Studi Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur

(1)

STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR

(STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA

SUMATERA UTARA)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

ADE KHAIRANI BR TOBING

06 0404 092

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

ABSTRAK

Pantai Bunga merupakan salah satu dari Pantai Timur Sumatera Utara yang terbentuk dari sedimen kohesif sehingga dapat dikategorikan sebagai pantai yang berlumpur. Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai berlumpur relatif tenang sehingga tidak mampu membawa sedimen tersebut ke perairan dalam laut lepas. Untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh sedimen suspensi sampai pada dasar maka diambil judul tugas akhir ini “Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur”.

Kajian sedimentasi dilakukan dengan cara menganalisis karakter-karakter sedimen di Pantai Bunga yang didominasi oleh lumpur. Perlu diketahui juga ukuran butiran dari sedimen yang ditinjau, sifat cairan yang meliputi kekentalan kinematik, berat jenis air laut, serta kerapatan relatifnya. Parameter-parameter yang digunakan untuk keperluan analisis kecepatan jatuh sedimen ini, yaitu: gelombang, angin, temperatur, kecepatan arus, dan densiti sedimen.

Kondisi dari Pantai Bunga begitu kompleks karena memiliki beberapa bangunan pelindung pantai seperti groin, seawall dan mangrove yang dapat meredam ombak datang dan menjadikannya sebagai daerah sedimentasi. Sedimen didominasi lempung berukuran 0,002 mm dan lanau berukuran 0,075 mm. Data yang diperoleh dari lapangan yakni kecepatan arus 110 mm/s dan temperatur dari air laut itu sendiri 30oc. Selain itu data juga diperoleh dari tes laboratorium dan beberapa dari tinjauan pustaka.

Dari hasil kajian sedimentasi didapat bahwa kecepatan jatuh di setiap stasiun memiliki hasil yang berbeda antara lanau dan lempung. Hasil perhitungan kecepatan jatuh dengan metode stokes dari sedimen lanau ws1 = 0,679 mm/s; ws2 = 0,681 mm/s; ws3 = 0,682 mm/s; ws4 = 0,685 mm/s; ws5 = 0,683 mm/s. Dan hasil kecepatan jatuh lempung adalah ws6 = 4,5126 x 10-6 mm/s; ws7 = 4,5344 x 10-6 mm/s; ws8 = 4,5508 x 10-6 mm/s; ws9 = 4,5916 x 10-6 mm/s; ws10 = 4,5671 x 10-6 mm/s. Metode bottom withdrawal tube diperoleh wsb = 0,68 mm/s dan untuk perhitungan pada kantong lumpur diperoleh wsk1 = 4,8 mm/s (lanau), dan wsk2 = 0,003 mm/s (lempung). Dengan ukuran butiran yang sangat kecil membuat kecepatan jatuh dari sedimen semakin lambat dan menghasilkan sedimen yang tersuspensi menjadi semakin banyak.


(3)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga penulisan laporan tugas akhir ini yang berjudul “Studi Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur” dapat diselesaikan dengan baik.

Tujuan penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik tingkat sarjana Strata – 1 (S-1) di fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terime kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangannya baik berupa bimbingan, bantuan dan dukungan baik material maupun spiritual sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan, khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes tarigan, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc, selaku pembimbing 1 yang telah menyediakan waktu untuk bimbingan dan pinjaman buku bagi penulis dalam penulisan tugas akhir ini.

4. Ibu Emma Patricia Bangun, ST, M.Eng, sebagai pembimbing 2 yang telah memberikan masukan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah membimbing dan mendidik selama masa


(4)

6. Orang tua tersayang, Ibunda Siti Hawa dan Ayahanda Edy Tobing serta kakak dan adik tersayang yang telah memberikan dukungan baik material dan immaterial dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Terima kasih yang sebesar-besarnya buat abang Muhammad Faisal, ST, MT yang telah banyak membantu penulis dalam diskusi dan memberi buku-buku yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Teman-teman Sipil’06, anik, asep, pojik, haiqal, atta, izol dan yang lainnya serta abang dan adik-adik sipil 2007, 2009 juangga, didi, nanda, dani, iwan, vina, lia, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan da kelemahan dalam penulisan tugas akhir ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Sebagai penutup, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2011

Penulis

Ade Khairani br Tobing 06 0404 092


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR SIMBOL ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Umum 1

1.2 Latar Belakang 2

1.3 Tujuan Penulisan 3

1.4 Ruang Lingkup dan Metodologi 4

1.5 Sistematika Penulisan 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Umum 7

2.2 Sifat-sifat Cairan 8

2.2.1 Berat jenis 9

2.2.2 Kekentalan 9

2.2.3 Kerapatan relatif dalam air 10

2.3 Sifat-sifat Sedimen 10

2.3.1 Ukuran partikel 10

2.3.2 Bentuk partikel 14

2.3.3 Rapat massa/Kerapatan (density) 15

2.4 Pengangkutan Sedimen 16

2.4.1 Pergerakan sedimen tegak lurus pantai 17 2.4.2 Pengangkutan sedimen sejajar pantai 17 2.4.3 Mekanisme Transpor Sedimen Oleh Gelombang 18

2.5 Sedimen Kohesif 21

2.5.1 Profil vertikal dari konsentrasi sedimen 21

2.5.2 Flokulasi 23

2.5.3 Kecepatan jatuh partikel 24

2.5.3.1 Hukum Stokes 24

2.5.3.2 bottom withdrawal tube 26

2.5.4 Deposisi dari sedimen kohesif 28 2.5.5 Resuspensi dari sedimen kohesif 29

2.6 Karakter Profil Pantai 30

2.6.1 Profil pantai berpasir 33


(6)

2.7 Bangunan Pelindung Pantai 39

2.7.1 Groin dan jetty 40

2.7.2 Seawall dan revetment 42

2.7.3 Breakwater 43

2.7.4 Artificial Headland 45

2.7.5 Beach Nourishment 46

2.7.6 Mangrove 47

2.8 Aplikasi dari Persamaan – persamaan Kecepatan Jatuh 49 BAB III METODOLOGI DAN KONDISI FISIK PANTAI BUNGA 56

3.1 Umum 56

3.2 Metode Penelitian 57

3.2.1 Pengumpulan data 57

3.2.2 Analisa data 57

3.3 Pengolahan Data 59

3.3.1 Umum 59

3.3.2 Data sedimen 59

3.3.3 Data bathimetri 63

3.3.4 Data profil pantai 67

3.3.5 Data kecepatan arus 69

3.3.6 Data untuk metode bottom withdrawal tube 70 BAB IV ANALISA DATA

4.1 Analisis Data dengan Metode Stokes 71

4.1.1 Analisa saringan 71

4.1.2 Hydrometer 73

4.1.3 Nilai viskositas 76

4.1.4 Kerapatan relatif dalam air 76

4.1.5 Koefisien hambatan 78

4.1.6 Kecepatan jatuh sedimen 79

4.2 Analisa data dengan Metode Bottom Withdrawal Tube 82

4.2.1 Konsentrasi sedimen 82

4.2.2 Kecepatan jatuh sedimen 83

4.3 Analisa pada Bendung dalam Perencanaan Kantong Lumpur 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 88

5.1 Kesimpulan 88

5.2 Saran 90


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengaruh tegangan geser terhadap gerak sedimen dasar 19 (tampak samping)

Gambar 2.2 Profil vertikal dari sedimen kohesif dan kecepatan jatuh (Ji, 2008) 22 Gambar 2.3 Tabung kecepatan jatuh dari metode Bottom Withdrawal 27

Gambar 2.4 Bentuk profil pantai 31

Gambar 2.5 Proses pembentukan pantai (Triadmodjo, 1999) 36 Gambar 2.6 Arah koordinat parameter pantai (Dean and Dalrymple, 2002) 37

Gambar 2.7 Groin 41

Gambar 2.8 Jetty 41

Gambar 2.9 Seawall 42

Gambar 2.10 Revetment 43

Gambar 2.11 Breakwater 45

Gambar 2.12 Artificial Headland 46

Gambar 2.13 Skematik Beach Nourishment 47

Gambar 2.14 Mangrove 49

Gambar 2.15 Diagram partikel sedimen yang bergerak pada saluran terbuka 49

Gambar 3.1 Peta lokasi Pantai Bunga Batubara 56

Gambar 3.2 Grafik analisa ayakan 1 60

Gambar 3.3 Grafik analisa ayakan 2 62

Gambar 3.3 Alat echosounding GPSmap420s 63


(8)

Reynold (Albertson 1953) 78 Gambar 4.2 Kecepatan jatuh dari sedimen suspensi di Pantai Bunga 85 Gambar 4.3 Hubungan antar diameter saringan dan kecepatan endap 86


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Parameter yang berpengaruh pada pengangkutan sedimen 9 Tabel 2.2 Skala Wenworth dari klasifikasi ukuran sedimen 11

Tabel 2.3 Standar ukuran saringan 12

Tabel 2.4 Batasan-batasan ukuran butiran tanah 13

Tabel 3.1 Data analisa ayakan 1 60

Tabel 3.2 Persentase analisa ayakan 1 61

Tabel 3.3 Data analisa ayakan 2 61

Tabel 3.4 Persentase analisa ayakan 2 62

Tabel 3.5 Data bathimetri 63

Tabel 3.6 Data topografi pantai 67

Tabel 3.7 Kecepatan arus 69

Tabel 3.8 Data dengan menggunakan Bottom Withdrawal Tube 70 Tabel 3.9 Hasil tes konsentrasi sedimen 70

Tabel 4.1 Hydrometer percobaan 1 73

Tabel 4.2 Hydrometer percobaan 2 74

Tabel 4.3 Hydrometer percobaan 3 74

Tabel 4.4 Hydrometer percobaan 4 75

Tabel 4.5 Hydrometer percobaan 5 75


(10)

DAFTAR SIMBOL

c = Konsentrasi sedimen CD = Koefisien hambatan D = Diameter butiran sedimen f = Faktor gesekan

g = Kecepatan gravitasi Re = Bilangan Reynold SF = Faktor bentuk T = Temperatur u* = Kecepatan geser

ν = Viskositas kinematik Vcr = Kecepatan jatuh kritis ws = Kecepatan jatuh sedimen

wsb = Kecepatan jatuh sedimen dengan bottom withdrawal tube wsk = Kecepatan jatuh sedimen pada kantong lumpur

= Kerapatan relatif

ρ = Rapat massa

ρa = Rapat massa air laut

ρs = Rapat massa sedimen

η = Viskositas dinamik

τb = Tegangan geser dasar


(11)

ABSTRAK

Pantai Bunga merupakan salah satu dari Pantai Timur Sumatera Utara yang terbentuk dari sedimen kohesif sehingga dapat dikategorikan sebagai pantai yang berlumpur. Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai berlumpur relatif tenang sehingga tidak mampu membawa sedimen tersebut ke perairan dalam laut lepas. Untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh sedimen suspensi sampai pada dasar maka diambil judul tugas akhir ini “Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur”.

Kajian sedimentasi dilakukan dengan cara menganalisis karakter-karakter sedimen di Pantai Bunga yang didominasi oleh lumpur. Perlu diketahui juga ukuran butiran dari sedimen yang ditinjau, sifat cairan yang meliputi kekentalan kinematik, berat jenis air laut, serta kerapatan relatifnya. Parameter-parameter yang digunakan untuk keperluan analisis kecepatan jatuh sedimen ini, yaitu: gelombang, angin, temperatur, kecepatan arus, dan densiti sedimen.

Kondisi dari Pantai Bunga begitu kompleks karena memiliki beberapa bangunan pelindung pantai seperti groin, seawall dan mangrove yang dapat meredam ombak datang dan menjadikannya sebagai daerah sedimentasi. Sedimen didominasi lempung berukuran 0,002 mm dan lanau berukuran 0,075 mm. Data yang diperoleh dari lapangan yakni kecepatan arus 110 mm/s dan temperatur dari air laut itu sendiri 30oc. Selain itu data juga diperoleh dari tes laboratorium dan beberapa dari tinjauan pustaka.

Dari hasil kajian sedimentasi didapat bahwa kecepatan jatuh di setiap stasiun memiliki hasil yang berbeda antara lanau dan lempung. Hasil perhitungan kecepatan jatuh dengan metode stokes dari sedimen lanau ws1 = 0,679 mm/s; ws2 = 0,681 mm/s; ws3 = 0,682 mm/s; ws4 = 0,685 mm/s; ws5 = 0,683 mm/s. Dan hasil kecepatan jatuh lempung adalah ws6 = 4,5126 x 10-6 mm/s; ws7 = 4,5344 x 10-6 mm/s; ws8 = 4,5508 x 10-6 mm/s; ws9 = 4,5916 x 10-6 mm/s; ws10 = 4,5671 x 10-6 mm/s. Metode bottom withdrawal tube diperoleh wsb = 0,68 mm/s dan untuk perhitungan pada kantong lumpur diperoleh wsk1 = 4,8 mm/s (lanau), dan wsk2 = 0,003 mm/s (lempung). Dengan ukuran butiran yang sangat kecil membuat kecepatan jatuh dari sedimen semakin lambat dan menghasilkan sedimen yang tersuspensi menjadi semakin banyak.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Umum

Ada dua istilah tentang kepantaian, yaitu pesisir dan pantai. Pesisir merupakan daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, di mana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat sedimen seperti rapat massa dan tahanan terhadap erosi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi gelombang dan arus, serta bathimetri pantai. Pantai bisa terbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil. Lokasi studi tugas akhir ini adalah Pantai Bunga, Desa Mesjid Lama, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Pantai Bunga merupakan salah satu dari Pantai Timur Sumatera Utara yang terbentuk dari sedimen kohesif sehingga dapat dikategorikan sebagai pantai yang berlumpur.


(13)

Kawasan pantai ini memiliki tanah yang cukup subur, suhu udara, kelembaban dan curah hujan relatif tinggi. Topografi pantai umumnya landai dengan laut yang dangkal.

1.2 Latar Belakang

Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting di dalam mempelajari proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi, dan sebagainya. Diantara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling penting (Triatmodjo, 1999).

Sedimen pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), brangkal (cobble), dan batu (boulder). Pada daerah pantai ini termasuk dalam kategori pantai berlumpur memiliki sedimen dengan ukuran butir 0,076 mm (Skala Wenthworth).

Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai berlumpur relatif tenang sehingga tidak mampu membawa (disperse) sedimen tersebut ke perairan dalam laut lepas. Sedimen suspensi tersebut dapat menyebar pada suatu daerah perairan yang luas, datar, dan dangkal. Kemiringan dasar laut/pantai sangat kecil.

Pantai berlumpur dicirikan oleh ukuran butir sedimen sangat halus dan memiliki tingkat bahan organik yang tinggi. Biasanya pantai berlumpur sangat rendah dan merupakan daerah rawa yang terendam air pada saat permukaan tinggi (pasang). Daerah


(14)

ini sangat subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau (mangrove). Mangrove adalah tumbuhan berwujud semak dan pohon dengan akar tunjang, yaitu akar yang banyak tumbuh dari batang menjadi penopang tumbuhan tersebut. Selain itu, ada juga mangrove yang mempunyai akar pernafasan yang menyembul dari tanah. Mangrove dengan akar tunjang dan akar pernafasan yang begitu ruwet di pantai dapat menangkap lumpur sehingga terjadi sedimentasi.

Untuk menggambarkan ukuran partikel sedimen maka diperlukan pengklasifikasian sehingga dapat membandingkan partikel sedimen yang berasal dari tempat berbeda. Ukuran butir sedimen merupakan fungsi dari beberapa parameter yang saling berhubungan, yang terpenting komposisi sumber batuan, proses pelapukan dan transportasi serta distribusi energi fisik pada daerah pengendapan. Daerah studi terletak di perairan Pantai Bunga pada Pantai Timur Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Utara, dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan daerah pantai yang memiliki daerah endapan sedimen yang cukup baik untuk ditinjau.

1.3 Tujuan Penulisan

Wilayah pantai merupakan daerah yang sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian/ perikanan, pariwisata dan sebagainya. Oleh karena itu, wilayah pantai memerlukan perhatian yang serius terutama mengenai pergerakan sedimentasinya yang dipengaruhi oleh ombak dan arus. Pergerakan sedimen tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai.


(15)

Adapun tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah:

1. Mengetahui kecepatan jatuh sedimen yang mempengaruhi terjadinya sedimen suspensi pada kawasan Pantai Bunga, Sumatera Utara.

2. Mengkorelasikan data-data di lapangan dengan rumus-rumus teoritis tentang kecepatan jatuh sedimen.

1.4 Ruang Lingkup dan Metodologi

Dalam penulisan tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas dibatasi ruang lingkupnya agar tidak terlalu luas. Permasalahan yang akan dibahas hanya meliputi kecepatan jatuhnya sedimen akibat adanya transpor sedimen di sepanjang kawasan Pantai Bunga Sumatera Utara untuk mengetahui ukuran butir sedimen. Pada kasus ini, Pantai Bunga merupakan daerah pantai yang berlumpur sehingga sangat cocok sebagai tempat penelitian tugas akhir ini.

Adapun metode penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah:

1. Studi pustaka / literatur

Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data – data dan informasi dari buku, serta jurnal – jurnal yang mempunyai relevansi dengan bahasan dalam tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

2. Studi lapangan

a. Pengambilan data sekunder

Dilakukan pengumpulan data – data sekunder di daerah Pantai Bunga. b. Pengambilan data primer, yakni :data ukuran butiran sedimen


(16)

Data ini diperoleh dengan mengadakan survey di lapangan. 3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan dan kepustakaan yang bersesuaian dengan pokok bahasan, disusun secara sitematis dan logis dan dilakukan korelasi sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang akan dibahas dalam tugas akhir ini. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum stoke dan dengan metode bottom withdrawal tube.

4. Analisa Data

Dari hasil pengolahan data akan didapat kecepatan jatuh sedimen di kawasan pantai Bunga, Sumatera Utara.

5. Penulisan laporan tugas akhir

Seluruh data dan hasil pengolahannya akan disajikan dalam satu laporan yang telah disusun sedemkian rupa hingga berbentuk sebuah laporan tugas akhir.

1.5 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan tentang profil pantai timur Sumatera Utara dan memberikan gambaran umum tentang kecepatan jatuh sedimen serta tujuan, ruang lingkup dan metodologi dalam penulisan tugas akhir ini.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksaan dan metode penganalisaan


(17)

yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema sesuai dengan tema penelitian ini.

Bab III Metodologi dan Informasi Lokasi Studi

Bab ini menyajikan gambaran lokasi studi tugas akhir yang menjelaskan kondisi daerah Pantai Bunga serta metode yang akan digunakan. Metode yang dipakai adalah hukum stoke dan metode bottom withdrawal tube.

Bab IV Analisa Data

Bab ini berisi hasil dan pembahasan dari data-data yang diperoleh di lapangan serta mengkorelasikannya dengan rumus-rumus teoritis tentang kecepatan jatuh sedimen kohesif.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisikan kesimpulan yang dirangkum dari hasil investigasi yang dilakukan dan saran-saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikel-partikel sedimen yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Secara relatif ketebalan lapisan sedimen yang terdapat di banyak bagian laut, mempunyai variasi kedalaman yang berbeda-beda dari sekitar 600 meter di lautan Pasifik, antara 500 sampai 1000 meter di Lautan Atlantik, 4000 meter di Laut Antartika dan 9000 meter Puerto Rico Trench (Sahala dan Evans, 1985). Sedimen terdiri dari suatu kepingan/potongan material yang terbentuk oleh proses phisik dan kimia dari batuan/tanah. Partikel tersebut bervariasi dalam ukuran (dari bongkah sampai lempung/koloidal), bentuk dari bulat sampai tajam.

Ada beberapa pengertian dari sedimentasi atau juga disebut proses pengendapan. Menurut Krumbein dan Sloss (1971) sedimentasi berdasarkan ilmu geologi dan sratigrafi adalah proses-proses yang berperan atas terbentuknya batuan sedimen. Selanjutnya disebutkan bahwa urutan proses sedimentasi adalah meliputi proses : pelapukan, perpindahan, deposisi (sedimentasi), serta lithifikasi (pembatuan).

Menurut Pipkin (1977) sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material organik yang dipindahkan dari berbagai sumber air darat maupun laut dan didepositkan oleh udara, angin, es, dan air. Selain itu ada juga yang dapat diendapkan dari material yang melayang dalam air (suspensi) atau dalam bentuk kimia pada suatu tempat (presipitasi kimia).


(19)

Batuan sedimen dibentuk dari batuan yang telah ada oleh kekuatan luar (gaya) dalam geologi, oleh pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan angin maka batuan-batuan yang telah ada seperti batuan beku dihancurkan, diangkut dan kemudian diendapkan di tempat-tempat yang rendah letaknya, misalnya di laut, samudra atau danau (Kaliti, 1963).

Pada permukaan dasar laut terdapat tiga sumber material dari sedimen yang ditemukan. Drake (1978) menerangkan bahwa sumber tersebut, yaitu sumbernya dari daratan yang menyuplai material hancuran dan material terlarut, sumber asli dari laut dan dari material angkasa luar. Dari ketiganya yang paling penting adalah sumber dari daratan.

Kebanyakan sumber dari material sedimen adalah daratan, dimana erosi dan pelapukan sangat nyata terhadap pengikisan daratan dan dipindahkan ke laut. Pelapukan adalah aksi dari tumbuhan dan bakteri, juga proses kimia, termasuk juga penghancuran batuan secara mekanik (Drake 1978).

2.2 Sifat-sifat Cairan

Pengangkutan sedimen di sungai pada umumnya digerakkkan oleh aliran air, sehingga sangat penting untuk mengetahui sifat-sifat aliran terutama aliran pada saluran terbuka. Beberapa sifat dan parameter yang saling berkaitan dan berpengaruh pada pengangkutan sedimen dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :


(20)

Tabel 2.1 Parameter yang berpengaruh pada pengangkutan sedimen

BESARAN SIMBOL SATUAN/DIMENSI KETERANGAN

Rapat massa/kerapatan air ρa kg.m

-3

-

Rapat massa/kerapatan sedimen ρs kg.m

-3

-

Kerapatan relatif dalam air - ∆ = ρs - ρa /ρa

Viskositas dinamik Η kg.m-1.det-2 -

Viskositas kinematik Ν m2/det -

Tegangan permukaan Σ kg.det-2 -

2.2.1 Berat jenis ( Specific weight) – γ ( N/m3)

γ = = = γ.g (2.1)

Besarnya harga γ tergantung pada tempat di bumi (g), pada garis katulistiwa harga g = 9,78 m/det2, sedangkan di daerah kutub harga g = 9,832 m/det2 . Dengan demikian pada umumnya diambil harga rata-rata g = 9,8 m/det2.

2.2.2 Kekentalan (viscocity)

Kekentalan (viscocity) merupakan sifat zat cair untuk melawan tegangan geser atau perubahan sudut, terbagi dua macam :

1. Kekentalan kinematik (ν)

Kekentalan kinematik sangat dipengaruhi suhu :

ν = ( . )

( ) (2.2)


(21)

2. Kekentalan dinamik (η)

Kekentalan dinamik dipengaruhi partikel sedimen.

Untuk larutan yang dicairkan (c < 0.1) – Einstein (1906), mendapat :

ηm = η (1 + 2,5 c) (2.3)

dimana ηm adalah koefisien kekentalan dinamik – campuran/larutan sedimen; η adalah koefisien kekentalan dinamik air bersih; dan c merupakan konsentrasi sedimen.

2.2.3 Kerapatan relatif dalam air - ∆ (tanpa dimensi)

Kerapatan relatif dalam air adalah perbandingan selisih kerapatan suatu zat/sedimen dan air terhadap kerapatan air.

∆ = (2.4)

2.3 Sifat-sifat Sedimen

Sifat sedimen yang paling mendasar adalah ukuran butiran dan bentuk, berat jenis dari sedimen dan air, viskositas, dan kecepatan jatuh dan lain-lain.

2.3.1 Ukuran partikel

Sekumpulan sedimen alami memilki bentuk yang tidak seragam. Para geolog mengembangkan klasifikasi untuk menentukan mana yang termasuk pasir, mana yang termasuk kerikil dan sebagainya. Salah satu klasifikasi yang terkenal adalah skala Wenworth yang mengklasifikasikan sedimen oleh ukuran (dalam millimeter) seperti ditunjukkan dalam tabel 2.2 berikut:


(22)

Tabel 2.2 Skala Wenworth dari klasifikasi ukuran sedimen

Deskripsi Ukuran Skala Wenworth

Diameter Ukuran

Unified Soil Classification (USC)

Ayakan Ayakan

d (mm) U.S.

Bongkah (Boulder) Brangkal (Cobble)

256

Brangkal (Cobble) 76,2 3 in Kasar

64,0 Kerikil

Krakal/Koral (Peeble) Halus

(Gravel)

19,0 ¾ in

4,76 No. 4

4,0

Batu Kerikil (Granule) Kasar

2,0

Sangat Kasar No. 10

Sedang

1,0 No. 20

Kasar

0,5

Sedang

Pasir 0,42 No. 40 Pasir

(Sand)

0,25 (Sand)

Halus

Halus

0,20 No. 100

Sangat Halus

0,125 No. 140

0,075 No. 200

0,0625 Lanau

(Silt) 0,00391

Lempung Lanau atau Lempung

(Clay) 0,00024 (Silt or Clay)

Koloid

(Colloid)


(23)

Berdasarkan klasifikasi tersebut pasir memilki diameter antara 0,0625 dan 2,00 mm yang selanjutnya dibedakan menjadi lima kelas. Material sangat halus seperti lumpur dan lempung berdiameter di bawah 0,0625 mm yang merupakan sedimen kohesif.

Untuk beberapa studi kasus analisa ayakan menggunakan SNI 03-6388-2000 dan SNI 03-6408-2000 seperti pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.3 Standar ukuran saringan

Standar Ukuran (mm) Alternatif Satuan

75 3 inci

50 2 inci

25 1 inci

9,25 3/8 inci

4,75 No. 4

2,00 No. 10

0,425 No. 40


(24)

Tabel 2.4 Batasan-batasan ukuran butiran tanah

Jenis Butiran Ukuran Butir (mm)

Pasir kasar 2,0 mm – 0,42 mm

Pasir halus 0,42 mm – 0,075 mm

Lanau 0,075 mm – 0,002 mm

Lempung 0,002 mm – 0,001 mm

Kolloida < 0,001 mm

Untuk menentukan batasan dari ukuran dalam suatu sample pasir, harus dilakukan analisis ukuran. Mengayak pasir adalah dimaksudkan untuk menemukan batasan dari ukuran dalam sampel. Biasanya ayakan berupa pan dengan saringan kawat sebagai suatu standar diberikan di dasarnya dan diklasifikasikan seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Ayakan disusun dalam suatu tumpukan di mana untuk ayakan yang lebih besar pada bagian atas dan ayakan yang lebih halus berada di bawahnya. Sampel diletakkan pada ayakan yang paling atas dan ayakan digetarkan sehingga pasir jatuh sejauh mungkin menembus tumpukan ayakan. Ukuran fraksi yang berbeda terjebak dalam ayakan dengan ukuran yang bervariasi. Berat pasir yang tertangkap dalam setiap ayakan ditimbang dan kemudian ditentukan persentase dari berat total sampel yang melewati ayakan.


(25)

2.3.2 Bentuk partikel

Bentuk dari sedimen alam beraneka ragam dan tidak terbatas. Di samping ukuran butir, bentuk partikel juga penting, karena ukuran partikel sedimen itu sendiri belum cukup untuk menjelaskan karakteristik butir-butir sedimen. Suatu partikel yang pipih mempunyai harga kecepatan endap yang lebih kecil dan akan lebih sulit untuk terangkut dibandingkan dengan suatu partikel yang bulat seperti muatan dasar.

Sifat-sifat yang paling penting dan berhubungan dengan angkutan sedimen adalah bentuk dan kebulatan butir (berdasarkan pengamatan H. Wadell). Bentuk butiran dinyatakan dalam kebulatannya yang didefinisikan sebagai perbandingan daerah permukaan partikel. Daerah permukaan sulit ditentukan dan isi butiran relatif kecil, sehingga Wadell mengambil pendekatan untuk menyatakan kebulatan.

Kebulatan dinyatakan sebagai perbandingan diameter suatu lingkaran dengan daerah yang sama terhadap proyeksi butiran dalam keadaan diam pada ruang terhadap bidang yang paling besar terhadap diameter yang paling kecil atau dengan kata lain kebulatan digambarkan sebagai perbandingan radius rata-rata kelengkungan ujung setiap butir terhadap radius lingkaran yang paling besar (daerah proyeksi atau bagian butir melintang).

Bentuk partikel dinyatakan sebagai suatu faktor bentuk (SF) yaitu :

SF = c/(ab)1/2 (2.5)

Dimana a merupakan sumbu terpanjang ; b adalah sumbu menengah dan c adalah sumbu terpendek.


(26)

Untuk partikel berbentuk bola mempunyai faktor bentuk SF = 1, sedangkan untuk pasir alam SF = 0,7. Pengaruh bentuk terhadap karakteristik hidraulik dari partikel/butiran (yaitu kecepatan jatuh ataupun hambatan) tergantung dari pada angka Reynold.

2.3.3 Rapat massa/Kerapatan (density) – ρ ( kg.m-3 )

Sesungguhnya semua sedimen berasal dari material batu, oleh sebab itu segala unsur material induk (parent material) dapat ditemukan di sedimen. Sebagai contoh, fragmen dari induk batuan ditemukan di batu besar dan kerikil, kuarsa pada pasir, silika pada lumpur, serta feldspars dan mika pada tanah liat. Densiti dari kebanyakan sedimen yang lebih kecil dari 4 mm adalah 2.650 kg/m3 (graviti spesifik, s = 2.65). densiti dari mineral lempung (clay) berkisar dari 2.500 sampai 2.700 kg/m3.

ρ = = (2.6)

Besarnya ρa tidak tetap, tergantung pada suhu, tekanan dan larutan. Pada air tawar memiliki nilai ρa = 1000 kg/m3, dan air laut memiliki nilai ρa = 1025 kg/m3. Pada perhitungan angkutan sedimen, pengaruh perbedaan kerapatan pada umumnya


(27)

2.4 Pengangkutan Sedimen

Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material organik yang melayang-layang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan di dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya. Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara:

a. Suspension: umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.

b. Bedload: terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.

c. Saltation: umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.


(28)

a. Muatan material dasar (bed material transport), yang berasal dari dasar, berarti bahwa angkutan ini ditentukan oleh keadaan dasar dan aliran (dapat terdiri dari muatan dasar dan muatan layang).

b. Muatan cuci (wash load), yang berasal dari hasil erosi daerah pantai. Angkutan ini terdiri dari butiran yang sangat halus dengan diameter < 50 m (terdiri dari lempung dan lanau) yang hanya dapat bergerak dengan cara melayang dan tidak berada pada dasar laut. Oleh karena itu muatan cuci tidak dapat dihitung dan dapat dipengaruhi oleh turbulensi dan viskositas aliran.

Di kawasan pantai terdapat dua arah pengangkutan sedimen. Yang pertama adalah pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport) atau boleh juga disebut dengan pergerakan sedimen menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport). Yang kedua, pergerakan sedimen sepanjang pantai atau sejajar pantai yang biasa diistilahkan dengan longshore transport.

2.4.1 Pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport)

Pengangkutan sedimen tegak lurus pantai dapat dilihat pada bentuk pantai (kemiringan pantai) dan bentuk dasar lautnya (bar & trough). Secara penampakan geomorfologi, proses pengangkutan sedimen tegak lurus pantai biasanya terjadi di teluk.

2.4.2 Pengangkutan sedimen sejajar pantai (longshore transport)

Orang sering menyebut pengangkutan sedimen sejajar pantai (dalam bahasa ilmiahnya littoral sediment transport) atau longshore sediment transport. Proses ini


(29)

biasanya terjadi di pantai yang berbatasan dengan samudra dan merupakan proses yang penting karena berdampak sangat besar terhadap suatu struktur yang dibuat manusia misalnya jetti atau groin.

2.4.3 Mekanisme Transpor Sedimen Oleh Gelombang

Di laut dalam, gerak partikel air karena gelombang jarang mencapai dasar laut. Sedang di laut dangkal, partikel air dekat dasar bergerak maju dan mundur secara periodik. Kecepatan partikel air di dekat dasar naik dengan bertambahnya tinggi gelombang dan berkurang dengan kedalaman.

Dalam mempelajari transpor sedimen, kecepatan partikel air dinyatakan dalam bentuk tegangan geser dasar yang berubah fungsi dari komponen dasar . Hubungan antara tegangan geser dasar dan kecepatan partikel air dinyatakan dalam bentuk:

= ∗ (2.7)

Dengan,

∗ = !" (2.8)

dimana, Ρ = Rapat massa air (kg/m3 ) ∗ = Kecepatan geser (m/s) f = Faktor gesekan

Kecepatan partikel air di dekat dasar atau yang dinyatakan dalam bentuk tegangan geser tersebut berusaha untuk menarik sedimen dasar. Sementara itu sedimen dasar memberikan tahanan yang dinyatakan dalam bentuk kecepatan kritik erosi #


(30)

atau tegangan kritik erosi # . Kedua parameter tersebut tergantung pada sifat sedimen dasar seperti diameter, bentuk dan rapat massa sedimen untuk sedimen non kohesif (pasir) dan kohesifitas antara partikel untuk sedimen lohesif (lumpur, lempung, dll).

Jika dilihat untuk dasar laut berpasir yang datar, apabila kecepatan di dekat dasar sangat kecil, yang berarti juga tegangan geser dasar, partikel sedimen tidak bergerak ( < # ). Selanjutnya apabila kecepatan bertambah (juga tegangan geser dasar ), sampai pada suatu kecepatan tertentu beberapa butiran mulai bergerak, yang disebut dengan awal gerak sedimen ( = # ). Sedimen bergerak maju mundur sesuai dengan gerak partikel air. Selanjutnya kenaikan kecepatan dapat mempercepat gerak tersebut, dan transpor sedimen yang terjadi disebut transpor dasar (bed load) seperti terlihat pada Gambar 2.1 ( > # ).

Gambar 2.1 Pengaruh tegangan geser terhadap gerak sedimen dasar (tampak samping)


(31)

Dengan semakin bertambahnya kecepatan di dekat dasar, gerak ripple, yaitu dasar laut bergelombang kecil dengan puncaknya tegak lurus arah gelombang. Ukuran ripple tergantung pada pada amplitudo dan perioda dari gerak air di dekat dasar, ukuran butiran dan rapat massa material dasar (Horikawa, 1978). Dengan terbentuknya ripple akan meningkatkan turbulensi, dan partikel sedimen akan terangkat dalam bentuk suspensi (Gambar 2.1). Transpor sedimen dalam bentuk suspensi di atas dasar disebut transpor sedimen suspensi. Apabila gerak air semakin kuat, ripple akan menghilang dan terjadi transpor massa di mana suatu lapis dengan tebal tertentu terangkut dalam bentuk transpor sedimen dasar dan suspensi.


(32)

2.5 Sedimen Kohesif

Sedimen kohesif sering menimbulkan masalah pada beberapa bangunan air, misalnya pengendapan di pelabuhan, waduk, penurunan kualitas air dan sebagainya. Studi tentang sifat dan dinamika sedimen kohesif diperlukan untuk menanggulangi masalah tersebut. Berbeda dengan sedimen non kohesif, sifat-sifat sedimen kohesif sangat kompleks. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh asal sedimen, sifat air dan terutama keadaan konsolidasi dari sedimen. Sifat sedimen yang berasal dari suatu daerah (estuari, sungai, pantai dan sebagainya) berbeda dengan sedimen dari daerah lain. Di dalam air asin kecepatan endap akan lebih besar karena adanya proses flokulasi, demikian juga dengan tegangan kritik erosi dan endapan. Proses konsolidasi yang berjalan dengan waktu akan memperbesar tegangan kritik erosi. Karena banyaknya faktor yang berpengaruh, sampai saat ini sifat-sifat dan dinamika transpor sedimen kohesif masih belum diketahui dengan baik (Triatmodjo, 1987).

2.5.1 Profil vertikal dari konsentrasi sedimen

Jumlah dari arus dan gelombang untuk sedimen transport yang melayang dikendalikan oleh banyak jumlah energi yang tersedia di dalam air. Sedimen melayang selalu tidak tercampur dengan baik di dalam air dan strarifikasi terjadi karena adanya pengendapan yang menghasilkan konsentrasi sedimen yang sangat tinggi di dasar. Gambar 2.3 adalah sketsa profil vertikal dari konsentrasi sedimen kohesif S(ʐ) dan kecepatan arus u(ʐ), yang menunjukkan bahwa sedimen kohesif memiliki 3 wilayah :


(33)

a. Daerah paling atas adalah lapisan campuran dan memiliki konsentrasi sedimen yang relatif rendah.

b. Lapisan lumpur yang tipis dibedakan dari lapisan campuran dengan istilah gradien konsentrasi “lutocline” (Parker dan Kirby, 1982).

c. Daerah bawah yang merupakan daerah berlumpur.

Dalam lapisan campuran arah vertikal dipisahkan oleh guncangan yang kuat dan konsentrasi sedimen relatif tercampur dengan baik. Lutocline adalah bagian utama dari profil vertikal sedimen kohesif dan dikategorikan oleh gradien konsentrasi. Konsentrasi sedimen dapat diatur dari magnitude tertinggi dekat dasar dibandingkan pada permukaan air. Di bawah Lutocline, ada lapisan berlumpur dari konsentrasi sedimen. Lapisan berlumpur ditahan oleh guncangan energi dari arus, ketika ada suatu kesamaan antara flux deposisi dan guncangan vertikal flux transport. Lapisan berlumpur biasanya tipis dan oleh karena itu frekuensinya tidak diketahui.


(34)

2.5.2 Flokulasi

Flokulasi adalah proses di mana partikel yang melayang baik terkait menjadi kelompok yang besar (flocs). Flocs adalah kumpulan dari partikel yang kecil menjadi besar, lebih mudah mengendap partikel melalui proses kimia, fisika dan/atau biologi. Sedimen kohesif jarang mengendap dengan partikel tunggal di alam. Sedimen kohesif cendrung untuk tetap bersama ketika mereka sudah cukup dekat dengan kuatnya sedimen untuk mengatasi aliran geser dan gravitasi yang membuat mereka tetap berpisah. Flokulasi melibatkan dua aspek dari partikel yakni kohesi dan kolisi.

Proses tabrakan partikel (kolisi) dan kohesi juga diistilahkan sebagai agregat dan koagulasi. Flocs lebih besar daripada butiran tunggal dan biasanya jatuh lebih cepat daripada partikel yang menyatu. Karena terperangkap di dalam air, kepadatan dari flocs lebih kecil dibandingkan dengan partikel yang menyatu. Kecepatan jatuh dari sebuah flocs merupakan fungsi dari ukurannya, bentuk, dan kepadatan relatif. Bentuk dari floc adalah tipe yang bebas dan konsentrasi dari partikel melayang, karakteristik ionik dari lingkungan, dan tegangan geser cairan dan intensitas aliran turbulensi di lingkungan.

Kohesi (tarikan partikel) diatur oleh elektrokimia dari mineral sedimen dan air. Partikel kohesi tergantung pada komposisi minerallogikal, ukuran partikel, tergantung perubahan kapasitas dari sedimen. Parameter lain yang mempengaruhi kohesi termasuk keasaman, pH, dan temperatur dari air. Batasan dari sedimen kohesif dan tidak kohesif tidak jelas dibatasi. Ini bisa dinyatakan bagaimanapun, seiring meningkatnya kohesi dengan penurunan ukuran partikel untuk jenis material yang sama.

Kolisi antara partikel kohesi yang kecil menjadi flokulasi dan bentuk floc. Frekuensi kolisi sering meningkat dengan konsentrasi sedimen dan gradien kecepatan.


(35)

Bagaimanapun, selagi gradien kecepatan meningkat menjadi besar, floc akan mudah pecah, terurai, dan pada akhirnya membentuk floc yang baru. Flokulasi yang berkelanjutan menghasilkan agregat yang lebih besar (floc) yang bisa dikarakteristikkan dengan porositas tinggi, meningkat secara teratur dan rapuh, dan kecepatan rata-rata yang tinggi.

2.5.3 Kecepatan jatuh partikel 2.5.3.1 Hukum Stokes

Kecepatan jatuh sebuah partikel merupakan parameter yang penting untuk mempelajari sedimentasi di pantai dan proses pengendapan lain serta untuk menentukan gerak sedimen dalam suspensi. Kecepatan jatuh butiran ditentukan dengan persamaan hambatan aliran:

& ' D

3

(ρs – ρa) g = CD ρa w2& D2 (2.9) gaya berat gaya hambatan

&

' D3 (ρs – ρa) g w2 =

CD ρa & D2 w2 = ( + ) ∆

, (2.10) - = .( +)

,∆/

/


(36)

Dimana

w = kecepatan jatuh sedimen (mm/s) g = kecepatan gravitasi (m/det2) D = diameter butiran sedimen (mm) CD = koefisien hambatan

= (ρs - ρa) / ρa , dan

ρa = rapat massa air laut (1025 kg/m3)

ρs = rapat massa sedimen (kg/m3)

Harga besaran CD tergantung dari bilangan Reynold dan bentuk dari partikel Re = 1.) (2.12) Untuk

V = kecepatan arus (mm/s) ν = vsikositas kinematik

Untuk partikel berbentuk bola dan bilangan Reynold rendah (Re < 1) (koefisien hambatan di daerah Stokes adalah CD = 24/Re), rumus di atas menjadi :

w = – 34 g D

2

= ∆ )5

36 (2.13)

untuk bilangan Reynold yang besar, harga CD menjadi konstan yang bervariasi seperti :


(37)

2.5.3.2 Bottom withdrawal tube

Metode ini menggunakan alat yang disebut bottom withdrawal tube seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Mula-mula sedimen diambil dengan alat tersebut secara melintang dengan dua sisi terbuka pada kedalaman 1 meter. Kemudian sedimen diangkat secara vertikal dengan bagian bawah ditutup, lalu dibawa ke permukaan untuk dimasukkan dalam wadah dengan pengendapan dalam perhitungan waktu 3’, 6’, 10’, 15’, 25’, 40’, 60’. Dengan demikian, ada tujuh contoh sedimen yang diambil untuk dihitung konsentrasinya dengan metode gravimetri.

Konsentrasi sedimen diperoleh dari hasil laboratorium kimia analitik. Dengan mengambil sampel sedimen sebanyak 50 ml kemudian diletakkan pada kertas saring dan di-oven agar kering sempurna. Kemudian ditimbang berat kertas saring dan sedimen di atasnya. Dengan perhitungan sebagai berikut:

C = 9 – : ; <

= > (2.15)

dengan C = konsentrasi sedimen (kg/m3) a = massa kertas saring + sedimen b = massa awal kertas saring

Untuk analisa data kecepatan jatuh sedimen, nilai konsentrasi yang dipakai dalam bentuk persentase (%) dengan tujuh perhitungan sesuai sampel.

C1 = ∑++? x 100%; C2 =

+?A B5

∑+ x 100%; C3 =

+?A B5A B<

∑+ x100%; dst.... (2.16) Perhitungan untuk kecepatan jatuhnya sendiri dengan:

w = C = D EC ( )


(38)

l tabung

l = 1.00 m d = 38 mm d

penyangga

klep penutup

Gambar 2.3 Tabung kecepatan jatuh dari Metode Bottom Withdrawal


(39)

2.5.4 Deposisi dari sedimen kohesif

Deposisi (dan resuspensi) dari sedimen kohesif begitu rumit. Walaupun banyak studi di masa lampau, banyak ketidakpastian yang terkait dengan deposisi dan resuspensi sedimen kohesif yang ada. Kesulitan di dalam keakuratan dan contoh data yang pasti adalah satu kendala yang besar:

a. Percobaan sedimen di laboratorium tidak memerlukan kondisi yang sebenarnya. b. Sulit untuk mengukur dari semua parameter yang penting untuk pengembangan

model deposisi dan resuspensi.

Erosi terjadi ketika tegangan geser di dasar melebihi gaya tahanan di dasar (tegangan geser kritis), yang sebaliknya tergantung pada parameter dasar yang lain, seperti komposisi sedimen, kadar air, salinitas, dan waktu dari konsolidasi dasar. Umumnya, model dari sedimen dasar sangat empiris dan lokasinya spesifik. Deposisi, dengan kata lain, secara langsung terpengaruh oleh proses hidrodinamik di dalam air, sehingga secara langsung menjadi model yang rapat.

Tegangan geser yang besar di dasar menghancurkan floc yang besar sebelum mereka jatuh. Kemudian butiran yang sudah pecah dari floc tersebut dan partikel tunggal tersuspensi. Ketika floc yang jatuh menyentuh sedimen di dasar, berat dari butiran sedimen memaksa air pori keluar dan struktur floc hancur perlahan di dasar. Sementara itu, floc yang kecil akan lebih mudah tersuspensi dan erosi akan berlanjut sampai kekuatan tegangan geser dasar stabil. Penyusunan kembali partikel akan meningkatkan kekuatan tegangan geser dan perlawanan ke resuspensi, secara umum menjadi konsolidasi.


(40)

2.5.5 Resuspensi dari sedimen kohesif

Resuspensi (erosi) dari sedimen yang dihasilkan dari tegangan geser dasar diatur oleh arus dan gelombang. Erosi dimulai ketika tegangan geser dasar ama dengan tegangan geser permukaan dari sedimen dasar. Sedimen kohesif dasar terdiri dari partikel tunggal, tetapi lebih disempurnakan menjadi kelompok butiran tergabung bersama secara kohesi. Erosi terjadi dimana kohesi terlalu kuat. Erosi rata-rata dan kedalaman di dasar yang terjadi begitu kuat pada profil dari kekuatan dasar. Jenis profil ini menunjukkan peningkatan dengan kedalaman dan meningkatnya konsolidasidengan kedalaman. Ketika kekuatan di dasar tidak sanggup untuk menolak tekanan erosi, resuspensi bermula.

Perilaku dari sedimen kohesif sangat kompleks dan tidak hanya bergantung pada kondisi aliran, tetapi juga properti elektrokimia dari sedimen. Faktor seperti kondisi hidrodinamik, distribusi ukuran partikel, tipe vegetasi dan distribusi, properti biokimia di dasar, dan waktu tempuh sedimen dasar, semua mempengaruhi erosi dari sedimen kohesif dasar. Karena kohesi, konsolidasi sedimen membutuhkan tekanan tinggi untuk pergerakkan, membuat lebih tahan terhadap erosi. Tegangan geser kritis untuk erosi dari dasar kohesif lebih signifikan daripada tegangan geser kritis untuk deposisi. Dengan kata lain, sekali partikel terdeposisi di dasar, ikatan kohesif dengan partikel lain membuatnya lebih sulit untuk terhapus daripada partikel tunggal yang dibutuhkan. Bagaimanapun, sekali sedimen kohesif tersuspensi, akan bergerak jatuh perlahan dan diperlukan untuk inisiasi erosi.


(41)

2.6 Karakter Profil Pantai

Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Ada dua tipe tanggapan pantai dinamis terhadap gerak gelombang, yaitu tanggapan terhadap kondisi gelombang normal dan tanggapan terhadap kondisi gelombang badai. Gelombang normal merupakan gelombang yang terjadi dalam waktu yang lebih lama, dan energi gelombang dengan mudah dapat dihancurkan oleh mekanisme pertahanan alami pantai. Gelombang badai adalah sebutan untuk fenomena gelombang laut yang terjadi karena itupan angin badai, yang ukurannya di atas ukuran gelombang normal, yang melanda ke daratan. Di Indonesia, secara umum masyarakat menyebut fenomena gelombang ini dengan Gelombang Pasang. Gelombang badai dapat menyebabkan air laut masuk ke daratan dan mencapat jarak 200 meter ke dalam daratan dari tepi pantai.

Pada saat badai terjadi gelombang mempunyai energi besar. Sering pertahanan alami pantai tidak mampu menahan serangan gelombang, sehingga pantai dapat tererosi. Setelah gelombang besar reda, pantai akan kembali ke bentuk semula. Dengan demikian pantai tersebut mengalami erosi. Material yang terbawa arus tersebut diatas akan mengendap di daerah yang lebih tenang. Seperti di muara sungai, teluk, pelabuhan , dan sebagainya, sehingga mengakibatkan sedimentasi di daerah tersebut.

Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh material yang membentuk pantai tersebut dan juga gaya-gaya pembentuknya. Pantai dapat terbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir, kerikil, dan batu. Pantai lumpur mempunyai kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih besar yang berkisar


(42)

antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan pantai berkerikil bisa mencapai 1:4, pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah pantai dimana banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah tersebut dan gelombang relatif kecil. Bentuk profil pantai pada umumnya seperti ditunjukkan dalam gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Bentuk profil pantai

Dari gambar 2.4 diatas dapat dilihat bahwa profil pantai dapat dibagi kedalam empat bagian yaitu: daerah lepas pantai (offshore), daerah pantai dalam (inshore), daerah depan pantai (foreshore), dan daerah belakang pantai (backshore). Sedangkan menurut sudut pandang hidrodinamika, perairan pantai di daerah dekat pantai (nearshore zone) dibagi menjadi tiga daerah yaitu: daerah gelombang pecah (breaker zone), daerah buih (surf zone), dan daerah swash (swash zone).

Penjelasan dari beberapa uraian di atas diberikan sebagai berikut (Triadmodjo, 1999).


(43)

Inshore (daerah pantai dalam) adalah daerah profil pantai yang terbentang keaarah laut batas daerah depan pantai (foreshore) sampai ke bawah breaker zone.

Foreshore (daerah depan pantai) adalah daerah yang meliputi garis pantai , daerah swash sampai dengan bagian yang tidak terlalu jauh dari garis pantai.

Backshore (daerah belakang pantai) adalah daerah yang dibatasi oleh garis pantai kearah daratan.

Offshore (daerah lepas pantai) adalah daerah dari garis gelombang pecah kearah laut.

Breaker zone (daerah gelombang pecah) adalah daerah dimana gelombang yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan akhirnya pecah. Di pantai yang landai gelombang pecah bisa terjadi dua kali.

Surf zone (daerah buih) adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang di pantai. Pantai yang landai mempunyai surf zone yang lebar.

Swash zone (daerah swash) adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.

Longshore bar (gundukan sepanjang pantai) adalah tumpukan pasir yang paralel terhadap garis pantai. Tumpukan pasir tersebut dapat muncul pada saat air surut, pada saat lain dapat menjadi barisan tumpukan pasir yang sejajar pantai dengan kedalaman yang berbeda.


(44)

Secara umum, bentuk profil alami pantai dibagi atas dua bagian menurut jenis sedimen penyusunnya, yaitu: profil pantai berpasir (coarse-grained profiles) dan profil pantai berlumpur (fine-grained profiles).

2.6.1 Profil pantai berpasir

Pada umumnya profil pantai berpasir mempunyai bentuk serupa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4 dalam gambar tersebut pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas antara kedua zona adalah puncak berm, yaitu titik dari runup maksimum pada kondisi gelombang normal (biasa). Runup adalah naiknya gelombang pada permukaan miring. Runup gelombang mencapai batas antara pesisir dan pantai hanya selama terjadi gelombang badai. Surfzone terbentang dari titik dimana gelombang pertama kali pecah sampai titik runup di sekitar lokasi gelombang pecah. Di lokasi gelombang pecah terdapat longshore bar, yaitu gundukan pasir di dasar yang memanjang sepanjang pantai.

Selama kondisi gelombang biasa (tidak ada badai) pantai dalam keadaan keseimbangan dinamis. Selama terjadinya gelombang tersebut sejumlah pasir bergerak pada profil pantai, tetapi angkutan netto pada suatu lokasi yang ditinjau sangat kecil. Pada saat gelombang pecah, sebagian besar energi gelombang dihancurkan dalam turbulensi. Butir pasir digerakkan dari dasar dan tersuspensi oleh turbulensi. Pecahnya gelombang tersebut menghempaskan massa air ke pantai dengan membawa pasir tersebut. Massa air tersebut menghancurkan sisa energinya dengan runup ke pantai. Sebagian air yang naik tersebut akan kembali ke laut melalui permukaan pantai. Air yang kembali tersebut kurang turbulen, sehingga pasir yang terangkut ke arah laut tidak


(45)

sebanyak yang terangkut ke arah darat, sehingga pada kondisi gelombang kecil tersebut terbentuk pantai secara perlahan-lahan. Aliran kembali dari air dan pasir yang terjadi sepanjang dasar menuju offshore bar di sisi luar gelombang pecah.

Pada saat terjadi badai, dimana gelombang besar dan elevasi muka air diam lebih tinggi karena adanya setup gelombang dan angin, pantai dapat mengalami erosi. Gambar 2.5 menunjukkan proses terjadinya erosi pantai oleh gelombang badai dengan puncak gelombang sejajar garis pantai. Gambar 2.5.a adalah profil pantai dengan gelombang normal yang terjadi sehari-hari. Pada saat terjadi badai yang bersamaan dengan muka air tinggi, gelombang mulai mengalami sand dunes, dan membawa material ke arah laut dan kemudian mengendap (gambar 2.5.b). gelombang badai yang berlangsung cukup lama semakin banyak mengerosi bukit pasir (sand dunes) seperti terlihat pada gambar 2.5.c. Setelah badai reda gelombang normal kembali. Selama terjadinya badai tersebut terlihat perubahan profil pantai. Dengan membandingkan profil pantai sebelum dan sesudah badai, dapat diketahui volume sedimen yang tererosi dan mundurnya garis pantai (gambar 2.5.d).

Setelah badai berlalu, kondisi gelombang normal kembali. Gelombang ini akan mengangkut sedimen yang telah diendapkan di perairan dalam selama badai, kembali ke pantai. Gelombang normal yang berlangsung dalam waktu panjang tersebut akan membentuk pantai kembali ke profil semula. Dengan demikian profil pantai yang ditinjau dalam satu periode panjang menunjukkan kondisi yang stabil dinamis.

Apabila gelombang yang terjadi membentuk sudut dengan garis pantai, maka akan terjadi dua proses angkutan sedimen yang bekerja secara bersamaan, yaitu komponen tegak lurus dan sejajar garis pantai. Sedimen yang tererosi oleh komponen


(46)

tegak lurus dan sejajar garis pantai (gambar 2.5) akan terangkut oleh arus sepanjang pantai sampai ke lokasi yang cukup jauh. Akibatnya apabila ditinjau di suatu lokasi, pamtai yang mengalami erosi pada saat terjadi badai tidak bisa terbentuk kembali pada saat gelombang normal, karena material yang tererosi telah terbawa ke tempat lain. Dengan demikian, untuk satu periode waktu yang panjang, gelombang yang datang dengan membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menyebabkan mundurnya (erosi) garis pantai.


(47)

Gambar 2.5 Proses pembentukan pantai (Triadmodjo, 1999)

Sand dunes seperti yang telah disebutkan diatas biasanya terdapat pada pantai berpasir. Pada saat air pasang bagian atas dari foreshore akan terbentuk dan menjadi kering selama air surut. Angin yang berhembus ke arah darat dapat mengangkut pasir yang


(48)

kering tersebut ke arah darat di backshore atau lebih jauh lagi di pesisir dan membentuk sand dunes. Sand dunes ini dapat berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap serangan gelombang.

Profil pantai berpasir didominasi oleh pasir dalam ukuran yang besar hingga pasir ukuran yang kecil dimana sedimen dianggap tidak kohesif (diameter lebih besar dari 0,0625 mm).

Profil pantai berpasir didominasi oleh pasir dalam ukuran yang besar hingga pasir ukuran yang kecil di mana sedimen dianggap tidak kohesif (diameter > 0,064 mm). Persamaan profil pantai berpasir telah diberikan oleh Bruun (1954) dan Dean (1977) dan arah koordinat dari parameter pantai terdapat pada Gambar 2.6 sebagai berikut:

ℎ = IJC (2.18)

dimana h = kedalaman air (m) A = parameter skala profil y = jarak dari garis pantai (m) n = konstanta.


(49)

2.6.2 Profil pantai berlumpur

Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar kelaut. Selain itu kondisi gelombang di pantai tersebut relatif tenang sehingga tidak mampu membawa (dispersi) sedimen tersebut ke perairan dalam di laut lepas. Sedimen suspensi tersebut dapat menyebar pada suatu daerah perairan yang cukup luas sehingga membentuk pantai yang luas, datar, dan dangkal. Kemiringan dasar laut/pantai sangat kecil

Biasanya pantai berlumpur sangat rendah dan merupakan daerah rawa yang terendam air pada saat muka air tinggi (pasang). Daerah ini sangat subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau (mangrove). Mangrove adalah tumbuhan berwujud semak dan pohon dengan akar tunjang, yaitu akar yang banyak tumbuh dari batang menjadi penopang tumbuhan tersebut. Selain itu ada juga mangrove yang mempunyai akar pernapasan yang menyembul dari tanah. Magrove dengan akar tunjang dan akar pernapasan yang menyembul dari tanah. Mangrove dengan akar tunjang dan akar pernapasan tang begitu ruwet di pantai dapat menangkap lumpur sehingga terjadi sedimentasi. Hutan bakau ini dapat berfungsi sebagai peredam energi gelombang, sehingga pantai dapat terlindung terhadap erosi.

Pada umumnya sedimen yang berada di daerah pantai (perairan pantai, muara pantai atau estuari, teluk) adalah sedimen kohesif dengan diameter butiran sangat kecil, yaitu dalam beberapa mikron. Sifat-sifat sedimen lebih tergantung pada gaya-gaya permukaan daripada gaya berat. Gaya-gaya permukaan tersebut adalah gaya tarik dan gaya tolak. Apabila resultannya merupakan gaya tarik, partikel akan berkumpul dan membentuk flokon dengan dimensi yang jauh lebih besar daripada dimensi partikel


(50)

individu. Fenomena ini disebut dengan flukoasi. Sebagian besar sedimentasi yang terjadi di perairan pantai merupakan hasil flukoasi sedimen kohesif.

Lee (1995) mengemukakan bahwa gelombang pecah tidak selalu menjadi dasar dissipasi energi di daerah buih (surf zone) untuk profil pantai berlumpur, tetapi juga efek viskositas (kekentalan) mengakibatkan disipasi energi gelombang. Oleh karena itu, Lee (1995) mengembangkan persamaan untuk profil pantai berlumpur adalah sebagai berikut.

K(L)= K M GN(LO L) (2.19)

dimana K = tinggi gelombang pada jarak J

J = jarak dari garis pantai sampai ke batas onshore k = koefisien

2.7 Bangunan Pelindung Pantai

Erosi pantai adalah proses mundurnya garis pantai dari kedudukan garis pantai semula yang antara lain disebabkan oleh :

a. Daya tahan erosi material dilampaui oleh kekuatan eksternal yang ditimbulkan oleh pengaruh hidrodinamika (arus dan gelombang).

b. Terganggunya atau tidak adanya keseimbangan antara suplai sedimen yang datang ke bagian pantai yang ditinjau dan kapasitas angkutan sedimen di bagian pantai tersebut.

Erosi pantai tergantung pada kondisi angkutan sedimen pada lokasi tersebut, yang di pengaruhi oleh : angin, gelombang, arus, pasang surut, sedimen dan kejadian


(51)

lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulaah manusia yang mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai tersebut.

Salah satu metode penanggulangan erosi pantai adalah penggunaan struktur pelindung pantai, dimana struktur tersebut berfungsi sebagai peredam energi gelombang pada lokasi tertentu. Struktur pelindung pantai juga memicu adanya penumpukan sedimen.

2.7.1 Groin dan Jetty

Groin dan jetty merupakan bangunan tegak lurus pantai untuk mengamankan pantai dari gangguan kesetimbangan angkutan sedimen sejajar pantai (longshore transport). Groin berfungsi menahan laju sedimen sejajar pantai dan biasanya berupa serangkaian struktur krib (Gambar 2.7). Sedimen akan terperangkap di bagian hilir/bayangan krib akan terjadi erosi. Sedimen yang terperangkap di antara krib-krib diharapkan lama-kelamaan akan membentuk sudut garis pantai sedemikian rupa sehingga arah datang gelombang menjadi tegak lurus terhadap garis pantai baru tersebut. Bila arah datang gelombang tegak lurus terhadap garis pantai maka angkutan sedimen sejajar pantai akan terhenti dan pantai akan stabil. Groin dapat dibuat pendek (lebih pendek dari lokasi gelombang pecah) atau panjang (melampaui zona gelombang). Puncaknya dapat dibuat tinggi maupun rendah tergantung pada keperluannya. Sebagai bahan groin dapat dipakai tumpukan batu, bronjong, kayu, sheet pile beton maupun baja. Konsep tersebut ternyata tidak selalu berhasil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberadaan krib justru meningkatkan arus sirkulasi di antara dua krib dan membentuk rip current yang akan mengangkut sedimen hilang ke lepas pantai. Erosi


(52)

yang terjadi di daerah sebelahnya. Dari sisi e kaki di pantai. Selain erosi yang disebabkan

Jetty merupak laut (Gambar 2.8). Str sungai. Dengan adany littoral transport. Perm

rah hilir krib juga dapat membahayakan keama isi estetis adanya krib menggangu keindahan da lain itu groin sama sekali tidak efektif untuk me

an oleh angkutan sedimen tegak lurus pantai (c akan bangunan tegak lurus pantai yang cukup Struktur ini dibangun untuk mengatasi masalah

anya jetty yang cukup panjang, maka muara s ermaslahan yang terjadi adalah tertahannya sed

Gambar 2.7 Groin

Gambar 2.8 Jetty

manan bangunan krib di dan kenyamanan pejalan mengatasi permasalahan cross-shore transport). up panjang menjorok ke

lah pendangkalan muara a sungai akan bebas dari edimen di sisi hilir jetty.


(53)

2.7.2 Seawall dan R Tembok laut ( pembatas antara darat Gambar 2.9. Fungsin serangan gelombang Dengan adanya temb (seawall) berupa struk sedangkan revetment (Gambar 2.10).

Karena struktu ditimbulkan oleh bang mencapai dua kali (clapotis). Akibatnya, membahayakan struktu

Revetment

t (seawall) berupa bangunan yang dibuat pad ratan di satu sisi dan perairan di sisi lainnya sep sinya adalah untuk melindungi/mempertahan ng serta untuk menahan tanah di belakang mbok laut diharapkan proses abrasi dapat dih truktur kuat yang diharapkan mampu menahan ent berupa struktur fleksibel susunan batu ko

ktur tembok laut berupa bangunan yang kua angunan tersebut justru meningkatkan tinggi gelo li tinggi gelombang datang dan dapat terja ya, di depan struktur tersebut justru terjadi gerus uktur itu sendiri.

Gambar 2.9 Seawall

ada garis pantai sebagai seperti yang terlihat pada ankan garis pantai dari g tembok laut tersebut. dihentikan. Tembok laut an gempuran gelombang kosong atau blok beton

uat, maka refleksi yang gelombang bahkan dapat terjadi gelombang tegak rusan yang kadang dapat


(54)

2.7.3 Breakwater Breakwater ata yang dibuat sejajar p gelombang dibangun dengan menghancurk endapan dibelakang sepanjang pantai.

Sebenarnya br macam yaitu pemeca banyak digunakan pa perlindungan pantai te sama, hanya pada tipe di sepanjang pemeca Penjelasan lebih rinci

Gambar 2.10 Revetment

atau dalam hal ini pemecah gelombang lepas p r pantai dan berada pada jarak tertentu dari g

un sebagai salah satu bentuk perlindungan rkan energi gelombang sebelum sampai ke pa g bangunan. Endapan ini dapat menghalan

breakwater atau pemecah gelombang dapat d ecah gelombang sambung pantai dan lepas

pada perlindungan perairan pelabuhan, sedang i terhadap erosi. Secara umum kondisi perencan tipe pertama perlu ditinjau karakteristik gelomb ecah gelombang, seperti halnya pada perenca inci mengenai pemecah gelombang sambung p

s pantai adalah bangunan ri garis pantai. Pemecah n pantai terhadap erosi pantai, sehingga terjadi langi transport sedimen

t dibedakan menjadi dua as pantai. Tipe pertama angkan tipe kedua untuk canaan kedua tipe adalah bang di beberapa lokasi canaan groin dan jetty. g pantai lebih cenderung


(55)

berkaitan dengan palabuhan dan bukan dengan perlindungan pantai terhadap erosi. pemecah gelombang lepas pantai dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai, maka tergantung pada panjang pantai yang dilindungi, pemecah gelombang lepas pantai dapat dibuat dari satu pemecah gelombang atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang dipisahkan oleh celah.

Bangunan ini berfungsi untuk melindungi pantai yang terletak dibelakangnya dari serangan gelombang yang dapat mengakibatkan erosi pada pantai. Perlindungan oleh pemecahan gelombang lepas pantai terjadi karena berkurangnya energi gelombang yang sampai di perairan di belakang bangunan. Karena pemecah gelombang ini dibuat terpisah ke arah lepas pantai, tetapi masih di dalam zona gelombang pecah (breaking zone). Maka bagian sisi luar pemecah gelombang memberikan perlindungan dengan meredam energi gelombang sehingga gelombang dan arus di belakangnya dapat dikurangi.

Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang sebagian energinya akan dipantulkan (refleksi), sebagian diteruskan (transmisi) dan sebagian dihancurkan (dissipasi) melalui pecahnya gelombang, kekentalan fluida, gesekan dasar dan lain-lainnya. Pembagian besarnya energi gelombang yang dipantulkan, dihancurkan dan diteruskan tergantung karakteristik gelombang datang (periode, tinggi, kedalaman air), tipe bangunan peredam gelombang (permukaan halus dan kasar, lulus air dan tidak lulus air) dan geometrik bangunan peredam (kemiringan, elevasi, dan puncak bangunan).


(56)

Berkurangnya pengiriman sedimen yang berasal dari dae belakang struktur akan

2.7.4 Artificial Hea Tanjung buata mengikis bukit-bukit proses alam untuk m signifikan lebih mu memberikan perlindu macam resiko. Tanju namun umurnya biasa

Tanjung buata pantai semakin stabil,

ya energi gelombang di daerah terlindun n di daerah tersebut. Maka pengiriman sedim aerah di sekitarnya akan diendapkan dibelakan kan stabil dengan terbentuknya endapan sedime

Gambar 2.11 Breakwater

eadland

atan adalah struktur batuan yang dibangun di s kit untuk melindungi titik strategis, yang m melanjutkan sepanjang bagian depan yang te murah daripada melindungi seluruh bagia

dungan sementara atau jangka panjang denga njung sementara dapat dibentuk dari gabion asanya tidaklah panjang antara 1 sampai 5 tahu

atan berfungsi menstabilkandaerah pesisir pan bil, garis pantai menjadi lebih menjorok sehing

ung akan mengurangi dimen sepanjang pantai ang bangunan. Pantai di ment tersebut.

i sepanjang ujung pantai memungkinkan proses-g tersisa. Hal ini secara gian depan dan dapat gan aktif dari berbagai ions atau kantong pasir,

hun

pantai, membentuk garis ingga energi gelombang


(57)

akan hilang pada dae stabil dan dapat berk tanjung. struktur pen tetapi tidak mungkin m berlangsung terus-me mencegah kegagalan perlindungan sebagai

2.7.5 Beach Nouris Beach Nouris sedimentasi pada pan stabil. Kita ketahui kekurangan suplai pa

aerah shoreline dan akhirnya membentuk pesis erkembang. Stabilitas akan tergantung pada p

endek dengan celah panjang akan memberika in mengizinkan bentuk rencana stabil untuk dik menerus tanjung mungkin perlu diperpanjang a lan struktural, meskipun tanjung buatan aka

ai breakwaters perairan dekat pantai.

Gambar 2.12 Artificial Headland

rishment

rishment merupakan usaha yang dilakukan pantai ke daerah yang terjadi erosi, sehingga i erosi dapat terjadi jika di suatu pantai y pasir. Stabilitasi pantai dapat dilakukan denga

esisir rencana yang lebih panjang dan jarak dari rikan perlindungan lokal dikembangkan. Jika erosi atau dipindahkan untuk akan terus memberikan

an untuk memindahkan ga menjaga pantai tetap i yang ditinjau terdapat ngan penambahan suplai


(58)

pasir ke daerah yang terjadi erosi itu. Apabila erosi terjadi secara terus menerus , maka suplai pasir harus dilakukan secara berkala dengan laju sama dengan kehilangan pasir . Untuk pantai yang cukup panjang maka penambahan pasir dengan cara pembelian kurang efektif sehingga digunakan alternatif pasir diambil dari hasil sedimentasi sisi lain dari pantai. Skematik dari aplikasi untuk Beach Nourishment pada Gambar 2.7 berikut:

Gambar 2.13 Skematik Beach Nourishment

2.7.6 Mangrove

Berbagai macam cara, baik tradisional maupun modern, bentuk dan bahan telah digunakan sebagai terumbu buatan untuk meningkatkan kualitas habitat ikan dan biota laut lainnya. Mangrove merupakan tumbuhan pantai yang dapat tumbuh baik di lingkungan tropis maupun subtropis. Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan labil. Daerah pertumbuhan mangrove merupakan suatu ekosistem yang

erosi

sedimentasi Perpindahan dari sedimentasi ke daerah erosi


(59)

spesifik, hal ini disebabkan oleh adanya proses kehidupan biota (flora dan fauna) yang berkaitan baik yang terdapat di daratan maupun di lautan.

Manfaat dan fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai habitat yang berperan penting sebagai tempat berpijah dan tempat asuhan berbagai jenis ikan, udang dan biota lainnya serts merupakan habitat berbagai jenis burung, mamalia dan reptil.

Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta dipengaruhi pasang dan surut. Ekosistem ini merupakan gabungan komponen daratan dan akuatik, termasuk tumbuh-tumbuhan yang terdapat di lumpur/pasir yang berair, sedangkan komponen hewan terdapat pada akar, batang-batang mangrove, lumpur, dan pada perairan yang melewati kawasan dan bagian daratannya. Ekosistem mangrove pada dasarnya memiliki nilai ekonomi, ekologi dan social. Secara ekonomis mangrove dimanfaatkan untuk kayu bakar, arang, penyamak kulit, bahan-bahan bangunnan, peralatan rumah tangga, obat-obatan dan bahan baku untuk pulp dan industry kertas. Selain itu mangrove juga dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata alam (ecotourism), baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan mangrove sebagai daerah tujuan wisata ilmu telah dilakukan oleh Pusat Riset Kelautan, Universitas Songkla, di Hat Yai, Thailand Selatan yang mengelola kawasan mangrove secara terpadu sebagai tempat rekreasi dan penelitian.

Nilai penting ekologi mangrove berupa fungsinya sebagai feeding ground, spawing ground, nursery ground berbagai jenis biota, disamping sebagai pensuplai hara bagi lingkungan perairan sekitar. Nilai social hutan mangrove berkaitan dengan cara hidup sebagian besar masyarakat pesisir yang kebutuhan hidupnya bergantung pada hutan mangrove. Mangrove yang berkembang dengan baik memberikan fungsi dan


(60)

keuntungan yang be bahan bangunan dan p

2.8 Aplikasi dari 1. Incipient motion

d

weig

Gambar 2.1

besar,baik dalam mendukung perairan laut, n produk-produk lain bagi kebutuhan setempat.

Gambar 2.14 Mangrove

ri Persamaan-persamaan Kecepatan Jatuh

ν

D

νd

eight

r 2.15 Diagram dari partikel sedimen yang berg terbuka

t, memberikan pasokan at.


(61)

Untuk menghitung incipient motion dilakukan dengan pendekatan kecepatan kriteria Yang. Perkembangan ditunjukkan secara detail untuk menggambarkan bagaimana beberapa teori dasar dari mekanika fluida dapat diaplikasikan pada studi incipient motion. Pengaruh yang kuat dari partikel sedimen berbentuk bola pada dasar saluran ditunjukkan pada Gambar 2.15. Untuk sebagian besar sungai dengan saluran miring kecil kemungkinan terjadi gravitasi yang kuat dari komponen pada aliran langsung dan dapat diabaikan dengan pergerakan yang kuat dari partikel sedimen berbentuk bola. Kuat hambat dapat ditunjukkan sebagai:

FD = CD &D5 P Vd2 (2.20)

Dimana Vd adalah kecepatan pada jarak d di atas dasar

Akhir kecepatan jatuh dari sebuah partikel berbentuk bola dapat dicapai ketika adanya keseimbangan antara kuat hambatan dan berat dari partikel di bawah permukaan, ketika:

CD’&D5 P w2 = &D

<

' (ρs – ρa) g (2.21)

Dimana CD’ merupakan koefisien hambatan pada w

Subtitusi CD’ dengan CD ψ1 dan eliminasi CD dari persamaan 2.20 dan 2.21 kuat hambat menjadi:

FD = &D

<

'Q?F5 (ρs – ρa) g Vd

2

(2.22) Jika kita asumsikan pada hukum logaritma untuk distribusi kecepatan jatuh dapat diaplikasikna pada kasus ini

R

S∗ = 5,75 log

L


(62)

Dimana Vy = kecepatan pada jarak y di atas dasar dan B adalah fungsi kekasaran Kemudian kecepatan pada y = d menjadi

Vd = BU* (2.24)

Kecepatan rata-rata dapat diperoleh dengan integrasi persamaan 2.23 dari y = ε ke y = D dengan ε→ 0:

V = U*T5,75 .XY7)D− 1/ + ]^ (2.25) Dari persamaan (2.22), (2.24) dan (2.25)

FD = &D<

'Q? (ρs – ρa) g.F/ _

`

a,ba T>c .,d/ ^ `e (2.26) Pergerakan kuat yang meningkat pada partikel dapat diperoleh:

FL = CL &D5 P Vd2 (2.27) Hubungan dantara koefisien gaya angkat CL dan koefisien hambatan CD dapat ditentukan dengan percobaan. Jika kita misalkan ψ2CL = CD dan mengikuti prosedur yang sama pada persamaan (2.26), kita dapat:

FL = 'Q&D<

?Q5 (ρs – ρa) g.F/ _

`

a,ba T>c .,d/ ^ `e (2.28) Berat dari partikel di bawah permukaan (suspensi)

ws = &D

<

' (ρs – ρa) g (2.29)

Kemudian kekuatan resistan menjadi FR = ψ3 (ws – FL)

= Q< & D<

' (ρs – ρa) gf1 − Q?Q5.F/ _

`


(63)

Dimana ψ merupakan koefisien geser

Asumsikan bahwa incipient motion terjadi ketika FD = FR dari persamaan (2.26) dan (2.30)

hi

F = _

`a,ba T>c .,d/ ^

` + 1e.

Q?Q5Q<

Q5 Q</

/

(2.31) Dimana Vcr merupakan kecepatan jatuh kritis rata-rata pada incipient motion dan Vcr/w adalah dimensi kecepatan jatuh kritis

Persamaan (2.31) adalah persamaan dasar spesifik kondisi aliran ketika partikel sedimen siap untuk bergerak pada dasar dari saluran terbuka. Nilai dari ψ1, ψ2, dan ψ3 harus ditentukan dengan percobaan. Fungsi kekasaran B tergantung pada apakah batas dalam hidrolik licin, transisi atau kasar sempurna.

Dalam area hidrolik yang licin, B hanya sebagai fungsi kecepatan geser dari bilangan Reynold U* d/v (schlichting, 1962) yaitu:

B = 5,5 + 5,75 log S6∗D, 0<S6∗D<5 (2.32) Kemudian persamaan (2.31) menjadi

hi

F = _

>c .,d/

jkl.m∗dn / ,oa'+ 1e. Q?Q5Q<

Q5 Q</

/

(2.33) Dimana ada pola semilog hiperbola antara Vcr/w dan U* d/v. Kekasaran relatif d/D tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada bentuk dari hiperbola area hidrolik yang licin.

Pada area kasar sempurna, ada bagian yang keluar dari sublapisan laminar. Pengaruh pergeseran laminar dapat diabaikan dan B tetap menjadi fungsi dari kekasaran relatif d/D;

B = 8.5, S∗D


(64)

Sehingga persamaan (2.31) menjadi

hi

F = _

>c .,d/

, 3 + 1e. Q?Q5Q<

Q5 Q</

/

(2.35) Persamaan (2.35) terindikasi pada area kasar sempurna, plot dari Vcr/w serta U*d/v berada pada garis horizontal. Posisi garis horizontal ini bergantung pada nilai kekasaran relatif ψ1, ψ2, dan ψ3.

Pada area transisi dengan kecepatan geser bilangan Reynold antara 5 dan 70, bagian yang sampai keluar dari sublapis laminar. Kedua pergeseran laminar dan pergerakan turbulen dapat dipertimbangkan. Pada kasus ini, B dipisahkan dari persamaan (2.32) dengan meningkatnya U* d/v. Ini sangat masuk akal karena pada dasarnya persamaan (2.33) masih berlaku tetapi dengan kekasarana relatif d/D memiliki peranan peningkatan yang penting sebagai meningkatnya U* d/v.

Kumpulan data laboratorium dari berbagai peneliti yang berbeda yang digunakan oleh Yang (1973) untuk koefisien determinan pada persamaan (2.33) dan (2.35) maka kriteria incipient motion diperoleh sebagai berikut:

hi

F =

.a

jkl.m∗dn / . ' + 0.66, 1.2< S∗D

6 <70 (2.36) dan hi

F = 2.05, 70 ≤

S∗D

6 (2.37)

2. Resistensi terhadap aliran pada batas bergerak

Banyaknya pendekatan yang digunakan pada penentuan kekasaran total dari saluran alluvial berdasarkan pada konsep dari pemisahan kekasarna antara butiran dan bentuk kekasaran. Cara yang disarankan oleh beberapa peneliti yang berbeda data harus


(1)

Dari Gambar 4.3 diperoleh nilai kecepatan jatuh sedimen lanau adalah sekitar wsk1 = 4,8 mm/s dan untuk sedimen lempung sekitar wsk2 = 0,003 mm/s.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengerjaan tugas akhir ini, maka dapat diambil beberapa poin kesimpulan yakni sebagai berikut :

1. Pengambilan contoh sedimen di Pantai Bunga ini dilakukan dengan pengambilan di 4 titik pada kedalaman +1.5 , +1 , 0, dan -1. Yang berjarak interfal 10 meter. Dengan presentase lempung yang cukup besar 71,20%, lanau 10,24% dan pasir 18,56%, maka Pantai Bunga dikategorikan sebagai pantai berlumpur.

2. Viskositas kinematik dari Pantai Bunga adalah 0,80 mm2/s dan temperatur air laut 30o C serta dengan massa sedimen rata-rata adalah 2737 kg/m3, didapat nilai dari kerapatan relatif rata-rata 1,6702 :

3. Pada studi kasus di Pantai Bunga ini, kecepatan arus 110 mm/s dan memiliki bilangan Reynold besar 1 (Re > 1) pada lanau bernilai Re = 10,3125 dan didapat koefisien hambatan sebesar CD = 3,52.

4. Perhitungan yang dilakukan dengan metode Stokes untuk sedimen lanau yang berdiameter 0,075 mm menghasilkan kecepatan jatuh rata-rata sebesar 0,682 mm/s. Dan untuk sedimen lempung yang berdiameter 0,002 mm diperoleh nilai


(3)

Reynold kecil 1 (Re < 1) menghasilkan kecepatan jatuh rata-rata sebesar 4,5513 x 10-6 mm/s.

5. Untuk metode Bottom Withdrawal Tube diperoleh nilai kecepatan jatuh sedimen 0,68 mm/s dan pada kasus kecepatan jatuh dalam perencanaan kantong lumpur diperoleh kecepatan endap sedimen lanau 4,8 mm/s dan untuk lempung 0,003 mm/s.

6. Dari ketiga metode yang dipakai, ada dua metode yang hasilnya hampir sama yaitu metode Stokes dan metode Bottom Withdrawal Tube yakni 0,682 mm/s dan 0,68 mm/s. Sedangkan untuk perhitungan kecepatan jatuh pada kantong lumpur sangat jauh berbeda.

7. Hasil dari kecepatan jatuh sedimen pada poin 4 dan 5 menunjukkan bahwa banyak sedimen yang tersuspensi akibat dari ukuran butiran sedimen yang sebagian besar merupakan lempung yang sulit untuk jatuh dengan cepat. Perubahan debit sedimen mengakibatkan perubahan garis pantai dimana apabila sedimen yang masuk lebih besar daripada sedimen yang keluar maka akan menimbulkan akresi pada garis pantai tersebut yang menyebabkan garis pantai maju ke arah lautan dan juga sebaliknya, apabila sedimen yang masuk lebih kecil daripada sedimen yang keluar maka akan menimbulkan erosi pada garis pantai tersebut yang menyebabkan garis pantai mundur ke arah daratan.


(4)

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya disarankan dilakukan pada daerah yang memiliki jenis sedimen dan tipe pantai yang berbeda agar nilai dari kecepatan jatuh sedimen yang dihasilkan berbeda-beda kemudian dibandingkan hasilnya. Selain itu, untuk perhitungan di laboratorium diperlukan ketelitian dari manusia, sebab human error bisa saja terjadi pada setiap kasus.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Dean, R. G. 2002. Coastal Processees with Engineering Applications. United Kingdom: Cambridge University Press.

Diposaptono, Subandono. 2009. Erosi Pantai (Coastal Erosion). repository.ipb.ac.id. Iqbal, Muhammad. 2010. Studi Karakter Profil Pantai Cermin. Fakultas Teknik, Jurusan

Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Iskandar, I. W. P. 2008. Studi Karakteristik Sedimen di Perairan Pelabuhan Belawan. Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Ji, Zhen-Gang. 2008. Hydrodynamics and Water Quality. Jhon Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

Kalay, Degen Erasmus. 2008. Perubahan Garis Pantai di Sepanjang Pesisir Pantai Indramayu. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi. 2002. Kajian Erosi dan Sedimentasi pada DAS Teluk balikpapan, Kalimantan Timur.

Kurniyasari, Endah. 2010. Pengangkutan Sedimen di Dekat Pantai. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Satriadi, Alfi. 2004. Jenis dan Karakteristik Sedimen Daerah Mangrove di Pantai

Kabongan Lor Kabupaten Rembang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.

SNI, 2008. Cara Uji Analisis Ukuran Butiran Tanah. Badan Standarisasi Nasional. Tarigan, A. P. M. 2002. Modelling of Shoreline Evolution at an Open Mud Coast. Johor


(6)

Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta : Beta Offset.

Yang, Chih Ted. 2003. Sedimen Transport Theory and Practice. Malabar, Florida: Krieger Publishing Company.

Yiniarti. 1997. Diktat Kuliah Angkutan Sedimen. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung.