Hukum Waris Adat Minangkabau

d. Anak tidak sah hanya mewarisi dari ibu kandungnya saja. Dibeberapa adat menetapkan bahwa anak tidak sah, tidak mewarisi bersama-sama dengan anak sah, walaupun pada akhirnya ibu menikah dengan ayah biologisnya. e. Jandaduda menerima bagian warisan sama besar dengan seorang anak, apabila tidak ada anak, harta warisan jatuh semua pada janda duda, sedangkan harta pusaka kembali ke asal. Jandaduda berhak atas ½ harta pencaharian. 107 Hukum waris adat di Indonesia banyak terpengaruh oleh hukum islam, ahli waris hanya bertanggung jawab sebatas pada harta peninggalannya saja. Sehingga, ahli waris harus menyelesaikan kewajiban dari pewaris atas seluruh utang-utangnya pada kreditur. 108

D. Hukum Waris Adat Minangkabau

Hukum waris adat di Minangkabau seperti yang diketahui sejak dahulu sampai sekarang berlaku sistem keturunan dari pihak ibu matrilineal yaitu mereka berasal dari satu ibu asal yang dihitung menurut garis ibu yakni saudara laki-laki dan saudara perempuan, ibu dan saudara-saudaranya baik laki-laki maupun perempuan, nenek beserta saudara-saudaranya baik laki-laki maupun perempuan, dan seterusnya menurut garis keturunan perempuan. Dengan sendirinya semua anak itu hanya dapat menjadi ahli waris dari ibunya sendiri dalam bentuk harta pusaka tinggi. Jika yang meninggal itu adalah seorang laki-laki maka anak- 107 F. Satriyo Wicaksono, Op. Cit. hal. 85-87. 108 Ibid, hal. 87. anaknya dan jandanya tidak menjadi ahli waris untuk harta pusaka tinggi tetapi ahli warisnya adalah seluruh kemenakannya anak-anak dari saudara perempuannya. 109 jika sakit mengobati, jika mati menguburkan Susunan masyarakat di Minangkabau bersifat genealogis-teritorial yang dinamakan nagari. Dalam tiap-tiap nagari tersebut bertempat tinggal bermacam- macam golongan suku, satu suku terdiri dari payuang. Payuang terdiri dari beberapa kaum. Sebagaimana diketahui bahwa kaum itu merupakan persekutuan hukum adat yang mempunyai daerah tertentu. Kaum serta anggota kaum diwakili keluar oleh seorang mamak kepala waris. Anggota kaum yang menjadi mamak kepala waris itu lazimnya adalah laki-laki yang tertua dalam kaum. Di samping itu, yang bersangkutan haruslah cerdas. Bagaimana sebetulnya tugas mamak kepala waris itu, dapat dilihat dari kata-kata adat yang berikut: “Kok malu mambangkikkan, kok hauih mambari aie, Kok litak mambari nasi, kok luluih manyalami, Kok sakik maubek-i, kok mati mananami” Artinya: jika malu membangkitkan, jika haus memberi air jika lapar memberi nasi, jika lulus memberi salam 110 Kini yang menjadi persoalan adalah lingkungan waris, berapa luasnya dan siapakah waris itu serta terhadap bentuk dan jenis harta peninggalan. Dalam membicarakan masalah waris, ditemukan adanya pewaris, ahli waris, dan warisan. Pewaris bisa perempuan bisa laki-laki, dalam suatu lingkungan adat waris tertentu. 109 Asri Thaher, Op.Cit, hal. 5. 110 Ibid, hal. 135. Penggolongan tersebut menurut urutannya, golongan pertama menutup yang kedua, dan seterusnya, dan munculnya golongan kedua jika golongan pertama tidak ada, demikian seterusnya. Akan tetapi berapa luasnya pengertian sewaris, lingkungan waris, segolok segadai, sebuah perut sekandung, kaum, sering menimbulkan persoalan yang perlu didudukkan. Jika yang meninggal atau pewaris adalah seorang perempuan maka ”warih nan dakok” ialah anaknya laki- laki dan perempuan. 111 Di sini bertemu dengan prinsip warih batali darah, yang terdekat hubungan darah menutup warih batali. Tetapi jika pewaris seorang laki-laki, maka warihnya nan dakok ialah saudara-saudaranya laki-laki dan perempuan, seterusnya kemenakannya. Dari segi perempuan selaku pewaris, berlakulah adat, waris yang terdekat menurut hubungan darah, dan mengutamakan garis ke bawah kepada anak-anaknya, cucunya, melalui anak perempuannya. Barulah dari samping, yakni saudara-saudaranya. 112 Tetapi jika laki-laki yang pewaris, bukanlah dekat tidaknya hubungan darah yang menentukan siapa warisnya, karena secara darah, dia dekat kepada anak-anaknya, tetapi anaknya di sini tidaklah waris, tidak ahli waris baginya, oleh karena tidak sesuku, tidak sekaum, tidak sewaris, tidak segolok segadai. Ini menyangkut harta pusaka, lain halnya jika mengenai harta pencarian, cucuran peluh jerih payahnya sendiri. 113 111 Ibid, hal. 137. 112 Ibid. 113 Ibid, hal. 138. Adat Minangkabau membedakan waris nan dakok, ialah dunsanak samandeh, dunsanak kanduang dari segi pewaris laki-laki terhadap harta pusaka, dan anak- anaknya bagi pewaris perempuan. Akan tetapi, karena harta pusaka sebagai satu- satunya harta dari kaum yang pemakaiannya, peruntukannya secara fakta dan yuridis berada di tangan anggota-anggota kaum itu berupa ganggam-beruntuk, warih nan dakok tadi yang berada dalam lingkungan kaum, dan ganggam beruntuk-hiduik bapado tadilah yang diwariskan kepada waris nan dakok yang tetap dalam lingkungan sewaris sekaum tadi. Maka tidak heran jika ganggam beruntuk tersebut tidak merata, tidak seimbang di tangan, diganggam masing- masing anggota kaum, hal ini sukar diatasi oleh mamak kepala waris, mamak kaum. 114 Di Minangkabau dikenal adanya harta lain yang dinamakan harta suarang, yaitu keseluruhan harta benda yang didapat secara bersama-sama oleh suami istri selama masa perkawinan, kecuali segala harta bawaan suami dan segala harta tepatan istri yang telah ada sebelum dilangsungkan perkawinan itu. Dikenal pula sebutan yang lain harta suarang ini, yaitu: harta pasuarangan, harta basarikatan, harta kaduo-duo, atau harta salamo baturutan. Tetapi dalam kenyataannya, harta suarang itu sama dengan harta pencarian yang pewarisannya kepada istri dan anak-anak. 115 Hal tersebut dikarenakan bahwa di Minangkabau harta warisan yang dapat diwarisi kepada anak hanya harta suarang. Harta pencarian harta suarang lebih 114 Ibid. 115 Ibid. penting arti dan kedudukannnya dari pada harta pusaka sendiri. Harto pusako harta pusaka tidak dapat diwarisi kepada anak, harta tersebut hanya bisa dikelola dan tidak bisa dimiliki. Pusako menurut pepatah adat Minangkabau yaitu, pusaka itu dari niniak turun ka mamak dari mamak turun ka kamanakan. dari nenek turun ke paman, dari paman turun ke kemenakan, baik pusaka itu mengenai gelar pusaka ataupun mengenai harta pusaka. 116 116 Ibid, hal. 139.

BAB IV STATUS DAN HAK MEWARISI ANAK DARI HASIL PERKAWINAN

Dokumen yang terkait

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN MANGGA (Mangifera indica L) DI KENAGARIAN KOTO TANGAH KECAMATAN TANJUNG EMAS KABUPATEN TANAH DATAR.

0 1 7

“KEHIDUPAN ANAK DARI HASIL PERKAWINAN CAMPURAN” (Studi Kasus: Status dan Hak Waris Anak Dari Perkawinan Laki-Laki Minangkabau dengan wanita Batak di Jorong Pasar Rao Pasaman).

0 0 14

FOLKLORE DESA BALAI JANGGO DAN DESA KAMPUNG TENGAH, NAGARI PAGARUYUNG KECAMATAN TANJUNG EMAS KABUPATEN TANAH DATAR SUMATERA BARAT.

0 0 12

PERBANDINGAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TIGA HAMPARAN SAWAH BERIRIGASI TEKNIS DI KENAGARIAN KOTO TANGAH KECAMATAN TANJUNG EMAS KABUPATEN TANAH DATAR.

0 0 9

Makna anak perempuan bagi ayah pada keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki di Suku Batak Toba.

0 2 192

Status Dan Hak Mewarisi Anak Dari Hasil Perkawinan Laki-Laki Batak Dengan Perempuan Minangkabau Di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

0 1 11

Status Dan Hak Mewarisi Anak Dari Hasil Perkawinan Laki-Laki Batak Dengan Perempuan Minangkabau Di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

0 1 1

Status Dan Hak Mewarisi Anak Dari Hasil Perkawinan Laki-Laki Batak Dengan Perempuan Minangkabau Di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

0 0 16

Status Dan Hak Mewarisi Anak Dari Hasil Perkawinan Laki-Laki Batak Dengan Perempuan Minangkabau Di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

2 3 27

Status Dan Hak Mewarisi Anak Dari Hasil Perkawinan Laki-Laki Batak Dengan Perempuan Minangkabau Di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

0 0 2