau tidak sempat mendapat pertolongan sama sekali. Kejadian ini dapat terjadi di lapangan olah raga, kantor, pasar atau di jalan.

2.1.2. Epidemiologi Mati Mendadak

Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam penyebab kematian mendadak, dan sesuai dengan kecenderungan kematian mendadak pada laki-laki yang lebih besar, penyakit jantung dan pembuluh darah juga memiliki kecenderungan yang sama. Penyakit jantung dan pembuluh darah secara umum menyerang laki-laki lebih sering disbanding dengan perempuan dengan perbandingan 7:1 sebelum menopause, dan menjadi 1:1 setelah perempuan menopause. Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Badan Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0% (1986) dan 19,0% (1995) (Hakim, 2010).

2.2. Penyebab Mati Mendadak

Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh, yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem haemopoietik dan sistem endokrin. Dari sistem-sistem tersebut, yang paling banyak menjadi penyebab kematian adalah sistem kardiovaskular, dalam hal ini penyakit jantung (Perdanakusuma, 1984).

2.2.1. Sistem Kardiovaskular

Mati mendadak adalah kematian yang tidak terduga, nontraumatis, non self inslicted fatality, yang terjadi dalam waktu 24 jam sejak awal gejala. Berdasarkan definisi ini maka penyakit jantung (sudden cardiac death) merupakan 60 % dari keseluruhan kasus.


(20)

Jika yang dianggap mati mendadak adalah kematian yang terjadi satu jam sejak timbulnya gejala, maka sudden cardiac death merupakan 91% dari semua kasus mati mendadak (Baradero, 2008).

Sudden Cardiac Death adalah kematian tidak terduga karena penyakit jantung, yang didahului dengan gejala maupun tanpa gejala yang terjadi 1 jam sebelumnya (Chung, 1995).

Lebih dari 50% penyakit kardiovaskular adalah penyakit jantung iskemik akibat sklerosis koroner. Urutan berikutnya adalah miokarditis, kelainan katup, refleks viserovagal, hipersensitivitas karotid, sinkope vasovagal, ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit (Gresham, 1975).

a) Penyakit jantung iskemik

Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling banyak kematian mendadak. Penyempitan dan oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling sering ditemukan. Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan (lemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain (Suyono, 2001).

Kematian lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Sklerosis ini sering terjadi pada ramus descendens arteri koronaria sisnistra, pada lengkung arteri koronaria dekstra, dan pada ramus sirkumfleksa arteri koronaria sisnistra. Lesi tampak sebagai bercak kuning putih (lipidosis) yang mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebar keluar lapisan yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan subintima atau ke dalam lumen. Adanya sklerosis dengan lumen menyempit hingga pin point sudah cukup untuk menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya tidak semua kematian koroner disertai kelainan otot jantung (Gresham, 1975). Sumbatan pada pembuluh darah koroner merupakan awal dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan kematian. Kemungkinan kelanjutan dari sumbatan pembuluh darah koroner adalah :


(21)

(1) Mati mendadak yang dapat terjadi sesaat dengan sumbatan arteri atau setiap saat sesudah terjadi.

(2) Fibrilasi ventrikel yang disebabkan oleh kerusakan jaringan nodus atau kerusakan sistem konduksi.

(3) Komplikasi-komplikasi lain. b) Infark miokard

Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat insufisiensi aliran darah. Insufisiensi terjadi karena spasme atau sumbatan akibat sklerosis dan thrombosis. Infark miokard adalah patologik (gejala klinisnya bervariasi, bahkan kadang tanpa gejala apapun), sedangkan infark miokard akut adalah pengertian klinis (dengan gejala diagnosis tertentu) (Baradero, 2008). Sumbatan pada ramus descendent arteria koronaria sinistra dapat menyebabkan infark di daerah septum bilik bagian depan, apeks, dan bagian depan pada dinding bilik kiri. Sedangkan infark pada dinding belakang bilik kiri disebabkan oleh sumbatan bagian arteria koronaria dekstra. Gangguan pada ramus sirkumfleksa arteria koronaria sinistra hanya menyebabkan infark di samping belakang dinding bilik kiri. Suatu infark yang bersifat dini akan bermanifestasi sebagai daerah yang berwarna gelap atau hemoragik. Sedangkan infark yang lama tampak berwarna kuning padat (Baradero, 2008).

Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam awal atau hari setelah infark dan penyebab segeranya adalah fibrilasi ventrikel. Penyebab lain dari kematian mendadak setelah onset dari infark adalah ruptur dinding ventrikel pada daerah infark dan kematian akibat tamponade jantung (Baradero, 2008).

c) Penyakit Katup Jantung

Lesi katup sering ditemukan pada kasus-kasus kematian mendadak dan tampak pada banyak kasus dapat ditoleransi dengan baik hingga akhir hidup. Suatu lesi katup spesifik yang terjadi pada kelompok usia lanjut adalah stenosis aorta kalsifikasi (sklerosis anular), yang tampak sebagai degenerasi atheromatosa daun


(22)

katup dan cincinnya dan bukan suatu akibat dari penyakit jantung rematik pada usia muda (Baradero, 2008).

Penyakit katup jantung biasanya mempunyai riwayat yang panjang. Kematian mendadak dapat terjadi akibat ruptur valvula. Kematian mendadak dapat juga terjadi pada stenosis aorta kalsifikasi (calcific aortal stenosis), kasus ini disebabkan oleh penyakit degenerasi dan bukan karditis reumatik. Penyakit ini lebih banyak pada pria dibanding wanita dan timbul pada usia sekitar 60 tahun atau lebih (Baradero, 2008). d) Miokarditis

Miokarditis adalah radang pada miokardium yang ditandai dengan adanya proses eksudasi dan bukan sel radang. Miokarditis akut dapat berupa miokarditis akut purulenta yang merupakan komplikasi dari septikemia atau abses miokard (Baradero, 2008).

Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan sering terjadi pada dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada kematian mendadak hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi. Otot jantung harus diambil sebanyak dua puluh potongan dari dua puluh lokasi yang berbeda untuk pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan histopatologik tampak peradangan interstisial atau parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot hingga miolisis. Infiltrasi leukosit berinti tunggal, plasmosit dan histiosit tampak jelas (Baradero, 2008).

e) Hipertoni

Hipertoni ditegakkan dengan adanya hipertrofi otot jantung disertai dengan tanda-tanda lain seperti pembendungan atau tanda-tanda dekompensasi, sklerosis pembuluh perifer serebral status lakunaris pada ganglia basalis, sklerosis arteria folikularis limpa dan asrteriosklerosis ginjal. Hipertrofi miokardium dapat terjadi pada hipertensi, penyakit katup jantung, penyakit paru-paru yang kronik atau oleh karena keadaan yang disebut kardiomiopati atau idiopati kardiomegali. Satu atau kedua sisi jantung (Baradero, 2008).


(23)

f) Penyakit Arteri

Sebagai penyebab kematian mendadak, satu-satunya penyakit arteri yang penting adalah yang dapat menjadi aneurisma, sehingga mudah ruptur. Aneurisma paling sering terjadi di aorta thoracalis dan aneurisma atheromatous pada aorta abdominalis, yang biasanya terjadi pada laki-laki berusia di atas lima puluh tahun. Akibat dari ruptur aneurisma tergantung pada lokasi ruptur. Jika ruptur terjadi pada aneurisma aorta ascenden, maka mungkin akan masuk ke dalam paru-paru, rongga pleura, medistinum, bahkan trakhea, bronkus, dan esophagus. Ruptur pada aorta thoracalis pars descendent biasanya selalu ruptur ke cavum pleura. Pada aorta pars abdominalis ruptur biasanya terjadi sedikit di atas bifucartio. Jika aneurisma juga melibatkan arteri-arteri iliaca, maka ruptur akan terjadi di sekitar pembuluh darah tersebut. Perdarahan biasanya retroperitoneal dan kolaps mendadak bisa terjadi. Ruptur mungkin ke arah rongga retroperitoneal atau kadang-kadang sekitar kantung kencing dan diagnosis baru dapat diketahui setelah autopsi.

Selain ruptur aneurisma, mati mendadak karena kelainan aorta juga disebabkan oleh koarktasio aorta, meskipun biasanya berakibat terjadinya ruptur dan deseksi. Kematian terjadi beberapa jam atau hari setelah gejala muncul. Gejala atau keluhan yang paling sering muncul pada umumnya adalah rasa sakit (Eddy, 2008). g) Kardiomiopati Alkoholik

Kardiomiopati alkoholik mungkin lebih banyak terjadi daripada kenyataan yang ada. Alkohol dapat menyebabkan mati medadak melalui dua cara. Pertama bersama dengan obat psikotropik. Kedua efeknya terhadap jantung. Kardiomiopati alkoholik akibat langsung dari:

(1) Efek toksik langsung pada miokard.

(2) Defisiensi nutrisi secara umum, juga vitamin. (3) Penyakit jantung beri-beri.

Efek toksik langsung terhadap miokard merupakan penyebab yang paling umum. Dua penyebab lainnya tidak biasa ditemukan. Ditemukannya mati mendadak


(24)

karena kardiomiopati alkoholik didukung dengan hipertrofi ventrikel, yang biasanya terjadi pada dua ventrikel, dan arteria koronaria relatif bebas dari atheroma serta riwayat tekanan darah normal (Baradero, 2008).

h) Tamponade cordis

Tamponade cordis keadaan gawat darurat di mana cairan terakumulasi di pericardium. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan bertambah buruk jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak. Penderita mengalami gangguan pernapasan yang berat selama menghirup udara, vena-vena di leher membengkak (Chung, 1975).

Tamponade jantung dapat terjadi secara mendadak jika begitu banyak cairan yang terkumpul secara cepat sehingga jantung tidak dapat berdenyut secara normal. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dalam jantung, dan menyebabkan ventrikel jantung tidak terisi dengan sempurna, sehingga hasilnya adalah pemompaan darah menjadi tidak efektif, syok, dan dapat juga menyebabkan kematian (Chung, 1975).

2.2.2. Sistem Respirasi

Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia, dan atau pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberkulosis paru, kanker paru, bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Sedangkan asfiksia terjadi pada pneumonia, spasme saluran napas, asma, dan penyakit paru obstruktif kronis, aspirasi darah atau tersedak (Sanusi, 1986).

a) Perdarahan saluran napas

Mati mendadak yang terjadi pada orang yang tampak sehat akibat sistem pernapasan jarang ditemukan. Kematian dapat terjadi disebabkan karena perdarahan yang masuk ke dalam saluran pernapasan, misalnya akibat pecahnya pembuluh vena tuberkulosis, neoplasma bronkus, bronkiektasis, atau abses paru-paru. Penyebab utama dari sistem ini adalah perdarahan, yakni karena perdarahan yang cukup banyak


(25)

atau masuknya perdarahan ke dalam paru-paru. Di dalam autopsi akan ditemukan adanya darah, trachea, bronkus, atau saluran napas yang lebih dalam lagi (Sanusi, 1986).

Perdarahan dapat muncul dari lesi inflamasi pada daerah nasopharing. Beberapa kasus dapat juga berasal dari arteri carotis. Perdarahan yang lain dapat berasal dari karsinoma di daerah esophagus atau jaringan sekitarnya. Aneurisma aorta dapat juga ruptur ke arah bronkus atau esophagus (Sanusi, 1986).

b) Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah pelebaran dari lumen bronkus. Biasanya lokal dan permanen. Ektasis terjadi akibat adanya kerusakan dinding bronkus. Kerusakan dinding tersebut dapat disebabkan oleh penyakit paru-paru. Jadi, bronkiektasis bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu akibat dari penyakit paru-paru.

Pelebaran dinding bronkus diikuti dengan peningkatan pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah. Ulserasi dari dinding ektasis akan menimbulkan perdarahan ke dalam lumen bronkus yang dapat berakibat kematian. Gambaran fisik muncul akibat adanya hipoksia dan perdarahan yang tampak pada hemoptisis. Penting untuk dilakukan pemeriksaan patologi anatomi jaringan paru-paru untuk memastikan diagnosis adanya bronkiektasis pada kasus mati mendadak yang dicurigai karena perdarahan paru-paru (Suyono, 2001).

c) Abses paru

Abses paru adalah lesi paru yang berupa supurasi dan nekrosis jaringan. Abses dapat timbul akibat luka karena trauma paru, perluasan abses subdiafragma, dan infark paruparu yang terinfeksi. Karena penyebab terbanyak adalah infeksi, maka mikroorganisme yang menyebabkan abses merupakan organisme yang terdapat di dalam mulut, hidung, dan saluran napas. Macam-macam organisme tersebut misalnya kuman kokus (streptococcus, staphylococcus), basil fusiform, basil anaerob dan aerob, spyrochaeta, proteus dan lain sebagainya (Suyono, 2001).


(26)

Masih dalam bukunya, Gonzales (1975) menjelaskan patologi terjadinya abses diawali dengan kuman yang teraspirasi ke dalam saluran napas sampai di bronkus dan bronkiolus. Kemudian infeksi menyebar ke parenkim paru. Terjadi pembentukan jaringan granulasi yang mengelilingi lokasi infeksi. Dapat terjadi perluasan ke pleura, sehingga pus dan jaringan nekrotik dapat keluar ke rongga pleura. Abses tanpa pengobatan yang kuat dapat menjadi kronis.

d) Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura. Banyak terjadi pada dewasa tua, sekitar usia 40 tahun dan lebih banyak terjadi pada pria dibanding wanita. Penyakit dasar penyebab pneumothoraks adalah tuberkulosis paru, emfisema, dan bronkhitis kronis. Pneumothoraks berulang dengan menstruasi pada wanita disebabkan oleh adanya pleura endometrosis (katamenial pneumothoraks) (Baradero, 2008).

Spontan pneumothoraks dapat terjadi sebagai penyebab kematian. Umunya terjadi karena ruptur daru bulla emfisema. Pneumothoraks juga dapat terjadi akibat pecahnya kaverna sehingga berfungsi sebagai pentil udara (ventil pneumothoraks). Penderita menderita sesak napas yang berat, tekanan intrapleural meningkat sangat tinggi, terjadi kolaps paru dan penekanan pada mediastinum, termasuk jantung, venous return juga terganggu. Akibatnya selain terjadi gangguan pernapasan juga terjadi gangguan pada sirkulasi jantung yang berakibat pada kematian (Suyono, 2001).

e) Tuberkulosa Paru (TB Paru)

Merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Data WHO terdapat 10-12 juta penderita TB paru yang mampu menularkan. Angka kematian mencapai tiga juta pertahun. Penyebaran umumnya di negara berkembang dengan sosial ekonomi rendah. Meluasnya tuberkulosis paru dalam tubuh penderita dapat melalui berbagai cara :


(27)

(2) Penyebaran melalui saluran napas.

(3) Penyebaran melalui saluran limfa (pleura, tulang belakang, dan dinding thoraks). (4) Penyebaran hematogen.

Gambaran klinis paling awal dan sering adalah batuk dahak mula-mula sedikit dan mukoid. (Hakim, 2010)

f) Infeksi Non TB Paru

Infeksi tractus respiratorius jarang menyebabkan mati mendadak dan kematian tidak terduga. Infeksi ini biasanya memerlukan waktu beberapa jam atau hari dan terdapat dua macam penyakit atau lebih sebelum terjadi kematian akibat infeksi tractus respiratorius ini, meskipun penyakit tersebut tampak tidak serius (Isselbacher,et al 1999).

g) Obstruksi Saluran Napas

Obstruksi respiratori akut dari laring dapat disebabkan oleh neoplasma, edema glotis akut yang disebabkan oleh alergi (angioneurotic inflammatory edema), atau peradangan lokal (streptococcal atau staphylococcal inflammatory glottis oedema), juga dapat disebabkan oleh laryngitis difteri (Isselbacher,et al 1999).

h) Asma Bronkial

Mati mendadak dapat juga terjadi pada saat serangan asma bronkial. Patogenesis dari asma bronkial yang khas adalah adanya penyempitan sampai obstruksi dari bronkus kecil pada tahap inspirasi dan ekspirasi. Penyempitan itu disebabkan oleh :

(1) Spasme otot polos bronkus. (2) Edema mukosa bronkus.

(3) Sekresi kelenjar bronkus meningkat.

Pada autopsi, penderita asma bronkial yang meninggal, didapatkan perubahan-perubahan sebagai berikut:

(1) Perubahan patologis.


(28)

(b) Paru tidak kolaps waktu cavum pleura dibuka.

(c) Dalam bronkus sampai bronkus terminalis didapatkan gumpalan eksudat yang menyerupai gelatin.

(2) Perubahan histopatologis. (a) Hispertrofi otot bronkus. (b) Edema mukosa bronki.

(c) Kerusakan epitel permukaan mukosa. (d) Kerusakan epitel permukaan mukosa. (e) Penebalan nyata dari membran basalis. (f) Infiltrasi eosinofil dalam dinding bronkus.

Akibat lanjut dari sumbatan saluran napas pada asma bronkial adalah menurunnya tekanan parsial oksigen di alveoli, sehingga oksigen dalam peredaran darah juga menurun (hipoksemia). Sebaliknya terjadi resistensi karbondioksida, sehingga kadar karbondioksida dalam peredaran darah meningkat. Hal ini menyebabkan rangsangan pada pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi. Dari pathogenesis terjadinya serangan asma tersebut maka kepastian mati mendadak akibat serangan asma memerlukan pemeriksaan histologi dan biokimia (toksikologi) dengan baik (Isselbacher,et al 1999).

i) Karsinoma Bronkogenik

Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas primer yang berasal dari saluran napas. Karsinogen dalam kasus karsinoma bronkogenik yang banyak disorot adalah rokok. Bahan aktif yang dianggap karsinogen dalam asap rokok adalah polonium 210 dan 3,4 –benzypyrene. Perokok dalam jangka waktu 10-20 tahun mempunyai resiko kanker ini. Karsinogenik lain yang berhubungan dengan dengan karsinoma bronkogenik adalah abses, kemudian bahan radioaktif. Karsinoma bronkogenik mempunyai prognosis buruk sehingga mortalitasnya pun sangat tinggi (Suyono, 2001).


(29)

2.2.3. Sistem Pencernaan

a) Penyakit pada esofagus dan lambung

Kematian dapat cepat terjadi pada kasus perdarahan akibat gastritis kronis atau ulkus duodeni. Perdarahan fatal akibat tumor jarang terjadi dan jika terjadi dikarenakan karsinoma atau leiomioma. Ruptur spontan dari lambung tidak biasa sebagai penyebab mati mendadak

Kematian mendadak juga dapat disebabkan oleh varises esophagus. Varises esophagus sering merupakan komplikasi dari sirosis hepatis. Mekanisme terjadinya adalah akibat dari hipertensi portal. Hipertensi portal sendiri dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatal (virus hepatitis, sirosis portal, sirosis bilier, tumor primer maupun metastatic hepar, trombosis vena hepatika, amyloidosis hepatika) menyebabkan sirkulasi portal dalam hepar terbendung sehingga tidak lancar, dan sebagai kompensasi maka aliran portal tersebut melalui pembuluh vena lain untuk dapat masuk ke dalam sirkulasi darah (Suyono, 2001).

Kelainan ekstrahepatal dapat disebabkan oleh stenosis vena porta, kompresi pada vena, thrombosis vena, dekompensasi kordis, perikarditis konstriktiva, dan penyebab lain yang tidak diketahui. Lokasi dimulainya varises adalah batas esofagogastrik merembet ke atas, sehingga kebanyakan ditemukan pada sepertiga sebelah distal esophagus.

Pada penderita sirosis hati dekompensata terjadi hipertensi portal dan timbul varises esophagi yang sewaktu-waktu dapat pecah sehingga timbul perdarahan masif. Kematian terjadi akibat pecahnya varises esophagus sehingga terjadi perdarahan ke dalam gastrointestinal. Pada pemeriksaan dalam perlu diperiksa isi lambung dan usus serta dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan adanya darah, juga pemeriksaan patologi anatomi esofagus dan hepar (Hadi, 2002 ).

Ulkus peptikum bisa menyebabkan kematian mendadak. Ulkus peptikum merupakan ulkus yang terjadi di mukosa, submukosa, bahkan kadang bisa mencapai lapisan muskuler dari tractus gastrointestinal yang selalu berhubungan dengan asam


(30)

lambung atau asam klorida. Lokasi ulkus mulai dari bawah esophagus, lambung, dan duodenum bagian atas (Baradero, 2008).

Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Perdarahan yang sedikit tidak banyak memberikan keluhan dan hanya bermanifestasi klinis menjadi anemia pernisiosa. Namun, jika perdarahannya banyak, maka akan menimbulkan hematemesis dan melena. Luka pada daerah lambung lebih sering menyebabkan hematemesis. Sedangkan luka pada duodenum akan menyebabkan melena. Hematemesis dan melena sendiri akan memicu timbulnya syok hipovolemik dan dapat berujung pada kematian (Baradero, 2008).

Untuk autopsi kematian mendadak oleh karena kasus perdarahan rongga abdomen yang tidak jelas penyebabnya perlu dilakukan pemeriksaan lambung dan usus dengan hati-hati, untuk mencari kemungkinan disebabkan oleh adanya perforasi akibat ulkus peptikum (Hadi, 2002).

b) Penyakit pada usus halus, usus besar dan pankreas

Setiap tahun ada komplikasi dari peritonitis dan gangrene usus yang menyebabkan kematian. Kondisi lain yang mungkin menyebabkan kematian seperti strangulasi hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis, dan volvulus. Gastroenteritis akut meskipun jarang menyebabkan mati mendadak pada orang dewasa sehat, tetapi dapat menyebabkan kematian tak terduga pada orang tua dan remaja (Hadi, 2002).

Kematian mendadak juga dapat terjadi pada perforasi megakolon toksik. Megakolon toksik adalah dilatasi semua bagian dari kolon sampai dengan diameter enam sentimeter disertai toksisitas sistemik. Megakolon toksik merupakan komplikasi dari setiap inflamasi berat pada kolon, seperti : colitis ulseratif, colitis granulomatosa (Chron’s disease), colitis amubikakolitis pseudomembranosa, colitis salmonella, tifus abdominalis, disentri basiler, kolera, enterokolitis iskemik, infiltrasi limfoma pada kolon, colitis karena clostridium dan campylobacter. Kematian pada megakolon toksik cukup tinggi. Hal ini dilaporkan oleh Suyono (2001) bahwa kematian akibat


(31)

megakolon toksik mencapai tiga puluh persen dari total penderita dan meningkat menjadi 82 % jika terjadi perforasi (Hadi, 2002).

c) Penyakit pada Hati

Penyakit pada hati sedikit sekali yang menyebabkan kematian mendadak. Hepatitis virus yang luas dapat menyebabkan nekrosis luas dan kolaps mendadak serta mati dalam beberapa jam kemudian. Keadaaan ini perlu diagnosis banding dengan kasus keracunan (Hadi, 2002).

Perdarahan akibat ruptur tumor hepar jarang menyebabkan kematian atau kolaps mendadak. Penyebab kematian pada karsinoma hati adalah komplikasinya yang mengakibatkan hematemesis, melena, maupun koma hepatikum. Hasil autopsi pada kematian karena emboli lemak merupakan tanda bahwa telah terjadi perlemakan hati yang parah (Hadi, 2002).

Infeksi parasit pada hati yang dapat menyebabkan kolaps atau mati mendadak adalah abses amuba dan kista hidatida yang dapat menimbulkan demam. Rupturnya abses/kista dapat terjadi spontan atau karena trauma. Abses yang terjadi pada lobus kiri hati dapat menyebabkan perforasi sehingga dapat masuk ke rongga pericardium (intrakardial), bila ini terjadi maka prognosisnya jelek. Keluhannya berupa nyeri dada bagian kiri, penderita lebih enak tidur dengan bantal yang tinggi, tanda-tanda tamponade kordis tampak semakin jelas dan pasien dapat meninggal mendadak oleh karena tamponade kordis (Hadi, 2002).

2.2.4. Sistem Hematopoietik

a) Limpa

Ruptur dari limpa dapat menyebabkan kolaps dan mati mendadak dengan cepat. Limpa terjadi karena ruptur secara spontan atau karena trauma. Hal ini terjadi jika limpa terlibat dalam penyakit yang cukup berat, yaitu infeksi mononukleosa, leukemia, hemophilia, malaria, typhoid, atau leishmaniasis (Schwartz, 2000).


(32)

b) Darah

Kematian mendadak tak terduga dilaporkan dalam kasus megaloblastik anemia. Infeksi ringan juga dapat muncul sebagai pemicu terjadinya kematian pada beberapa keadaan anemia. Hal tersebut juga dapat terjadi pada pasien leukemia (Schwartz, 2000).

Hanya satu kelompok hemoglobinopati yang mungkin berhubungan dengan kematian yang tak terduga dan ini biasanya disebabkan oleh sickle sel anemia. Pasein meninggal dalam kondisi kritis karena hemolisis massif dari eritrosit (Schwartz, 2000).

2.2.5. Sistem Urogenital

Dalam sistem urogenital memiliki bagian tubuh yang mempunyai fungsi vital yaitu ginjal. Ginjal adalah organ ekskresi yang bentuknya seperti kacang. Bagian dari sistem ini bermanfaat untuk menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Pada umumnya terdapat sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal tersebut terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa.

Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria yang lebih dikenal penyakit gagal ginjal jarang menyebabkan mati mendadak. Ada beberapa kondisi yaitu pada pasien dengan uremia fase terminal (dengan koma atau kejang) dapat terjadi mati mendadak. Ketidakseimbangan elektrolit juga dapat menjadi penyebab mati mendadak dengan gambaran klinis seperti kasus emboli paru (Schwartz, 2000).

Penyakit gagal ginjal diidentifikasikan oleh tes darah untuk kreatinin. Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan jatuh laju filtrasi glomerulus dan sebagai akibat penurunan kemampuan ginjal mengekskresikan produk limbah. Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal antara lain:


(33)

1) Penyakit tekanan darh tinggi (hypertension) 2) Penyakit diabetes mellitus

3) Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/stiktur) 4) Kelainanautoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik

5) Menderita penyakit kanker (cancer)

6) Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)

7) Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis (Schwartz, 2000).

Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah kehilangan cairan yang banyak secara mendadak (perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti paru , sifilis, malaria, hepatitis, preeklamsia, obat-obatan dan amiloidosis. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan ke arah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya (Schwartz, 2000).

Sistem genital pada wanita saat kehamilan peka terhadap trauma, infeksi dan penyakit-penyakit tertentu. Eklamsia dan toxemia saat kehamilan dapat menyebabkan kolaps dan mati mendadak (Schwartz, 2000).

Sistem genital pada wanita memiliki bagian alat reproduksi. Kematangan alat reproduksi ditandai dengan datangnya menstruasi. Salah satu penyebab kematian mendadak adalah dimana kondisi seseorang sedang menstruasi melakukan hubungan intim dengan lawan jenis. Hal terburuk yang terjadi adalah sudden death atau kematian mendadak. Pada saat menstruasi, banyak pembuluh darah yang terbuka. Hubungan intim bisa mengakibatkan terbawanya udara yang masuk melalui pembuluh darah yang terbuka sampai ke jantung. Ini berbahaya dan bisa menyebabkan kematian (Schwartz, 2000).


(34)

Penyakit pada sistem endokrin jarang berhubungan dengan kematian mendadak. Kalaupun ada, biasanya berhubungan dengan adanya kelainan pada organ lain. Nekrosis akut dari kelenjar hipofisis dapat menyebabkan kolaps dan hipotensi berat. Sebagaimana telah diketahui bahwa oksitosin dan vasopressin adalah produk dari hipofisis yang mempunyai fungsi : kontraksi otot polos uterus, kontraksi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveoli susu. Aksinya terhadap ginjal mencegah kehilangan air berlebihan (efek anti diuretik) dan kontraksi otot polos dalam dinding pembuluh darah (pengaruh vasopresor) (Schwartz, 2000).

Pankreas juga seperti kelenjar endokrin yang lain jarang berhubungan dengan kasus mati mendadak. Hipoglikemia merupakan sebab kematian dapat terjadi karena tumor pankreas atau overdosis pemberian insulin (Schwartz, 2000).

Tiroid hiperfungsi maupun hipofungsi dapat menyebabkan mati mendadak karena efeknya terhadap jantung. Pasien tirotoksikosis, lima puluh persen mati mendadak dan tidak terduga, tanpa adanya kelainan infark miokard atau emboli pulmo. Perdarahan yang besar adenoma tiroid dapat menyebabkan mati mendadak karena sumbatan akut dari trakea (Schwartz, 2000).

2.2.7. Sistem Saraf Pusat

Masalah mati mendadak yang berhubungan dengan penyakit sistem saraf pusat biasanya akibat perdarahan yang dapat terjadi pada subarakhnoid atau intraserebral. Perdarahan subarachnoid berhubungan dengan ruptur aneurisma. Biasanya terletak pada sirkulus willisi tetapi kadang juga di tempat lain dari arteri serebral. Pada umumnya ruptur arteri karena adanya kelainan congenital pada dinding pembuluh darah, tapi ruptur biasanya akibat degenerasi atheromatous.

Pada dewasa muda kematian mendadak karena ada kelainan pada susunan saraf pusat yaitu pecahnya aneurisma serebri, yang masih dapat diketahui lokasinya bila pemeriksaan atas pembuluh darah otak (circulus willisi) dikerjakan dengan teliti; di mana pemeriksaan akan ditandai dengan subarachnoid (Perdanakusuma, 1984).


(35)

Perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan kolaps mendadak dan kematian yang cepat. Tanda-tanda yang muncul seperti sakit kepala, kaku kuduk beberapa hari atau minggu sebelum ruptur yang mematikan tersebut. Pada otopsi ditemukan jendalan darah atau lokal-lokal perdarahan pada bagian bawah otak dan lokasi aneurisma sering sukar untuk ditemukan. Multipel aneurisma mungkin terjadi, walaupun tidak umum. Perdarahan intraserebral dapat ditemukan pada kapsula interna atau pada substansi otak, serebelum atau pons. Pada umumnya perdarahan bersifat terbungkus dan jarang menyebabkan kematian dengan segera. Kematian terjadi setelah beberapa jam, pasien tampak kembali baik kemudian akhirnya kolaps. Kolaps mendadak berhubungan dengan ruptur dari ventrikel lateral (Baradero, 2008).

Mati mendadak jarang terjadi pada infeksi, meskipun ada abses serebral yang ruptur, dan kematian yang cepat berhubungan dengan meningitis (pneumokokus, meningokokus, influenza, tuberkulosa). Akut poliomyelitis dan ensefalitis dapat menyebabkan kematian cepat jika juga mengenai batang otak.

Mati mendadak atau kematian beberapa jam sejak onset gejala dapat terjadi pada malaria. Diagnosis postmortem dapat diketahui dengan ditemukannya pigmen malaria pada otak dan organ lain seperti ginjal, liver, dan limpa. Mati mendadak juga dapat terjadi pada kasus epilepsi. Kematian dapat terjadi akibat asfiksia karena sufokasi. Kematian yang berkaitan dengan fungsi otak adalah kekacauan dari batang otak dalam mengatur jantung dan pernapasan (Baradero, 2008).

Stroke merupakan salah satu manifestasi defisit neurologis. Defisit neurologis tersebut dapat berupa hemiparesis, hemipestesia, diplegia, afasia, disfasia, dan paestesia. Harsono (2005) mendefinisikan stroke adalah suatu sindroma akibat lesi vaskuler regional yang terjadi di daerah batang otak, daerah subkortikal maupun kortikal. Lesi vaskuler tersebut dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah (stroke iskemik) maupun dapat karena karena pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik).

Beberapa kondisi yang perlu juga diperhatikan pada korban yang mati mendadak dengan dugaan stroke, adalah :


(36)

a) Umur. Jika usia semakin tua lebih memungkinkan mengidap stroke.

b) Hipertensi. Merupakan faktor resiko yang dapat terjadi pada orang tua maupun muda. Korban dengan riwayat tekanan diastolik > 90 mmHg perlu diwaspadai. c) Diabetes mellitus. Orang yang diobati dengan insulin lebih mempunyai resiko

untuk mengidap stroke daripada mereka yang tidak menggunakan insulin.

d) Aterogenik. Orang yang mempunyai faktor keturunan untuk mengembangkan ateroma (aterogemik). Misalnya orang dengan hiperlipidemia atau orang dengan hiperurikasidemia.

e) Penyakit jantung. Stenosis/insufisiensi mitral, penyakit jantung koroner, congestive heart failure, penyakit jantung rematik, faktor risiko ini pada umumnya akan menimbulkan sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah. f) Perokok. Efek merokok terhadap stroke tidak begitu nyata dibanding terhadap

penyakit jantung koroner.

g) Obat antihamil. Merupakan faktor risiko bagi wanita (Harsono, 2005).

2.3. Autopsi

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan merumuskan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.

Berdasarkan tujuannya, autopsi terbagi atas : 1. Autopsi klinik

Dilakukan terhadap mayat seorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit, tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisis kesesuaian antara diagnosis klinis dengan diagnosis postmortem, patogenesis penyakit dan sebagainya. Untuk autopsi ini diperlukan izin keluarga terdekat mayat tersebut.


(37)

Sebaiknya autopsi klinik dilakukan secara lengkap, namun dalam keadaan amat memaksa dapat dilakukan juga autopsi partial atau needle terhadap organ tertentu meskipun kedua keadaan tersebut kesimpulannya sangat tidak akurat.

2. Autopsi forensik/medikolegal

Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan maupun bunuh diri. Tujuan pemeriksaan ini adalah :

a. Membantu penentuan identitas mayat

b. Menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian dan saat kematian

c. Mengumpulkan dan memeriksa benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan

d. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum

Autopsi forensik harus dilakukan sedini mungkin, lengkap, oleh dokter sendiri dan seteliti mungkin.

3. Autopsi Anatomi

Dilakukan terhadap mayat korban meninggal akibat penyakit, oleh mahasiswa kedokteran dalam rangka belajar mengenai anatomi manusia. Untuk autopsi ini diperlukan izin dari korban (sebelum meninggal) atau keluarganya. Dalam keadaan darurat, jika dalam 2 x 24 jam seorang jenazah tidak ada keluarganya maka tubuhnya dapat dimanfaatkan untuk autopsi anatomi (Mansjoer dkk, 2000).

2.3.1. Persiapan Sebelum Autopsi Forensik

Sebelum dilakukan autopsi forensik yang perlu diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut :

1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan termasuk izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum


(38)

2. Memastikan mayat yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.

3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan

4. Memastikan alat-alat yang diperlukan telah tersedia (Mansjoer dkk, 2000).

2.3.2. Teknik Autopsi Forensik

Dalam autopsi forensik ada 2 teknik yang dilakukan yaitu teknik pemeriksaan luar dan teknik pemeriksaan dalam.

1. Teknik pemeriksaan luar

Dalam teknik pemeriksaan luar yang diperiksa adalah bagian luar mayat seperti pakaian yang dipakai, perhiasan, benda yang ada disamping mayat, perubahan tanatologi, identitas mayat, tanda-tanda khusus, warna kulit, rambut, perkiraan umur, ras, mata, bagian wajah, alat kelamin, tanda-tanda kekerasan/luka.

2. Teknik pemeriksaan dalam

Dalam teknik pemeriksaan dalam organ tubuh yang diperiksa dimulai dari lidah, tonsil, kelenjar gondok, kerongkongan (eofagus), batang tenggorok (trakea), tulang lidah, rawan gondok (kartilago tiroidea), rawan cincin (kartilago krikoidea), arteri karotis interna, kelenjar kacangan (timus), paru-paru, jantung, aorta torakalis, aorta abdominalis, anak ginjal (kelenjar suprarenalis), ginjal, ureter, kandung kencing, hati, kandung empedu, limpa, kelenjar getah bening, lambung, usus halus, usus besar, kelenjar liur perut, otak besar, otak kecil, batang otak, alat kelamin dalam (genitalia interna) (Mansjoer dkk, 2000).

2.3.3. Kepentingan Autopsi Forensik

Mati mendadak sampai saat ini mungkin masih dianggap sebagai peristiwa yang wajar, baik oleh masyarakat maupun pihak penyidik atau kepolisian. Sehingga


(39)

kasus mati medadak tidak dimintakan autopsi. Kondisi tersebut sangat merugikan, mengingat kemungkinan kematian mendadak tersebut terdapat unsur kriminalnya, atau kematian tersebut berhubungan dengan kelalaian perbuatan orang lain (Prakoso, 1992).

Kasus mati mendadak yang tidak terduga sering menimbulkan pertanyaan. Kecurigaan adanya ketidakwajaran sering muncul dalam pikiran orang. Berbagai pertanyaan muncul dalam benak masingmasing orang tentang korban yang mati mendadak tersebut. Pada kasus kematian mendadak, sangat perlu mendapat perhatian keadaan korban sebelum kematian. Apakah korban baru menjalankan aktivitas, atau sewaktu istirahat sehabis melakukan aktivitas. Keadaan lingkungan tempat kejadian perkara juga harus diperhatikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

(1) Kematian terjadi pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik maupun emosional dan disaksikan oleh orang lain, misalnya sedang berolahraga, melakukan ujian, dan lain sebagainya.

(2) Jenazah dalam keadaan mencurigakan, misalnya korban tanpa kelainan apa-apa dengan dengan pakaian rapi ditemukan meninggal, atau meninggal di tempat tidur sendirian.

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian (Mansjoer dkk, 2000).

Prakoso (1992) mengutip pernyataan Gonzales yang menyebutkan beberapa kondisi yang mendukung untuk dilakukannya autopsi pada kasus mati mendadak, yaitu:

1. Jika jenazah ditemukan dalam keadaaan yang mencurigakan, seperti ditemukan adanya tanda kekerasan. Kadang kematian mendadak yang disebabkan penyakit


(40)

dapat dipacu oleh adanya kekerasan yang disengaja tanpa meninggalkan tanda pada tubuh korban. Umur korban juga memegang peranan penting dalam menentukan, apakah korban perlu dilakukan autopsi atau tidak. Mati mendadak jarang terjadi pada usia muda, jadi kecurigaan adanya unsur kriminal perlu lebih diperhatikan dibanding pada orang tua.

2. Autopsi dilakukan atas permintaan keluarga, yang ingin mengetahui sebab kematian korban.

3. Autopsi dilakukan untuk kepentingan asuransi.

Kematian mendadak yang tidak mendatangkan kecurigaan pada prinsipnya tidak perlu dilakukan autopsi. Baru jika penyidik merasa ada kecurigaan atau tidak mampu untuk menentukan adanya kecurigaan mati tidak wajar, maka dokter sebetulnya mutlak untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian yang sebenarnya (Prakoso, 1992). Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu pemeriksaan toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi, penegakan sebab mati menjadi kurang tajam (Simpson, 1985).


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui penyebab utama kematian mendadak di Kota Medan Tahun 2008 s/d 2010.

Penyebab Kematian Mendadak

 SistemKardiovaskular

 Sistem Saraf Pusat  Sistem Respirasi  Sistem Digestif  Sistem Urogenital

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Mati Mendadak


(42)

3.2. Definisi Operasional No

Definisi operasional Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

1 Mati mendadak adalah kematian yang sudah di diagnosa oleh dokter Spesalis Forensik

Observasi Data Rekam

Medis

Jumlah Orang

Nominal

2 Kematian mendadak sistem kardiovaskuler adalah penyebab kematian

mendadak karena gangguan sistem kardiovaskuler yang didapat dalam rekam medis

Observasi Data Rekam

Medis

Jumlah Orang

Nominal

3 Kematian mendadak pada sistem saraf pusat adalah kematian mendadak karena gangguan pada sistem saraf pusatyang didapat dalam rekam medis

Observasi Data Rekam

Medis

Jumlah Orang

Nominal

4 Kematian mendadak pada Sistem respirasi adalah kematian mendadak karena gangguan pada sistem respirasi yang didapat dalam rekam medis

Observasi Data Rekam

Medis

Jumlah Orang

Nominal

5 Kematian mendadak karena sistem disgestif adalah kematian mendadak karena gangguan pada sistem digestif yang didapat dalam rekam medis

Observasi Data Rekam

Medis

Jumlah Orang

Nominal

6 Kematian mendadak karena sistem urogenital adalah kematian mendadak karena gangguan pada sistem urogenital yang didapat dalam rekam medis

Observasi Data Rekam

Medis


(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan Rekam Medik kasus kematian mendadak di Kota Medan tahun 2008 s/d 2010.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUP Dr. Pirngadi Medan. RSUP H. Adam Malik dan RSUP Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit pemerintah. Dengan status rumah sakit yang seperti itu, maka segala hal yang berhubungan dengan pengobatan di kedua rumah sakit dapat dijangkau oleh rakyat kota Medan dari kelas menengah hingga kelas atas. Selain itu, kedua rumah sakit ini juga sebagai rumah sakit rujukan dari beberapa rumah sakit yang ada di kota Medan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 s/d 30 Juni 2011.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua kasus kematian mendadak yang tercatat direkam medik di RSUP H.Adam Malik Medan, yaitu sebanyak 37 kasus dan


(44)

RSU Dr. Pirngadi Medan, yaitu sebanyak 87 kasus selama Tahun 2008 s/d 2010. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 124 kasus.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi diambil dengan teknik total sampling, yaitu sebanyak 124 kasus dengan

1. Kriteria inklusi:

a. Korban yang mati akibat dugaan mati mendadak

b. Mati mendadak diketahui melalui autopsi luar dan dalam 2. Kriteria eksklusi :

a Korban mati akibat trauma, tindakan bunuh diri, keracunan, maupun pembunuhan.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medis pasien selama tahun 2008-2010.

4.5. Metode Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan program komputer SPSS for windows versi 17.0 yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.


(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

a. RSUP H.Adam Malik Medan

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990, dan mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991. Rumah sakit ini adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan.

Sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 RSUP H. Adam Malik juga merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.

Tugas Pokok RSUP H. Adam Malik adalah : "menyelenggarakman upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan".

Pelayanan di RSUP H.Adam Malik didukung oleh sumber daya manusia berjumlah 1.669 orang PNS dan 266 non PNS, yang terdiri dari tenaga kesehatan sebanyak 1.306 PNS dan 86 non PNS serta tenaga non kesehatan terdiri dari 361 PNS dan 180 non PNS.

b. RSU Dr. Pirngadi Medan

Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Pirngadi Kota Medan didirikan pada tanggal 11 Agustus 1928 beralamat di jalan Prof. H. M. Yamin, SH No. 47 Medan


(46)

yang merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Kota Medan sejak 27 Desember 2001 dengan kualifikasi Kelas B Pendidikan dan kemudian berubah status menjadi Rumah Sakit Swadana pada 11 Februari 1998.

Jenis ketenagaan berdasarkan fungsional yang terbesar di Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007 adalah paramedis keperawatan sebanyak 582 orang atau 34,24%. Tenaga kesehatan berdasarkan pendidikan yang terbesar di Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007 adalah SLTA ke bawah sebanyak 643 orang atau 51,81%.

RSUP H.Adam Malik dan RSUP Dr.Pirngadi Medan, memiliki jumlah pasien yang banyak baik pasien rujukan maupun pasien yang memang langsung datang ke rumah sakit tersebut untuk berobat. Kedua rumah sakit ini, dapat dijangkau oleh warga kota Medan baik kelas atas hingga kelas bawah. Selain itu, kedua rumah sakit ini juga bisa menerima asuransi kesehatan baik dari Pemerintah (ASKES PNS) maupun swasta salah satunya JAMSOSTEK.

5.1.2. Identitas Kasus Kematian Mendadak

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 103 83,1

Perempuan 21 16,9

Jumlah 124 100,0

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui kasus yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 103 orang (83,1%) lebih banyak dari pada perempuan sebanyak 21 orang (16,9%).


(47)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Usia

Pembatasan interval usia di atas berdasarkan penelitian Rahmawati (2010). Sesuai Tabel 5.2 diketahui kasus yang mengalami kematian mendadak lebih banyak pada usia 40-59 tahun sebanyak 65 orang (52,4%), selanjutnya pada usia 21-40 tahun sebanyak 34 orang (27,4%), usia >60 tahun sebanyak 22 orang (17,7%), dan usia 12-21 tahun sebayak 3 orang (2,4%).

5.1.3. Penyebab Kematian Mendadak

Berdasarkan data dari Bagian Forensik RSUP H.Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, diketahui jumlah kasus kematian mendadak selama Tahun 2008 s/d 2010 berdasarkan penyebab sebagai beriku

Usia Frekuensi Persentase

12-21 3 2,4

21-40 34 27,4

40-59 65 52,4

>60 22 17,7


(48)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Penyebab Kematian Mendadak di Kota Medan

Penyebab Kematian Mendadak Frekuensi Persentase (%)

Sistem Kardiovaskular 59 47.6

Sistem Saraf Pusat 26 21.0

Sistem Respirasi 25 20.2

Sistem Digestif 8 6.5

Sistem Urogenital 6 4.7

Jumlah 124 100,0

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui dari 124 orang yang mengalami kematian mendadak. Sebagian besar disebabkan karena sistem kardiovaskuler sebanyak 59 orang (47,6%). Kematian mendadak yang disebabkan sistem saraf pusat sebanyak 26 orang (21,0%). Sementara itu kematian mendadak yang disebabkan sistem respirasi sebanyak 25 orang (20,2%). Selain itu kematian mendadak yang disebabkan sistem digestif sebanyak 8 orang (6,5%). Serta kematian mendadak yang disebabkan sistem urogenital sebanyak 6 orang (4,7%).

Penjelasan secara penyebab kematian mendadak berdasarkan penyebab dapat dilihat pada uraian berikut ini:

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem Kardiovaskular di Kota Medan

Sistem Kardiovaskuler Frekuensi Persentase (%)

PJK 32 54.2

Kardiomiopati 13 22.0

Hipertoni 7 11.9

Tamponade Kordis 4 6.8

Penyakit Katup Jantung 3 5.1


(49)

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui dari 59 orang kasus yang mengalami kematian mendadak karena sistem kardiovaskuler, sebagian besar disebabkan Penyakit Jantung Koroner (PJK) yaitu 32 orang (54,2%), selanjutnya penyakit Kardiomiopati sebanyak 13 orang (22,0%), kematian mendadak yang disebabkan penyakit Hipertoni sebanyak 7 orang (11,9%), kematian mendadak yang disebabkan penyakit Tamponade Cordis sebanyak 4 orang (6,8%) serta Penyakit Katup Jantung 3 orang (5,1%).

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem Saraf Pusat di Kota Medan

Sistem Saraf Pusat Frekuensi Persentase (%)

Stroke 17 65.4

Abses serebral 5 19.2

Ensefalitis 2 7.7

Meningitis 1 3.8

Epilepsi 1 3.8

Jumlah 26 100,0

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui dari 26 orang kasus yang mengalami kematian mendadak karena sistem saraf pusat, sebagian besar disebabkan oleh penyakit stroke yaitu 17 orang (65,4%), selanjutnya disebabkan oleh penyakit abses serebral sebanyak 5 orang (19,2%), kemudian disebabkan penyakit ensefalitis sebanyak 2 orang (7,7%), dan kematian mendadak akibat penyakit meningitis dan epilepsi masing-masing 1 orang (3,8%).


(50)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem Respirasi di Kota Medan

Sistem Respirasi Jumlah Persentase (%)

Bronkiektasis 1 4.0

Tuberkulosis 1 4.0

Asma bronchial 2 8.0

Obstruksi sal. Napas 1 4.0

Pneumotoraks 2 8.0

Perdarahan sal. Napas 18 72.0

Jumlah 25 100,0

Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui dari 25 orang kasus yang mengalami kematian mendadak karena sistem respirasi (pernafasan), sebagian besar disebabkan perdarahan pada saluran nafas sebanyak 18 orang (72,0%), selanjutnya disebabkan penyakit asma bronkhial dan pneumothoraks masing-masing sebanyak 2 orang (8,0%), sedangkan yang disebabkan penyakit bronkiektasis, tuberkulosis dan obstruksi saluran napas masing-masing sebanyak 1 orang (4,0%).

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem Digestif di Kota Medan

Sistem Digestif Frekuensi Persentase (%)

Gastrik Kronik 5 62.5

Varises Esofagus 2 25.0

Ulkus Peptikum 1 12.5

Jumlah 8 100,0

Berdasarkan Tabel 5.7 diketahui kasus yang mengalami kematian mendadak karena gangguan sistem disgetif sebanyak 8 orang. mati mendadak disebabkan


(51)

penyakit gastrik kronik banyak 5 orang (62,5%) mati mendadak karena penyakit varises esofagus sebanyak 2 orang (25,0%) mati mendadak karena ulcus peptikum sebanyak 1 orang (12,5%).

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Sistem Urogenital di Kota Medan

Sistem Urogenital Jumlah Persentase (%)

Gagal Ginjal 4 66.7

Eklampsia 2 33.3

Jumlah 6 100,0

Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui sebanyak 6 kasus yang mengalami kematian mendadak karena gangguan sistem urogenital, terdiri dari 4 orang (66,7%) mati mendadak karena gagal ginjal dan 2 orang (33,3%) mati mendadak karena eklampsia.

5.2. Pembahasan Jenis Kelamin

Kematian mendadak lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita, hal ini sesuai dengan penelitian Rilantono (1996). Demikian juga penelitian Rahmawati (2010) menemukan jumlah kematian mendadak menurut jenis kelamin adalah jenis kelamin sampel yang paling banyak adalah laki-laki (74%) sedangkan jenis kelamin perempuan jumlahnya jauh lebih sedikit (26%). Dalam penelitian ini juga diperoleh kematian mendadak lebih banyak terjadi pada laki-laki (83,1%) sementara selebihnya perempuan (16,9%). Dengan demikian, jenis kelamin juga mempengaruhi terjadinya kematian mendadak di daerah kota Medan tahun 2008 s/d 2010.


(52)

Usia

Menurut Isselbacher,et al (1999), kematian mendadak lebih banyak terjadi pada usia ≥ 60 tahun. Sesuai dengan penelitian Rahmawati (2010) tentang hubungan antara usia dengan prevalensi dugaan mati mendadak yang menemukan bahwa tidak ada kasus pada kelompok usia 0 – 1 bulan sebanyak 0 kasus, 1-1 tahun dan usia 1-12 tahun. Pada usia 12-21 tahun sebanyak sebanyak 4 kasus, usia 21-40 tahun sebanyak 25 kasus, usia 40-59 tahun sebanyak 45 kasus serta usia ≥ 60 tahun sebanyak 61 kasus.. Sementara dalam penelitian ini diperoleh kematian mendadak lebih banyak terjadi pada usia 40-59 tahun. Berarti agak sedikit berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Isselbacher dan Rahmawati. Oleh sebab itu, kematian mendadak yang paling besar tidak hanya terjadi pada usia ≥60 tahun, tetapi juga dapat terjadi di usia 40-59 tahun di kota Medan tahun 2008 s/d 2010.

Sistem Kardiovaskular

Menurut Isselbacher,et al (1999) bahwa dari seluruh penyebab kematian karena gangguan sistem organ dalam tubuh, yang paling banyak menjadi penyebab kematian adalah akibat gangguan sistem kardiovaskular, dalam hal ini penyakit jantung. Penelitian ini juga memperoleh 59 kasus (47,6%) dari 124 kasus. Ini berarti penyebab kematian mendadak lebih besar terjadi akibat gangguan sistem kardiovaskular. Berdasarkan pernyataan Isselbacher,et al (1999) berarti benar adanya kematian mendadak sebagian besar disebabkan karena gangguan sistem kardiovaskular.

Sistem Saraf Pusat

Persentase kematian mendadak yang disebabkan penyakit pada sistem saraf pusat sekitar 10-18%, meliputi : perdarahan serebral (stroke), emboli serebral, trombosis serebral, perdarahan subarakhnoid, meningitis, abses otak, ensefalitis akut, tumor otak dan epilepsi. Menurut Truelsen (2003) bahwa stroke yang dikenal


(53)

masyarakat umum merupakan perdarahan maupun penyumbatan pembuluh darah otak dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis kerusakan jaringan otak. Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian ini bahwa penyebab kematian mendadak akibat gangguan sistem saraf pusat adalah penyakit stroke adalah sebesar 17 kasus dari 26 kasus gangguan sistem saraf pusat (65,4%).

Sistem Respirasi

Kematian mendadak dalam sistem respirasi biasanya melalui sistem perdarahan saluran napas (Rahmawati, 2010). Dalam penelitian ini gangguan sistem respirasi yang menyebabkan kematian mendadak disebabkan oleh penyakit bronkiektasis, tuberkulosis, asma bronkial, obstruksi saluran napas, pneumotoraks dan perdarahan saluran napas. Sesuai dengan penelitian Rahmawati (2010), bahwa penyebab kematian mendadak yang terbesar akibat sistem respirasi di kota Medan adalah akibat penyakit perdarahan saluran napas.

Sistem Digestif

Kematian mendadak yang terjadi akibat kerusakan sistem gastrointestinal umumnya disebabkan oleh sistem vaskulernya. Trombosis dan emboli mesenterium yang menyebabkan infark usus memang tidak terjadi segera, namun dapat terjadi dengan cepat dan tetap tidak terdiagnosa oleh para klinisi. Penyebab kematian mendadak karena penyakit ulkus peptikum akibat gangguan atau kegagalan sistem digestif merupakan persentase terendah dibandingkan gangguan sistem lainnya (Suyono, 2001). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa penyebab kematian mendadak akibat gangguan sistem digestif adalah penyakit ulkus peptikum yang terendah(12,5%) sementara penyebab yang tertinggi adalah penyakit gastro kronik (62,5%) dan penyakit varises esofagus (25%) menempati urutan kedua di kota Medan tahun 2008 s/d 2010 pada gangguan sistem digestif.


(54)

Sistem Urogenital

Salah satu penyebab kematian mendadak paling tinggi diakibatkan gagal ginjal. Berdasarkan penelitian sekitar 70% penyebab kematian menderita gagal ginjal (Sanif,2009). Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa penyebab kematian mendadak akibat gangguan sistem urogenital adalah karena penyakit gagal ginjal dan eklampsia. Penyakit gagal ginjal menjadi mpenyebab kematian mendadak tertinggi pada tahun 2008 s/d 2010 di kota Medan berkisar 66,7% dari 6 kasus dan penyakit eklampsia menempati posisi kedua yang menyebabkan kematian mendadak berkisar 33,3% dari 6 kasus atau sebanyak 2 orang.


(1)

Kardiovaskular 55 30 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

56 20 Laki-laki

Varises

esophagus Sistem Disgetif

57 35 Perempuan gagal ginjal Sistem Urogenital

58 45 Laki-laki Hipertoni

Sistem

Kardiovaskular 59 35 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

60 24 Perempuan Gastro kronik Sistem Disgetif

61 35 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

62 20 Laki-laki Ulcus Peptikum Sistem Disgetif

63 40 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular

64 61 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular

65 34 Laki-laki Obstruksi Saluran Nafas Siatem Respirasi

66 65 Laki-laki Hipertoni

Sistem

Kardiovaskular

67 58 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular

68 46 Laki-laki Abses serebral Sistem Saraf Pusat

69 49 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

70 70 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

71 60 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular 72 45 Laki-laki

Pendarahan Saluran


(2)

73 60 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular 74 46 Laki-laki Hipertoni

Sistem

Kardiovaskular 75 57 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

76 38 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

77 55 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular

78 50 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

79 22 Perempuan Gastro kronik Sistem Disgetif

80 41 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

81 71 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

82 60 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

83 73 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular

84 45 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

85 51 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

86 45 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

87 40 Laki-laki Kardiomiopati

Sistem

Kardiovaskular

88 43 Perempuan Asma bronkial Siatem Respirasi

89 72 Laki-laki Tamponade Cordis

Sistem

Kardiovaskular

90 42 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

91 60 Perempuan PJK

Sistem

Kardiovaskular


(3)

93 43 Laki-laki Kardiomiopati

Sistem

Kardiovaskular

94 55 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

95 45 Laki-laki Tamponade Cordis

Sistem

Kardiovaskular

96 51 Laki-laki Asma bronkial Siatem Respirasi

97 33 Perempuan Ensefalitis Sistem Saraf Pusat

98 58 Perempuan PJK

Sistem

Kardiovaskular

99 40 Perempuan stroke Sistem Saraf Pusat

100 40 Perempuan Tamponade Cordis

Sistem

Kardiovaskular 101 34 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

102 30 Perempuan Miningitis Sistem Saraf Pusat

103 60 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular 104 27 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

105 58 Laki-laki Kardiomiopati

Sistem

Kardiovaskular

106 50 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular 107 50 Perempuan Kardiomiopati

Sistem

Kardiovaskular 108 37 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

109 45 Perempuan stroke Sistem Saraf Pusat

110 45 Laki-laki Tamponade Cordis

Sistem

Kardiovaskular


(4)

112 61 Laki-laki Kardiomiopati

Sistem

Kardiovaskular

113 45 Laki-laki stroke Sistem Saraf Pusat

114 56 Perempuan PJK

Sistem

Kardiovaskular

115 36 Laki-laki Ensefalitis Sistem Saraf Pusat

116 61 Laki-laki Kardiomiopati

Sistem

Kardiovaskular 117 41 Laki-laki

Pendarahan Saluran

Napas Siatem Respirasi

118 43 Laki-laki Kardiomiopati

Sistem

Kardiovaskular 119 25 Laki-laki

Varises

esophagus Sistem Disgetif

120 26 Perempuan Pneumothotaks Siatem Respirasi

121 50 Laki-laki Kardiomiopati

Sistem

Kardiovaskular

122 50 Laki-laki PJK

Sistem

Kardiovaskular

123 31 Perempuan gagal ginjal Sistem Urogenital

124 37 Laki-laki

Pendarahan Saluran


(5)

Lampiran 4 Tabel Frekuensi

Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12-21 3 2.4 2.4 2.4

21-40 34 27.4 27.4 29.8

40-59 65 52.4 52.4 82.3

>60 22 17.7 17.7 100.0

Total 124 100.0 100.0

Jenis kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 103 83.1 83.1 83.1

Perempuan 21 16.9 16.9 100.0

Total 124 100.0 100.0

Penyebab Kematian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sistem Kardiovaskular 59 47.6 47.6 47.6

Sistem Saraf Pusat 26 21.0 21.0 68.5

Siatem Respirasi 25 20.2 20.2 88.7

Sistem Disgetif 8 6.5 6.5 95.2

Sistem Urogenital 6 4.8 4.8 100.0


(6)

Sistem kardiovaskular

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PJK 32 54.2 54.2 54.2

Kardiomiopati 13 22.0 22.0 76.3

Hipertoni 7 11.9 11.9 88.1

Tamponade Cordis 4 6.8 6.8 94.9

Penyakit Katup Jantung 3 5.1 5.1 100.0

Total 59 100.0 100.0

Sistem Saraf Pusat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid stroke 17 65.4 65.4 65.4

Abses serebral 5 19.2 19.2 84.6

Ensefalitis 2 7.7 7.7 92.3

Miningitis 1 3.8 3.8 96.2

Epilepsi 1 3.8 3.8 100.0