Dari tabel di atas dapatlah disimpulkan bahwa masyarakat yang melakukan perkawinan lompek paga antara laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau
di tempat penelitian penulis setelah tahun 1974, dominan memilih hukum Batak sebagai hukum anaknya. Mereka memilih hukum adat Batak karena menurut
mereka status dan kedudukan anak tersebut sebaiknya ikut kepada hukum bapaknya, karena dalam rumah tangga tersebut bapaklah sebagai kepala rumah
tangga.
B. Hak Mewarisi Anak dari Hasil Perkawinan Laki-Laki Batak dengan
Perempuan Minangkabau Di Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat
Hak mewarisi anak dari perkawinan hukum adat dilaksanakan menurut daerahnya dan hukum adatnya masing-masing. Di Indonesia lebih menjunjung tinggi
musyawarah untuk mufakat dalam hal menetapkan hak mewarisi harta warisan bagi anak dari hasil perkawinan. Di mana musyawarah tersebut berdasarkan rasa
kekeluargaan agar tidak terjadinya perselisihan dalam hal membagi warisan, dan dapat menghasilkan pembagian secara adil bagi ahli waris.
Setelah dilakukan wawancara di tempat penelian penulis, hak mewarisi anak dari hasil perkawinan antara laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau tidak
lepas dari hukum Islam, tetapi berlaku juga hukum adat dalam menentukan ahli warisnya, yaitu dominan dari orangtuanya kepada anak laki-laki sebagai ahli
warisnya, anak perempuan juga memperoleh harta warisan, tetapi dengan jumlah
yang sedikit dibanding anak laki-laki, dan ada juga yang menjadi ahli warisnya anak laki-laki dan anak perempuan sekaligus, seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Anak yang Menerima Warisan dari Hasil Perkawinan Laki-Laki Batak dengan Perempuan Minangkabau.
n = 25
No Anak yang menerima warisan
frekuensi Persentase
1 Anak laki-laki
10 40
2 Anak perempuan
7 28
3 Anak laki-laki dan perempuan
8 32
Jumlah 25
100
Sumber: Data Primer
Data di atas juga menunjukkan bahwa narasumber yang melakukan perkawinan lompek paga antara laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau di Nagari
Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, menjawab 40 mereka memilih anak laki-laki sebagai ahli waris, 28
mereka memilih anak perempuan sebagai ahli waris. Dan 32 dari mereka memilih anak laki-laki dan perempuan sekaligus sebagai ahli waris.
Dari tabel di atas dapatlah disimpulkan bahwa masyarakat yang melakukan perkawinan lompek paga antara laki-laki Batak dengan perempuan Minangkabau
di tempat penelitian penulis, dominan memilih anak laki-laki yang menjadi ahli waris tidak menutup kemungkinan anak perempuan juga menjadi ahli waris. Bagi
anak tunggal hak mewarisi diberikan oleh orangtuanya kepada anak tersebut, tidak memandang jenis kelamin anak yang lahir dari hasil perkawinannya.
C. Pembagian Harta Warisan untuk Anak dari Hasil Perkawinan antara