BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Gangguan Pendengaran
Menurut World Health Organization WHO, gangguan pendengaran adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kehilangan pendengaran di satu
atau kedua telinga WHO, 2010.
Menurut Weber et al. 2009 gangguan pendengaran didefinisikan sebagai pengurangan dalam kemampuan seseorang untuk membedakan suara.
Gangguan pendengaran berbeda dengan ketulian. Gangguan pendengaran hearing impairment berarti kehilangan sebagian dari kemampuan untuk mendengar
dari salah satu atau kedua telinga. Ketulian deafness berarti kehilangan mutlak kemampuan mendengar dari salah satu atau kedua telinga WHO, 2010.
2.2. Epidemiologi 2.2.1. Prevalensi
Menurut laporan Global Burden of Disease GBD, estimasi penderita gangguan pendengaran derajat sedang di dunia pada tahun 2004 berjumlah
360,8 juta orang, dan jumlah penderita gangguan pendengaran derajat berat di dunia dianggarkan sebanyak 275,7 juta orang.
Daerah Asia Tenggara mempunyai distribusi tertinggi penderita gangguan pendengaran dengan estimasi penderita sebanyak 178,3 juta orang,
diikuti daerah Pasifik Barat 159,2 juta orang, Eropa 120,3 juta orang, Amerika 76,7 juta orang, Afrika 56,2 juta orang, dan Mediterranean Timur
56,2 juta orang. Estimasi penderita gangguan pendengaran derajat sedang di Asia
Tenggara pada tahun 2004 berjumlah 88,5 juta orang, dan jumlah penderita gangguan pendengaran derajat berat di Asia Tenggara dianggarkan sebanyak
89,8 juta orang. GBD, 2004. Prevalensi kasus gangguan pendengaran di Indonesia dijumpai
sebanyak 4,6, dengan estimasi penderita gangguan pendengaran sebanyak 9,6 juta orang. Indonesia mempunyai kasus gangguan pendengaran yang
kedua tertinggi di Asia Tenggara selepas India 630 juta penderita WHO, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Faktor Sosio Demografi
a. Faktor Umur
Menurut estimasi WHO, prevalensi permulaan onset gangguan pendengaran pada orang dewasa di Indonesia adalah lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan dengan prevalensi permulaan gangguan pendengaran pada anak-anak, yaitu 7,1 untuk orang dewasa
dibandingkan 0,80 untuk anak-anak WHO, 2001. b.
Jenis Kelamin Jenis kelamin dilaporkan tidak berperan secara signifikan dalam kasus
gangguan pendengaran. Secara global, lelaki dikatakan lebih sering mengalami masalah gangguan pendengaran daripada wanita. Hal yang
sama terjadi di daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia dengan perbandingan lelaki kepada wanita adalah 1 : 2 WHO, 2001.
c. Faktor Lingkungan Hidup
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1994 - 1996 mendapati bahwa prevalensi gangguan pendengaran lebih besar
di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan di Indonesia, yaitu 16,9 kasus di daerah pedesaan dibandingkan 16,3 kasus di daerah
perkotaan Suwento, 2007.
d. Faktor lingkungan pekerjaan
Gangguan pendengaran yang terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa
Soetjipto, 2007. Pada tahun 1990, sekitar 30 juta orang di Amerika Serikat terpapar
pada tingkat kebisingan di atas 85 dB setiap hari kerja, dibandingkan dengan lebih 9 juta orang pada tahun 1981 Hashim, 2001.
Pekerjaan yang berisiko tinggi untuk gangguan pendengaran adalah sektor pembangunan, transportasi, pertambangan, pertanian dan militer
Concha-Barrientos, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Klasifikasi Gangguan Pendengaran
Menurut Weber et al 2009, gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :
- konduktif
- sensorineural
- campuran
Pada gangguan jenis konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.
Pada gangguan jenis sensorineural terdapat kelainan pada koklea, nervus vestibulocochlearis VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan gangguan campuran
disebabkan oleh kombinasi gangguan konduktif dan sensorineural. Gangguan campuran dapat merupakan akibat suatu penyakit, misalnya radang
telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII sensorineural dengan radang telinga tengah
konduktif Soetirto et al. 2007.
Nilai dari gangguan pendengaran menurut WHO oleh Dhingra 2008 :
Derajat penurunan
Ambang pendengaran di telinga yang sehat Rata-rata 500, 1000, 2000, 4000 Hz
Deskripsi penurunan
No impairment
0 - 25 Tidak ada atau
sangat sedikit masalah
pendengaran. Dapat mendengar
bisikan.
1 Mild
impairment 26 - 40
Mampu mendengar dan mengulangi
kata-kata yang diucapkan dengan
Universitas Sumatera Utara
suara normal pada jarak 1 meter.
2 Moderate
impairment 41 - 60
Mampu mendengar dan mengulangi
kata-kata yang diucapkan dengan
suara meninggi pada jarak 1 meter.
3 Severe
impairment 61 - 80
Mampu mendengar beberapa kata
dengan suara berteriak ke telinga
yang sehat.
4 Profound
impairment including
deafness 81 atau lebih besar
Tidak dapat mendengar dan
mengerti bahkan dengan suara
berteriak.
2.4. Anatomi Telinga 2.4.1. Telinga Luar