Stres dan Koping Remaja dalam Menghadapi Dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan

(1)

Stres dan Koping Remaja dalam Menghadapi Dysmenorrhea

di SMP Negeri 35 Medan

Astri Haryani

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Stres Dan Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan”.

Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan, dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Adinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, pembantu Dekan I yang juga merupakan dosen pembimbing skripsi.

3. Drs. Munar Tanjung, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 35 Medan. 4. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd, selaku Dosen Penguji I. 5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku dosen Penguji II.

6. Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, S.Mat selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan, khususnya dosen-dosen mata kuliah riset keperawatan

8. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada orang tua tercinta Ibunda Sri Hartati dan Ayahanda Ahmad Edi Julizar, kakanda tersayang Eko Gustama, Eva Deliana dan Dewi Zul Harmaini, dan adik-adikku


(4)

tersayang Rabi’ah Hafnizar, dan Ahmad Zulfadhli serta keponakan tercinta Fathiyya Ayunda Husna. Terima kasih atas segala pengorbanan dan perjuangan kalian, yang telah menjadi motivasi dan dorongan kuat dalam menggapai kesuksesan ananda, kasih sayang dan doa yang selalu menyertai dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Dan tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Sabaruddin Pratama, sahabat-sahabat terbaikku Fadilla Agustina, Indah Permata Nauli, Juliani, Efriza Fadilah dan seluruh teman-teman sejawat Fakultas Keperawatan-B USU 2010, terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Februari 2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Abstrak ... vii

Bab 1. Pendahuluan 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat Penelitian ... 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1Konsep Stres ... 5

2.1.1 Stres dan Stresor ... 5

2.1.2 Pandangan Stres ... 6

2.1.3 Macam-macam Stres ... 7

2.1.4 Sumber Stresor ... 8

2.1.5 Model Stres ... 10

2.1.6 Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stresor ... 11

2.1.7 Tahapan Stres ... 14

2.1.8 Reaksi Tubuh Terhadap Stres ... 15

2.1.9 Manajemen Stres ... 18

2.2 Konsep Koping ... 21

2.2.1 Pengertian ... 21

2.2.2 Mekanisme Koping ... 21

2.3 Konsep Menstruasi ... 25

2.3.1 Siklus Menstruasi ... 25

2.3.2 Dysmenorrhea ... 29

Bab 3. Kerangka Konseptual 3.1 Kerangka Konsep ... 37

3.2 Defenisi Operasional ... 38

Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1 Desain Penelitian ... 39

4.2 Populasi dan Sampel ... 39

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 40

4.5 Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-reliabilitas ... 41

4.6 Pengumpulan Data ... 43


(6)

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan

5.1Hasil Penelitian ... 46 5.2Pembahasan ... 48

Bab 6 . Kesimpulan dan Saran

6.1Kesimpulan ... 52 6.2Saran ... 53

Daftar Pustaka Lampiran-lampiran

1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian 2. Instrumen Penelitian

3. Daftar Riwayat Hidup

4. Rencana Anggaran Biaya Penelitian 5. Lembar Konsul

6. Jadwal Kegiatan Penelitian 7. Data Hasil SPSS Penelitian 8. Validitas

9. Reliabilitas


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan ... 13 Tabel 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 38 Table 3. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden ... 47 Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase tahapan stres yang dialami

responden dalam menghadapi dysmenorrhea ... 48 Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase koping remaja dalam


(8)

Judul : Stres Dan Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan

Nama : Astri Haryani

NIM : 101121019

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRAK

Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram, dan dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Wanita yang mengalami dysmenorrhea mempunyai tingkat gejala nyeri yang berbeda-beda dari ringan sampai berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Jumlah responden 73 orang. Pengumpulan data dilakukan bulan Oktober-November 2011. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Karakteristik responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah berusia 14 tahun (69,9 %), beragama Islam (84,9%), suku Jawa (58,9%), usia menarche 12 tahun (57,5%), dan lama pendarahan menstruasi dalam rentang 3-5 hari (54,8%). Dan karakteristik nyeri yang dialami responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah sifat nyeri haid hilang-timbul (76,7%), dan dengan intensitas nyeri sedang (83,6%). Hasil penelitian menunjukkan gambaran stres responden sebagian besar berada pada tahapan kedua (42,5%). Dan hasil untuk koping responden dalam menghadapi dysmenorrhea terbanyak adalah koping positif (89%). Dari hasil penelitian ini diharapkan perawat dapat mengenal stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea yang dialami remaja awal, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal.


(9)

Judul : Stres Dan Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan

Nama : Astri Haryani

NIM : 101121019

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRAK

Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram, dan dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Wanita yang mengalami dysmenorrhea mempunyai tingkat gejala nyeri yang berbeda-beda dari ringan sampai berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Jumlah responden 73 orang. Pengumpulan data dilakukan bulan Oktober-November 2011. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Karakteristik responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah berusia 14 tahun (69,9 %), beragama Islam (84,9%), suku Jawa (58,9%), usia menarche 12 tahun (57,5%), dan lama pendarahan menstruasi dalam rentang 3-5 hari (54,8%). Dan karakteristik nyeri yang dialami responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah sifat nyeri haid hilang-timbul (76,7%), dan dengan intensitas nyeri sedang (83,6%). Hasil penelitian menunjukkan gambaran stres responden sebagian besar berada pada tahapan kedua (42,5%). Dan hasil untuk koping responden dalam menghadapi dysmenorrhea terbanyak adalah koping positif (89%). Dari hasil penelitian ini diharapkan perawat dapat mengenal stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea yang dialami remaja awal, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal.


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menstruasi merupakan satu bagian dari perjalanan hidup wanita yang dialami sejak terjadinya menarche dan berakhir ketika menopause. Dalam satu siklus menstruasi terdapat 3 fase, yaitu fase poliferasi, fase lutel, dan fase menstruasi. Pada salah satu fase yaitu menstruasi terdapat adanya dysmenorrhea. Lamanya dysmenorrhea berkisar lima hari (rentang 3-6 hari) dan kejadian tersebut biasanya berulang setiap siklus menstruasi, siklus ini berulang dalam 22-35 hari. Nyeri yang dialami selama fase perdarahan dalam satu siklus menstruasi disebut dysmenorrhea (Llewellyn, 2001).

Manuaba (1998) mendeskripsikan dysmenorrhea merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari wanita dengan gejala nyeri abdomen bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha disertai keluhan mual, muntah, sakit kepala, diare dan mudah tersinggung. Pada kenyataannya 60% wanita usia 15-44 tahun yang mengalami menstruasi mengeluhkan adanya dysmenorrhea (Walsh, 1997). Menurut Llewellyn (2001) dan Baradero (2006), 10-25% dysmenorrhea yang dialami wanita termasuk kategori berat yang disertai mual, muntah, dan diare yang dapat membuat penderita tidak berdaya sehingga mengganggu aktivitas kerja dan aktivitas sehari-hari. Dan 75% wanita juga mengalami dysmenorrhea dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Menurut Reeder dan Martin (1987), wanita yang mengalami dysmenorrhea pada saat menstruasi mempunyai lebih banyak hari


(11)

libur kerja dan prestasinya kurang begitu baik di sekolah dibandingkan wanita yang tidak terkena dysmenorrhea.

Wanita usia remaja merupakan salah satu kelompok populasi yang mempunyai masalah akibat dysmenorrhea yang dialaminya. Dari beberapa hasil penelitian, dysmenorrhea yang dialami wanita memiliki ambang nyeri yang berbeda-beda sehingga perilaku mereka pun berbeda dalam menghadapi dysmenorrhea. Mulai dari dysmenorrhea yang ringan dan dapat hilang sendiri,

dapat dibawa tidur atau dapat melakukan aktivitas sampai dengan dysmenorrhea yang berat hingga harus menangis dengan posisi tertentu. Pada beberapa kasus bahkan ada yang harus dibawa ke dokter untuk mendapatkan obat penghilang nyeri yang adekuat (Bobak, 2004). Di Amerika wanita diperkirakan kehilangan 1,7 juta hari kerja setiap bulan karena dysmenorrhea (Reeder dan Martin, 1987).

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian wanita yang mengeluhkan adanya dysmenorrhea termasuk kelompok usia remaja, maka peneliti akan melakukan penelitian pada kelompok usia remaja. Dimana data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun, 900 juta diantaranya berada di negara sedang berkembang. Demikian pula di Asia Pasifik yang penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlima penduduknya adalah kelompok remaja berumur 10-19 tahun (Soetjiningsih, 2004)

Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2009 yaitu 13.248.386 jiwa dan 21,07% adalah remaja. Dari beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Utara,


(12)

jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kota Medan yaitu 2.121.053 jiwa dan 33,07% adalah wanita. Dari beberapa kecamatan di Kota Medan, didapat bahwa jumlah remaja terbanyak terdapat di Medan Deli, kemudian Medan Helvetia dan Medan Tembung. Akses populasi kelompok usia remaja paling mudah di jumpai di sekolah menengah. Dari ketiga kecamatan tersebut, di Medan Tembung terdapat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTS) terbanyak (BPS SUMUT, 2009). Sehingga peneliti melakukan penelitian pada salah satu SMP di kecamatan Medan Tembung.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun dysmenorrhea merupakan suatu peristiwa yang fisiologis yang dialami wanita secara periodik di setiap bulannya namun karena intensitas nyeri dan gejala yang menyertai bervariasi, sedangkan respon yang ditimbulkan pun berbeda, maka penelitian ini penting untuk mengetahui bagaimana stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Masalah penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah stres dan koping remaja putri dalam menghadapi dysmenorrhea di SMP Kota Medan?”


(13)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stres dan koping siswi SMP di Kota Medan dalam menghadapi dysmenorrhea.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tahapan stres siswi SMP di Kota Medan dalam menghadapi dysmenorrhea.

b. Untuk mengetahui koping siswi SMP di Kota Medan dalam menghadapi dysmenorrhea.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Praktik Keperawatan

Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam praktek keperawatan mengenai stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea .

1.4.2 Bagi Pendidikan di Sekolah

Sebagai bahan masukan dan informasi pada pengajar di SMP negeri 35 Medan agar dapat mempertimbangkan kondisi siswi yang sedang mengalami dysmenorrhea dalam proses belajar.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai informasi dasar sejauh mana stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea. Sehingga dapat dijadikan bahan acuan untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi stres pada siswi dalam menghadapi dysmenorrhea.


(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep Stres

2.1.1 Stres dan Stresor

Stres adalah keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak keseimbangan kehidupan seseorang. Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang (Lazarus & Folkman, 1984).

Stres menurut Hans Selye (1950, dalam Alimul 2008) merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stres apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres. Sebaliknya apabila seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka orang tersebut tidak mengalami stres (Alimul, 2008). Secara sederhana stres adalah kondisi di mana adanya respons tubuh terhadap perubahan untuk mencapai keadaan normal (Wartonah, 2006).

Stres biasanya dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif padahal tidak. Terjadinya stres dapat disebabkan oleh sesuatu yang dinamakan stresor. Bentuk stresor ini dapat dari lingkungan, kondisi dirinya serta pikiran. Dalam pengertian


(15)

stres itu sendiri juga dapat dikatakan sebagai stimulus dimana penyebab stres diangggap sebagai sesuatu hal yang biasa. Stres juga dikatakan sebagai respon artinya dapat merespon apa yang terjadi, juga disebut sebagai transaksi yakni hubungan antara stresor dianggap positif karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan (Alimul, 2008).

Sekitar 85% wanita yang sudah haid mengalami gangguan fisik dan psikis menjelang menstruasi, saat, ataupun sesudah menstruasi. Biasanya berlangsung antara satu minggu sebelum dan sesudah menstruasi. Gangguan fisik dan psikis tersebut mempengaruhi 40% wanita dengan 5-10% membuat mereka sangat tidak berdaya. (Andrews, 2009 dalam Dewi 2010).

2.1.2 Pandangan Stres

Dalam memahami tentang stres, para ahli berbeda-beda mendefinisikannya karena memiliki pandangan teori yang tidak sama. Untuk lebih jelas tentang stres sebenarnya, maka dapat diketahui beberapa pandangan diantaranya :

a. Pandangan Stres Sebagai Stimulus

Pandangan ini menyatakan stres sebagai suatu stimulus yang menuntut, dimana semakin tinggi besar tekanan yang dialami seseorang, maka semakin besar pula stres yang dialami. Pandangan ini didasari hukum elastisitas Hooke yang menjelaskan semakin berat beban satu logam, maka semakin besar pula stres yang dialami, melalui pandangan ini


(16)

maka dianalogikan pada manusia apabila semakin besar tekanan yang dialami, makin besar pula stres yang dialaminya.

b. Pandangan Stres Sebagai Respon

Mengidentifikasikan stres sebagai respon individu terhadap stresor yang diterima, di mana ini sebagai akibat respon fisiologi dan emosional atau juga sebagai respon yang nonspesifik tubuh terhadap tuntutan lingkungan yang ada.

c. Pandangan Stres Sebagai Transaksional

Pandangan ini merupakan suatu interaksi antara orang dengan lingkungan dengan meninjau dari kemampuan individu dalam mengatasi masalah dan terbentuknya sebuah koping. Dalam interaksi dengan lingkungan ini dapat diukur situasi yang potensial mengandung stres dengan mengukur dari persepsi individu terhadap masalah, mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sumber yang tersedia yang diarahkan mengatasi masalah (Alimul, 2008).

2.1.3 Macam-Macam Stres

Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di antaranya :

a. Stres fisik

Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik.


(17)

b. Stres kimiawi

Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.

c. Stres mikrobiologik

Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit.

d. Stres fisiologik

Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.

e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan

Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.

f. Stres psikis atau emosional

Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul, 2008).

2.1.4 Sumber Stresor

Sumber stresor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikologis maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas


(18)

seperti air minum. Makanan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan psikologis dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.

Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan fisiologis dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya. Sedangkan sumber stresor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh terhadap dirinya.

Selain sumber stresor di atas, menurut Alimul (2008), stres yang dialami manusia dapat berasal dari berbagai sumber dari dalam diri seseorang, keluarga dan lingkungan.

a. Sumber Stres di Dalam Diri

Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres. b. Sumber Stres di Dalam Keluarga

Stres ini bersunber dari masalah keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga. Permasalahan ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan stres.


(19)

c. Sumber Stres di Dalam Masyarakat dan Lingkungan

Sumber stres ini dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya, seperti lingkungan pekerjaan, secara umum disebut sebagai stres pekerja karena lingkungan fisik, dikarenakan kurangnya hubungan interpersonal serta kurangnya adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang.

2.1.5 Model Stres Kesehatan

Model stres kesehatan merupakan suatu model dimana stres dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang, model ini terdiri dari beberapa unsur diantaranya :

Unsur langsung dimana stres dapat menghasilkan atau mempengaruhi secara langsung dari perubahan fisiologis dan psikologis, seperti adanya ketegangan (stres) akan menyebabkan terjadinya proses pelepasan hormon secara langsung yaitu hormon kotekolamin dan kortikosteroid yang kondisi berdebar-debar, denyut nadi cepat dan lain-lain.

a. Unsur kepribadian, bahwa stres dapat dipengaruhi karena adanya tipe kepribadian yang memudahkan timbulnya kesakitan.

b. Unsur interaktif, stres dapat menyebabkan ketidakkebalan tubuh sehingga tubuh akan menjadi mudah terjadi gangguan pada tubuh baik biologis maupun psikologis. Proses ini dikarenakan adanya interaksi antara faktor dari luar dan faktor dari dalam untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.


(20)

c. Unsur perilaku sehat, stres dapat secara tidak langsung mempengaruhi kesakitan akan tetapi dapat merubah perilaku terlebih dahulu seperti adanya peningkatan konsumsi alkohol, rokok dan lain-lain.

d. Unsur perilaku sakit, stres dapat mempengaruhi secara langsung terhadap kesakitan tanpa menyebabkan adanya perilaku sakit seperti mencari bantuan pengobatan (Alimul, 2008).

2.1.6 Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stresor

Menurut Alimul (2008), respon terhadap stresor yang diberikan setiap individu akan berbeda berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi dari stresor tersebut, dan koping yang dimiliki individu , di antara stresor yang dapat mempengaruhi respon tubuh antara lain :

a. Sifat stresor

Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda tergantung dari pemahaman tentang arti stresor.

b. Durasi stresor

Lamanya stresor yang dialami klien akan mempengaruhi respon tubuh. Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respon yang dialaminya juga akan lebih lama dan dapat mempengaruhi dari fungsi tubuh yang lain.


(21)

c. Jumlah stresor

Jumlah stresor yang dialami seseorang dapat menentukan respon tubuh. Semakin banyak stresor yang dialami pada seseorang, dapat menimbulkan dampak yang besar bagi fungsi tubuh juga sebaliknya dengan jumlah stresor yang dialami banyak dan kemampuan adaptasi baik, maka seseorang akan memiliki kemampuan dalam mengatasinya.

d. Pengalaman masa lalu

Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor yang dimiliki. Semakin banyak stresor dan pengalaman yang dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasi sehingga kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula.

e. Tipe kepribadian

Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon terhadap stresor. Apabila seseorang yang memiliki tipe kepribadian A, maka akan lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B. tipe kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung, mudah marah, memiliki kewaspadaan yang berlebihan, bicara cepat, bekerja tidak kenal waktu, pandai berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah, tidak mudah dipengaruhi, bila berlibur pikirannya ke pekerjaan dan lain-lain. Sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak agresif, ambisinya wajar-wajar, penyabar, senang, tidak mudah tersinggung, tidak mudah marah,


(22)

cara bicara tidak tergesa-gesa, perilaku tidak interaktif, lebih suka kerjasama, mudah bergaul, dan lain-lain atau merupakan kebalikan dari tipe kepribadian B.

f. Tingkat perkembangan

Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin baik pula kemampuan untuk mengatasinya. Dalam perkembangannya kemampuan individu dalam mengatasi stresor dan respon terhadapnya berbeda-beda dan stresor yang dihadapinya pun berbeda yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan

Tahap Perkembangan Jenis stressor Anak

Remaja

Dewasa muda

Konflik mandiri dan ketergantungan orang tua Hubungan dengan teman sebaya

Kompetisi dengan teman

Perubahan tubuh

Hubungan dengan teman Seksualitas

Mandiri

Menikah

Meninggalkan rumah Mulai bekerja

Melanjutkan pendidikan Membesarkan anak


(23)

Dewasa tengah

Dewasa tua

Menerima proses menua Status sosial

Usia lanjut

Perubahan tempat tinggal Penyesuaian diri masa pension Proses kematian

2.1.7 Tahapan Stres

Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut Van Amberg (1979 dalam Alimul 2008), tahapan stres dapat terbagi menjadi enam tahap diantaranya :

a. Tahap Pertama

Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaannya akan tetapi kemampuan yang dimiliknya semakin berkurang.

b. Tahapan Kedua

Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut, adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih


(24)

dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bisa santai.

c. Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.

d. Tahap Keempat

Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.

e. Tahap Kelima

Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat.


(25)

f. Tahap Keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

2.1.8 Reaksi Tubuh Terhadap Stres

Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi yang ada pada tubuh baik secara fisiologis maupun psikologi. Di antara reaksi tubuh tersebut seperti terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun dapat mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam, perubahan ketajaman mata sering kali menurun karena kekenduran pada otot-otot mata sehingga akan mempengaruhi fokus lensa mata, pada telinga terjadi gangguan seperti adanya suara berdenging, pada daya pikir sering kali ditemukan adanya penurunan konsentrasi dan keluhan sakit kepala dan pusing, ekspresi wajah tampak tegang, mulut dan bibir terasa kering, kulit reaksi yang dapat dijumpai sering berkeringat dan kadang-kadang panas, dingin dan juga akan dapat menjadi kering atau gejala lainnya seperti urtikaria, pada sistem pernapasan dapat dijumpai gangguan seperti terjadi sesak karena penyempitan pada saluran pernapasan, sedangkan pada sistem kardiovaskuler terjadi gangguan seperti berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit kadang-kadang terjadi kepucatan atau kemerahan pada muka dan terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah pembuluh darah perifer seperti pada jari-jari tangan atau kaki, sistem pencernaan


(26)

juga dapat mengalami gangguan seperti lambung terasa kembung, mual, perih, karena peningkatan asam lambung, pada sistem perkemihan terjadi gangguan seperti adanya frekuensi buang air kecil yang sering, pada otot dan tulang terjadi ketegangan dan terasa ditusuk-tusuk, khususnya pada persendian dan terasa kaku. Pada sistem endokrin dan hormonal sering kali dijumpai adanya peningkatan kadar gula dan terjadi penurunan libido dan penurunan kegairahan pada seksual (Alimul, 2008).

Tubuh selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan lingkungan, baik lingkungan internal (seperti pengaturan peredaran darah, pernapasan) maupun lingkungan eksternal (seperti cuaca dan suhu yang kemudian menimbulkan respons normal atau tidak normal). Keadaan di mana terjadi mekanisme relative untuk mempertahankan fungsi normal disebut homeostasis. Menurut Wartonah (2006), homeostatis dibagi menjadi dua yaitu homeostasis fisiologis (misalnya, respon adanya peningkatan pernapasan saat berolahraga) dan homeostasis psikologis (misalnya, perasaan mencintai dan dicintai, perasaan aman dan nyaman).

a. Respons Fisiologis terhadap Stres

Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu local adaptation syndrome (LAS) yaitu respons lokal tubuh terhadap stresor (misalnya kalau kita menginjak paku maka secara reflex kaki akan diangkat atau misalnya ada proses peradangan maka reaksi lokalnya dengan menambahkan sel darah putih pada lokasi peradangan) dan genital


(27)

adaptation symdrome (GAS) yaitu reaksi menyeluruh terhadap stresor

yang ada.

Dalam proses GAS terdapat tiga fase : pertama, reaksi peringatan ditandai oleh peningkatan aktivitas neuroendokrin yang berupa peningkatan pembuluh darah, nadi, pernapasan, metabolism, glukosa dan dilatasi pupil; kedua, fase resisten di mana fungsi kembali normal, adanya LAS, adanya koping dan mekanisme pertahanan; ketiga, fase kelelahan ditandai dengan adanya vasodilatasi, penurunan tekanan darah, panik dan krisis (Wartonah, 2006).

b. Respons psikologis terhadap Stres

Respons psikologis terhadap stres dapat berupa depresi, marah dan kecemasan. Kecemasan adalah respons emosional terhadap penilaian, misalnya cemas mengikuti ujian karena khawatir nilainya buruk (Wartonah, 2006).

2.1.9 Manajemen Stres

Stres merupakan sumber dari berbagai penyakit pada manusia. Apabila stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan berdampak lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit. Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :


(28)

a. Pengaturan Diet dan Nutrisi

Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi stres melalui makan yang teratur, menu bervariasi, hindari makan daging dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh.

b. Istirahat dan Tidur

Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak. c. Olah Raga atau Latihan Teratur

Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.

d. Berhenti Merokok

Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.

e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras

Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman


(29)

keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.

f. Pengaturan Berat Badan

Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.

g. Pengaturan Waktu

Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

h. Terapi Psikofarmaka

Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif, afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.


(30)

i. Terapi Somatik

Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh yang lain.

j. Psikoterapi

Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif di mana psikoterapi suportif ini memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.

k. Terapi Psikoreligius

Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.

Menurut Dadang Hawari (2002, dalam Alimul 2008), manajemen stres yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi koping yaitu koping yang berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada masalah. Penggunaan koping yang berfokus pada emosi dengan cara pengaturan respons emosional dari stres melalui perilaku individu seperti cara meniadakan fakta-fakta yang tidak


(31)

menyenangkan, kontrol diri, membuat jarak, penilaian secara positif, menerima tanggung jawab, lari dari kenyataan (menghindar). Sedangkan strategi koping berfokus pada masalah dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang dapat menyelesaikan masalah seperti merencanakan problem solving dan meningkatkan dukungan sosial, teknik lain dalam mengatasi stres adalah relaksasi, retrukturisasi kognitif, meditasi, terapi multi model dan lain-lain.

2.2Konsep Koping

2.2.1 Pengertian Koping

Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu (Lazarus & Folkman, 1984).

2.2.2 Mekanisme koping

Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang mengganggu equilibirium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri secara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan tersebut. Equilibrium merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya proses adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses menjaga keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi secara dinamis dimana


(32)

manusia berusaha menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan seimbang dapat tercapai (Lazarus & Folkman, 1984).

Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya stresor dan saat mulai disadari dampak stresor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stresor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stresor tersebut (Lazarus & Folkman, 1984).

Efektivitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stresor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme koping, yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru : perubahan perilaku dan perubahan jaringan organ.

Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu proses di mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan


(33)

perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Lazarus & Folkman, 1984).

Menurut Lazarus & Folkman (1984), penanganan stres atau koping terdiri dari dua bentuk, yaitu :

a. Koping yang berfokus pada masalah (problem-focused koping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau koping dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres

b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion-focused koping) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.

Hasil penelitian membukt ikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari. Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused koping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused koping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang


(34)

berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau HIV/ AIDS.

Penggolongan mekanisme koping menurut Folkman dan Lazarus adalah: a. Planful problem solving (Problem-focused)

Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah. b. Confrontative koping (Problem focus)

Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil resiko untuk merubah situasi.

c. Seeking social support (Problem or emotion- focused)

Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan informasional.

d. Distancing (Emotion – focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi untuk menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi. e. Escape – Avoidanceting (Emotion – focused)

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berfikir dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi.

f. Self Control (Emotion – focused)

Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan apapun dalam hubungannya dengan masalah.


(35)

g. Accepting Responcibility (Emotion – Focused)

Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya.

h. Possitive Reappraisal (Emotion – focused)

Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari masalah yang dihadapi.

2.3Konsep Menstruasi

2.3.1 Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan terjadi menurut siklusnya dari rahim yang menggambarkan rangsangan hormonal pada endometrium karena tidak terjadi kehamilan. Menstruasi menggambarkan kedewasaan biologik seorang wanita. Masa menstruasi terjadi karena menurunnya kadar hormon estrogen dan progesterone. Menurunnya hormon-hormon tersebut mengakibatkan kerusakan lapisan endometrium yang disebut darah menstruasi (Indarti 2004). Menurut Llewellyn (2001), menstruasi terjadi akibat meningkatnya sekresi FSH, penurunan kadar estradiol dan progesteron dalam sikulasi darah menyebabkan perubahan di dalam endometrium sehingga terjadi menstruasi.

Jumlah rata-rata hilangnya darah selama menstruasi adalah 30 ml (rentang 10-80 ml). Biasanya menstruasi terjadi dengan selang waktu 22-35 hari (dihitung dari hari pertama keluarnya darah menstruasi hingga hari pertama menstruasi berikutnya) dan pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari (Llewellyn, 2001).


(36)

Dari karya tulis ilmiah oleh Dewi (2010) dengan hasil usia menarche ditemuka n mayoritas umur 10 – 13 tahun (99,1%) dan minoritas umur 14 – 15 tahun (0,9%). Dan menurut Moeliono (2003 dalam Hafni 2006) mengatakan bahwa sebagian wanita mulai mentruasi di usia 10 – 15 tahun.

Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu:

a. Siklus Endomentrium

Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu :

1. Fase menstruasi

Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari

(rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.

2. Fase proliferasi

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam


(37)

fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.

3. Fase sekresi/luteal

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.

4. Fase iskemi/premenstrual

Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.

b. Siklus Ovulasi

Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari


(38)

folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.

c. Siklus Hipofisis-Hipotalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi

folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel

de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun

dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau

ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.


(39)

2.3.2 Dysmenorrhea

a. Pengertian Dysmenorrhea

Dysmenorrhea merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari wanita dan mendorong penderita untuk melakukan pemeriksaan atau konsultasi ke dokter, puskesmas atau datang ke bidan (Manuaba, 1998). Sedangkan Kasdu (2005) menggambarkan gejala dysmenorrhea yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul.

Oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama haid dan sering kali rasa mual maka istilah dysmenorrhea hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari (Wiknjosastro, 1999).

b. Etiologi Dysmenorrhea

Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dysmenorrhea primer, tapi patologisnya belum jelas dimengerti. Menurut

Wiknjosastro (1999), ada beberapa faktor yang memegang peranan sebagai penyebab dysmenorrhea primer, antara lain :


(40)

Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dysmenorrhea.

2. Faktor konstitusi

Faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di atas, dan juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea.

3. Faktor obstruksi kanalis servikalis

Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dysmenorrhea primer ialah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sering tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dysmenorrhea. Banyak wanita menderita dysmenorrhea tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi. Sebaliknya, terdapat banyak wanita tanpa keluhan dysmenorrhea. Walaupun ada stenosis servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dysmenorrhea karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut.


(41)

4. Faktor endokrin

Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dysmenorrhea primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilitas uterus, sedangkanhormon progesteron menghambat atau mencegahnya. Tetapi, teori ini tidak dapat menerangkan fakta mengapa tidak timbul rasa nyeri pada perdarahan disfungsional anovulatoar, yang biasanya bersamaan dengan kadar estrogen yang berlebihan tanpa adanya progesteron. Penjelasan lain diberikan oleh Clitheroe dan Pickles. Mereka menyatakan bahwa karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi Prostaglandin F2 yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlan Prostaglandin yang berlebihan dilepaskan ke dalam peredaran darah, maka selain dysmenorrhea, dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, muntah, dan flushing.

5. Faktor alergi

Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dysmenorrhea dengan urtikaria, migraine atau asma bronchial. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid. Penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting dalam etiologi dysmenorrhae primer.


(42)

Satu jenis dysmenorrhea yang jarang terdapat ialah yang pada waktu haid tidak mengeluarkan endometrium dalam fragmen-fragmen kecil, melainkan dalam keseluruhannya. Pengeluaran tersebut disertai dengan rasa nyeri kejang yang keras. Dysmenorrhea demikian ini dinamakan dysmenorrhea

membranasea.

Keterangan yang lazim diberikan ialah bahwa korpus luteum mengeluarkan progesteron yang berlebihan, yang menyebabkan endometrium menjadi desidua yang tebal dan kompak decidual cast sehingga sukar dihancurkan.

c. Klasifikasi Dysmenorrhea

Dikenal dua bentuk dysmenorrhea, yaitu : 1. Dysmenorrhea primer

Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai

tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dysmenorrhea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang


(43)

berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya (Wiknjosastro, 1999).

Dysmenorrhea ini membaik jika wanita hamil dan

melahirkan per vaginam, karena kehamilan mengurangi ujung-ujung saraf uterus dan dapat mengurangi nyeri. Kondisi ini cenderung diturunkan dalam keluarga dan dikaitkan dengan menarche dini disertai durasi haid yang lebih panjang dan

merokok. Kondisi ini dimulai 6-12 bulan setelah menarche dengan awitan ovulasi. Kram di abdomen bawah (dapat menjalar ke paha), nyeri punggung, sakit kepala, keletihan, mual, muntah, diare, dan sinkop disebabkan oleh kelebihan prostaglandin. Sindrom ini dapat dimulai 2 hari sebelum awitan haid dan hilang dalam 2-4 hari atau menjelang akhir haid (Sinclair, 2009).

2. Dysmenorrhea sekunder

Dysmenorrhea sekunder dikaitkan dengan patologis pelvis dan lebih sering dialami wanita berusia di atas 20 tahun. Etiologi yang mungkin antara lain : adenomiosis, leiomiomata, polip endometrium, malformasi congenital, stenosis servikal, endometriosis, sindrom kongesti pelvis, kista/tumor ovarium, sindrom Asherman (perlekatan intrauterus), prolaps uterus. Nyeri tumpul muncul lebih dini dan berlangsung lebih lama daripada


(44)

nyeri pada dysmenorrhea primer. Dysmenorrhea ini dapat dikaitkan dengan nyeri pelvis kronis dan dapat terjadi pada saat ovulasi atau senggama, juga meningkat seiring pertambahan usia (Sinclair, 2009).

d. Gejala Klinis Dysmenorrhea

Menurut Manuaba (1998), Gejala klinis dysmenorrhea adalah : 1. Nyeri abdomen bagian bawah

2. Menjalar ke daerah pinggang dan paha

3. Disertai keluhan mual dan muntah, sakit kepala, diare, mudah tersinggung.

e. Karakteristik dysmenorrhea

Karakteristik Gejala dysmenorrhea berdasarkan derajat nyerinya menurut Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Dysmenorrhea ringan

Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan

waktu menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah peruh bawah.


(45)

2. Dysmenorrhea sedang

Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan

tersebut merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.

3. Dysmenorrhea berat

Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian

bawah pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dysmenorrhea berat memerlukan istirahat sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan dysmenorrhea.

f. Penatalaksaan dysmenorrhea

1. Nasehati wanita untuk melakukan perubahan gaya hidup :

a) Latihan akan mengurangi kadar prostaglandin, melepaskan endorphin, dan memintas darah menjauhi uterus.

b) Aktivitas seksual dapat memperbaiki gejala dengan menyebabkan vasodilatsi arteri dan uterus.

c) Kompres panas meningkatkan aliran darah dan mengurangi spasme otot.


(46)

d) Kurangi retensi air dengan mengurangi konsumsi garam, menggunakan diuretic alami (termasuk kopi).

e) Vitamin E menghambat prostaglandin dan mengurangi spasme pada arteri.

2. Intervensi farmakologis meliput i :

a) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) menghambat sintesis prostaglandin dan memperbaiki gejala pada 80% kasus.

b) Kontrasepsi oral menekan ovulasi, mengurangi pertumbuhan endometrium, dan mengurangi kadar prostaglandin.

c) Antagonis kalsium, seperti verapamil, dan nifedipin, dapat menurunkan aktivitas dan kontraktilitas uterus.

3. Transcutaneus elektrikal nerve stimulation (TENS) dapat

digunakan, dan bedah interupsi lintasan neural dapat dilakukan. 4. Tindakan alternative :

a) Banyak ahli homeopati merekomendasi obat-obatan untuk dysmenorrhea.

b) Akupunktur bermanfaat untuk mengobati dymenorrhea primer.

c) Herbal black cohash merupakan anyispasmodik yang meningkatkan kesehatan menstruasi, mengurangi iritasi dan kongesti uterus, serviks, dan vagina. Blue cohash adalah


(47)

antispasmodic dengan komponen steroid yang diindikasi untuk nyeri krena stagnasi darah atau spasme serviks (nyeri muncul mendahului perdarahan). Chamomile adalah antispasmodic yang meredakan kram. Cramp bark diindikasikan untuk dysmenorrhea.


(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea. Stres merupakan kondisi di mana adanya respon tubuh terhadap perubahan untuk mencapai keadaan normal. Dysmenorrhea didefenisikan sebagai nyeri saat menstruasi yang terjadi pada

perut bagian bawah yang terasa seperti kram yang dimulai saat menstruasi datang. Dalam penelitian, dysmenorrhea akan menimbulkan stres sehingga akan menimbulkan koping yang berbeda-beda dari individu. Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima akibat adanya dysmenorrhea.

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

= Tidak menghubungkan antar variabel

Skema 1. Kerangka penelitian karakteristik gejala dysmenorrhea, stres dan

koping individu dalam menghadapi dysmenorrhea. Tahapan stres :

- Tahap pertama - Tahap kedua - Tahap ketiga - Tahap keempat - Tahap kelima - Tahap keenam Dysmenorrhea:

- Ringan - Sedang - Berat

Koping : - Positif - Negatif


(49)

3.2 Defenisi Operasional

Table 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1.

2.

Stres

Koping

kondisi yang menunjukkan tahapan respons tubuh siswi di SMP Negeri 35 Medan terhadap dysmenorrhea untuk mencapai keadaan normal, yang terbagi menjadi 6 tahap stress.

Upaya untuk mengatasi perubahan akibat dysmenorrhea

Kuesioner

dengan 24 pernyataan.

Kuesioner

dengan 8 pertanyaan.

- 1 = stres tahap pertama

- 2 = stres tahap kedua

- 3 = stres tahap ketiga

- 4 = stres tahap keempat

- 5 = stres tahap kelima

- 6 = stres tahap keenam

- 0-4 = koping negatif

- 5-8 = koping positif

Ordinal


(50)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam membuat suatu penelitian (Nursalam, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah siswi SMP Negeri 35 Medan kelas IX yang mengalami dysmenorrhea yang masih mengikuti pelajaran pada tahun 2010 dengan jumlah populasi sebanyak 73 orang.

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2009). Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi kurang dari 100, maka diambil semua populasi untuk dijadikan sampel penelitian (total sampling). Karena populasi penelitian ini <100 maka jumlah sampel 73 orang.


(51)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dengan menggunakan teknik random sampling, dari 29 SMP di Kecamatan Medan Tembung, tempat penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 35 Medan. Alasan peneliti memilih SMP Negeri 35 Medan bahwa populasi yang dipilih sudah mewakili tujuan penelitian, dan hasil penelitian tersebut bisa bermanfaat bagi SMP tersebut dalam proses belajar-mengajar. Penelitian ini telah dilaksanakan selama bulan Oktober-November 2011.

4.4 Pertimbangan Etik

Untuk menjaga kerahasian responden peneliti tidak mencatumkan nama responden pada lembar penggumpulan data yang diisi oleh peneliti. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasian informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2009). Etika penelitian sangat penting dalam pelaksanaan penelitian ini karena objek penelitian ini adalah manusia. Pertimbangan etik pada penelitian ini meliputi hal-hal berikut : Adanya penjelasaan dari penelitian kepada objek penelitian tentang tujuan penelitian yang dilaksanakan, penelitian yang dilaksanakan tidak menimbulkan resiko apapun bagi objek penelitian, adanya persetujuan suka rela dari objek penelitan yang dibuktikan dengan formulir persetujuan yang ditandatangani oleh objek penelitian, peneliti melindungi hak privasi dan martabat objek penelitian, dimana penelitian tidak merendahkan diri objek peneliti serta catatan yang didapatkan dijamin kerahasiannya bagi pihak yang tidak berwenang, hak anonimitas atau identitas


(52)

objek penelitian tidak dipublikasikan saat pengumpulan data dan pembahasan hasil penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas 4.5.1 Intrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk kuesioner yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kuesioner karakteristik calon responden/subjek yang berisi identitas calon responden dan karakteristik gejala dysmenorrhea, kuesioner tentang stres, dan kuesioner mengenai koping.

a. Kuesioner Karakteristik Responden/Subjek

Kuesioner data demografi meliputi: data karakteristik responden (usia, agama, suku), dan data obstetri responden (usia menarche, lama pendarahan menstruasi, sifat nyeri haid yang

dirasakan). Data demografi responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden dan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase demografi terhadap gejala dysmenorrhea.

b. Kuesioner Stres

Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkatan stres siswi. Kuesioner ini terdiri dari 24 pernyataan, serta cara pengisian dengan cheklist (√) pada tabel jawaban yang tersedia.


(53)

c. kuesioner Koping

kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi koping siswi dalam menghadapi dysmenorrhea. Kuesioner ini terdiri dari 8 pertanyaan yang berbentuk skala dikotomy dengan cara pengisian dengan cheklist (√) pada jawaban yang tersedia.

4.5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2009). Pada penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas isi, dimana instrument penelitian ini berdasarkan pada tinjauan pustaka. Dan telah dikonsultasikan kepada dosen Keperawatan Maternitas dan dosen Keperawatan Jiwa yang memiliki keahlian atau kompetensi sesuai dengan topik penelitian ini.

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan (Nursalam, 2009).

Kuesioner penelitian ini akan diuji dengan reliabilitas internal yang diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali pengetesan (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini pengujian reliabilitas yaitu digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya 1 dan 0. Uji reliabilitas


(54)

menggunakan rumus K-R 21 karena instrument terdiri dari 24 pertanyaan atau dengan jumlah butir pertanyaan genap untuk pernyataan tentang stres dan untuk pernyataan tentang koping terdiri dari 8 pertanyaan (Arikunto, 2006). Instrumen dikatakan reliabel bila bernilai 0,632 (Arikunto, 2006).

Hasil uji reliabilitas dilakukan sebelum pengambilan data, setelah uji validitas. Uji reliabilitas ini dilakukan kepada responden yang memenuhi kriteria seperti responden yang sebenarnya sebanyak 20 orang, agar hasil distribusi skor (nilai) mendekati kurva normal (Notoatmodjo, 2010). Dan uji reliabilitas dilakukan di SMP Kartika I-II kecamatam Medan Helvetia dengan alasan bahwa di kecamatan Medan Helvetia memiliki jumlah remaja terbanyak kedua sekota Medan. Dan didapat hasil uji reliabilitas instrumen stress yaitu 0.68. Hasil uji reliabilitas instrumen koping yaitu 0,79.

4.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mengikuti langkah-langkah pengumpulan data yaitu: pertama mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan mengirimkan izin tersebut ke institusi tempat penelitian. Setelah mendapatkan izin dari institusi tempat penelitian, pengumpulan data dilaksanakan. Peneliti menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan


(55)

penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan (informed concent) untuk ikut serta dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Peneliti mengambil data dari responden dengan cara memberikan kuesioner kepada responden. Responden juga diberi kesempatan untuk bertanya tentang pertanyaan yang tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data, dan ada data yang kurang lengkap dapat segera dilengkapi. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.

4.7Analisa Data

Setelah data terkumpul kemudian analisa data dilakukan melalui tahapan editing untuk mengecek dan memastikan bahwa kuesioner telah diisi oleh responden sesuai dengan petunjuk. Kemudian dilanjutkan dengan koding dan memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah dalam menganalisa data. Selanjutnya peneliti memasukan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi.

Untuk menganalisa karakteristik responden, dianalisa dengan menggunakan skala nominal dan ditampilkan dalam distribusi frekuensi. Sedangkan data mengenai stres siswi dikategorikan atas 6 kelas interval dan koping siswi dikategorikan 2 kelas interval. Untuk menilai data tentang stres siswi dalam menghadapi dysmenorrhea yaitu :

- Stres tahap pertama : jika terdapat salah satu tanda pada tahap pertama tanpa diikuti salah satu tanda dari tahap selanjutnya.


(56)

- Stres tahap kedua : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap kedua, tanpa ada tanda pada tahap tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa tanda pada tahap satu.

- Stres tahap ketiga : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap ketiga, tanpa ada tanda pada tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa tanda pada tahap satu dan dua.

- Stres tahap keempat : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap keempat, tanpa ada tanda pada tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa tanda pada tahap satu, dua dan tiga.

- Stres tahap kelima : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap kelima, tanpa ada tanda pada tahap keenam dan dengan atau tanpa tanda pada tahap satu sampai empat.

- Stres tahap keenam : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap keenam dengan atau tanpa ada tanda pada tahap sebelumnya.

Koping siswi dikategorikan atas 2 kelas interval. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 8. Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (1992) untuk menentukan panjang kelas dengan rumus sebagai berikut:

Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi 8 dikurang dengan nilai terendah 0) dan dibagi atas 2 kategori kelas yaitu koping positif, dan


(57)

koping negatif, maka diperoleh panjang kelas 4. Maka koping digolongkan menjadi 2 kelas interval sebagai berikut:

- 0-4 = koping negatif - 5-8 = koping positif


(58)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Bagian ini menguraikan hasil penelitian terhadap 73 siswi yang mengalami dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan. Penyajian data meliputi karakteristik responden, stres yang dialami remaja dalam menghadapi dysmenorrhea, dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea.

5.1.1 Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini jumlah siswi terbanyak yaitu berumur 14 tahun sebanyak 51 orang, dengan agama terbanyak adalah agama Islam yaitu 62 orang, berdasarkan latar belakang suku yang paling banyak responden suku Jawa yaitu sebanyak 43 orang. Adapun usia menarche responden terbanyak pada usia 12 tahun yaitu sebanyak 42 orang. Lama pendarahan menstruasi yang dialami responden terbanyak dalam rentang 3-5 hari sebanyak 40 orang. Sifat nyeri haid yang dialami responden paling banyak adalah hilang-timbul yaitu sebanyak 56 orang. Dan intensitas nyeri yang dialami responden terbanyak adalah sedang dengan jumlah siswi yang mengalami sebanyak 61 orang. Untuk data yang lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel berikut.


(59)

Table 3. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=73) Karakteristik demografi responden Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Usia 13 tahun 14 tahun 15 tahun 18 51 4 24,7 69,9 5,5 2. Agama Islam Kristen Protestan Lainnya 62 10 1 84,9 13,7 1,4 3. Suku Jawa Melayu Batak Lainnya 43 3 26 1 58,9 4,1 35,6 1,4 4. Usia menarche

11 tahun 12 tahun 13 tahun 14 tahun 12 42 16 3 16,4 57,5 21,9 4,1 5. Lama pendarahan menstruasi

3-5 hari 6-8 hari 40 33 54,8 45,2 6. Sifat Menetap Hilang-timbul 17 56 23,3 76,7 7. Intensitas nyeri

Ringan Sedang Berat 9 61 3 12,3 83,6 4,1

5.1.2 Stres Yang Dialami Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres yang dialami remaja dalam menghadapi dysmenorrhea yang terbanyak berturut-turut yaitu stres pada tahapan kedua, stres pada tahap ketiga, stres pada tahapan kelima, stres pada tahapan keempat, stres pada tahapan keenam, sedangkan responden yang paling sedikit adalah responden yang mengalami stres pada tahapan pertama. Dengan data sebagai beriku :


(60)

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase tahapan stres yang dialami responden dalam menghadapi dysmenorrhea (n=73)

Tahapan Stres Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Tahapan pertama 2 2,7

2. Tahapan kedua 31 42,5

3. Tahapan ketiga 15 20,5

4. Tahapan keempat 8 11,0

5. Tahapan kelima 11 15,1

6. Tahapan keenam 6 8,2

6.2 Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea yang terbanyak adalah koping positif dengan jumlah responden sebanyak 65 orang (89%). Dan jumlah responden yang memiliki koping negatif sebanyak 8 orang (11%).

Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea (n=73)

Koping Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Koping positif 2. Koping negatif

65 8

89 11

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Demografi Responden

Jika dilihat berdasarkan data demografi, karakteristik responden beragam. Menurut Arikunto (2006) suatu penelitian yang baik, sebaiknya menggunakan responden yang beragam sehingga bisa mewakili semua unsur yang diharapkan.


(61)

Responden dalam penelitian ini adalah wanita yang mengalami dysmenorrhea. Hasil penelitian menunjukkan usia menarche terbanyak 12 tahun.

Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Dewi (2010) ditemukan hasil usia menarche mayoritas 10 – 13 tahun. Dan menurut Moeliono (2003 dalam Hafni 2006) mengatakan bahwa sebagian wanita mulai mentruasi di usia 10 – 15 tahun. Menurut Suwarno (2004 dalam Hafni 2006), sebuah penelitian di Perancis misalnya, telah membuktikan bahwa usia menarche pada rata-rata remaja Perancis makin menurun pada tahun-tahun terakhir. Menurut penelitian tersebut, kalau kecendrungan tersebut diproyeksikan ke masa depan, usia rata-rata menarche pada wanita Perancis pada tahun 2030 akan menjadi 11 tahun. Perbandingan antara penelitian-penelitian sebelumnya itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia menarche yang dialami siswi SMP Negeri 35 Medan berada pada rentang usia menarche pada penelitian sebelumnya.

Intensitas nyeri yang dialami responden yang terbanyak terdapat pada intensitas nyeri sedang. Llewellyn (2001) menyebutkan bahwa 75% wanita mengalami dysmenorrhea dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Hal ini dipengaruhi oleh jenis dysmenorrhea yang dialami responden, yaitu dysmenorrhea primer dimana nyeri haid terjadi beberapa waktu setelah menarche

menurut Wiknjosastro (1999) setelah 12 bulan atau lebih, dan menurut Sinclair (2009) dimulai 6-12 bulan setelah menarche. Dan menurut Manuaba (2001) jika wanita mengalami dysmenorrhea sedang, memerlukan istirahat dan akan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, dan kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.


(62)

Berdasarkan sifat nyeri yang dirasakan responden didapatkan bahwa sebagian besar responden mengalami nyeri yang hilang timbul dan hanya sedikit responden yang merasakan nyeri menetap. Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis dysmenorrhea yang dialami responden yaitu dysmenorrhea primer. Dimana pada

dysmenorrhea primer nyeri yang dialami tidak lama, berbeda dengan

dysmenorrhea sekunder yang cenderung berlangsung lebih lama (Sinclair, 2009).

Hasil ini sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Kasdu (2005) tentang sifat nyeri dysmenorrhea yang hilang timbul. Hanya saja Kasdu (2005) menggambarkan gejala dysmenorrhea yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul.

5.2.2 Stres Yang Dialami Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea

Pada penelitian ini hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa mayoritas stres yang dialami oleh responden dalam menghadapi dysmenorrhea berada pada tahapan kedua. Dimana menurut Alimul (2008), pada tahap kedua ini seseorang memiliki ciri adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bisa santai.

Menurut Andrews (2009 dalam Dewi 2010) Sekitar 85% wanita yang sudah haid mengalami gangguan fisik dan psikis menjelang menstruasi, saat, ataupun sesudah menstruasi. Biasanya berlangsung antara satu minggu sebelum dan sesudah menstruasi. Gangguan fisik dan psikis tersebut mempengaruhi 40%


(63)

wanita dengan 5-10% membuat mereka sangat tidak berdaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dysmenorrhea pada remaja dapat mengganggu aktivitas belajarnya.

5.2.3 Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea

Pada penelitian ini hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kebanyakan koping dari responden adalah koping yang positif. Dimana menurut Lazarus & Folkman (1984), koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Efektivitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stresor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme koping, yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru : perubahan perilaku (sikap) dan perubahan jaringan organ. Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku (sikap), untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan.

Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang ditemukan oleh Magdalena (2010), hasil penelitian menunjukkan sikap remaja puteri tentang

dysmenorrhea di SMU Negeri 16 Medan sebagian besar adalah dengan kategori

positif yaitu sebanyak 136 orang (75,6%). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartianah (2007) di SMP Negeri 3 Palembang yang menyatakan


(64)

bahwa sikap remaja puteri mayoritas positif, dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsi (2007) di SMP Negeri 28 Palembang yang menyatakan bahwa sikap remaja puteri tentang dysmenorrhea mayoritas positif.


(65)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah:

6.1.1 Penelitian menunjukkan bahwa stress yang dialami siswi dalam menghadapi dysmenorrhea berada pada stress tahapan kedua.

6.1.2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi yang mengalami dysmenorrhea memiliki koping yang positif dalam menghadapi

dysmenorrhea tersebut.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Praktek Keperawatan

Diharapkan dalam praktek keperawatan dapat mengenal stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea yang dialami setiap wanita, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal.

6.2.2 Bagi Pendidikan

Hasil penelitian menunjukan bahwa dysmenorrhea yang dialami siswi dapat menimbulkan stres bagi siswi tersebut. Hal ini dapat sebagai bahan masukan dan informasi pada pengajar di SMP Negeri 35 Medan bahwa dysmenorrhea yang dialami dapat juga mempengaruhi kondisi siswi yang


(66)

6.2.3 Bagi Peneliti Selajutnya

Penelitian ini hanya menggambarkan bagaimana stres dan koping yang dialami oleh siswi di SMP negeri 35 Medan dan tidak menghubungkan antara stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea. Peneliti selanjutnya dapat mencari hubungan antara stres dan koping dalam manghadapi dysmenorrhae.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Baradero, dkk. (2006). Seri Asuhan Keperawatan : Klien Gangguan Sistem Reproduksi dan Seksualitas, Jakarta: EGC

Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC

Badan Pusat Statistik. (2009). Medan

Dewi, Armoni Suci. (2010). Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Remaja Dalam Menghadapi Sindrom Premenstruasi di SMP Al-Azhar Medan Tahun 2010

Hafni, Nur. (2006). Hubungan Karakteristik dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Remaja dalam Menghadapi Menstruasi Pertama pada Siswi SMP Negeri 1 Batang Toru

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Cetakan ketiga. Jakarta : salemba Medika

Kasdu, D. (2005). Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Suara

Lazarus RS, Folkman S. (1984). Stress Apprasial and Coping. New York : Springer Publishing Company

Llewellyn-Jones, Derek. (2001). Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta: Hipokrates.

Machfoedz, Ircham. (2009). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Yogyakarta : Fitramaya

Magdalena, Sony Bernike. (2010). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri tentang Dismenorea di SMU Negeri 16 Medan Tahun 2010

Manuaba, Ida Bagus Gde. (1998). Ilmu Kandungan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC

______ (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, Jakarta: EGC


(68)

Notoadmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Reeder, S.J. (1987). Maternity Nursing. Edisi 16. USA: W.B. Saunders Company Smith, M.A & Leslie, A.S. (2000). Women’s Health Care, USA: Me. Graw-hill. Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Cetakan

I. Jakarta : Sagung Seto

Sudjana. (1992). Metode Statistik. Edisi kelima. Bandung : Tarsito Walsh, T.D. (1997). Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, Jakarta: EGC


(69)

(70)

(71)

(72)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Stres Dan Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea

Di SMP Kota Medan Astri Haryani

101121019

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea.

Saya mengharapkan partisipasi Anda yang menjadi subjek dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di kuesioner. Identitas dan jawaban Anda akan dijamin kerahasiannya dan hanya digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan. Anda dapat memilih untuk menghentikan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini kapan pun tanpa ada tekanan.

Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, tolong perhatikan petunjuk pengisian kuesioner dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada dan menandatangani formulir persetujuan ini. Terimakasih atas perhatian dan partisipasi yang Anda berikan.

Medan, Oktober 2011 Responden,


(73)

Lampiran 2

KUESIONER PENGUKURAN

STRES DAN KOPING REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA

Petunjuk pengisian kuesioner sebelum menjawabnya

1. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu:

- Bagian A yang berkaitan dengan karakteristik responden/subjek yang terdiri dari 4 pernyataan dan bentuk pengisiannya ada yang pilihan dan ada yang mengisi titik-titik.

- Bagian B yang berkaitan dengan stres yang terdiri dari 24 pernyataan dalam bentuk pilihan.

- Bagian C yang berkaitan dengan mekanisme koping yang terdiri dari 8 rentang skala numerik 0 – 10 dari jenis-jenis mekanisme koping.

2. Seluruh pernyataan harus diisi dan dijawab sesuai dengan keadaan Anda. 3. Bacalah terlebih dahulu setiap petunjuk cara menjawab pernyataan yang ada

A. Karakteristik Responden/Subjek

- Pernyataan pada bagian ini berhubungan dengan karakteristik responden. Berilah tanda cheklist (√) pada salah satu pilihan yang tersedia yang berhubungan dengan Anda

- Isilah semua pernyataan yang ada titik-titiknya berdasarkan kondisi Anda yang sebenarnya.

1. Usia : …….. tahun

2. Agama : [ ] a. Islam [ ] b. Kristen Protestan [ ] c. Lain-lainnya ………

3. Suku Bangsa : [ ] a. Jawa [ ] b. Batak

[ ] c. Melayu [ ] d. Lainnya ……… 4. Status obstetri

a. Usia Menarche (pertama kali menstruasi) : …….. tahun b. Lama pendarahan menstruasi : [ ] a. 3-5 hari

[ ] b. 6-8 hari c. Sifat nyeri haid yang dirasakan : [ ] a. Menetap

[ ] b. Hilang-timbul


(1)

Buang air besar tidak teratur 4 Keempat Segala pelajaran yang

menyenangkan terasa membosankan

Tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari

Sering menolak ajakan karena tidak bergairah

Kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.

5. Kelima Adanya kelelahan fisik secara mendalam

Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana

Gangguan pada sistem pencernaan seperti diare semakin berat

Perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat terhadap nyeri haid

6. Keenam Detak jantung semakin keras Saya mengalami susah bernapas saat nyeri haid timbul

Gemetar seluruh tubuh dan berkeringat lebih banyak saat mengalami nyeri haid

Saya mengalami pingsan saat merasakan nyeri haid


(2)

Bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah saat mengalami nyeri haid? 1. [ ] a. Tidak terencana [ ] b. Terencana

2. [ ] a. Marah-marah [ ] b. Tidak marah-marah

3. [ ] a. Tidak mau mendapat dukungan sosial [ ] b. Mencari dukungan sosial 4. [ ] a. Berkutit dengan masalah [ ] b. Menjauh

5. [ ] a. Melarikan diri [ ] b. Berusaha menyelesaikan 6. [ ] a. Tidak dapat menyesuaikan diri [ ] b. Dapat menyesuaikan diri 7. [ ] a. Tidak mau Bertanggungjawab [ ] b. Memenuhi tanggung jawab 8. [ ] a. Berpikir negatif [ ] b. Mempunyai pemikiran


(3)

Lampiran 9

Reliabilitas dengan menggunakan K-R 21 Koping

No. Nomor Butir X

1 2 3 4 5 6 7 8

1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

2 0 1 1 0 0 0 1 1 4 16

3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

5 1 0 1 0 1 1 0 1 5 25

6 1 0 0 1 0 1 1 0 4 26

7 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

8 0 0 0 0 1 1 0 0 2 4

9 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

10 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

11 1 0 1 0 1 1 1 1 6 36

12 1 1 0 1 0 1 1 1 6 36

13 0 0 1 1 1 0 0 1 4 16

14 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

15 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

16 1 1 0 1 0 0 0 0 3 9

17 0 1 1 0 1 1 1 1 6 36

18 1 0 1 1 1 1 1 1 7 49

19 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

20 1 1 1 1 1 1 1 1 8 64

S 16 14 16 15 16 17 16 17 127 893

= 4,3275


(4)

(5)

Reliabilitas dengan menggunakan K-R 21 Stres

Nomor Butir 2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 17 289

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 23 529

3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23 529

4 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 12 144

5 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12 144

6 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 9 81

7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 19 361

8 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 14 196

9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 18 324

10 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 13 169

11 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 11 121

12 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 13 169

13 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 14 196

14 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 14 196

15 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 21 441

16 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 16 256

17 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 18 324

18 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 361

19 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 15 225

20 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 21 441

Σ 8 7 10 7 16 15 14 13 12 16 16 14 16 18 17 16 16 17 18 18 12 9 11 6 322 5496


(6)

M = 16,1