Praktek Akuntansi Piutang Dagang Pada PT. Aneka Gas Industri Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM S-1 Ekstensi MEDAN

SKRIPSI

PRAKTEK AKUNTANSI PIUTANG DAGANG PADA

PT ANEKA GAS INDUSTRI MEDAN

Oleh :

Nama

: IRMA SYARAH

NIM

: 070522046

Departemen

: Akuntansi

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Praktek Akuntansi Piutang Dagang Pada PT. Aneka Gas Industri Medan Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level S-1 Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan

Irma Syarah NIM. 070522046


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala kebesaran-Nya menitipkan kemampuan kepada saya untuk berpikir dan berkarya, atas segala keagungan-Nya memberikan kesempatan kepada saya untuk menggapai cita, dan atas segala rahmat-Nya yang tiada henti mengalir di setiap hembusan nafas dalam menjalani kehidupan ini. Tiada daya dan upaya jiwa ini jika tanpa segala bantuan-Nya.

Sembah sujud kepada kedua orang tua terkasih. Tiada kata yang mampu saya ungkapkan atas beribu cinta dan limpahan kasih sayang yang tak terhingga.

Dengan penuh hormat, ucapan terima kasih atas bantuan penyelesaian skripsi ini saya tujukan kepada :

1. Bpk. Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bpk. Drs. Hasan Sakti Siregar,M.Si,Ak , selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Sumatera Utara serta Ibu Dra. Mutia Ismail,MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi

3. Ibu Dra. Salbiah, M. Si, Ak selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh kesabaran dan bersedia meluangkan waktu untuk membantu saya.

4. Bpk. Drs. Charul Nazwar, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji I dan Bpk. Drs. Syahelmi, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji I.


(4)

5. Bpk. Herry Cokro, selaku General Manager PT. Aneka Gas Industri Medan, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengadakan riset pada perusahaan ini dan seluruh karyawan PT. Aneka Gas Industri Medan yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data, khususnya buat Ibu Ellyawati , Ibu Munarti dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu namanya pada kesempatan ini.

6. Untuk teman-temanku, Siti Dini, Suhana Salman, Indriani dan seluruh teman-teman kampus. Terima kasih atas seluruh kerjasama, seluruh cinta, dan kehangatan yang tercipta.

Penulis tidak terlepas dari kesalahan dalam menyusun Skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat menyempurnakan Skripsi ini. Akhirnya semoga Allah mencurahkan Rahmat dan berkah Nya kepada kita semua, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Wassalam Wr. Wb.

Medan, Oktober 2010 Penulis

Irma Syarah NIM. 070522046


(5)

ABSTRAK

Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan di dalam menganalisa, menilai atau mengklasifikasi piutang. Hal ini akan mengakibatkan kesalahan dalam penyajian piutang dalam laporan keuangan yakni neraca. Lebih lanjut, kesalahaan ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi dari pemakai laporan keuangan itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Praktek Akuntansi Piutang Dagang pada PT. Aneka Gas Industri Medan telah diterapkan sesuai SAK atau tidak. Hal ini bisa dilihat dari neraca perusahaan.

Penelitian dilakukan pada PT. Aneka Gas Industri Medan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Desember 2010. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder dengan teknik dokumentasi dan wawancara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode komparatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Aneka Gas Industri telah menerapkan pencatatan akuntansi Piutang Dagang sesuai dengan SAK, hal ini dilihat dari neraca PT Aneka Gas Industri. Dimana perusahaan menyajikan aktiva lancar terpisah dengan aktiva tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang.


(6)

ABSTRACT

A lot of company faced difficulties in analizing, marking or classifying the receivable account. This case will cause the mistake in reporting the receivable account in the financial report in Balance Sheet. For further, this mistake will cause the different perception from the user itself. The aim of this observation is to know whether the Practical of Receivable Accounting at PT. Aneka Gas Industri Medan had been stipulated in accordance with Financial Accounting Standard (SAK) or not. This thing could be analized on the company balance sheet report.

The Observation is done at PT. Aneka Gas Industri Medan in August 2010 until December 2010. The data used is primary and secondary data by the documentation technical and interview. Descriptive and Comparative methode is used in this observation.

The observation result showed that PT. Aneka Gas Industri Medan had stipulated the receivable acounting notes system with Financial Accounting Standard (SAK), it could be seen from PT. Aneka Gas Industri’s balance sheet, where the company served the current assets separated from uncurrent assets and Long-term liabilities and short –term liabilities.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ………. i

KATA PENGANTAR ……… ii

ABSTRAK ………... iv

ABSTRACT ………... v

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ………. 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Penggolongan Piutang ………... 5

B. Pencatatan dan Penilaian Piutang Dagang …………..10

C. Kebijakan Kredit ………. 22

D. Prosedur Penjualan Kredit ...………... 25

E. Pengakuan Piutang Dagang ………. 30

F. Penyajian Piutang Dagang Pada Neraca ……….. 31


(8)

H. Kerangka Konseptual ………... 36

BAB III : METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 38

B. Jenis dan Sumber Data ……… 38

C. Teknik Pengumpulan Data ……….. 38

D. Metode Analisis Data ……….. 39

E. Responden ………... 39

F. Jadwal Penelitian ………. 40

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian 1. Sejarah Singkat Perusahaan ……….. 41

2. Struktur Organisasi Perusahaan ……….... 46

3. Penggolongan Piutang ……….. 49

4. Kebijakan Kredit ………... 51

5. Prosedur Penjualan Kredit .. ………... 51

6. Penyajian Piutang Dagang Pada Neraca …………56

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Kebijakan Kredit ……… 56

2. Prosedur Penjualan Kredit ……….. 56


(9)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………. 59 B. Saran ………... 60 DAFTAR PUSTAKA ………. 62


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman Gambar 1 Kerangka Konseptual ……….. 41


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1 Skedul Umur Piutang ……… 20

Tabel 2 Ikhtisar Penyisihan Piutang Tak Tertagih .. 20

Tabel 3 Bukti Memorial ………. 35


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran 1 Struktur Organisasi ……….. 64 Lampiran 2 Prosedur Penjualan Kredit ……… 65 Lampiran 3 Neraca Konsolidasi ……….. 66


(13)

ABSTRAK

Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan di dalam menganalisa, menilai atau mengklasifikasi piutang. Hal ini akan mengakibatkan kesalahan dalam penyajian piutang dalam laporan keuangan yakni neraca. Lebih lanjut, kesalahaan ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi dari pemakai laporan keuangan itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Praktek Akuntansi Piutang Dagang pada PT. Aneka Gas Industri Medan telah diterapkan sesuai SAK atau tidak. Hal ini bisa dilihat dari neraca perusahaan.

Penelitian dilakukan pada PT. Aneka Gas Industri Medan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Desember 2010. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder dengan teknik dokumentasi dan wawancara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode komparatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Aneka Gas Industri telah menerapkan pencatatan akuntansi Piutang Dagang sesuai dengan SAK, hal ini dilihat dari neraca PT Aneka Gas Industri. Dimana perusahaan menyajikan aktiva lancar terpisah dengan aktiva tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang.


(14)

ABSTRACT

A lot of company faced difficulties in analizing, marking or classifying the receivable account. This case will cause the mistake in reporting the receivable account in the financial report in Balance Sheet. For further, this mistake will cause the different perception from the user itself. The aim of this observation is to know whether the Practical of Receivable Accounting at PT. Aneka Gas Industri Medan had been stipulated in accordance with Financial Accounting Standard (SAK) or not. This thing could be analized on the company balance sheet report.

The Observation is done at PT. Aneka Gas Industri Medan in August 2010 until December 2010. The data used is primary and secondary data by the documentation technical and interview. Descriptive and Comparative methode is used in this observation.

The observation result showed that PT. Aneka Gas Industri Medan had stipulated the receivable acounting notes system with Financial Accounting Standard (SAK), it could be seen from PT. Aneka Gas Industri’s balance sheet, where the company served the current assets separated from uncurrent assets and Long-term liabilities and short –term liabilities.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan baik perusahaan jasa, perusahaan dagang, maupun perusahaan industri banyak menghadapi masalah di dalam menjalankan usahanya. Untuk itu, tujuan utama perusahaan yakni memaksimumkan laba harus lebih ditingkatkan, sebab dengan diperolehnya sejumlah laba selama satu periode normal perusahaan, maka akan dapat menjamin kelangsungan hidup (going concern), pertumbuhan serta perkembangan perusahaan di masa yang akan datang. Salah satu cara perusahaan untuk itu adalah dengan meningkatkan atau menambah volume penjualan. Penjualan barang atau jasa dari suatu perusahaan dewasa ini banyak dilakukan dengan cara kredit, sehingga ada tenggang waktu sejak penyerahan barang atau jasa sampai dengan saat diterimanya pembayaran atas penjualan tersebut. Dalam tenggang waktu itu penjual mempunyai tagihan kepada pembeli yang dinamakan dengan piutang.

Bagi kebanyakan perusahaan, piutang (receivable) merupakan suatu pos penting yang sering kali menunjukkan suatu bagian besar harta likuid perusahaan. Penting artinya bagi perusahaan untuk menetapkan kebijaksanaan kredit yang efektif dan prosedur-prosedur penagihan untuk menjamin penagihan piutang yang tepat pada waktunya dan mengurangi kerugian akibat piutang tak tertagih.

Dalam arti luas, istilah piutang dapat dipergunakan bagi semua hak terhadap pihak lain atau uang, barang atau jasa. Namun demikian, untuk tujuan


(16)

akuntansi, istilah ini pada umumnya diterapkan dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu untuk menjelaskan hak-hak yang diharapkan dapat terpenuhi dengan penerimaan kas. Biasanya sumber utama piutang adalah aktivitas operasi normal perusahaan, yaitu penjualan kredit atas barang dan jasa kepada pelanggan.

Piutang merupakan komponen penting pada PT Aneka Gas Industri Medan, hal ini dikarenakan PT Aneka Gas Industri merupakan perusahaan swasta yang kegiatan utamanya adalah memproduksi, menjual dan memperdagangkan gas. Sumber pendapatannya adalah penjualan. Penjualan yang dilakukan adalah penjualan tunai dan penjualan kredit. Penjualan yang diperoleh PT Aneka Gas Industri Medan sebagian besar adalah penjualan secara kredit. Dengan demikian hal tersebut akan menimbulkan jumlah piutang yang cukup besar.

Untuk lebih berhati-hati dalam melakukan penjualan terhadap produk yang dihasilkan, hasil penerimaan piutang dan penggunaanya yang layak dalam perencanaan kas juga merupakan pertimbangan penting. Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan di dalam menganalisa, menilai atau mengklasifikasi piutang. Hal ini akan mengakibatkan kesalahan dalam penyajian piutang dalam laporan keuangan yakni neraca. Lebih lanjut, kesalahaan ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi dari pemakai laporan keuangan itu sendiri.

Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas, PT Aneka Gas Industri Medan menyajikan piutang di dalam laporan keuangan sesuai dengna suatu standar, yakni standar akuntansi mendasar penyusunan laporan keuangan. Hal ini sangat penting agar dicapai suatu standar pekerjaan, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.


(17)

Di Indonesia telah diterapkan suatu standar akuntansi yang berlaku umum dan telah disempurnakan mengikuti perkembangan dunia usaha yang dikenal dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Untuk mengetahui sejauh mana penerapan Standar Akuntansi Keuangan terhadap penyajian piutang dilaporkan keuangan perusahaan, maka penulis berkeinginan membahasnya di dalam skripsi yang berjudul “PRAKTEK AKUNTASI PIUTANG DAGANG PADA PT. ANEKA GAS INDUSTRI MEDAN”.

B. Perumusan Masalah

Untuk membahas suatu objek tertentu perlu dirumuskan masalahnya sebagai bahan utama dibahas dan dianalisa sehingga dapat diberikan saran yang bersifat korektif dan konstruktif. Penulis mencoba merumuskan permasalahan yang timbul dalam perusahaan yaitu : “Apakah praktek akuntansi piutang dagang PT. Aneka Gas Industri Medan telah diterapkan sesuai SAK”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Adapun tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah praktek akuntansi piutang dagang pada PT. Aneka Gas Industri telah diterapkan sesuai dengan SAK.


(18)

2. Manfaat Penelitian

a Sebagai Masukan yang berharga bagi penulis agar dapat membandingkan antara teori dan keadaan yang sesungguhnya.

b Dapat memberikan sumbangan pemikiran maupun sarana kepada perusahaan mengenai penerapan akuntansi terhadap piutang yang lebih baik dan lebih tepat.

c Dapat dipergunakan sebagai pembanding untuk melakukan penelitian di tempat lain pada masa yang akan datang.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Penggolongan Piutang 1. Pengertian Piutang

Pada saat sekarang ini penjualan barang dan jasa banyak dilakukan secara kredit sehingga terdapat tenggang waktu antara penyerahan barang atau jasa sampai pada saat diterimanya uang. Pada saat tenggang waktu tersebut penjual mempunyai tagihan piutang kepada pembeli. Selain dari penjualan barang dan jasa, tagihan dapat timbul dari berbagai kegiatan lain seperti memberi pinjaman kepada karyawan, pembayaran uang muka dan pengakuan akuntansi karena dasar waktu (accrual basis).

Menurut Niswonger, Warren, Reeve, dan Fess (1999:324) : Piutang (receivable) meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya.

Dalam arti luas, piutang meliputi semua klaim atau hak untuk menuntut pembayaran kepada pihak lain yang pada umumnya akan berakibat adanya penerimaan kas di masa yang akan dating. Tagihan atau piutang, biasanya timbul sebagai akibat dar transaksi-transaksi penjualan barang dan/atau penyerahan jasa, pemberian pinjaman, pesanan-pesanan yang diterima atau saham dan surat berharga lain yang akan diterbitkan, klaim atas ganti rugi dari perusahaan asuransi, dan sewa atas aktiva yang dioperasikan oleh pihak lain. Tagihan yang timbul dari transaksi penjualan barang dan/atau penyerahan jasa kepada


(20)

pelanggan, pada umumnya merupakan sebagian besar dari modal kerja perusahaan. Sebagai akibatnya, masalah pengendalian dan kebijakan kredit, serta pengumpulan piutang merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh manajemen.

Perkiraan yang berhubungan dengan piutang antara lain adalah pendapatan atas penjualan, perkiraan kerugian atas piutang seperti penghapusan piutang, biaya piutang ragu-ragu, barang yang dikembalikan oleh pembeli kepada penjual karena tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya (retur penjualan).

2. Penggolongan Piutang

Secara umum piutang dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu piutang dagang dan piutang non dagang.

a. Piutang Dagang (Trade Receivable)

Piutang dagang adalah jumlah yang terhutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal. Piutang dagang biasanya yang paling signifikan yang dimiliki perusahaan. Piutang dagang dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Piutang Usaha (Accounts Receivable)

Piutang usaha merupakan jumlah yang dibayarkan oleh pelanggan atas penjualan barang dan jasa dalam kegiatan usaha normal. Waktu pembayaran piutang usaha pada umumnya antara 30 sampai 60 hari. Pemberian kredit ini dilakukan dengan perjanjian informal antara penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen-dokumen perusahaan, seperti


(21)

faktur pesanan penjualan dan kontrak penyerahan. Biasanya piutang dagang tidak dikenakan biaya, walaupun ada kemungkinan bunga ataupun beban ditambahkan jika pembayaran tidak dilakukan dalam suatu periode yang telah ditentukan yaitu periode dimana debitur wajib melunasi hutangnya.

2. Wesel Tagih (Notes Receivable)

Wesel tagih adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu di masa depan. Wesel tagih dapat berasal dari penjualan, pembiayaan, ataupun transaksi lainnya. Tetapi wesel tagih kebanyakan berasal dari transaksi peminjaman uang yaitu dengan diberikannya trade receivable dengan disertai promes atau wesel. Wesel tagih bisa bersifat jangka pendek ataupun jangka panjang. Wesel tagih dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu :

a) Wesel tagih berbunga (Interest bearing notes)

Pada wesel tagih berbunga, dinyatakan berapa persen bunganya dan berapa hari jangka waktu pelunasannya. Pada hari pelunasannya pihak yang menerima atau memegang wesel harus membayar sejumlah nilai nominal ditambah dengan bunga yang terhutang.

Contoh :

PT. X menerima wesel 60 hari dengan bunga 10% tertanggal 11 Desember 2000 sebagai pelunasan kreditnya dengan saldo Rp 9.000.000. Ayat jurnalnya adalah sebagai berikut :


(22)

Keterangan Debit Kredit Wesel Tagih Rp 9.000.000

Piutang Dagang Rp 9.000.000

Pada tanggal 31 Desember 2000. dibuat jurnal penyesuaian untuk mencatat bunga yang akan dibayar dari 11 sampai dengan 31 Desember. Ayat jurnal untuk mencatat pendapatan yang akan diterima sebesar Rp 50.000 (20/360 x 10% x Rp 9.000.000) adalah sebagai berikut :

Keterangan Debit Kredit

Piutang Bunga Rp 50.000

Pendapatan Bunga Rp 50.000

b) Wesel tagih tanpa bunga (Non interest bearing notes)

Pada wesel tagih tanpa bunga, dinyatakan jumlah yang harus dibayar dan berapa hari jangka waktu pelunasannya. Dengan demikian jumlah yang tercantum pada wesel ini merupakan jumlah yang harus diterima pada saat jatuh tempo.

Contoh :

PT. Y menerima wesel atas penjualan barang dagangan kepada PT. Z sebesar Rp 5.000.000 pada tanggal 5 Mei 2000. Wesel tersebut jatuh tempo tanggal 7 Juni 2000. Ayat jurnalnya adalah sebagai berikut :


(23)

Keterangan Debit Kredit Wesel Tagih Rp 5.000.000

Piutang Dagang Rp 5.000.000

Kas Rp 5.000.000

Wesel Tagih Rp 5.000.000

b. Piutang Non Dagang (Non Trade Receivable)

Piutang non dagang adalah semua piutang yang timbul dari transaksi-transaksi yang tidak secara langsung berhubungan dengan penjualan barang atau penyerahan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan, termasuk diantaranya :

1) Piutang yang timbul dari transaksi pinjaman, seperti piutang kepada perusahaan afiliasi, piutang karyawan.

2) Piutang kepada perusahaan asuransi ; atas kerugian-kerugian yang dipertanggungjawabkan.

3) Piutang pajak yang lebih disetor

4) Piutang yang timbul dari pesanan atas penjualan atau penerbitan surat-surat berharga atau sekuritas seperti piutang pemesan saham, piutang pemesan surat utang obligasi.

5) Piutang yang timbul dan merupakan fungsi waktu dan piutang pendapatan seperti piutang bunga, sewa, dividen, royalitas.


(24)

B. Pencatatan dan Penilaian Piutang Dagang 1. Pencatatan Piutang Dagang

Pencatatan piutang yang timbul dari penjualan barang dilakukan pada saat transaksi jual beli secara kredit telah terjadi. Piutang tidak boleh dicatat untuk barang dagangan yang telah dikirimkan apabila ada perjanjian bahwa pihak pengirim tetap memegang hak atas barang tersebut sampai ada tanda terima resmi. Piutang juga tidak boleh dicatat untuk barang dagangan yang dikirimkan atas dasar konsinyasi dimana pengirim barang tetap memegang hak atas barang tersebut sampai barangnya terjual oleh si penjual konsinyasi (consignee). Tetapi piutang dagang akan dicatat apabila dalam penjualan ada syarat penjualan yang menyatakan bahwa penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.

Pencatatan penjualan dilakukan dari dokumen-dokumen asli perusahaan atau dari faktur penjualan. Kemudian dari faktur penjualan ini akan dicatat ke buku harian yang selanjutnya akan diposting ke buku besar oleh bagian akuntansi dari ke buku pembantu piutang oleh bagian piutang pada bagian akuntansi. Buku besar merupakan himpunan perkiraan sejenis, sebagai contoh perkiraan piutang kepada berbagai debitur atau langganan dan jumlahnya dikumpulkan dalam satu perkiraan yang disebut buku besar piutang. Buku pembantu piutang berisikan penjelasan kepada siapa perusahaan berpiutang (nama langganan) juga berisikan saldo masing-masing langganan.

Oleh Kieso (2002:387) mengatakan bahwa :

Dalam sebagian besar transaksi piutang, jumlah yang harus diakui adalah harga pertukaran di antara kedua belah pihak. Harga pertukaran (the exchange price) adalah jumlah yang terhutang dari debitur (seorang


(25)

pelanggan atau peminjam) dan umumnya dibuktikan dengan beberapa jenis dokumen bisnis, biasanya berupa faktur (invoice).

Dua faktor yang bisa memperumit pengukuran harga pertukaran dalam pencatatan piutang menurut Kieso (2002:387) adalah :

a. Ketersediaan diskon (diskon dagang atau tunai)

b. Lamanya waktu antara tanggal penjualan dan tanggal jatuh tempo pembayaran (elemen bunga)

1. Diskon Dagang (Trade Discount)

Diskon dagang adalah suatu jumlah yang akan dikurangkan dari suatu harga dalam rangka menentukan harga faktur dari barang yang dijual. Trade discount ini merupakan alat yang paling sesuai dan sering digunakan oleh perusahaan industri dan grosir dalam menentukan harga dari barang-barangnya. Harga tersebut diambil dari catalog penjual atau daftar harga.

Dengan menggunakan trade discount memungkinkan sebuah perusahaan untuk merivisi harga secara periodik tanpa harus mencetak kembali catalog dan menetapkan harga-harga yang berbeda untuk berbagai langganan dan untuk berbagai kuantiti yang dijual.

Dengan demikian trade discount hanya mengurangi harga jual yang benar-benar dibebankan kepada pelanggan. Harga bersih ini merupakan jumlah dimana piutang dan pendapatan yang bersangkutan harus dibukukan.

Contoh :

PT. Mulia menjual 200 saset kopi kepada PT. Selatan dengan harga Rp 4.650 per saset dikurang dengan potongan sebesar 20%. Maka PT. Mulia akan membuat harga faktur per saset adalah sebesar Rp 3.720 dengan total harga


(26)

faktur adalah sebesar Rp 744.000 (Rp 3.720 x 200). Dengan demikian ayat jurnal untuk mencatat piutang dari penjualan barang dagangan tersebut adalah:

Keterangan Debit Kredit

Piutang Usaha Rp 744.000 Diskon Dagang Rp 186.000

Penjualan Rp 930.000

Ayat jurnal pada saat piutang tersebut ditagih adalah :

Keterangan Debit Kredit

Kas Rp 744. 000

Piutang Usaha Rp 744.000

2. Diskon Tunai atau Diskon Penjualan (Sales Discount)

Diskon tunai diberikan sebagai perangsang agar langganan melakukan pembayaran lebih cepat dari tanggal jatuh tempo. Diskon tunai merupakan pengurang dari harga faktur yang ditawarkan kepada para langganan untuk mendorong pembayaran cepat.

Diskon tunai dinyatakan dalam bentuk persyaratan seperti 2/10, n/30 atau 2/10, EOM (End Of Month). 2/10,n/30 artinya jika si pembeli melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari setelah tanggal faktur maka si pembeli akan mendapat diskon tunai sebesar 2% dari harga faktur. Tetapi jika pembeli tidak melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari dari periode potongan tersebut maka si pembeli harus membayar jumlah kotor dari faktur dalam waktu 30


(27)

hari setelah tanggal faktur . sedangkan 2/10, EOM artinya jika si pembeli melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari setelah tanggal faktur maka si pembeli akan mendapat diskon tunai sebesar 2% dari harga faktur. Tetapi jika pembeli tidak melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari dari periode potongan tersebut maka pembeli harus membayar jumlah kotor dari faktur pada akhir bulan. Pada umumnya perusahaan memanfaatkan diskon tersebut kecuali apabila jumla kasnya sangat terbatas.

Contoh :

Sebuah perusahaan industri menjual barang dagangannya kepada PT. Cahaya dengan harga faktur Rp 15.000.000 dengan syarat 2/10,n/30. PT. Cahaya melakukan pembayaran dalam waktu 10 hari setelah tanggal faktur dengan harga faktur Rp 14.700.000. Hal ini berarti Rp 14.700.000 adalah harga tunai dari barang yang dibeli.

Ayat jurnal untuk mencatat piutang dari penjualan yang mendapatkan diskon tunai tersebut adalah :

Keterangan Debit Kredit

Piutang Usaha Rp 15.000.000

Penjualan Rp 15.000.000

Kas Rp 14.700.000

Diskon Penjualan Rp 300.000


(28)

Oleh sebab itu diskon tunai akan menguntungkan baik bagi pembeli maupun bagi penjual. Bagi pembeli akan mendapatkan bunga efektif yang tinggi, sedangkan bagi penjual manfaatnya adalah :

a. Mempercepat penagihan yang dilakukan, sehingga penjual segera dapat menggunakan uang tagihan tersebut untuk operasi perusahaan.

b. Mengurangi adanya kerugian piutang sebagai akibat tidak tertagihnya piutang.

3. Retur Penjualan (Sales Return)

Dalam kegiatan usaha normal perusahaan yaitu penjualan barang maka ada kemungkinan bahwa barang yang dijual itu akan dikembalikan karena adanya faktor-faktor seperti kerusakan barang, barang busuk, cacat, atau kesalahan pengiriman barang dalam hal jumlah maupun tipenya. Pengembalian barang dagangan yang telah terjual dinamakan retur penjualan.

Oleh karena jarak waktu antara penjualan dengan pengembalian barang itu mungkin melewati periode akuntansi, maka di dalam laporan keuangan piutang dan penjualan akan dicatat terlalu besar. Untuk menghindari pencatatan yang terlalu besar di dalam laporan keuangan, maka perlu dibentuk cadangan retur penjualan dengan mengadakan taksiran yang didasarkan atas pengalaman yang sering terjadi.

Jika suatu barang dikembalikan maka penjualan bersih dan piutang akan berkurang. Sebagai contoh PT. A menjual barang seharga Rp 1.000.000 dengan harga pokok Rp. 800.000 kepada PT. B. Kemudian PT. B


(29)

mengembalikan setengah dari jumlah barang tersebut yaitu sebesar Rp 500.000, maka pengembalian penjualan tersebut dicatat sebagai berikut :

Perpectual :

Keterangan Debit Kredit

Retur Penjualan dan Pengurangan Harga Rp 500.000

Piutang Usaha Rp 500.000

Persediaan Rp 400.000

Harga Pokok Penjualan Rp 400.000

Periodik :

Keterangan Debit Kredit

Penjualan Rp 500.000

Piutang Usaha Rp 500.000

2. Penilaian Piutang

Secara teoritis, semua piutang harus dinilai pada jumlah yang mencerminkan nilai sekarang dari penerimaan kas di masa depan yang diperkirakan.

Menurut Jay M. Smith (2000:290) “Piutang usaha dilaporkan pada nilai bersih yang dapat direalisasikan atas nilai kas yang diharapkan, bukan pada nilai sekarang yang didiskontokan”.

Ini berarti bahwa piutang usaha harus dicatat bersih sesudah memperhitungkan estimasi piutang ragu-ragu, potongan dagang, dan retur serta


(30)

pengurangan harga jual yang diantisipasikan. Tujuannya adalah agar piutang dilaporkan sebesar klaim terhadap pelanggan yang diharapkan akan tertagih dalam bentuk kas.

Dalam kegitan operasi perusahaan, beberapa piutang akan tidak dapat ditagih atau tidak dapat direalisasi mungkin karena langganan sudah jatuh pailit atau sebab-sebab lain yang menimpa pelanggan. Beban operasi yang timbul karena tidak tertagihnya piutang disebut beban atau kerugian dari piutang tak tertagih (uncollectible accounts), piutang ragu-ragu (doubtful accounts), atau piutang macet (bad debts).

Tidak ada satu pun ketentuan umum yang merupakan pedoman untuk menentukan kapan suatu piutang tak tertagih. Kenyataan bahwa seorang debitur gagal untuk membayar kewajiban sesuai kontrak penjualan atau weselnya terpaksa ditolak pada tanggal jatuh tempo belumlah berarti bahwa hutang-hutang tersebut tidak akan dapat ditagih. Petunjuk lainnya ialah perusahaan debitur itu ditutup, si debitur kabur, dan penagihan berkali-kali yang terus gagal.

Menurut Kieso dan Weygandt (2002:391) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih yaitu :

1. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)

Pada metode ini tidak ada ayat jurnal yang dibuat sampai suatu akun khusus telah ditetapkan secara pasti tidak tertagih. Yang dicatat haruslah fakta bukan estimasi. Metode ini mengasumsikan bahwa dari setiap penjualan akan dihasilkan piutang usaha yang baik, dan kejadian selanjutnya membuktikan bahwa piutang tertentu ternyata tidak tertagih serta menjadi tidak bernilai.


(31)

Metode penghapusan langsung secara teoritis memiliki kelemahan karena biasanya tidak menandingkan biaya dengan pendapatan pada periode bersangkutan, atau menghasilkan piutang yang ditetapkan pada estimasi nilai yang dapat direalisasi di neraca. Pemakaian metode penghapusan langsung tidak dapat dipandang tepat, kecuali kalau jumlah piutang tak tertagih tidak material. Kerugian yang terjadi dicatat dengan mendebet beban piutang tak tertagih dan mengkredit piutang usaha.

Contoh :

PT. D melakukan penjualan secara kredit kepada PT. C sebesar Rp 15.000.000. Kemudian ditetapkan bahwa PT. C tidak dapat membayar hutangnya sebesar Rp 1.000.000, maka jurnal yang dibuat untuk mencatat piutang yang tidak tertagih tersebut adalah :

Keterangan Debit Kredit

Kas Rp 14.000.000

Piutang Usaha Rp 14.000.000

Beban Piutang Tak Tertagih Rp 1.000.000

Piutang Usaha Rp 1.000.0000

2. Metode Penyisihan (Allowance Method)

Metode ini membuat suatu estimasi yang menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi ini dicatat sebagai beban dan pengurang tidak langsung terhadap piutang usaha (melalui kenaikan akun penyisihan) dalam periode dimana


(32)

penjualan itu dicatat. Beban piutang tak tertagih harus dicatat pada periode yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan penandingan yang tepat atas beban dan pendapatan serta untuk mendapatkan nilai tercatat yang tepat atas piutang usaha. Walaupun melibatkan estimasi, namun persentase piutang yang tidak akan tertagih dapat diramalkan dari pengalaman masa lalu, kondisi pasar berjalan, dan analisis atas saldo yang beredar.

Ada beberapa metode untuk mengestimasi piutang tak tertagih yaitu : a. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan persentase penjualan

Estimasi untuk piutang tak tertagih dapat didasarkan pada penjualan untuk periode bersangkutan atau jumlah piutang yang beredar pada akhir periode. Apabila penjualan digunakan sebagai dasar, maka persentasenya dihitung berdasarkan piutang tak tertagih masa lalu yang dikaitkan dengan jumlah penjualan bersangkutan.

Contoh :

PT. Makmur mengestimasikan dari pengalaman masa lalu bahwa sekitar 2% dari penjualan kredit tidak akan tertagih. Jika PT. Makmr memiliki penjualan kredit sebesar Rp 40.000.000 pada tahun 2001 maka ayat jurnal untuk mencatat beban piutang tak tertagih dengan menggunakan metode persentase penjualan adalah sebagai berikut :

Keterangan Debit Kredit

Beban Piutang Tak Tertagih Rp 800.000


(33)

b. Estimasi Piutang Tak Tertagih Berdasarkan Saldo Piutang Usaha

Tujuan dari metode ini adalah melaporkan nilai realisasi bersih piutang dalam neraca. Metode ini dapat diaplikasikan dengan menggunakan suatu tarif gabungan (composite rate) yang mencerminkan estimasi piutang tak tertagih. Pendekatan lainnya yang lebih sensitif terhadap status actual dari piutang usaha adalah menetapkan skedul umur piutang (aging schedule) dan menerapkan persentase yang berbeda berdasarkan pengalaman masa lalu pada berbagai kategori umum.

Contoh :

Jika total piutang usaha adalah Rp 30.000.000 dan diestimasikan bahwa 8% dari piutang itu tidak akan tertagih, maka perkiraan penyisihan harus mempunyai saldo Rp 2.400.000. Perkiraan penyisihan telah mempunyai saldo kredit Rp 900.000 dari periode sebelumnya. Maka ayat jurnal penyesuaian periode berjalan adalah :

Keterangan Debit Kredit

Beban Piutang Tak Tertagih Rp 1.500.000


(34)

Contoh :

Tabel 1 WILSON & CO. Skedul Umur Piutang Nama Pelanggan Saldo

31 Des

Di Bawah 60 Hari

61 – 90 Hari

91 – 120 Hari

Di Atas 120 Hari Western Corp $ 98.000 $ 80.000 $ 18.000

Brockway Comp 320.000 320.000

Freeport Co. 55.000 $ 55.000

Allegheny Iron 74.000 60.000 14.000

Total $ 547.000 $ 460.000 $ 320.000 0 $ 55.000

Tabel 2 Ikhtisar

Diperlukan Umur Jumlah Persentase Estimasi Tak Tertagih

Saldo yang Dalam Penyisihan Di Bawah 60 Hari $ 460.000 4 % $ 18.400

61 – 90 Hari 32.000 15 % 4.800 91 – 120 Hari 0 20 % 0 Di Atas 120 Hari 55.000 25 % 13.750 Saldo Penyisihan Piutang Tak Tertagih akhir tahun $ 36.950


(35)

Jumlah sebesar $ 36.950 akan menjadi beban piutang tak tertagih yang harus dilaporkan untuk tahun berjalan, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada saldo dalam akun penyisihan. Asumsikan bahwa akun penyisihan memiliki saldo kredit sebesar $800 sebelum penyesuaian. Maka jumlah yang harus ditambahkan ke dalam akun penyisihan adalah :

Yang diperlukan dalam penyisihan $ 36.950 (K) Penyisihan piutang tak tertagih

Beban piutang tak tertagih $ 36.150 (K) 800 (K)

Ayat jurnalnya adalah sebagai berikut :

Keterangan Debit Kredit

Beban Piutang Tak Tertagih $ 36.150

Penyisihan Piutang Tak Tertagih $ 36.150

Apabila akun penyisihan memiliki saldo debet sebesar $350 sebelum penyesuaian, maka jumlah yang harus ditambahkan ke dalam akun penyisihan adalah :

Yang diperlukan dalam penyisihan $ 36.950 (K) Penyisihan piutang tak tertagih

Beban piutang tak tertagih tahun ini $ 37.300 (K) 350 (D)

Ayat jurnalnya adalah sebagai berikut :

Keterangan Debit Kredit

Beban Piutang Tak Tertagih $ 37.300


(36)

C. Kebijakan Kredit

Dalam iklim persaingan yang ketat seperti dewasa ini, salah satu cara untuk menaikkan tingkat penjualan adalah dengan melakukan penjuaan kredit. Semakin besar jumlah penjualan kredit yang diberikan perusahaan pada setiap tahunnya, berarti perusahaan tersebut harus menyediakan jumlah modal kerja yang lebih besar yang tertanam dalam piutang. Ini berarti semakin besar pula resiko jumlah piutang yang tak tertagih. Karena itu perusahaan harus menetapkan suatu kebijakan kredit. Kebijakan kredit ini merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh manajemen dalam hal pemberian kredit kepada pelanggan.

Kebijakan kredit itu meliputi : a. Standar Pemilihan Pelanggan

Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh para langganan perlulah kita mengadakan evaluasi resiko kredit dari para langganan tersebut. Penentuan standar kredit mengharuskan perusahaan untuk menilai “kredibilitas” atau “kualitas kredit” pelanggan. Penilaian kredibilitas pelanggan melibatkan pertimbangan atas 5K yaitu :

1. Karakter, mengacu kepada probabilitas bahwa pelanggan akan menghormati kewajibannya. Banyak manager kredit bersikeras bahwa karakter merupakan K yang paling penting dari 5K. karakter mencerminkan kejujuran pelanggan dan tanggung jawab moral yang dimiliki pelanggan untuk menghormati utang. Para manajer kredit seringkali mencari informasi mengenai karakter pelanggan dengan menyelidiki suatu komunitas bisnis. Penyelidikan semacam


(37)

itu bisa dilakukan melalui banker-bankir local, pengacara, kreditur lama, dan bahkan para pesaing.

2. Kapasitas, mengacu kepada kemampuan pelanggan untuk membayar. Manajer kredit menilai faktor ini dengan mengkaji ulang catatan pembayaran pelanggan di masa lalu, pengetahuan umum mengenai bisnis pelanggan, dan barangkali observasi fisik atas operasi pelanggan.

3. Kapital, mengacu kepada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang diperlihatkan oleh laporan keuangan. Manajer kredit biasanya memberikan perhatian khusus pada ukuran solvensi dan likuiditas serta rasio-rasio lain seperti rasio modal kerja dan rasio lancar.

4. Kolateral, mengacu kepada aktiva-aktiva yang ingin diberikan pelanggan sebagai jaminan untuk kredit. Institusi atau lembaga keuangan biasanya meminta kolateral atas kredit-kredit berjumlah besar. Kolateral bisa berbentuk aktiva apa pun, seperti tanah, bangunan atau persediaan.

5. Kondisi, mengacu kepada trend-trend ekonomi nasional dan regional yang bisa mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk membayar. Sebagai contoh, selama periode resesi ekonomi, manajer kredit biasanya memperketat standar-standar kredit sebagai antisipasi terhadap menurunnya kemampuan para pelanggan untuk membayar.

b. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit

Persyaratan penjualan kredit menunjuk kepada term pembayaran yang diisyaratkan kepada para langganan yang membeli secara kredit misalnya 2/10,


(38)

n/30. persyaratan seperti ini mengandung arti bahwa pelanggan akan menerima potongan sebesar 2% apabila pembayaran kredit dilakukan dalam waktu paling lama 10 hari setelah awal periode kredit. Bila pelanggan tidak mengambil potongan tunai maka keseluruhan jumlah utangnya harus dibayar dalam waktu paling lambat 30 hari sesudah awal periode kredit.

c. Kebijakan Dalam Pengumpulan Piutang

Kebijakan dalam pengumpulan piutang suatu perusahaan merupakan prosedur yang harus dipatuhi dalam pengumpulan piutangnya bilamana sudah jatuh tempo. Sebagian keefektifan perusahaan dalam menerapkan kebijakan penagihan piutangnya dapat dilihat dari jumlah kerugian piutang.

Ada beberapa teknik penagihan piutang atau kredit yang dapat dilakukan oleh perusahaan apabila nasabah belum membayar kewajibannya sampai dengan waktu yang telah ditentukan sebagai berikut :

1. Melalui Surat

Bilamana waktu pembayaran kredit dari nasabah yang sudah lewat jatuh tempo, maka perusahaan dapat mengirim surat dengan mengigatkan bahwa pelanggan tersebut bahwa kreditnya sudah jatuh tempo.

2. Melalui Telepon

Apabila setelah dikirimkan surat teguran ternyata pelanggan tersebut belum membayar kreditnya maka bagian kredt dapat menelepon pelanggan dan secara pribadi memintanya untuk melakukan pembayaran. Bila pelanggan


(39)

mempunyai alasan yang dapat diterima maka mungkin perusahaan dapat memberikan perpanjangan sampai jangka waktu tertentu.

3. Kunjungan Personal

Teknik penagihan piutang dengan jalan melakukan kunjungan secara personal seringkali dirasakan sangat efektif.

4. Tindakan Yuridis

Bilamana ternyata pelanggan tidak mau membayar kreditnya maka perusahaan dapat menggunakan tindakan hukum dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan.

D. Prosedur Penjualan Kredit

Agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan lancar dan dilaksanakan dengan baik perlu diciptakan prosedur untuk kegiatan tersebut. Prosedur ini sekaligus juga memuat dasar-dasar umum internal control yang dapat menghindari kecurangan dan untuk meningkatkan hasil kerja. Demikian juga penjualan kredit, perlu ada suatu prosedur penjualan kredit yang harus dilakukan untuk menjaga keberadaan atau keabsahan penjualan kredit tersebut.

Menurut Mulyadi (2001:211) jaringan prosedur yang membentuk system penjualan kredit adalah sebagai berikut :

1. Prosedur order penjualan 2. Prosedur persetujuan kredit 3. Prosedur pengiriman 4. Prosedur penagihan

5. Prosedur pencatatan piutang 6. Prosedur distribusi penjualan


(40)

Berikut ini dibahas lebih lanjut prosedur yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah :

1. Prosedur Order Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Fungsi penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan mengirimkanna kepada berbagai fungsi yang lain untuk memungkinkan fungsi tersebut memberikan konstribusi dalam melayani order dari pembeli.

2. Prosedur Persetujuan Kredit

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit.

3. Prosedur Pengiriman

Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan.

4. Prosedur Penagihan

Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu faktur penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ini membuat surat order pengiriman.

5. Prosedur Pencatatan Piutang

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan ke dalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu


(41)

mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi sebagai catatan piutang.

6. Prosedur Distribusi Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.

7. Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat total harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.

Fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah : 1. Fungsi Penjualan,

2. Fungsi Kredit, 3. Fungsi Gudang, 4. Fungsi Pengiriman, 5. Fungsi Penagihan, 6. Fungsi Akuntansi.

Berikut ini dibahas lebih lanjut fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah :

1. Fungsi Penjualan

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut (seperti spesifikasi barang dan rute pengiriman), meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana barang akan dikirim, dan mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung


(42)

jawab untuk membuat “back order” pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan.

2. Fungsi Kredit

Fungsi ini bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. Sebelum order dari pelanggan dipenuhi, harus lebih dahulu diperoleh otorisasi penjualan kredit dari fungsi kredit. Jika penolakan pemberian kredit seringkali terjadi, pengecekan status kredit perlu dilakukan sebelum fungsi penjualan mengisi surat order penjualan. Untuk mempercepat pelayanan kepada pelanggan, surat order pengiriman dikirim langsung ke fungsi pengiriman sebelum fungsi penjualan memperoleh otorisasi kredit dari fungsi kredit. Namun, tembusan kredit harus dikirimkan ke fungsi kredit untuk mendapatkan persetujuan kredit dari fungsi tersebut. Dalam hal otorisasi kredit tidak dapat diberikan, fungsi penjualan memberitahu fungsi pengiriman untuk membatalkan pengiriman barang kepada pelanggan. 3. Fungsi Gudang

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.

4. Fungsi Pengiriman

Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar


(43)

dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang berwenang. Otorisasi ini dapat berupa surat order pengiriman yang telah ditandatangani oleh fungsi penjualan, memo debit yang ditandatangani oleh fungsi pembelian untuk barang yang dikirimkan kembali kepada pemasok (retur pembelian), surat perintah kerja dari fungsi produksi mengenai penjualan yang sudah tidak dipakai lagi.

5. Fungsi Penagihan

Fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.

6. Fungsi Akuntansi

Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Disamping itu, fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam buku persediaan dengan menggunakan bukti memorial yang menjelaskan harga pokok persediaan.

Dokumen yang digunakan dalam sistem penjualan kredit menurut Mulyadi (2001:219)adalah :

1. Surat Order Pengiriman dan tembusannya 2. Faktur dan tembusannya

3. Rekapitulasi harga pokok penjualan 4. Bukt i memorial


(44)

Surat order pengiriman merupakan dokumen pokok untuk memproses penjualan kredit kepada pelanggan. Contoh surat order pengiriman adalah tembusan kredit, surat pengakuan, surat muat (bill of landing), slip pembungkus (packing slip), arsip pengendalian pengiriman, arsip index silang.

Faktur penjualan merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk mencatat timbulnya piutang. Contoh faktur penjualan adalah tembusan piutang, tembusan jurnal penyesuaian, tembusan analisis, tembusan wiraniaga.

Rekapitulasi harga pokok penjualan merupakan dokumen pendukung yang digunakan untuk menghitung total harga produk yang dijual selama periode akuntansi tertentu dan dibuat oleh fungsi akuntansi. Data yang dicantumkan dalam rekapitulasi harga pokok penjualan berasal dari kartu persediaan. Secara periodic harga pokok produk yang dijual selama jangka waktu tertentu dihitung dalam rekapitulasi harga pokok penjualan dan kemudian dibuatkan dokumen sumber berupa bukti memorial untuk mencatat harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.

Bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan ke dalam jurnal umum. Dalam sistem penjualan kredit, bukti memorial merupaka dokumen sumber untuk mencatat harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.


(45)

Tabel 3

Nomor BUKTI MEMORIAL Tanggal

Keterangan Debit Kredit

Persediaan 1 Januari 2000 $ 59.700

Pembelian (netto) $ 526.755

Barang tersedia untuk dijual $ 587.455

Persediaan 31 Desember 2000 $ 62.150

Harga Pokok Penjualan $ 525.305

Disetujui Dicatat Diverifikasi Dibuat

Berdasarkan bukti memorial di atas harga pokok penjualan tahun 2000 adalah sebesar $ 525.305, maka ayat jurnalnya adalah sebagai berikut :

Keterangan Debit Kredit

Harga Pokok Penjualan $ 525.305

Barang Jadi $ 525.305

E. Pengakuan Piutang Dagang

Menurut IAI (2004:PSAK No. 1 Paragraf 20) dinyatakan bahwa “dalam akuntansi akrual, aktiva, kewajiban, ekuiti, penghasilan, dan beban diakui pada saat kas atau setara kas diterima dan dicatat serta disajikan dalam laporang keuangan pada periode terjadinya”.

Oleh Machfoedz (1999:128) mengatakan bahwa :

Piutang timbul pertama kali ketika penjualan dilakukan atau pada saat penghasilan (revenue) diakui. Dengan demikian ketepatan pengakuan


(46)

penjualan akan berakibat pada kesempatan pengakuan piutang mula-mula. Ada tiga cara melakukan pengakuan penjualan yang berpengaruh terhadap pengakuan jumlah piutang mula-mula, yaitu metode kotor, metode bersih, metode cadangan.

Ketiga metode tersebut berhubungan dengan perlakuan terhadap potongan penjualan yang akan diberikan apabila debitur melunasi dalam waktu kurang dari batas yang ditentukan.

1. Metode Kotor

Mengakui jumlah piutang sebesar penjualan tanpa dipengaruhi oleh potongan yang akan diberikan. Apabila ternyata debitur mengambil potongan, maka akan diakui sebagai pengurang jumlah penjualan, bukan sebagai pengurang jumlah piutang.

2. Metode Bersih

Mengakui jumlah piutang setelah dikurangi potongan penjualan. Apabila ternyata potongan penjualan tidak dimanfaatkan oleh debitur, maka akan mengakibatkan timbulnya kelebihan pembayaran atas jumlah piutang. Kelebihan tersebut sebagai penghasilan lain-lain atau penghasilan diluar operasi.

3. Metode Cadangan

Mengakui jumlah piutang sebesar jumlah sebelum dikurangi potongan, tetapi penjualan diakui sebesar jumlah setelah dikurangi potongan penjualan. Selisih antara pengakuan piutang dengan penjualan dicatat sebagai cadangan potongan penjualan.


(47)

Contoh transaksi :

Pada tanggal 1 Desember 2004 PT ABC menjual barang dengan syarat 2/10, n/30 dengan harga Rp. 5.000.000,-

Jurnal :

Piutang (Account Receivable) Rp. 5.000.000,- Metode Kotor

Penjualan (Sales) Rp. 5.000.000,-

Piutang Rp. 4.900.000,-

Metode Bersih

Penjualan Rp. 4.900.000,-

Keterangan :

Penjualan Kotor Rp. 5.000.000,-

Potongan yang akan diberikan 2% x Rp.

5.000.000,-Piutang Bersih Rp. 4.900.000,-

Rp. 100.000,-

Piutang Rp. 5.000.000,-

Metode Cadangan

Penyisihan piutang tak tertagih Rp. 100.000,-

Penjualan Rp. 4.900.000,-

Keterangan :


(48)

F. Penyajian Piutang Dagang Pada Neraca

Semua piutang yang diperkirakan akan terealisasi menjadi kas dalam setahun disajikan pada bagian aktiva lancar di neraca. Merupakan hal yang lazim untuk mencantumkan aktiva menurut urutan likuiditasnya. Urutan likuiditas ini mencerminkan seberapa cepat aktiva tersebut dapat dikonversi menjadi kas dalam operasi normal.

Penyajian piutang di neraca harus tepat, agar tidak membingungkan atau terjadi salah pengertian bagi pembaca neraca. Jika neraca tidak dapat dibaca, maka tujuan dari laporan keuangan yaitu agar dapat dibaca oleh pihak ekstern dan pihak intern tidak dapat dicapai.

Menurut James D. Wilson (1996:666) :

“Piutang dagang harus dipisahkan dari wesel tagih. Piutang harus diukur menurut umurnya untuk memudahkan penilaian kualitasnya dan perbandingan dengan standar syarat-syarat penjualan, dan juga untuk penentuan kecukupan jumlah cadangan untuk piutang ragu-ragu”.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007:PSAK No.1 par.39) :

Perusahaan menyajikan aktiva lancar terpisah dari aktiva tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang kecuali untuk industri tertentu yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan khusus. Aktiva lancar disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut ukuran jatuh temponya.


(49)

PT SIGMA NERACA 31 DESEMBER 2000 AKTIVA

Aktiva Lancar :

Kas Rp 2.500.000

Piutang Usaha Rp 22.700.000

Dikurangi penyisihan untuk piutang

Ragu-ragu (3.000.000)

Persediaan

19.700.000

Total Rp 65.500.000

43.300.000

F. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Anastasia (2004) dalam judul penelitian “Internal Control Atas Piutang Dagang Pada PT. Meroke Tetap Jaya”, dalam penelitian tersebut, penulis menyimpulkan Internal Control Atas Piutang Dagang yang diterapkan di perusahaan kurang optimal, hal ini dikarenakan tidak adanya pengontrolan prosedur penjualan kredit yang dilakukan perusahaan, sehingga banyak terjadi kecurangan.

Suhana (2010) dalam judul penelitian “Kebijaksanaan Penagihan Piutang Untuk Menekan Piutang Tak Tertagih Pada PT. Bhanda Ghara Reksa Cabang Medan”, dalam penelitian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kebijaksanaan penagihan piutang yang dilakukan belum cukup efektif untuk menekan jumlah


(50)

piutang tak tertagih setiap bulannya karena masih terdapat pelanggan yang melakukan penuggakan pembayaran setiap bulannya dan kurangnya sumber daya manusia yang berkompetitif untuk melaksanakan penagihan.

Dian (2009) dengan judul penelitian “Analisis Pengendalian Intern Piutang Usaha Pada PT. SFI Medan”, kesimpulan yang diperoleh prosedur yang diterapkan perusahaan belum mencerminkan konsep pengendalian intern. Hal ini dilihat dari tanggung jawab A/R Admin dalam menerima angsuran yang juga merangkap menjadi fungsi pencatat piutang usaha yang seharusnya penerimaan angsuran menjadi tanggung jawab teller, DCS, dan ARO.

G. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerapkan bagaimana hubungan suatu teori dengan factor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan kajian teoritis maka kerangka konseptual penelitian sangat dibutuhkan sebagai alur berpikir sekaligus sebagai landasan untuk menentukan hasil penelitian. Penyusunan kerangka konseptual juga akam memudahkan pembaca untuk memahami permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah :


(51)

Gambar 1 Kerangka Konseptual

Dalam prosedur pencatatan piutang dan penyajian piutang pada laporan keuangan perusahaan harus memilih metode yang paling benar dan baik yang sesuai dengan standar akuntansi keuangan baik bagi pemilik perusahaan, kreditur maupun pihak lain yang berkepentingan. Perusahaan juga harus mampu menerapkan serta menyajikannya dalam bentuk laporan keuangan yang berpedoman kepada standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sehingga dengan demikian kelangsungan hidup perusahaan tetap terjaga dan memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan, kebocoran dan tindakan

Piutang Dagang

Akuntansi Piutang Dagang

Informasi Keuangan

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) PT Aneka Gas Industri

Medan


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan pada PT. Aneka Gas Industri Medan yang bertempat di daerah Kawasan Industri Medan dan penelitian ini dimulai bulan Agustus – Desember 2010.

B. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah jenis data kualitatif dan kuantitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder.

1. Data primer, yaitu jenis data yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian pada perusahaan dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan.

2. Data sekunder, yaitu jenis data yang diperoleh dari perusahaan dengan cara mengumpulkan data-data yaitu sejarah ringkas perusahaan, struktur organisasi perusahaan, pembagian kerja, daftar piutang dan daftar penagihan piutang serta data yang berkaitan dengan objek penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang terdiri dari: 1. Observasi, yaitu penulis mengamati secara langsung data-data yang


(53)

organisasi yang berlaku serta masalah-masalah lain yang berkaitan dengan skripsi yang akan ditulis.

2. Teknik interview, yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan pimpinan, kepala bagian keuangan dan akuntansi serta karyawan yang berkaitan dengan bagian tersebut.

3. Teknik dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari perusahaan berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian.

D. Metode Analisis Data

1. Metode deskriptif, yaitu metode dimana data dikumpulkan, kemudian disusun, diolah dan dianalisis, dan diinterpretasikan sehingga memberikan gambaran mengenai keadaan yang sedang diteliti.

2. Metode komparatif, yaitu metode analisis dengan cara membandingkan teori-teori dengan praktek perusahaan dan kemudian disimpulkan dan memberikan saran-saran dari hasil perbandingan tersebut.

E. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah bagian keuangan dan karyawan lainnya yang dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini


(54)

F. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut : Tabel 4

Tahapan Penelitian Agustus September Oktober November Desember

Pengajuan Judul

Penyelesain Proposal

Bimbingan Proposal

Seminar Proposal

Pengumpulan Data

Pengolahan Data


(55)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Ringkas Perusahaan

PT. Aneka Gas Industri merupakan salah satu bentuk badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha memproduksi dan mendistribusikan berbagai gas-gas industri meliputi Oksigen (O2), Nitrogen (N2), Argon (Ar), Asetelin (C2H2),

Hidrogen (H2), Karbondioksida (CO2), Nitrous Oksida (N2O), dan lain-lain.

Pendirian PT. Aneka Gas Industri, pada awalnya bermula dari dua perusahaan swasta Belanda yang bernama NV. WA. Hoek’s Machine en zuurstal Fabriek (NV. WA. Hoek’s) dan NV. Javasche Koelzuur (NV. Jako). NV. WA. Hoek’s adalah perusahaan zat asam yang pabrik pertamanya di Indonesia didirikan di Tanjung Priok, Jakarta pada tahun 1916, disusul kemudian pabrik kedua yang dibangun di Surabaya pada tahun 1920, dan pabrik ketiga di Bandung yang dibangun pada tahun 1939. sedangkan NV. Jako merupakan perusahaan zat asam yang mendirikan pabriknya di Surabaya pada tahun 1924.

Setelah beberapa kali mengalami pengambilalihan kekuasaan, maka pada tahun 1958 perusahaan ini diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia dan diserahkan kepada BAPPIT (Badan Pengelola Perusahaan-Perusahaan Industri dan Tambang). Secara operasional, manajemen keduanya dibuat terpisah dan nama perusahaan diganti menjadi BAPPIT Pusat Zat Asam dan Mesin Zat Asam.


(56)

Berdasarkan UU No. 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, maka melalui Peraturan Pemerintah no. 134 tahun 1961 dan No. 217 tahun 1961, BAPPIT Pusat Zat Asam dan Mesin Zat Asam diubah menjadi PN Zat Asam (PN Zatas) dan BAPPIT Pusat Asam Arang diubah menjadi PN Zat Asam Arang (PN Asam Arang). Sejak itu koordinasi operasional kedua PN diserahkan kepada Badan Pimpinan Umum (BPU) Industri kimia, Departemen Perindustrian Dasar atau Pertambangan.

Pada tahun 1966 PN Zatas mengadakan perluasan dengan menambah pabrik baru di kota Medan, Semarang dan Ujung Pandang. Kemudian penggabungan PN Zatas dan PN Asam Arang terjadi melalui Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1971 menjadi sebuah Perusahaan Persero yang diberi nama PT. Aneka Gas Industri dibawah Direktorat Jenderal Industri Kimia Dasar, Departemen Perindustrian, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Adanya keinginan untuk melakukan Go Internasional yang dilakukan pada tahun 1993 mendapat sambutan dari beberapa perusahaan multinasional untuk melakukan negosiasi kerja sama. Di antara perusahaan tersebut, Iwantani International Group sebuah perusahaan Jepang yang melakukan penawaran kerja sama pada tahun 1994. Pada tahun itu juga Messer Greihem GmbH dan PT Tira Austenite mulai menjajaki kemungkinan kerja sama dengan pemerintah. Kerja sama tersebut terealisir dengan ditandatanganinya suatu perjanjian pembelian saham dan perjanjian antar pemegang saham pada tanggal 13 Februari 1996.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi penanam Modal No.25/V/PMA/1996 tanggal 25 Maret 1996,


(57)

memberikan persetujuan perubahan status menjadi Penanaman Modal Asing (PMA).

Susunan pemegang saham pada perusahaan ini adalah sebagai berikut : • Pemerintah Indonesia 12.500 saham (50%)

• Messer Greihem GmbH 7.500 saham (30%) • PT Tira Austenite 5.000 saham (20%)

Selanjutnya terhitung mulai tanggal 1 Januari 1998, pemerintah Indonesia menjual keseluruhan sahamnya kepada Messer Greihem GmbH sehingga status PT. Aneka Gas Industri resmi berubah menjadi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).

Tahun 2003 saham Messer Greihem GmbH dialihkan semuanya ke PT Tira Austenite dan pemilik modal dalam negeri dengan komposisi kepemilikan 51% PT Tira Austenite dan 49% milik pemilik modal dalam negeri. Status perusahaan berubah kembai menjadi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Keberadaan PT. Aneka Gas Industri bertujuan untuk melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional terutama di bidang gas-gas industri serta industri kimia lainnya. Dibalik tujuan tersebut PT. Aneka Gas Industri mempunyai misi :

• Sebagai unit usaha

• Sebagai agen pembangunan • Sebagai stabilisator


(58)

Sebagai unit usaha, maka dalam geraknya PT. Aneka Gas Industri harus mampu berperan sebagai perusahaan pada umumnya. Oleh sebab itu, perusahaan harus dikelola secara professional agar senantiasa berkemampuan untuk :

• Mendapatkan keuntungan yang layak dan wajar • Mempertahankan kelangsungan hidup

• Menyesuaikan dan mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan bisnis. Sebagai agen pembangunan, maka aktivitas PT. Aneka Gas Industri diarahkan untuk memberikan sumbangan nyata pada pertumbuhan ekonomi nasional maupu n regional.

Sebagai stabilisator, maka PT Aneka Gas Industri senantiasa berusaha menjaga kestabilan suplai dan harga gas produksi di pasaran sehingga kebutuhan konsumen tetap terpenuhi secara tepat jumla, tepat waktu, tepat mutu.

Untuk mencapai tujuan dan misi tersebut, PT Aneka Gas Industri menjalankan berbagai kegiatan usaha sebagai berikut :

1. Produksi, yang meliputi :

a. Mengolah bahan mentah tertentu menjadi gas-gas industri baik dalam bentuk gas, cair, maupun padat.

b. Mengolah gas-gas tersebut menjadi bahan-bahan lain yang lebih bermanfaat.

c. Mengolah dan memproduksi alat-alat atau peralatan guna memproduksi gas-gas industri tersebut di atas.


(59)

d. Mengolah bahan tertentu untuk diolah menjadi alat-alat las potong lengkap, dengan segala perlengkapan dan aksesorisnya baik las oksigen maupun las listrik.

2. Pemberian jasa, yaitu dengan melaksanakan studi penelitian pengembangan desain, engineering, pergudangan, angkutan dan ekspedisi, pengoperasian pabrik, konstruksi, manajemen perbaikan atau reparasi, pemeliharaan, latihan dan pendidikan, konsultasi dan kontraktor untuk pemasangan instalasi pemipaan gas industri di pabrik-pabrik baja atau keperluan medis di rumah sakit, konsultasi dan pelaksanaan penerapan teknologi gas-gas industri untuk memperpanjang usia simpan produk holtikultura dan hasil pertanian lainnya, baik untuk penyimpanan di gudang maupun untuk ekspor.

3. Perdagangan, yaitu dengan menyelenggarakan kegiatan distribusi dan perdagangan baik di dalam negeri maupun luar negeri yang berhubungan dengan produksinya dan produk-produk lainnya serta melakukan pula kegitan impor barang-barang antara lain berupa bahan baku, bahan penolong atau pembantu, peralatan produksi dari bahan-bahan kimia lainnya.

4. Kegiatan usaha lainnya yang berkaitan dengan produksi, jasa, dan perdagangan di atas sebagai sarana pelengkap atau penunjang dalam mencapai tujuannya.

PT Aneka Gas Industri Medan merupakan wilayah pemasaran (sales region) Sumatera, oleh sebab itu daerah pemasaran produk-produknya meliputi semua kota di pulau Sumatera kecuali Lampung. PT Aneka Gas Industri memiliki banyak produk yang dijual (multiproduk), namun untuk cabang Medan sumber


(60)

pendapatan dari penjualan produk-produknya dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu :

1. On Site Revenue

2. Bulk, Delevery, and Rental Revenue 3. Cylinder Gases Revenue

4. Special and Welding Mixts Revenue 5. Medical Gases and Service Revenue

Lokasi PT Aneka Gas Industri wilayah pemasaran Medan, berada pada:

1. Pabrik Oksigen dan Nitrogen tekanan menengah dan tinggi di Kawasan Industri Medan.

2. Pabrik gas Asetilen di Tanjung Morawa Km. 12 Medan.

B. Struktur Organisasi

Pihak-pihak yang mengelola perusahaan diatur sedemikian rupa dalam suatu struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan hasil dari proses pengorganisasian. Struktur organisasi merupakan suatu kerangka dasar tertentu yang menunjukan hubungan satuan-satuan organisasi dan individu-individu yang berada di dalam suatu organisasi. Melalui struktur organisasi maka tugas-tugas wewenang dan tanggung jawab setiap pejabat dapat diketahui dengan jelas dan tegas. Sehingga diharapkan setiap satuan-satuan organisasi dapat bekerja bersama-sama secara harmonis.


(61)

Untuk perubahan mencapai keberhasilan yang diharapkan memperhatikan struktur organisasi perusahaan yang merupakan salah satu unsure yang menentukan sukses tidaknya perusahaan mencapai tujuan yang diharapkan. Struktur organisasi yang baik harus mampu berfungsi sebagai alat pengatur maupun pengawas usaha pelaksanaan pencapaian tujuan perusahaan, sehingga usaha-usaha yang dilakukan dapat berjalan secara efisien dan efektif.

Organisasi merupakan bentuk dan wadah dari kelompok manusia dalam usahanya untuk mencapai tujuan. Agar organisasi dapat berjalan dengan baik diperlukan struktur organisasi. Struktur organisasi dibentuk untuk menciptakan pola yang dapat meningkatkan efisiensi kerja, sedangkan organisasi bertujuan untuk memiliki hubungan baik antara setiap bagian didalam kelompok kerja yang ada dalam organisasi, sehingga terdapat koordinasi yang baik diantara setiap bagian kelompok kerja yaitu adanya suatu kesatuan perintah dan tanggung jawab pengawasan.

Struktur organisasi dalam setiap perusahaan adalah untuk mencapai keserasian seluruh kegiatan dalam berbagai fungsi yang ada dalam perusahaan. Agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien maka perlu pembagian tugas atau pekerjaan, pengelompokan dan pengaturan para anggota organisasi. Struktur organisasi juga menunjukan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian dan posisi-posisi yang menunjukan kedudukan, tugas dan wewenang serta dalam menerima dan melaksanakan perintah dari atasan dapat dilaksanakan. Adanya struktur organisasi


(62)

juga diharapkan dapat memberikan suatu kejelasan dan arah langkah yang seirama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berikut ini uraian struktur organisasi PT. Aneka Gas Industri Sales Industri :

1. Direktur Utama

Bertugas untuk merencanakan strategi perusahaan, memimpin aktivitas-aktivitas pembelian, pemasaran, produksi, administrasi serta pengkoordinasian dibantu oleh Wakil Direktur Utama.

2. Internal Auditor

Internal auditor bertanggung jawab atas keseluruhan pengendalian intern kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan baik pembagian tugas-tugas, mencocokan daftar kekayaan perusahaan dengan kenyataannya, memeriksa laporan keuangan dan memantau sistem pengendalian yang lainnya.

3. General Manager

General Manager bertanggungjawab atas tata laksana kegiatan operasional cabang baik untuk peningkatan pemasaran dengan kebijakan-kebijakan yang diambil dan dibantu oleh bagian-bagian yang ada di cabang.

4. Factory Manager

Direktur Produksi bertanggungjawab atas segala peraturan, perencanaan, koordinasi dan mengawasi semua fasilitas pekerjaan yang ada hubungannya dengan pabrik untuk menjamin tercapainya tujuan perusahaan. Memonitoring, mengatur pelaksanaan pekerjaan, mengatur pelaksanaan pekerjaan dan koordinasi engenering dan menyelenggarakan dan mengawasi kelancaran operasional pabrik.


(63)

5. Sales Manager (Direktur Pemasaraan)

Bertanggungjawab atas kegiatan ekspor seperti merencanakan penjualan serta menawarkan kepada pembeli, mengikuti perkembangan pasar, produk dan sebagainya, dan bertanggungjawab atas pembelian produk, baik dalam penentuan supplier ataupun harga.

6. Kepala Bagian Personalia & Kepala Bagian Umum

Bertanggungjawab atas semua perencanaan, pengarahan, pengawasan aktivitas personil dan urusan administrasi karyawan dalam perusahaan dan bertanggungjawab atas pengurusan dan perbaikan terhadap pengoperasian dalam bidang tatausaha. Aktivitas perusahaan dalam kantor dan mengenai penyimpangan dokumen perusahaan serta pelayanan secara umum.

7. Kepala Bagian Akuntan dan Keuangan

Mengkoordinir kecukupan seluruh aktiva, keuangan dan transaksi perusahaan, mengatur segala persiapan keadaan keuangan, mengawasi keefektifan, efesiensi, sistem informasi manajemen, metode dan prosedurnya, menganalisa perbandingan pelaksanaan perusahaan dengan perencanaan standar dan laporan-laporan dan mengarsip semua dokumen yang menyangkut administrasi dan keuangan.

3. Penggolongan Piutang

Pada PT. Aneka Gas Industri Medan ada dua jenis penggolongan piutang yaitu:


(64)

a. Piutang Dagang, yaitu perkiraan/rekening/akun yang digunakan untuk membukukan tagihan yang terdiri dari :

1. Piutang Produk gas yang merupakan hasil produksi perusahaan seperti : 1. Oksigen

2. Nitrogen 3. Acetylene 4. Carbondioxida 5. Helium

6. Compressed air 7. Argon

8. Amoniak 9. Hidrogen 10.Dan lain-lain.

2. Piutang jasa pemasangan instalasi medis dirumah sakit seperti: 1. Installation charge

2. Delivery charge

3. Pipeline hardware medical 4. Cust Proj. Medical

5. Dan lain-lain.

b. Piutang Lain-lain, yaitu Piutang yang tidak dapat digolongkan sebagai piutang usaha. Perkiraan/rekening/akun ini akan mencatat piutang pegawai, dan piutang lainnya.


(65)

4. Kebijakan Kredit

Pada dasarnya dalam pelaksanaan pemberian kredit pada PT. Aneka Gas Industri Medan tidak melakukan penilaian secara pribadi kepada calon pelanggan. PT. Aneka Gas hanya menerapkan beberapa dari kelima prinsip penilaian kualitas kredit pelanggan yaitu :

a. Kapasitas yaitu kemampuan pelanggan dalam kebiasaan untuk membayar. b. Kapital yaitu kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang diperlihatkan

oleh laporan keuangan.

c. Kondisi yaitu kondisi ekonomi pelanggan secara menyeluruh.

Pada umumnya kebijakan dalam pengumpulan piutang PT. Aneka Gas Industri Medan dilakukan oleh bagian penagihan (collector) langsung menagih ke masing-masing pelanggan baik secara harian, mingguan dan bulanan atau para pelanggan datang langsung membayar ke bagian kasir. Apabila terjadi keterlambatan pelanggan dalam membayar kewajibannya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut maka tindakan yang diambil perusahaan dengan memberikan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dan pemesanan barang berikutnya tidak akan dipenuhi.

5. Prosedur Penjualan Kredit

Prosedur penjualan kredit pada PT. Aneka Gas Industri Medan akan disajikan pada lampiran 1 di halaman berikutnya


(66)

6. Penyajian Piutang Dagang Pada Neraca

Penyajian piutang dagang di neraca pada PT. Aneka Gas Industri akan disajikan pada lampiran 2 pada halaman berikutnya.

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Kebijakan Kredit

Kebijakan kredit PT Aneka Gas Industri telah dilakukan sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh Surat Keputusan Direksi. Dan kebijakan dalam pengumpulan piutang PT Aneka Gas Industri Medan dilakukan oleh bagian yang telah mempunyai tugas dalam penagihan piutang.

2. Prosedur Penjualan Kredit

Sebelum melakukan penjualan kredit perusahaan terlebih dahulu mengidentifikasi permintaan penawaran pelanggan. Apakah permintaan tersebut standar atau tidak. Jika tidak standar maka perusahaan akan menganalisa apakah permintaan tersebut dapat disetujui atau tidak. Jika permintaan tersebut disetujui maka perusahaan kembali melihat apakah permintaan tersebut potensial atau tidak. Setelah mengetahui bahwa permintaan tersebut potensial maka perusahaan melakukan penawaran dan negosiasi dengan pelanggan. Setelah dalam negosiasi tersebut terdapat kesepakatan dengan pelanggan maka selanjutnya perusahaan akan melakukan perjanjian dengan menggunakan kontrak atau tidak menggunakan kontrak. Kemudian dengan kesepakatan bersama dengan pelanggan perusahaan akan membuat rencana pengiriman barang dan selanjutnya


(67)

melaksanakan pengiriman barang tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Apabila perusahaan tidak menerima komplain dari pelanggan maka perusahaan akan melakukan teknik dokumentasi yaitu dengan pencatatan. Sedangkan apabila ada komplain dari pelanggan maka perusahaan akan mengganti barang yang tidak sesuai dengan pesanan dan menjadwal ulang pengiriman barang penggantinya. Apabila barang pengganti sudah tersedia maka perusahaan akan melaksanakan pengiriman yang selanjutnya disusul dengan pencatatan.

Dalam melaksanakan penjualan kredit perusahaan selalu mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki, resiko, dan keuntungan yang akan diperoleh dari transaksi tersebut. Dalam prosedur penjualan kredit perusahaan berusaha menekan atau mencegah adanya resiko dari penjualan tersebut. Namun dalam prosedur penjualan kredit ini tidak ada perincian tentang siapa yang melakukan pekerjaan atau tugas apa.

3. Penyajian Piutang Dagang Pada Neraca

Piutang yang disajikan dalam neraca pada PT. Aneka Gas Industri sudah tepat yaitu digolongkan dalam aktiva lancar karena piutang itu dapat dikonversi menjadi kas tidak lebih dari satu tahun dan juga tidak lebih dari satu siklus operasi perusahaan. Di dalam neraca, Perusahaan menyajikan penyisihan untuk piutang ragu-ragu karena perusahaan memiliki piutang yang berumur diatas 120 hari. Tetapi untuk tahun 2010 penyisihan piutang ragu-ragu PT Aneka Gas Industri


(68)

Medan ini mengalami penurunan dibanding dengan tahun 2009. (Dapat dilihat dari Lampiran Neraca)


(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan, penulis mencoba mengambil suatu kesimpulan tentang penerapan akuntansi piutang dagang pada PT. Aneka Gas Industri Medan sebagai berikut :

1. Struktur Organisasi yang dimiliki oleh PT. Aneka Gas Industri Medan adalah struktur organisasi garis, dimana tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada pemimpin tertinggi dan pendelegasian wewenang mempunyai hirarki dengan arti pimpinan tidak langsung memberikan perintah kepada karyawan, melainkan hanya cukup melalui manajer-manajer perusahaan. Struktur organisasi perusahaan ini dapat dikatakan memadai karena terdapatnya pembagian tugas yang telah digariskan dengan tanggung jawab setiap bagian berdasarkan tugas yang diterimanya. Kelemahan dalam struktur organisasi ini internal auditor perusahaan ini berasal dari kantor pusat. Pengawasan yang dilakukan internal auditor tidak dapat optimal karena dilakukan secara terpusat. Internal auditor tersebut tidak melihat secara langsung keadaan yang sebenarnya di perusahaan dan tidak melakukan pengawasan fisik terhadap harta perusahaan.

2. Dalam pelaksanaan prosedur penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan menurut penulis sudah cukup baik, karena perusahaan menerapkan langkah-langkah pengaman sebagai syarat mutlak untuk setiap penjualan dengan kredit


(70)

antara lain, Seleksi pelanggan (khususnya yang sudah menjadi pelanggan tetap/lama bagi perusahaan), Identitas pelanggan, dan Plafond kredit untuk pelanggan, dimana volume permintaan pembelian dari pelanggan dibatasi sesuai dengan kondisi yang wajar.

3. Pencatatan piutang yang dilakukan berdasarkan faktur penjualan dan dicatat pada buku besar piutang PT Aneka Gas Industri Medan tidak memberikan potongan tunai pada setiap pelanggan yang melakukan pembayaran lebih cepat dari tanggal jatuh tempo.

4. Dalam penyusunan sistem akuntansi dan pengklasifikasian unsur-unsur terhadap piutang tersebut sudah sangat baik, yaitu adanya pemisahaan antara unsur-unsur piutang yang sudah jatuh tempo dengan unsur-unsur piutang yang belum jatuh tempo.

5. PT. Aneka Gas Industri tidak melakukan penyisihan terhadap piutang tak tertagih karena perusahaan tidak memiliki piutang tak tertagih. Sebab semua piutang kepada pelanggan pada akhirnya dapat ditagih.

B. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka penulis akan

memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Disamping internal auditor dari pusat sebaiknya perusahaan juga memiliki internal auditor cabang agar dapat melakukan pengawasan secara langsung di perusahaan.


(71)

2. Hendaknya perusahaan dalam pelaksanaan prosedur pemberian penjualan kredit tersebut lebih selektif terhadap para pelanggan yang meminta atau melakukan transaksi penjualan secara kredit. Hal ini dilakukan untuk menghindari agar perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam menagih piutang-piutang dari konsumen tersebut sehingga diakhir periode laba perusahaan akan sesuai dengan yang diharapkan perusahaan.

3. Sebaiknya perusahaan memberikan potongan penjualan dalam jangka waktu tertentu agar dapat merangsang pelanggan dalam melakukan pembayaran piutang dengan segera.

4. Pelaksanaan sistem akuntasi piutang dan pengklasifikasian atas piutang hendaknya dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi, karena dengan sistem akuntasi dan pembedaan atas piutang jatuh tempo dan yang belum jatuh tempo akan mempermudah bagian akuntasi dan bagian-bagian lain untuk menyusun laporan keuangan perusahaan.

5. Dari segi penyajian piutang di neraca, perusahaan hendaknya menyajikan piutang secara wajar karena penyisihan piutang tak tertagih harus terlihat pada kredit neraca atau sebagai pengurang dari perkiraan piutang.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Kieso, Donald. E., Jerry J. Weygandth, dan Terry D. Warfield, 2002. Akuntansi Intermediate, Terjemahan Emil Salim, Jilid I, Edisi Kesepuluh, Penerbit Erlangga.

Mulyadi, 2001. Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, PT. Salemba Empat, Jakarta.

Niswonger C. Rollin, Philipe E. Tess, Carl Swarren, 1999. Accounting, Jilid I, Edisi Kesembilan belas, Cetakan Pertama, Terjemahan Alfonsus Sirait, Erlangga, Jakarta.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

James D. Wilson, Jhon B. Campbell, 1996. Tugas Akuntan Manajemen (Controllership), Terjemahan Tjintjin Fenix Tjendra, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga.

Jay M. Smith dan Fred Skousen, 2000. Akuntansi Intermediate, Jilid I, Edisi Revisi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Baridwan, Zaki, 2000. Sistem Informasi Akuntansi, Edisi Kedua, Cetakan Kelima, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Simarmata, Anastasia Betty N, 2004. “Internal Control Atas Piutang Dagang Pada PT. Meroke Tetap Jaya, Universitas Sumatera Utara.


(73)

Salman, Suhana, 2010. “Kebijaksanaan Penagihan Piutang Untuk Menekan Piutang Tak Tertagih Pada PT. Banda Ghara Reksa Cabang Medan, Universitas Sumatera Utara.

Hartati, Dian, 2009. “Analisis Pengendalian Intern Piutang Usaha Pada PT. SFI Medan, Universitas Sumatera Utara.


(1)

Medan ini mengalami penurunan dibanding dengan tahun 2009. (Dapat dilihat dari Lampiran Neraca)


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan, penulis mencoba mengambil suatu kesimpulan tentang penerapan akuntansi piutang dagang pada PT. Aneka Gas Industri Medan sebagai berikut :

1. Struktur Organisasi yang dimiliki oleh PT. Aneka Gas Industri Medan adalah struktur organisasi garis, dimana tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada pemimpin tertinggi dan pendelegasian wewenang mempunyai hirarki dengan arti pimpinan tidak langsung memberikan perintah kepada karyawan, melainkan hanya cukup melalui manajer-manajer perusahaan. Struktur organisasi perusahaan ini dapat dikatakan memadai karena terdapatnya pembagian tugas yang telah digariskan dengan tanggung jawab setiap bagian berdasarkan tugas yang diterimanya. Kelemahan dalam struktur organisasi ini internal auditor perusahaan ini berasal dari kantor pusat. Pengawasan yang dilakukan internal auditor tidak dapat optimal karena dilakukan secara terpusat. Internal auditor tersebut tidak melihat secara langsung keadaan yang sebenarnya di perusahaan dan tidak melakukan pengawasan fisik terhadap harta perusahaan.

2. Dalam pelaksanaan prosedur penjualan kredit yang dilakukan oleh perusahaan menurut penulis sudah cukup baik, karena perusahaan menerapkan langkah-langkah pengaman sebagai syarat mutlak untuk setiap penjualan dengan kredit


(3)

antara lain, Seleksi pelanggan (khususnya yang sudah menjadi pelanggan tetap/lama bagi perusahaan), Identitas pelanggan, dan Plafond kredit untuk pelanggan, dimana volume permintaan pembelian dari pelanggan dibatasi sesuai dengan kondisi yang wajar.

3. Pencatatan piutang yang dilakukan berdasarkan faktur penjualan dan dicatat pada buku besar piutang PT Aneka Gas Industri Medan tidak memberikan potongan tunai pada setiap pelanggan yang melakukan pembayaran lebih cepat dari tanggal jatuh tempo.

4. Dalam penyusunan sistem akuntansi dan pengklasifikasian unsur-unsur terhadap piutang tersebut sudah sangat baik, yaitu adanya pemisahaan antara unsur-unsur piutang yang sudah jatuh tempo dengan unsur-unsur piutang yang belum jatuh tempo.

5. PT. Aneka Gas Industri tidak melakukan penyisihan terhadap piutang tak tertagih karena perusahaan tidak memiliki piutang tak tertagih. Sebab semua piutang kepada pelanggan pada akhirnya dapat ditagih.

B. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka penulis akan

memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Disamping internal auditor dari pusat sebaiknya perusahaan juga memiliki internal auditor cabang agar dapat melakukan pengawasan secara langsung di perusahaan.


(4)

2. Hendaknya perusahaan dalam pelaksanaan prosedur pemberian penjualan kredit tersebut lebih selektif terhadap para pelanggan yang meminta atau melakukan transaksi penjualan secara kredit. Hal ini dilakukan untuk menghindari agar perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam menagih piutang-piutang dari konsumen tersebut sehingga diakhir periode laba perusahaan akan sesuai dengan yang diharapkan perusahaan.

3. Sebaiknya perusahaan memberikan potongan penjualan dalam jangka waktu tertentu agar dapat merangsang pelanggan dalam melakukan pembayaran piutang dengan segera.

4. Pelaksanaan sistem akuntasi piutang dan pengklasifikasian atas piutang hendaknya dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi, karena dengan sistem akuntasi dan pembedaan atas piutang jatuh tempo dan yang belum jatuh tempo akan mempermudah bagian akuntasi dan bagian-bagian lain untuk menyusun laporan keuangan perusahaan.

5. Dari segi penyajian piutang di neraca, perusahaan hendaknya menyajikan piutang secara wajar karena penyisihan piutang tak tertagih harus terlihat pada kredit neraca atau sebagai pengurang dari perkiraan piutang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Kieso, Donald. E., Jerry J. Weygandth, dan Terry D. Warfield, 2002. Akuntansi Intermediate, Terjemahan Emil Salim, Jilid I, Edisi Kesepuluh, Penerbit Erlangga.

Mulyadi, 2001. Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, PT. Salemba Empat, Jakarta.

Niswonger C. Rollin, Philipe E. Tess, Carl Swarren, 1999. Accounting, Jilid I, Edisi Kesembilan belas, Cetakan Pertama, Terjemahan Alfonsus Sirait, Erlangga, Jakarta.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

James D. Wilson, Jhon B. Campbell, 1996. Tugas Akuntan Manajemen (Controllership), Terjemahan Tjintjin Fenix Tjendra, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga.

Jay M. Smith dan Fred Skousen, 2000. Akuntansi Intermediate, Jilid I, Edisi Revisi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Baridwan, Zaki, 2000. Sistem Informasi Akuntansi, Edisi Kedua, Cetakan Kelima, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Simarmata, Anastasia Betty N, 2004. “Internal Control Atas Piutang Dagang Pada PT. Meroke Tetap Jaya, Universitas Sumatera Utara.


(6)

Salman, Suhana, 2010. “Kebijaksanaan Penagihan Piutang Untuk Menekan Piutang Tak Tertagih Pada PT. Banda Ghara Reksa Cabang Medan, Universitas Sumatera Utara.

Hartati, Dian, 2009. “Analisis Pengendalian Intern Piutang Usaha Pada PT. SFI Medan, Universitas Sumatera Utara.