Makna anak perempuan bagi ayah pada keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki di Suku Batak Toba.

(1)

MAKNA ANAK PEREMPUAN BAGI AYAH PADA KELUARGA YANG TIDAK MEMILIKI ANAK LAKI-LAKI DI SUKU BATAK TOBA

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Andreas Patinkin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna anak perempuan pada ayah Batak Toba yang tidak memiliki anak laki-laki dengan menggunakan metode fenomenologi dan melibatkan tiga orang informan. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur. Proses kredibilitas yang digunakan adalah member checking, dimana data yang diperoleh dapat dipercaya jika informan merasa bahwa data tersebut mampu menggambarkan realitas yang dialami oleh informan. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari ketiga informan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak perempuan memiliki makna yang positif. 1) anak perempuan bersikap baik, 2) anak perempuan menghadirkan kebahagian, 3) anak perempuan tidak menjadi beban, 4) anak perempuan akan menjadi sukses dimasa yang akan datang. Makna tersebut terbentuk berdasakan pengalaman yang terseusun secara beraturan. Pengalaman tersebut dimulai dengan perlakuan pada anak perempuan yang akan memunculkan pandangan, perasaan dan harapan terhadap anak perempuan.


(2)

THE MEANING OF DAUGHTER FOR FATHER IN THE FAMILY THAT DOES NOT HAVE THE SON IN THE BATAK TOBA ETHNIC GROUP

Sanata Dharma University Andreas Patinkin

ABSTRACT

The objective of this research is to find the meaning of a daughter to a father of Batak Toba ethnic group who does not has a son. The research used phenomenology method and involved the three of informants.The data were collected through semi-structured interview. To get a credibility the researcher used a member checking, where the data can be reliable if the informants feel the data is able to describe the reality of the their experience. According to the result of the analysis from the three of informants, the researcher can conclude that the daughter has the positive meaning. 1) the daughter has a good attitude, 2) the daughter gives a happinesss, 3) the daughter is not a burden , 4) the daughter will be succsess in future. These meaning are formed according to the experience that arrangged in uniform. The experience began by the way of treating the daughter that will give the opinion, feeling, and hope toward the daughter.


(3)

i

MAKNA ANAK PEREMPUAN BAGI AYAH PADA KELUARGA YANG TIDAK MEMILIKI ANAK LAKI-LAKI DI SUKU BATAK TOBA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Andreas Patinkin

NIM : 109114029

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTO

Adong na tuat sian dolok, Adong na nangkok

sian toruan Adong na ro sian habinsaran Adong

na sian hasundutan Manumpak ma Debata

Dilehon di hamu pasupasuan

(Umpama Halak Batak Toba)

“Float like butterfly

st

ing like a bee”

(Muhammad Ali)

If you can't fly then run, if you can't run then

walk, if you can't walk then crawl, but whatever

you do you have to keep moving forward

I have decided to stick to love…Hate is too great

a burden to bear”

(

Martin Luther King Jr)

HASTA LA VICTORIA SIEMPRE


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ untuk Allah Bapa yang menciptakan seluruh jagad raya, berkat dan

kasih karuniaMu sungguh sangat luar biasa.

Untuk Ayah dan Ibu ku, cinta dan kasih sayang kalian tak terhingga.

Hana Sitya Panggabean dan Sara Pamela Panggabean, terimakasih

atas dukungan semangat yang kalian berikan. Terima kasih telah

menjadi adik adik yang baik.

Terkhusus untuk para ayah Batak Toba yang sudah membahagiakan

kelurganya, menjadi contoh laki laki Batak Toba yang sesungguhnya


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya

susun ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali

yang telah di sebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana

layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Mei 2015

Penulis,


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTNGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Shanata Dharama

Nama : Andreas Patinkin Nomor Mahasiswa : 109114029

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

MAKNA ANAK PEREMPUAN BAGI AYAH PADA KELUARGA YANG TIDAK MEMILIKI ANAK LAKI-LAKI DI SUKU BATAK TOBA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa permlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 23 Mei 2015

Yang menyatakan,


(10)

viii

MAKNA ANAK PEREMPUAN BAGI AYAH PADA KELUARGA YANG TIDAK MEMILIKI ANAK LAKI-LAKI DI SUKU BATAK TOBA

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Andreas Patinkin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna anak perempuan pada ayah Batak Toba yang tidak memiliki anak laki-laki dengan menggunakan metode fenomenologi dan melibatkan tiga orang informan. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur. Proses kredibilitas yang digunakan adalah member checking, dimana data yang diperoleh dapat dipercaya jika informan merasa bahwa data tersebut mampu menggambarkan realitas yang dialami oleh informan. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari ketiga informan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak perempuan memiliki makna yang positif. 1) anak perempuan bersikap baik, 2) anak perempuan menghadirkan kebahagian, 3) anak perempuan tidak menjadi beban, 4) anak perempuan akan menjadi sukses dimasa yang akan datang. Makna tersebut terbentuk berdasakan pengalaman yang terseusun secara beraturan. Pengalaman tersebut dimulai dengan perlakuan pada anak perempuan yang akan memunculkan pandangan, perasaan dan harapan terhadap anak perempuan.


(11)

ix

THE MEANING OF DAUGHTER FOR FATHER IN THE FAMILY THAT DOES NOT HAVE THE SON IN THE BATAK TOBA ETHNIC GROUP

Sanata Dharma University Andreas Patinkin

ABSTRACT

The objective of this research is to find the meaning of a daughter to a father of Batak Toba ethnic group who does not has a son. The research used phenomenology method and involved the three of informants.The data were collected through semi-structured interview. To get a credibility the researcher used a member checking, where the data can be reliable if the informants feel the data is able to describe the reality of the their experience. According to the result of the analysis from the three of informants, the researcher can conclude that the daughter has the positive meaning. 1) the daughter has a good attitude, 2) the daughter gives a happinesss, 3) the daughter is not a burden , 4) the daughter will be succsess in future. These meaning are formed according to the experience that arrangged in uniform. The experience began by the way of treating the daughter that will give the opinion, feeling, and hope toward the daughter.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan berkat yang melimpah sehingga skripsi yang berjudul

“Makna Anak Perempuan Pada Ayah yang Tidak Memiliki Anak Laki Laki Di Suku Batak Toba” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Selama menulis Skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak pihak yang telah berkontribusi besar dalam proses pengerjaan Skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas bimbingan dan berkat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Ayah dan ibu yang telah mendukung selama penulis menuntut ilmu di bawah naungan almamater Universitas Sanata Dharma.

3. Universitas Sanata Dharma dan para pengajar maupun staf Fakultas psikologi pada khususnya yang telah mendewasakan baik secara mental maupun secara kognitif.

4. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dr. T. Priyo Widiyanto, Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Psi, serta dosen pembimbing akademik Ibu Passchedona Henrietta Puji Dwi Astuti Dian Sabbati S.Psi., M.A. 5. Dosen pembimbing skripsi yang sayan cintai, dengan sabar menuntun


(13)

xi

6. Bapak BA, bapak RH dan Bapak KT selaku Informan dalam penelitian ini. Terima kasih karena telah bersedia membagikan pengalaman yang sangat luar biasa.

7. Sahabat-sahabat saya yang biasa disebut dengan “BATAK

BROTHERS” yaitu F.X Sijabat, Nelson Panjaitan, Robert Tobing, Herman Rajaguguk, Rizal Nainggolan dan Aldi Munte. Untuk itulah karya ini dibuat agar dapat menggapai cita bersama kita.

8. Sahabat yang selalu menemani dalam mengerjakan karya ini; Benediktus Anggit Yoga Hutama dan Martinus Prabasworo.

9. Teman-teman satu angkatan Psikologi 2010 yang telah berjuang bersama dan berbagi cerita selama menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini, terima kasih.

Penelitian ini juga masih jauh dari kata sempurna sehingga besar harapan saya untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi perkembangan penelitian selanjutnya. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, Mei 2015

Penulis,


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …..………. i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN MOTO ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….…………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……….. vii

ABSTRAK……… viii

ABSTRACK………. ix

KATA PENGANTAR……… x

DAFTAR ISI ……….. xii

DAFTAR TABEL ………. xvi

DAFTAR KERANGKA ……… xvii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……… 2

C. Tujuan Penelitian ………. 3

D. Manfaat Penelitian ……… 4

1. Manfaat Teoritis ………. 4


(15)

xiii

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……… 8

A. Suku Batak Toba ……….. 8

B. Anak Laki-laki Suku Batak Toba ……… 9

C. Anak Perempuan Suku Batak Toba ………. 10

D. Ayah Batak Toba yang Tidak Memiliki Anak Laki-laki …………. 12

E. Makna ………... 13

F. Makna Anak Perempuan ……….. 14

G. Kerangka Konseptual ……… 16

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 17

A. Jenis Penelitian ………..17

B. Subjek Penelitian ……….. 18

C. Metode dan Alat ……… 18

D. Metode Analisis Data ……… 20

E. Kredibilitas ……… 20

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 22

A. Persiapan Penelitian ……….. 22

B. Pelaksanaan Penelitian ……….. 23

C. Jadwal Pengambilan data ……….. 25

D. Proses Analisis Data ………. 25

E. Hasil penelitian ………. 26

Analisi Informan ………. 28

A. Deskripsi Informan I (BA) ……… 28


(16)

xiv

2. Perasaan Terhadap Anak Perempuan ………32

3. Perlakuan Terhadap Anak Perempuan ……….. 37

4. Harapan Terhadap Anak Perempuan ……… 42

5. Makna Anak Perempuan Informan I ……… 45

B. Deskripsi Informan II (RH) ...………... 48

1. Pandangan Terhadap Anak Perempuan ……….. 48

2. Perasaan Terhadap Anak Perempuan …..………... 51

3. Perlakuan Terhadap Anak Perempuan …..………. 54

4. Harapan Terhadap Anak Perempuan ………..……… 57

5. Makna Anak Perempuan Informan I ………..……… 58

C. Deskripsi Informan III (KT) ………. 62

1. Pandangan Terhadap Anak Perempuan ……….. 62

2. Perasaan Terhadap Anak Perempuan ………..65

3. Perlakuan Terhadap Anak Perempuan ……… 66

4. Harapan Terhadap Anak Perempuan ……….. 71

5. Makna Anak Perempuan Informan I ……….. 72

D. Tabel Akumulasi Informan I, II dan III ……… 76

E. Tabel Makna Anak Perempuan Informan I, II dan III ………. 81

F. Pembahasan ………...81

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A. Kesimpulan ………... 86

B. Saran ……… 87


(17)

xv

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Panduan Pertanyaan Wawancara ………... 19 Tabel 2 Tabel Akumulasi Informan I, II dan III ……… 76 Tabel 3 Tabel makna anak perempuan Informan I, II dan III ……… 81


(19)

xvii

DAFTAR KERANGKA

Kerangka 1 Kerangka Konseptual……… 16 Kerangka 2 Kesimpulan Makna Anak Perempuan Informan I (BA)….. 47 Kerangka 3 Kesimpulan Makna Anak Perempuan Informan II (RH)…. 61 Kerangka 4 Kesimpulan Makna Anak Perempuan Informan III (KT)…. 75


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku Batak Toba merupakan suku asli Indonesia yang berasal dari pulau Sumatra, tepatnya di Provisi Sumatra Utara dan terletak di bagian selatan danau Toba. Suku Batak Toba memiliki adat istiadat yang diatur secara hukum dan adat Batak Toba. Salah satu bentuk adat istiadat itu adalah garis keturunan patrilinear. Patrilinear dalam budaya Batak Toba merupakan garis keturunan yang diteruskan anak laki-laki, dimana anak laki-laki akan meneruskan marga yang dimiliki ayahnya. Anak laki-laki tidak hanya meneruskan marga yang diwariskan secara langsung, tetapi juga mewariskan harta dan segala bentuk yang dimiliki keluarga (Vergouwen,1986).

Keluarga Batak Toba merasa sedih jika tidak memiliki anak laki-laki sebagai penerus keluarga. Jika keluarga Batak Toba tidak memperoleh anak laki-laki, pasangan suami istri akan menghadap keluarga pihak suami untuk memberikan persembahan dan meminta doa restu untuk mendapatkan anak laki-laki (Siahaan, 1964). Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Christina (2014) dalam hasil penelitianya yang menunjukkan bahwa ayah Batak Toba melakuakan berbgai upaya untuk memperoleh keturunan laki-laki. Budaya tersebut muncul dengan adanya sejarahpada masyarakat Batak Toba yang memiliki kepercayaan bahwa orang Batak


(21)

Toba berasal dari satu keturunan, dimana keturunan laki-laki memiliki tanggung jawab sebagai penerus marga.

Pada keluarga Batak Toba anak perempuan dianggap tidak berperan penuh dalam meneruskan garis keturunan keluarga. Anak perempuan dianggap akan menghilangkan garis keturunan dari seorang ayah. Berdasarkan catatan Vergouwen (1986) pada suku Batak Toba terdapat dua fenomena ayah yang menjual anak perempuan kandung guna membayar piutang. Fenomena tersebut diatur secara hukum adat Batak Toba. Fenomena pertama Parumaen Di Losung dan fenomena kedua Boru

Sihunti Utang. Disisi lain anak perempuan suku Batak Toba dianggap

akan dibebaskan dari keluarga awal dengan dibelinya anak perempuan oleh piahk laki-laki dengan melakuakn ritual sinamot. Sinamot merupakan ritual pembelian anak perempuan dengan menggunakan babi, kerbau, sapi, atau sejumlah uang (Manik Helga, 2011).

Pada suku lain yang memiliki budaya patrilinear menunjukkan adanya kemiripan dengan budaya Batak Toba. Pada budaya Tionghoa anak perempuan memiliki kedudukan yang berbeda dari anak laki-laki. Anak perempuan tidak dianggap sebagai keluarga inti. Beberapa fakta yang muncul terkait keberadaan anak perepuan dalam keluarga Tionghoa adalah, tingkat pendidikan anak perempuan yang rendah, munculnya perkawinan yang dipaksakan, dan mucul beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak perempuan (Yu Xie, 2013). Dikalangan bangsa Arab Jahiliyah berlaku praktik penguburan anak perempuan


(22)

hidup-hidup. Mereka menggali lubang yang dalam di samping tempat sang ibu melahirkan. Jika anak yang lahir berjenis kelamin perempuan, maka anak itu langsung dilemparkan hidup-hidup kedalam lubang dan ditutup dengan tanah. Beberapa dari orang-orang Arab jahiliyah dengan sengaja mengubur anak perempuan di tempat yang jauh, sehingga daerah mereka tidak dikotori oleh mayat anak perempuan (Ibrahim, 2002).

Pandangan terkait anak perempuan juga terjadi pada bangsa Yahudi, setiap anak laki-laki bangsa Yahudi selalu mengawali sembayangnya

dengan mengucapkan “Ya Tuhan, aku memuji-MU, karena engkau telah menciptakan aku sebagai seorang Yahudi, bukan penyembah berhala dan

sebagai seorang laki-laki, bukan seorang perempuan” (Ibrahim, 2002).

Berdasarkan literasi di atas munculah pandangan secara universal terhadap anak perempuan, di mana anak perempuan dinggap bukan pewaris dan tidak mampu mempertahankan nama keluaraga. Pandangan lain muncul dari segi sosial dan ekonomi. Adanya anggapan anak perempuan yang sering mengalami kesulitan hidup dan anak laki-laki lebih mampu menjadi sukses untuk menolong keluarga (Ibrahim, 2002).

Figur ayah Batak Toba memunculkan perasaan dan dorongan jika tidak memiliki anak laki-laki. Beberapa perasaan dan dorongan yang muncul adalah dorongan untuk mendapatkan anak laki-laki, perasaan sedih dan malu karena tidak memiliki anak laki-laki. Perasaan dan dorongan tersebut merupakan indikator rasa rendah diri. Hal ini sejalan dengan dengan pernyataan yang diungkapkan Adler dalam Burger (2011), bahwa


(23)

individu dalam eksistensinya memiliki perasaan rendah diri pada individu lain di luar dirinya. Perasaan rendah diri muncul disaat individu merasa perannya kurang atau tidak memiliki apa yang dimiliki individu lain pada lingkungan sosial. Kartono (2001) mengatakan kompensasi dari perasaan rendah diri adalah sikap merusak, baik diri sendiri atau pada orang lain.

Beall (dalam Maltin, 2012) mengatakan seorang ayah tidak dapat menentukan apakah anak yang lahir berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, hal tersebut tergantung kromosom yang di bawa ayah. Beal mengatakan jenis kelamin anak dipengaruhi kromosom yang di bawa oleh seorang ayah. Seorang ayah dapat membawa kromosom Y dan X, sedangkan seorang ibu pasti membawa kromosom X. Jika seorang ayah membawa kromosom Y, maka kecenderungan kelamin anak adalah laki-laki. Jika seorang ayah membawa kromosom X, maka kecenderungan kelamin anak adalah perempuan.

Ayah Batak Toba selalu berusaha mencari keturunan laki-laki dalam keluarga, tetapi tidak semua berhasil memperoleh anak laki-laki. Pada zaman Piadari (sebelum masa penjajahan Belanda) ayah Batak Toba melakukan poligami guna mendapatkan anak laki-laki, hal tersebut didasarkan terutama pada saat istri sudah berada pada masa menopause. Semenjak agama Kristiani masuk ke tanah Batak Toba, poligami tidak dianjurkan untuk dilakukan. Jika ayah Batak Toba melakukan poligami, maka ia akan mendapatkan sangsi gereja. Harahap dan Siahaan (1987) mengatakan agama Kristiani menyelubungi kehidupan orang Batak Toba,


(24)

akan tetapi orang Batak Toba berusaha memisahkan agama kristiani dengan adat dan budaya Batak Toba.

Sejalan dengan pernyataan di atas Vergowen (1986) menyampaikan bahwa orang Batak Toba lebih mudah melebur dengan adat dan budaya dibandingkan dengan agama Kristiani. Ayah Batak Toba lebih baik memutuskan ikatan eksternal dengan gereja daripada meninggal dunia tanpa keturunan laki-laki. Masuknya agama Kristiani kurang dapat memberikan cara pandang baru pada ayah atas kehadiran anak perempuan. Perubahan cara pandang ayah Batak Toba dimulai saat pendidikan diterima secara umum di tanah Toba.

Orang Batak Toba mulai mengenal pendidikan sejak seluruh daerah Tapanuli dikuasai oleh Belanda. Orang Batak satu-persatu mengikuti kegiatan belajar dan mencari ilmu higgga ke tanah Jawa dan negara lain. Pendidikan mulai merubah cara pandang orang Batak untuk menyempurnakan kebudayaan yang dimiliki (Harahap dan Siahaan, 1987). Suku Batak Toba juga menerima pengatahuan dan budaya baru di tempat mereka merantau. Orang Batak mulai menikah dengan suku lain di luar suku Batak Toba, akan tetapi orang Batak berusaha mempertahankan budaya dan adat Batak Toba. Hal tersebut terbukti dari berdirinya

punguan (kumpulan berdasarkan marga, sub marga dan budaya Batak

Toba) di setiap daerah perantauan yang menjadi pengikat orang Batak Toba pada marga, sub marga dan budaya Batak Toba (Harahap dan Siahaan, 1987). Punguan ditata secara baik dan diketahui oleh punguan


(25)

asal di daerah Toba. Pada setiap punguan ditunjuk seorang Raja adat sebagai ketua dan penanggung jawab punguan. Hubungan setiap punguan

di luar tanah Batak Toba terjalin dengan baik. Hampir setiap pergantian generasi punguan dari berbagai daerah berkumpul dan mendirikan tugu baru di tanah Batak Toba.

Pada zaman moderen cara pandang suku Batak Toba telah berubah mengikuti perkembangan zaman. Suku Batak Toba mulai memahami kesetaraan gender. Orang Batak Toba memberikan Kesempatan pada istri dan anak perempuan mengikuti pendidikan dan membangun ruang di luar rumah untuk menunjukkan eksistensinya. Punaguan Ina merupakan satu ruang untuk perempuan Batak Toba mealakukan kegiatan dan interaksi dengan sesama perempuan (Pedersen, 1975). Pedersen mengatakan bahwa orang Batak Toba mulai menerima kehadiran anak perempuan dalam keluarga. Fokus kehidupan orang Batak Toba terbelah pada dunia pendidikan dan karir guna memenuhi kebutuhan hidup. Perkembangan zaman dan masuknya unsur-unsur kebudayaan baru serta hasil interaksi dengan berbagai suku bangsa lain mempengaruhi kehidupan masyarakat Batak Toba. Hal itu didukung oleh orang Batak Toba yang mau membuka diri, mau menerima dan menyaring unsur-unsur baru sehingga menimbulkan terjadinya perubahan. Tujuan dari perubahan ini adalah agar orang Batak Toba dapat mengikuti perkembangan zaman.

Sebelum memulai melakukan penelitian, peneliti melakukan wawancara kepada salah satu ketua ada suku Batak Toba yang berdomisi


(26)

di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Hal itu dilakukan untuk memperoleh gambaran keadaan masyarakat Batak Toba yang berdomisili di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Gambaran yang diperoleh peneliti akan menjadi data penunjang penelitian. Hasil wawancara menunjukkan keadaan masyarakat Batak Toba yang berfariatif, baik secara status dalam adat Batak Toba dan staus sosial di masyarakat

Bersumber pada literasi budaya yang menujukan pengalaman kehadiran anak perempuan pada ayah Batak Toba peneliti berusaha mencari makna anak perempuan berdasarkan pengalaman yang terbentuk pada ayah Batak Toba. Menurut Haines (2005) makna merupakan interpretasi dari pengalaman yang memiliki nilai. Nilai yang diperoleh dari suatu pengalaman akan menjadi wawasan dan tanda utuk menujukkan ekspresi praktis dimasa yang akan datang. Tujuan peneliti mengungkap makna anak perempuan bagi ayah Batak Toba yang tidak memiliki anak laki-laki pada zaman ini berdasarkan pengalaman dan nilai adat Budaya Batak Toba.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana makna anak perempuan pada ayah Batak Toba yang tidak memiliki anak laki-laki ?


(27)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna anak perempuan pada ayah Batak Toba yang tidak memiliki anak laki-laki dalam keluaraga.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menyumbang pengetahuan dibidang psikologi dan menjadi suber acuan bagi penelitian selanjutnya, khususnya psikologi budaya yang berkaitan dengan pemaknaan anak perempuan pada ayah Batak Toba.

2. Manfaat Praktis.

Bagi masyarakat Batak Toba hasil Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam menyikapi fenomena serupa yang terkait penelitian ini.


(28)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Suku Batak Toba

Suku Batak Toba merupakan suku asli Indonesia yang berasal dari pulau Sumatra, tepatnya di Provisi Sumatra Utara dan terletak di bagian selatan danau Toba. Lereng gunung Pusu Buhit dianggap tempat asal muasal suku Batak Toba. Menurut kepercayaan, orang Batak Toba berasal dari keturunan Si Raja Batak, di mana Si Raja Batak merupakan keturunan Dewata (Debata Mulajadi Nabolon). Berdasarkan kepercayaan di atas Suku Batak Toba meyakini keturunan laki-laki sebagai penerus keluarga berdasarkan marga (nama keluarga) yang dimiliki.

Marga adalah bagian nama yang merupakan tanda dari keluarga mana seseorang berasal. Marga akan diarsipkan kedalam Tarombo (catatan pohon keluarga) pada masing-masing keluarga. Tarombo merupakan literasi tercetak yang dipegang setiap keturunan laki-laki keluarga Batak Toba. Dari Tarombo tersebut seorang laki-laki Batak Toba akan mengetahui silsilah keluarga dan mengetahui tingkatan diri dalam lingkup sosial (Siahaan, 1964). Dicontohkan seorang anak laki-laki memiliki

marga Aritonang urutan ke-17, dari Tarombo yang diturunkan ia

mengetahui tingkatan dirinya dalam silsilah keluraga. Ia memiliki tingkatan di bawah ayahnya (Amang) urutan ke-16 dan kakeknya (Opung Doli) urutan ke-15. Jika anak laki-laki tersebut bertemu laki-laki lain ber-marga Aritonang yang memiliki urutan ke-15, maka anak tersebut akan


(29)

memanggil kakek (Opung Doli) walaupun umur mereka sama atau setara. Sistem Tarombo tersebut telah diatur dalam hukum adat Batak Toba.

Hukum adat Batak Toba diataur oleh raja adat dan diberlakukan turun temurun dalam kehidupan sosial orang Batak Toba hingga zaman moderen. Hukum adat Batak Toba disusun berdasarkan pengalaman yang terbentuk pada kehidupan masa lampau (Vergowen, 1986). Setiap marga pada suku Batak Toba memiliki raja adat untuk mengambil keputusan berdasarkan hukum adat. Hukum adat tersebut digunakan dalam acaara-acara khusus. Contohnya dalam adat kelahiran, menyelesaikan pertiikaian terkait adat, pernikahan, dan kematian. Hukum adat Batak Toba yang terpelihara tersebut membuat Orang Batak Toba tidak melupakan dan meninggalkan kesukuan yang ada dalam diri (Siahaan, 1964).

Satu abad setelah masuknya agama Kristiani dan Pendidikan memberikan perubahan pada cara pandang tersebut, akan tetapi perubahan yang terjadi tidak signifikan. Hukum dan kepercayaan adat masih menjadi dasar masyarakat Batak Toba menjalani kehidupan (Pedersen 1977). Dalam menjalani kehidupan, suku Batak tetap menggunakan hukum adat dan berlangsung sampai saat ini.

B. Anak Laki-laki Suku Batak Toba

Pada zaman Piadari (zaman sebelum penjajahan Belanda) banyak laki-laki Batak Toba yang melakukan transmigrasi menuju desa lain yang bukan desa asal marganya. Hal itu disebabkan bertambahnya jumlah


(30)

keterunan laki-laki dalam suatu marga. Anak Laki-laki Batak Toba yang lebih muda melakukan perjalan menuju desa lain sedangkan anak laki-laki Batak Toba yang lebih dewasa tinggal di desa untuk mengolah tanah leluhur (Vergouwen, 1986). Tanah pada suatu desa terbatas dan hanya dapat dibagikan pada beberapa anak laki-laki berdasarkan urutan kelahiran. Anak laki-laki yang lebih muda mungkin mendapatkan bagian yang sedikit atau tidak sama sekali.

Berdasarkan hukum adat Batak Toba anak laki-laki yang lebih dewasa berhak mendapatkan warisan yang lebih. Hal itu yang menyebabkan anak laki-laki yang lebih muda merantau ke desa marga lain. Perpindahan seseorang menuju desa marga lain membuat anak laki-laki tidak memiliki lahan yang sah untuk dikerjakan dan diolah. Walaupun seorang laki-laki telah menikahi wanita yang berasal dari desa tersebut, ia tidak akan mendapatkan tanah dan hewan peliharaan.

C. Anak Perempuan Suku Batak Toba

Sistem patrilinear pada budaya Batak Toba menempatkan anak perempuan lebih rendah dibandingkan anak laki-laki, sistem tersebut membuat aturan anak perempuan bukan penerus keluarga (Vergouwen 1986). Anak perempuan akan diambil oleh keluarga lain setelah anak perempuan menikah dengan seorang laki-laki. Pada budaya Batak Toba terdapat dua fenomena yang menggambarkan keadaan anak perempuan dalam suku Batak Toba.


(31)

Fenomena pertama adalah “Parumaen Di Losung”, parumaen Di

Losung merupakan bentuk pelunasan hutang dengan menjadikan anak

perempuan sebagai agunan suatu hutang. Anak perempuan akan ditunangkan dengan anak laki-laki dari orang yang memberi pinjaman hutang, sesungguhnya anak perempuan itu akan menjadi pekerja harian. Jika anak perempuan dan anak laki-laki tersebut memiliki ketertarikan, maka saat dewasa keduanya akan dinikahkan. Tetapi jika tidak ada ketertarikan maka pernikahan dapat dibatalkan oleh pihak laki-laki. Anak perempuan dapat dikembalikan pada keluarga saat ayah dari anak tersebut telah melunasi hutang yang ia miliki.

Fenomena kedua adalah “Boru Sihunti Utang”, boru sihunti utang

memiliki maksud yang serupa dengan fenomena parumaen Di Losung

tetapi berbeda dalam pelaksanaannya. Anak perempuan tidak menjadi agunan hutang, melainkan sebagai alat bayar dari hutang. Dalam fenomena ini jika anak perempuan belum dewasa maka anak itu akan ditunggu hingga dewasa dan siap dijadikan istri anak laki-laki dari orang yang memberi pinjaman. Pada fenomena ini ada sebuah peraturan, jika anak perepuan yang menjadi bayar hutang meninggal dunia sebelum dikawinkan maka dapat digantikan dengan anak perempuan lain dalam satu keluarga (Vergouwen, 1986).


(32)

D. Ayah Batak Toba yang tidak memiliki Anak Laki-laki

Pada budaya Batak Toba seorang ayah akan menjadi peminpin keluarga, ayah memiliki hak untuk memutuskan berbagai permasalahan dalam keluarga. Setiap anggota keluarga harus mematuhi dan menerima keputusan yang telah diambil oleh seorang ayah (Siahaan, 1964). Berdasarkan pernyataan tersebut seorang ayah merupakan sentral keputusan dalam menjalankan rumah tangga.

Dalam budaya Batak Toba seorang ayah yang tidak memiliki anak laki-laki akan memunculkan kemuraman yang dalam pada rumah tangganya. Kemuraman yang muncul tersebut membuat istri dan anak perempuanya tidak berharga dimata ayah. Terdapat ungkapan Batak Toba yang menujukkan rasa marah seorang ayah saat tidak memperoleh keturunan laki-laki “Dapot dengke tinimbatimba, Niarsikarsik mardingan rimbang, Molo so marpabue butuhanimba, Denggana ma iba

marimbang”. Ungkapan tersebu merupakan rapal yang memiliki arti “jika

perut (istri) tidak berbuah (mandul), baiklah kita me-madu (Sihombing, 1986). Dari ungkapan rapal tersbut, ayah Batak Toba yang tidak memiliki anak laki-laki mengambil keputusan unntuk menikahi wanita lain dan memiliki harapan untuk mendapatkan keturunan laki-laki.

Sedangakan pada ayah Batak Toba yang mengalami kesulitan mendapatkan keturunan laki-laki dan kesulitan melakukan pernikahan kesekian kalinya dapat melaksanakan hukum adat dimana anak perempuan dapat menjadi angunan atau alat pembayaran dari pinjaman. Hal itu dapat


(33)

terjadi karena hutang dan harta seorang ayah tidak dapat diteruskan pada keturunan perempuan. (Vergouwen, 1986).

E. Makna

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna anak perempuan pada ayah laki-laki dalam budaya Batak Toba. Schwandt (2001) mengatakan, makna adalah gambaran konstruk pada pengalaman individu dan kelompok sosial yang berupa bahasa, struktur komunikasi, dan pola dasar. Haines (2005) mengatakan makna manusia itu adalah sesuatu yang terbuka, memiliki nilai, kepercayaan dan perkembangan. Makna terbentuk dari interpretasi berbagai pengalaman yang dikombinasikan. Haines membagi sifat makna manusia menajdi empat :

1. Makna manusia itu terbuka, di mana terdapat nilai dan kepercayaan yang terbentuk.

2. Makna manusia itu adalah sesuatu yang bergerak. Makna yang bergerak dikaitkan dengan fungsi kognisi dan bahasa.

3. Makna terbentuk dari pengalaman. Manusia tidak akan mengetahui suatu makna jika manusia tidak mengalami pengalaman.

4. Makna memiliki keteraturan urutan yang berguna sebagai konteks atau wawasan dan tanda di masa yang akan datang. Makna ditujukan pada suatu objek agar menunjukan ungkapan ekspresi praktis.


(34)

Berdasarkan keempat sifat di atas, dapat disimpulkan bahwa makna merupakan hasil belajar pengalaman yang mengandung nilai dan kepercayaan manusia. Manusia tidak akan mengetahui suatu hal jika tidak memberikan tanda pada pengalaman yang telah terbentuk. Makna berguna sebagai wawasan dan ungkapan ekspresi dimasa depan.

F. Makna Anak Perempuan Batak Toba

Fenomena anak perempuan dalam budaya Batak Toba merupakan hasil belajar dari pengalaman yang diperoleh dari masa lampau. Kepercayaan suku Batak Toba utuk meneruskan silsilah marga pada anak laki menempatkan anak perempuan lebih rendah daripada anak laki-laki. Nilai yang diberikan pada anak perempuan merupakan bentuk dari penggantian fungsi anak perempuan dalam keluarga Batak Toba yang tidak dapat meneruskan marga, harta, dan hutang yang dimiliki oleh ayah. Fenomena agunan anak perempuan atau pembayar utang dalam budaya Batak Toba telah diatur dan disetujui dalam hukum adat. Nilai dari kepercayaan budaya Batak Toba masih melekat pada kehidupan orang Batak Toba walaupun praktik agunan anak perempuan tidak kerap muncul di zaman Moderen.

Dari pengalaman dan nilai yang terbentuk pada anak perempuan Batak Toba peneliti berusaha mengungkapkan makna yang diberikan ayah Batak toba pada anak perempuan di zaman moderen ini. Hal tersebut


(35)

disebabkan adanya perkembangan zaman terkait masuknya agama Kristiani dan pendidikan dalam kehidupan suku Batak Toba.


(36)

G. Kerangka Konseptual

Kerangkan 1. Kerangka Konseptual

BATAK TOBA AYAH BATAK

TOBA

ANAK LAKI-LAKI

ANAK PEREMPUAN

BUDAYA PATRIARKI BATAK TOBA

MAKNA ANAK PEREMPUAN

MODERNISASI

 AGAMA KRISTIANI


(37)

18

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif mengunakan metode analisis fenomenologis. Menurut Creswell dalam Patton (2002), metode fenomenologi merupakan cara berfikir tanpa berprasangka dan tidak bertolak pada suatu teori untuk mengetahui isi dari suatu fenomena. Bruce dan Gerber dalam Patton (2002) mengatakan, pendekatan fenomenologis memiliki fokus penggalian makna pada kesadaran secara individual dan secara umum. Metode fenomenologi memerlukan penelitian secara cermat dan teliti untuk menangkap dan menggambarkan bagaimana manusia mengalami suatu fenomena. Penggambaran fenomena tersebut terkait bagaimana manusia melihat, menjelaskan, merasakan, menilai, dan membicarakan fenomena tersebut.

Penelitian fenomenologi memiliki fokus pada pengalaman subjektif dimana setipa orang mengatahui suatu makna berdasarkan pengalaman yang dilakukan. Pengalaman subjektif merupakan penggabungan berbagai hal objektif yang menjadi keadaan nyata pada seseorang. Dengan deminkian penelitian fenomenologi berfokus pada makna sebagai dasar pengalaman manusia. Pada penelitian ini peneliti berusaha mengunkapkan dan menggabarkan perasaan dan nilai ayah Batak Toba yang dilekatkan pada anak perempuannya bila tidak memiliki anak laki-laki. Perasaan dan nilai yang dilekatkan ayah Batak Toba pada anak perempuannya akan menunujukkan makna anak perempuan Batak Toba.


(38)

Subjek penelitian ini adalah laki-laki yang berada pada masa dewasa akhir. Subjek memiliki latar belakang Batak Toba, yaitu keturunan Batak Toba dan dibesarkan dalam latar belakang keluarga Batak Toba. Subjek sudah berkeluarga, memiliki pasangan yang berasal dari suku Batak Toba, memiliki anak perempuan dan tidak memiliki anak laki-laki.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini mengunakan metode purposeful

sampling. Pada metode Purposeful sampling subjek diambil berdasarkan penilaian

peneliti. Peneliti menilai subjek memiliki informasi yang diperlukan dan merupakan pihak yang paling baik untuk dijadikan subjek penelitian. Purposeful sampling

dikenal juga dengan nama purposive sampling dan Judgment sampling. Metode

purposeful sampling berfokus pada kekayaan informasi dari sampel kecil (Patton,

2002).

C. Metode dan Alat

Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara. Moleong mengatakan, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Pada metode wawancara interviwer berhadapan langsung dengan interviwee untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian (Moleong, 2007). Lincoln dan Guba menegaskan bahwa wawancara merupakan pengkostruksian menganai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan kebulatan (Moleong 2007). Menurut Patton tujuan dari wawancara adalah untuk memungkinkan peneliti masuk kedalam perspektif orang lain.wawancara dimulai dengan asumsi bahwa


(39)

2002).

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancaara semi tersruktur. Pertanyaan yang akan duiajukan dikembangkan berdasarkan poin-poin yang ingin digali. Proses pengumpulan data dimulai dengan menyusun panduan pertanyaan wawancara berdasarkan fokus penelitian. Panduan pertanyaan disusun dalam pertanyaan terbuka, sehingga tidak mengarahkan subjek pada jawaban tertentu. Pemilihan wawancara semi terstruktur karena pada studi fenomenologi memiliki fokus mendapatkan nilai dan wujud ekspresi nyata, sehingga membutuhkan instrumen yang fleksibel. Untuk mendapatkan data wawancara yang utuh, proses wawancara di rekam mengunakan digital recorder kemudian disalin kedalam table wawancara verbatim.

Tabel 1. Panduan Pertanyaan Wawancara

1. Apa keyakinan anda sebagai laki-laki Batak Toba terhadap nilai budaya Batak Toba?

2. Bagaimana perasaaan anda saat mendapatkan anak perempuan dalam keluarga? (memperolleh anak ke-1 hingga kesekian)

3. Bagaimana perasaan anda mengetahui ketidak hadiran anak laki-laki dalam keluarga?

4. Bagaimana perasaan anda saat melihat saudara atau teman anda memiliki anak laki-laki?

5. Bagaimana perasaaan anda saat teman/saudara anda melecehkan anda karna tidak memiliki anak laki-laki ?

6. Ceritakan pengalaman anda bersama anak perempuan anda selama ini ! 7. Bagaimana anda memperlakukan anak perempuan anda dalam keluarga? 8. Bagaimana anda mendidik anak perempuana anda selama ini ?

9. Bagaimana harapan anda terhadap anak perempuan anda?


(40)

Analisis data dalam penelitian ini mengunakan metode pendekatan induktif umum. Metode pendekatan induktif memungkinkan temuan-temuan penelitian muncul dari keadaan umum, tema-tema dominan dan signifikan yang ada didalam data tanpa mengabaikan hal-hal yang muncul oleh struktur metodologisnya (Moleong, 2007). Dalam metode pendekatan induktif terdapat tiga prosedur analisis data.

1. Penempatan teks kasar yang banyak dan bervariasi ke dalam format yang singkat dan berbentuk ikhtisar.

2. Membangun hubungan yang jelas antara tujuan penelitian dengan ihktisar temuan yang akan diperoleh dari data mentah dan untuk memastikan hubungan-hubungan tersebut transparan.

3. Mengembangkan model atau teori tentang strukur fenomena yang ada di dalamnya atau proses yang jelas dalam data mentah.

Setalah pengumpulan data mentah, peneliti melakukan prose koding induktif. Prose koding induktif dimulai dengan pembacaan data secara teliti dari pertimbangan makna jamak yang terdapat di dalam data. Langkah berikutnya peneliti mengidentifikasi segmen data yang berisi satuan-satuan makna dan menciptakan label untuk kategori. Peneliti berusaha mengembangkan deskripsi makna awal dari kategori kemudian menuliskan asosiasi, kaitan dan implikasi.

E. Kredibilitas

Kredibilitas data dalam penelitian ini mengunakan teknik member checking. Teknik member checking digunakan sebagai penentu ketepatan atau keakuratan tema kualitatif melalui pengecekan kembali dengan menyampaikan deskripsi yang spesifik


(41)

berarti mengulang kembali transkrip baku secara keseluruhan, melainkan peneliti mengambil kembali bagian dari fokus penelitian seperti tema-tema tertentu yang menjadi fokus penelitian. Prosedur ini dapat menjadi tindak lanjut dari wawancara dengan memberikan kesempatan bagi subjek untuk mengomentari temuan yang telah disampaikan.


(42)

23

BAB IV

HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa persiapan. Tahap pertama peneliti mebuat pandua wawancara sesuai dengan tuntutan penelitian yaitu untuk mengetahui makna anak perempuan pada ayah yang tidak memiliki anak laki-laki di suku Batak Toba. Setelah mengalami beberapa revisi pada panduan wawancara yang dilakukan bersama dosen pembimbing, panduan wawancara siap untuk digunakan.

Pada tahap kedua peneliti melakukan wawancara kepada ketua adat salah satu marga Batak Toba di regional Yogyakarta dan Jawa Tengah. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran umum keadaan masyarakat suku Batak toba yang berdomisili di daerah tersebut. Hasil dari wawancara tersbut menunjukkan keberagaman status sosial yang ada pada seluruh masyarakat Batak Toba di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Pada tahap kedua, di samping pembuatan panduan wawancara peneliti mencari informan yang sesuai dengan tujuan penelitiaan. Peneliti mencari informan yang sesuai dengan tujuan penelitian dengan karateristik berikut : ayah yang berasal dari suku Batak Toba, berada pada rentan usia dewasa akhir, dibesarkan dalam latar belakang keluarga Batak Toba, memiliki pasangan yang berasal dari suku Batak Toba, memiliki anak perempuan dan tidak memiliki anak laki-laki.


(43)

Peneliti sempat mengalami hambatan dalam mencari informan yang sesuai kerateristik. Seorang informan yang sesuai dengan karateristik tidak bersedia untuk membagikan pengalamannya dengan alasan tema dari penelitian dianggap sensitif. Peneliti berusaha mencari informan dengan menghubungi beberapa kelompok marga yang berdomisili di daerah D.I. Yogyakarta dan Semarang. Akhirnya peneliti berhasil mendapatkan tiga informan yang sesuai dengan karateristik. Dua orang informan berdomisili di daerah Yogyakrta dan satu orang informan berdomisili dari daerah Semarang.

Pada tahap ketiga peneliti menghubungi masing masing informan untuk meminta kesediannya melakukan wawancara terkait makna anak perempuan pada ayah yang tidak memiliki anak laki-laki pada suku Batak Toba. Peneliti membuat inform consent sebagai bukti kesedian informan melakukan wawancara penelitian. Setelah masing masing informan menyetujui dan menandatangani inform consent peneliti membuat jadwal wawancara pada masing masing informan.

B. Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksaan penelitian, peneliti, menggunakan panduan waancara yang telah disusun pada tahap awal penelitian. Sebelum memulai proses wawancara, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan kembali maksud dari wawancara yang akan dilakukan. Hal ini dilakuakan untuk membuat informan merasa nyaman dan terbuka untuk


(44)

menceritakan pengalamannya. Tempat proses wawancara dilakuakan di masing masing rumah informan.

Pengambilan datan pada informan pertama (BA) dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2014 selama kurang lebih satu jam dengan mengajukan pertanyaan yang telah disusun berdasarkan panduan wawancara dan melafkukan probing sebagai penggalian data secara mendalam. Pengembalian data pada informna BA dilakukan kembali pada tanggal 14 Januari 2015 selama kurang lebih setengah jam. Setelah pengambilan data berakhir peneliti melakukan uji kredibilitas pada data yang telah diperoleh dengan mebacakan dan menanyakan kembali kesesuaian data yang telah diperoleh.

Pengambilan data pada informan kedua (RH) dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2014 selama kurang lebih setengah jam dengan mengajukan pertanyaan yang disusun berdasarkan panduan wawancara dan melakukan probing sebagai penggalian data secara mendalam. Pengambilan data pada informan RH kembali dilakukan pada tanggal 17 Januari 2015 selama kurang lebih setengah jam. Setelah pengambilan data berakhir peneliti melakukan uji kredibilitas pada data yang telah diperoleh dengan mebacakan dan menanyakan kembali kesesuaian data hasil wawancara.

Pegambilan data pada informan ketiga (KT) dilaksanakan pada tanggal 12 Januari 2015 selama kurang lebih dua jam dengan mengajukan pertanyaan yang disusun berdasarkan panduan wawancara dan melakukan


(45)

probing sebagai penggalian data secaramendalam. Setelah proses wawancara berakhir peneliti melakukan uji kredibilitas pada data yang telah diperoleh dengan membacakan dan menanyakan kembali kesesuaian data yang telah diperoleh.

C. Jadwal Pengambilan Data

INFORMAN WAKTU TEMPAT KEGIATAN BA 19 Desember

2014 14 Januari 2015 Rumah Informan I Rumah Informan I Wanwancara Wanwancara dan kredibilitas data RH 22 Desember

2014 17 Januari 2015 Rumah Informan II Rumah Informan II Wanwancara Wanwancara dan kredibilitas data KT 12 Januari

2015

Rumah Informan III

Wanwancara

D. Proses Analisis Data

Setelah mendapatkan data hasil wawancara, peneliti lalu membuat

verbatim berdasarkan rekaman percakapan antara peneliti dengan ketiga

informan. Semua yang diceritakan oleh informan ditulis apa adanya dan dimasukkan kedalam tabel yang telah diberikan nomer secara urut. Pada tahap berikutnya peneliti melakukan analisis tema pada semua pernyataan


(46)

yang informan sampaikan terkait dengan tujuan penelitian. Proses analisis dilanjutkan dengan membuat table tema kronologis.

Tabel tema kronologis dibuat sesuai dengan kemunculan tema tema dalam urutan wawancara. Setalah tersusun secara kronologis peneliti menbuat tabel tema analisis. Tabel tema analisis dibuat dengan menganalisis secara mendalam tema tema yang telah disusun pada tabel tema kronologis. Penyusunan tabel tema analisis dilakukan dengan mengelompokkan tema tema yang memiliki keseragaman pola. Dalam hal ini peneliti meminta kesedian tiga orang professional untuk melakukan pemerikasaan pada tema tema yang telah tersusun di dalam tabel analisis. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan meminimalisir subjektivitas peneliti Proses pemeriksaan dilakukan dengan memberikan print out tabel

verbatim wawancara, tabel tema kronologis dan tabel tema analisis tiga

informan. Setelah melakukan pemeriksaan oleh tiga orang professional, peneliti melakuakan diskusi bersama tiga orang professional dan kembali menyususn tabel tema analisis berdasarkan hasi diskusi tersebut. Setalah tabel tema analisis tersusun peneliti membuat tebel tema utama untuk masing masing informan. Tabel tema utama setiap informan akan digunaka peneliti untuk melakukan analisi pada masing masing informan. Tabel tema utama tersebut dibuat agar memnudahkan peneliti melihat dan membandingkan makna anak perempuan pada masing masing informan.


(47)

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui makna anak perempuan pada ayah yang tidak memiliki anak laki laki dalam budaya Batak Toba. Dalam Haines (2005) makna manusia merupakan sesuatu yang terbuka, memiliki nilai, kepercayaan dan perkembangan. Terkait dengan hal tersebut, Schwandt (2011) mengatakan makna merupakan gambaran konstruk pada pengalaman individu dan kelompok sosial. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dialami oleh ketiga informan, yaitu setiap informan memaknai anak perempuan yang dimiliki secara subjektif dan memiliki perbedaan antara infroman satu dan lainnya. Makna tersebut hadir berdasarkan latar belakang masing masing informan.

Makna yang subjektif pada setiap informan terbentuk oleh pengalaman mansing masing informan bersama denga anak perempuan. Perngalaman tersebut dibentuk oleh pandangan informan pada anak perempuan, perasaan informan pada anak perempuan, perlakuan informan pada anak perempuan dan harapan informan pada anak perempuan. Berdasarkan empat dimensi diatas peneliti akan menggali makna anak perempuan pada ayah yang tidak memiliki anak laki-laki pada suku Batak Toba.


(48)

ANALISIS INFORMAN

A. Deskripsi Infoman 1 (BA)

Informan 1 (BA) adalah seorang ayah yang berasal dari suku Batak Toba. BA lahir di daerah Dolok sanggul, Tapanuli utara dan BA tumbuh besar di daerah tersebut. Saat berumur 19 tahun BA pindah ke kota Medan untuk mengikuti pendidikan sarjana muda. Pada masa ini BA tinggal di daerah Yogyakarta. BA berumur 62 tahun dan telah menikah selama 36 tahun. BA telah menetap di kota Yogyakarta sejak tahun 1998. Sebelum menetap di kota Yogyakarta BA pernah tingal di kota Jakarta dan kota Mojokerto. BA bekerja di sebuah perusahaan swasta kurang lebih tiga puluh tahun sebagai seorang pegawai dan pada saat ini telah berada pada masa pensiun.

BA memiliki seorang istri berumur 58 tahun yang juga memiliki latar belakang suku Batak Toba. Istri BA bekerja sebagai guru selama 12 tahun setelah itu memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. BA memiliki


(49)

dua orang anak perempuan. anak perempuan pertama berumur 34 dan anak perempuan kedua berumur 27. Pada saat ini kedua anak perempaun BA sudah tidak bersama dengan BA. Anak pertama BA telah menikah dan tinggal di kota Jakarta dan anak kedua BA tinggal dan bekerja di kota Semarang.

1. Pandangan Terhadap Anak Perempuan

Secara umum informan I (BA) memiliki pandangan positif terhadap anak perempuannya. Terdapat tiga hal yang mendukung pandangan tersebut. Pertama, BA memandang anak perempuan sebgai anak yang mandiri dan tidka membebani orang tua. Kedua, BA memandang anak perempuan sebagai anak yang baik. Ketiga, BA memandang anak perempuan sebagai anak yang perduli. Ketiga sub tema di atas akan dijelaskan pada penjelasan berikut :

a. Anak Perempuan berharga

BA memandang anak perempuan sebagai sesuatu yang berharga. Pandangan berharga pada anak perempuan muncul disaat BA merasa anak perempuan tidak dapat tergantikam oleh segala hal.

tulang mencintai kedua anak perempuan tulang, ya

hanya mereka yang tulang punya kan, apa lagi yang tulang banggakan selain mereka, harta apalah dikata,


(50)

bisa dicari kan, mereka aja lah boru boru (anak anak

perempuan) kebanggaan tulang

(608;615)

b. Anak Perempuan Anak yang Mandiri

BA memandang anak perempuan sebagai anak yang mandiri. Pandangan tersebut muncul karena anak perempuannya dapat hidup mandiri dan tidak menjadi tanggungan beban BA. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

ya kalu sekarang tulang menerima dengan senang

hati, harapan pada anak laki- laki tulang sudah gak pikirkan itu lagi, kakak-kakak sudah besar-besar yang pertama sudah berkeluarga yang terakhir ini sudah kerja juga jadi gak ada lagi beban tulang kan dah bisa

hidup mandiri mereka itu

(81;89)

yang terutama kan dak jadi beban bagi orang tua, itu

aja sudah cukup lah, dah gak ada pikiran lagi tulang buat tulang dapat anak laki ya, penyesalan pun dah lewat, udah tua tulang udah tua nangtulang dak pas

lagilah memikirkan hal itu (tertawa)

(578;582)

Yah apa lagi yang mau disesalkan, toh kakak kakak

sudah besar besar dah mandiri

(572;574)

Pertama karena memang mereka membuktikan sama

tulang kalu mereka sekarang sudah mandiri


(51)

c. Anak Perempuan Anak yang baik

BA memandang anak perempuannya sebagai anak yang patuh pada perintah orang tua. Jika melakukan kesalahan anak perempuan BA mau mendengarkan teguran yang BA sampaikan. BA memandang anaknya baik karena ia merasa anak perempunya adalah cerminan dirinya. Anak perempuan menunjukkan sikap baik dan santun sehingga membuat BA merasa senang dengan keadaan tersebut. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

MA itu pendiam jarang buat masalah tapi pernah juga

nilainya merosot di SMA tulang tegor juga, tapi gak pala bertingkah dia, patuh juga dengan tulang dan

nang tulang

(350;355)

yang tulang tau mereka anak anak yang baik dan

patuh sama orang tua

(635;637)

d. Anak Perempuan Anak yang Peduli

BA memandang anak perempuannya sebagai anak yang peduli. Perilaku anak perempuannya yang selalu membangun interaksi dengan BA membuat ia mendapatkan perhatian dari anak perempuannya. BA menyampaikan bahwa anak perempuannya selalu


(52)

bertanya banyak hal dan ia senang dengan keadaan tersebut. Selain itu anak perempuan merawat BA dengan menyiapkan kebutuhan BA selesai bekerja. Perilaku tersebut membuat BA merasa senang dan sayang pada anak perempuannya. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

Kalo yang buat aku kangen sama JA itu karna dia itu

sering tanya Tanya banyak hal, ya walaupun agak bandel tapi ada perhatiannya sama tulang, memang JA

itu mirip mamaknya paling cerewet (tertawa)

(662;668)

Kalau si MA ini dia lah paling tenang, gak melawan,

yang tulang ingat betul, dia yang siapkan minum tulang

dulu tiap siap kerja tulang, dulu waktu tulang kerja

(669;679)

Berdasarkan empat sub tema diatas dapat diketahui BA memiliki pandangan positf pada anak perempuan. Pandangan tersebut muncul saat anak perempuan dipandang berharga dibandingkan segala hal. Selai itu BA memandang anak perempuan dapat hidup mandiri dan tidak membebani BA. Pandangan lain yang mendukung adalah saat anak perempuannya berlaku baik pada BA dan keluarga. perilaku baik itu diwujudkan dalam kehidupan sehari hari dengan memperhatikan dan merawat BA.


(53)

2. Perasaan Pada anak Perempuan

BA memunculkan perasaan bahagia disaat mendapatkan anak perempuan dalam keluarga. BA juga merasa bahagia karena sikap anak perempuan yang baik. Selain itu BA merasa bahagia karena anak perempuan sudah mandiri dan tidak membebani BA. Perasaan bahagia BA pada anak perempuan yang sudah mandiri bersamaan dengan perasaan sedih ditinggalkan anak perempuan. Hal itu disebabkan anak perempuan yang mandiri sudah tidak tinggal bersama BA dan hidup terpisah jauh dari BA. Keempat sub tema di atas akan dijelaskan pada penjelasan berikut :

a. Perasaan Bahagia saat Kehadiran Anak Perempuan BA merasa bahagia mendapatkan anak perempun dalam keluarganya. Keadan tersebut membuat BA memberikan perhatian dan mendidik anak permempuanya dengan senang hati. BA juga berusaha memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh anak perempuannya. BA mengatakan bahwa segala bentuk usahanya tersebut merupakan bentuk cinta kepada anak perempuannya. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

Ya senang tulang sekeluarga waktu kakak JA lahir

namanya anak pertama pasti senang


(54)

Tulang sekelurga senang lahir kakak kedua waktu itu memang tulang pas lagi dinas di Sorong jadi gak bias lihat langsung kakak MA lahir, ya perasaan tulang

bahagia mendapatkan boru tulang yang kedua ini

(98;104)

Tulang merasa kakak kakak adalah boru (anak

perempuan) kesayangan tulang, mereka mampu membuat tulang bangga dan bahagia dalam selama tulang hidup, yang tulang tau mereka anak anak yang

baik dan patuh sama orang tua

(630;637)

b. Perasaan Bahagia saat Anak Perempuan Bersikap Baik

BA merasa bangga dan bahagia karena sikap baik dan patuh yang dilakukan anak perempuan. Perasa itu membuat BA menyayangi anak perempuannya. Perilaku anak perempuan dianggap dapat mencerminkan BA sebagai seorang ayah yang baik. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

Tulang merasa kakak kakak adalah boru (anak

perempuan) kesayangan tulang, mereka mampu membuat tulang bangga dan bahagia dalam selama tulang hidup, yang tulang tau mereka anak anak yang

baik dan patuh sama orang tua

(630;637)

“tulang bangga lah, apa lagi kalau orang tau itu boru boru (anak perempuan) tulang, yakan seperti dibilang anak adalah cerminan orang tuanya, anak anak tulang


(55)

baik dan santun yang pasti senang adalah tulang

sebagai orang tuanya

(640;647)

c. Perasaan Bahagia saat Anak Perempuan sudah mandiri

BA merasa bahagia disaat anak perempuan sudah menjadi mandiri dan tidak menjadi bebanan. Perasaan bahagia tersebut membuat BA tidak memikirkan lagi kehadiran anak laki-laki. Anak perempuan yang mandiri membuat BA menerima keadaan dengan senang dan bangga. BA menunjukan kebahagiaan dengan tidak menyesal atas kehaidran anak perempuan dalam keluarga. Situasi tersebut dapat dicermati dari pernytaan wawancara berikut :

ya kalu sekarang tulang menerima dengan senang

hati, harapan pada anak laki- laki tulang sudah gak pikirkan itu lagi, kakak-kakak sudah besar-besar yang pertama sudah berkeluarga yang terakhir ini sudah kerja juga jadi gak ada lagi beban tulang kan dah bisa

hidup mandiri mereka itu

(81;89)

tapi Tulang gak menyesal lah boru-boru Tulang sudah

mandiri dak lagi beban sama Tulang, ya mungkin

bisalah tulang berbangga sama kakak-kakak itu


(56)

kakak kakak mandiri saja sudah membuat tulang bahagia, sudah tidak menjadi pikiran buat tulang lagi

gak hadir anak laki-laki dikeluarga tulang

(144;148)

Yah apa lagi yang mau disesalkan, toh kakak kakak

sudah besar besar dah mandiri

(572;574)

yang terutama kan dak jadi beban bagi orang tua, itu

aja sudah cukup lah, dah gak ada pikiran lagi tulang

buat tulang dapat anak laki ya

(578;582)

d. Perasaan Sedih saat Ditinggal Anak Perempuan Pada saat ini BA merasa kesepian karena anak perempuannya sudah tidak tinggal bersamanya. BA memunculkan perasaan kangen dengan anak perempuannya jika mengingat keadaan saat ia masih tinggal bersama anak perempuannya. Ingatan BA pada Perhatian dan perlakuan anak perempuan membuat ia merasa sedih. Perasaan sedih itu muncul karena ia tidak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama pada saat ini. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

Ya semenjak kakak kakak pindah tulang merasa sepi

aja, dulu masih ada ribut ribut mereka tulang dengar (tertawa)


(57)

kadang tulang kangen juga liat mereka, lama mereka sudah gak kunjung tulang, menjelang natal ini lah

paling mereka datang

(655;658)

Berdasarkan empat sub tema diatas dapat diketahui BA merasa bahagia saat mendapatkan anak perempuan dalam keluarga. Perasaan bahagia itu diwujudkan dengan merawat dan mendidik anak perempuan. Selain itu BA menunjukkan cinta pada anak perempuannya dengan memenuhi kebutuhan anak perempuan. Didikan BA membuat anak perempuannya bersikap baik dan patuh. Didikan BA juga membuat anak perempuan dapat menjadi anak yang mandiri. Keadaan anak perempuan pada saat ini membuat BA merasa bahagia akan tetapi BA juga merasa sedih karena ia tidak dapat berkumpul dengan anak perempuan. perasaan sedih muncul disaat BA tidak lagi memperoleh perhatian dan perlakuan dari anak perempuan yang sudah tidak tinggal bersama BA.

3. Perlakuan Terhadap Anak Perempuan

BA memberi beberapa perlakuan pada anak perempuannya. Perlakuan tersebut ditujukan agar anak perempuan menjadi anak yang baik. Pertama BA bersikap tegas pada anak perempuan dengan tujuan anak perempuan tidak mengulangi kesalahan. Kedua BA memberikan perhatian guna


(58)

menunjukkan perasaan sayang pada anak perempuan. ketiga BA memberikan kebebasan untuk anak perempuan memilih dan keempat BA tidak membedakan anak perempuannya. Keempat sub tema diatas ajan dijelasakan pada penjelasan berikut :

a. Bersikap Tegas Pada Anak Perempuan

BA berusaha mendidik anak perempuannya menjadi anak yang baik. Dalam mendidik anak perempuannya BA kerap bersikap tegas. Hal itu terjadi karena anak perempuan membuat kesalahan. Sikap tegas BA hadir berupa prilaku yang keras. Prilaku keras tersebut ditujukan pada anak perempuan sebagai bentuk kemarahan pada kesalahan fatal. BA menganggap prilaku keras akan membuat anak perempuan jera. Pada saat anak perempuan sudah dewasa BA lebih sering menegur anak perempuan dengan alasan anak perempuan sudah dewasa dan sudah dapat memilih sesuatu yang baik dan buruk. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

Tulang mendidik dengan cara tulang, kalau memang

salah tulang tegor, maksudnya biar baik, tulang tegas

juga buat anak-anak tulang sendiri


(59)

Tergantung kalau dalam pendidikan ya tulang ajari mereka supaya mau belajar, tidak malas, ya bagusnya kakak kakak bias bagus di sekolah mampu bersaing

sama teman-teman juga bisa berpestasi

(296;302)

tulang hajap (pukul) lah kak JA pake ikat pinggang,

itu barulah naik pitam tulang, bukanya apa orang tua cari uang susah, bukan tidak mau membelikan apa atau barang apa, tapikan ada kebutuhan penting juga yang lain yang haru dipenuhi, dari situ belajar lah kak JA setelah setelah itu dak lagi dia buat kesalahan yang fatal

(326;335)

Tulang lebih memberi pengarahan prilaku mereka

saja termasuk sikap mereka juga, ya kalau dibutuhkan

ketegasan tulang biasanya agak keras

menyampaikannya, ya mungkin keadaanya kaya kak JA tadi ya terpaksa tulang tegas memberi hukuman agar jera dan menyesali perbuatan-perbuatan yang telah

dilakukan

(390;400)

selepas dewasa mereka cukup tulang tegur aja gak lah

terlalu keras lagi toh mereka sudah dewasa bisa memilih dan memilah mana yang baik mana yang

buruk

(413;416)

Ya kalau udah tulang tegur biasanya udah selesai

masalahnya nanti juga balik lagi kayak biasanya ndak

lah berlarut larut kalau kami ada masalah juga

(555;559)


(60)

BA menginginkan anak perempuan menjadi anak yang baik. Keinginan BA tersebut diwujudkan dalam bentuk perhatian pada anak perempuan. Perhatian yang BA berikan pada anak perempuan merupakan bentuk cinta BA pada anak perempuan. BA memberikan perhatian dengan lebih awal menanyakan keadaan anak perempuan. Perhatian BA pada anak perempuan ditujukan untuk mengajari anak perempuan dalam mengahdapi masalah yang dialami anak perempuan. Dengan memberikan perhatia BA berusaha mengetahui keadaan dan kebutuhan anak perempuan. BA berusaha meluangkan waktu untuk mengajak anak perempuannya berkegiatan bersama. Dalam keadaan tertentu BA berusaha bertanya pada anak perempuan jika ia tidak memahami apa yang disampaikan anak perempuan. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

Tulang memberikan perhatian kepada kaka kaka dan

tulang mendengarkan keluhan keluhan kaka kaka dengan tujuan tulang membangun kedekatan dengan

anak anak tualang

(270;275)

ya dulu sih misalnya saat kakak kaka masih SD ya

tulang ajari mereka pelajaran-pelajaran yang unum

saja, lepas SMP mereka sudah ikut les


(61)

Ya tulang sering menyampaikan perbuatan yang baik itu seperti apa, lalu pantas gak dilakukan, misalnya kalau kita berbuat ini maka resikonya apa, atau kalu

kita memilih suatu hal apa resikonya

(403;409)

paling sabtu minggu ya kalau sabtu minggu paling

tulang ajak kakak kakak jalan jalan atau makan diluar ya itu mungkin hiburan lah buat kakak kakak dan juga dimana tulang meluangkan waktu berkegiatan sama

mereka

(425;431)

Biasanya sih tulang, tulang datangi baru nanya

gimana sekolah, ada masalah gak, atau ada yang lagi

diperlukan ndak biar tulang belikan atau nangtulang

(458;462)

Selama ini enggak mungkinya saya paham kok dengan

apa yang disampaikan anak anak saya, ya kalu ada

yang kurang paham biasanya saya tanyakan

(514;518)

Cinta tulang sama mereka tulang tujukkan melalui

bagiamana tulang memperhatikan mereka, mendidik mereka, memperthatikan mereka, memenuhi keutuhan mereka dan itu semua memang tulang buat dan kasih

buat mereka anak anak tulang.

(618;625)

c. Memberikan Anak Perempuan Kebebasan untuk Memilih


(62)

Pada saat anak perempuan sudah dewasa BA memberikan kebebasan kepada anak perempuannya untuk memilih hal yang baik bagi anak perempuannya. BA tidak membedakan anak pertama dan kedua dalam memberikan kebebasan. Pilihan anak perempuan dianggap dapat membuat anak perempuannya nyaman. BA tidak ingin menggangu keadaan anak peremuan yang sudah merasa nyaman. BA berharap kebeasan yang diberikan pada anak perempuan dapat membuat anak perempuan menjadi baik dan sukses.

Jelas tidak, ntah itu anak pertama anak kedua tetap

sama dimata tulang, gak ada yang dibedakan

(244;246)

Keinginan terbesar tulang dulu sama kak JA dia bisa

masuk deplu karna sesuai sama kuliahnya itu, tapi dia

gak mau, dia memilih kerja ditempat lain

(480;484)

Ya tulang biasa saja, tulang membebaskan pilihan dia

aja, kalo dia dah nyaman kerja disitu ya mau kayak

mana lagi kan

(492;495)

Sejauh ini gak ada ya, tulang mah terserah aja mereka

mau memilih pilihan apa saja yang tulang harap

mereka jadi orang yang sukses dan baiklah

(498;502)


(63)

BA memiliki harapan pada anak perempuan dimasa yang akan datang. Harapan BA hadir disaat ia memiliki keyakinan pada anak perempuannya. Keadaan anak perempuan yang patuh pada BA membuat BA memiliki harapan anak perempuan akan menjadi anak yang baik. Selain itu BA memiliki harapan anak perempuan akan menjadi anak yang sukses dan akan mencintai orang tua. Ketiga sub tema diatas akan dijelaskan pada penjelasan berikut :

a. Harapan Anak Perempuan Menjadi Baik dan Sukses

BA memiliki harapan anak perempuannya akan menjadi anak yang baik dan sukses. Harapan BA pada anak perempuan muncul karena BA telah mengajarkan perilaku dan sikap yang baik pada anak perempuan. BA berharap anak perempuan dalam keadaan yang baik pada masa yang akan datang. Selain itu BA berharap anak perempuannya dapat menjalani karir mereka dengan baik dan meraih cita cita yang belum mereka dapatkan saat ini. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

Tulang senantiasa mengajarkan hal yang baik sama

mereka, mereka harus hormat dengan orang tua, tidak melawan, terutama takut akan Tuhan, tulang ajarkan lah mereka dari kecil berdoa, pergi ke gereja, ikut


(64)

sembayang, tujuannya supaya anak-anak tulang menjadi anak yang baik, baik bagi masyarakat atau

manusia dan baik dimata Tuhan

(361;371)

dekat dengan Tuhan dan rajin beribadah

(681;682)

kedua karena mereka selalu rajin beribadah

(690;691)

Harapan tulang sama kakak kakak ya mereka sehat

sehat selalu

(699;700)

jangan pernah melupakan Tuhan

(703;704)

Tulang punya keyakinan yang besar sama mereka,

tulang yakin mereka akan menjadi orang yang berguna

sukses lah dalam karir

(677;680)

dapat meraih cita cita yang mungkin belum mereka

dapat sekarang ini

(700;702)

b. Harapan Anak Perempuan Mencintai Orang Tua BA memiliki harapan anak perempuannya akan mencintai BA dimasa yang akan datang. Harapan BA anak perempuan menyempatkan diri untuk


(65)

mengunjungi BA disela sela kesibukan mereka. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut:

pasti mencintai kami orang tua mereka

(682;683)

mereka selalu ada waktu mengunjungi tulang dan

nangtulang walaupun tidak sering, itu karna mereka

punya sibuk juga

(692;695)

5. Makna Anak Perempuan Informan 1

Informan I (BA) memiliki pandangan positif pada anak perempuan. Pandangan positif diawali dengan memandang anak perempuan sebagi sesuatu yang berharga. Selain itu BA memandang anak perempuan dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang tua. Pandangan positif BA juga didukung oleh Anak perempuan yang bertumbuh menjadi anak yang baik dan perduli pada BA.

BA memunculkan perasaan bahagia disaat memiliki anak perempuan. perasaaan bahagia BA muncul disaat BA mendapatkan anak perempuan dalam keluarga. Perasaan bahagia BA didukung oleh sikap dan perilaku anak perempuan yang baik. Selain itu anak perempuan BA dapat menjadi mandiri dan tidak membebani BA. Pada masa ini BA merasa sedih karena anak perempuan BA sudah tidak tinggal bersama


(66)

BA. BA merasa kehilangan perhatian dan perlakuan dari anak perempuan yang baik.

BA memberikan perlakuan yang tegas pada anak perempuan. perlakuan tegas yang diberikan BA ditujukan untuk mendidik anak perempuan BA menjadi anak yang baik. Selain berlaku tegas BA memberikan perhatian pada anak perempuan. hal itu dilakukan untuk menunjukkan perasaan cinta pada anak perempuan. Anak perempuan diberikan kebebasan untuk memilih apa yang menjadi pilihan mereka. Hal itu berlaku bagi semua anak perempuan BA.

BA memiliki harapan agar anak perempuan menjadi anak yang baik dan sukses dimasa yang akan datang. Selain itu BA berharap anak perempuamuapn akan terus mencintai BA pada masa yang akan datang. Secara keseluruhan dapat disimpulkan anak perempuan adalah sesuatu yang berharga, kehadiran anak perempuan akan memberikan kebahagian dalam keluarga. Anak perempuan harus dididik, diberikan perhatian dan kebebasan agar menjadi anak yang baik. Anak perempuan akan menjadi anak yang baik, sukses dan mencintai orang tua dimasa yang akan datang.


(67)

Kerangka 2. Kerangka Kesimpulan Makna Anak Perempuan informan I (BA)

BA

Pandangan a. Anak Perempuan Berharga

b. Anak Perempuan Anak yang Mandiri c. Anak Perempuan Anak yang Baik d. Anak Perempuan Anak yang Peduli

Perasaan

a. Perasaan Bahagia saat Kehadiran Anak Perempuan

b. Perasaan Bahagia saat Anak Perempuan Bersikap Baik

c. Perasaan Bahagia saat Anak Perempuan sudah mandiri

d. Perasaan Sedih saat Ditinggal Anak Perempuan

Perlakuan

a. Bersikap tegas pada anak perempuan

b. Memberikan Perhatian Pada Anak Perempuan c. Memberikan anak perempuan kebebasan untuk

memilih

Harapan

a. Harapan Anak Perempuan Menjadi Baik dan Sukses

b. Harapan Anak Perempuan Mencintai Orang Tua

- Anak Perempuan Berharga

- Kehadiran Anak

Perempuan Memberikan kebahagianan

- Anak Perempuan Harus Didik, Diperhatikan, dan Diberi Kebebasan Untuk Menjadi Anak yang Baik - Anak Perempuan Akan

Menjadi Anak yang Baik, Sukses dan Mencintai Orang Tua Dimasa yang akan Datang


(68)

Informan II (RH) adalah seorang ayah yang berasal dari suku Batak Toba. RH lahir dan besar di daerah Siborongborong, Sumatra Utara. Pada tahun 1975 RH pindah dari daerah Siborongborong menuju ke daerah Porsea tempat tinggal keluarga pihak ibu sekaligus meneruskan pendidikan di bangku sekolah lanjut tingkat atas . Setelah berumur 23 tahun RH memutuskan untuk menikah dengan istrinya yang masih berasal dari keluarga pihak ibu. Satu tahun setelah menikah RH memiliki satu orang anak perempuan dan meutuskan untuk merantau ke kota Yogayakarta. Kurang lebih pada tahun 1984 RH menetap di daerah Bantul, Yogyakarta. selama tinggal di Yogyakarta RH memeroleh tiga orang anak perempuan. Istri RH sempat mengandung bayi berjenis kelamin laki-laki tetapi bayi tersebut meninggal di dalam kandungan

RH memiliki seorang istri berumur 61 tahun yang juga memiliki latar belakang suku Batak Toba. Tiga orang anak perempuan RH telah merantau ke beberapa daerah di Jawa sedangkan anak perempuan paling bungsu masih tinggal bersama RH dan istrinya di Yogyakarta.Sampain saat ini RH masih bekerja bersama istrinya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. RH berkerja sebagai wirausaha dan sempat berpindah pindah tempat usaha. Pada saat ini RH membuka usaha di sekitar jalan Malioboro dan jalan Pasar Kembang.

1. Pandangan Terhadap Anak Perempuan

Secara umum informan II (RH) memiliki pandangan yang positif pada anak perempuannya. Terdapat dua hal yang mendukung pandangan positif


(69)

sebagai berkat dalam keluarga. Kedua RH memandang anak perempuan sebagai anak yang baik karena dapat menerima keadaan keluarga. Kedua sub tema di atas akan dijelaskan pada penjelasan berikut :

a. Anak perempuan tidak menjadi beban keluarga

RH bersyukur dengan kehadiran anak perempuan yang normal dalam keluarga. RH memandang anak perempuan yang normal tidak akan menjadi beban bagi keuarga. RH akan merasa malu jika ia memiliki anak laki-laki dalam keadaan tidak normal. RH merasa anak laki-laki yang lahir dalam keadaan tidak sempurna akan menjadi beban hidup bagi keluarga. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

“Ya jelas tidak lah, aku jelas bersyukurlah memiliki anak perempuan

sehat-sehat

(83;84)

anak laki-laki kalo keadaanya tidak baik juga pasti malu lah

orangtuanya Malu bagaimna amang tua? Ya misalnya lahir dak

sempurna kan jadi beban juga seumur hidup buat orang tua kan

(85;91)

b. Anak Perempuan adalah Anak yang baik

RH memandang anak perempuannya sebagai anak yang baik karena anak perempuan tidak pernah membantah perintah yang RH


(70)

RH. Perhatian anak perempuan ditujukan pada kesehatan RH. Anak perempuan tidak pernah mengeluh pada RH walaupun hidup dengan kecukupan. Anak perempuan selalu menerima keadaan dan tidak menuntut banyak hal pada RH. Sikap dari anak perempuan tersebut membuat semakin memandang anak perempuan baik. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :

Biasanya diam, langsung masuk kamar, atao kalo enggak langsung

nyampar (mendatangi) sama mamaknya, tidak pernah mereka

membantah saya sedikitpun

(337;341)

Tentu lah, namanya juga anak anak ku, itu yang aku punya anak

anak boru (perempuan) ku aku sayanglah sama mereka, perhatian mereka sama kesehatan ku itu yang paling buat aku sayang sama

mereka

(387;397)

Menurut ku mereka anak anak yang baik, jarang mereka mengeluh

menuntut hal hal yang gak penting, merka juga bisa menerima keadan

ku sampai saat ini

(421;426)

Aku bisa bilang keadaan kami itu kecukupan lah dak juga berlebihan,

mereka bisa menerima itu dan gak mengeluh sama keadaan kami, itu yang membuat aku bangga sama mereka, aku gaknya pernah melihat

mereka menuntut


(71)

usaha dak mudah dan itu aku udah ada dua orang anak, aku melihat

anak anak ku dak pernah mengeluh sedikitpu

(438;443)

2. Perasaan Pada Anak Perempuan

Secara keseluruhan RH merasa bahagia dengan kehadiran anak perempuan. perasaan bahagia RH didiukung oleh perasaan cinta dan sayang terhadap anak perempuan. RH mewujudkan perasaan cinta pada anak perempuan dengan memenuhi tanggung jawab sebagai orang tua. Pada masa ini RH merasa sedih karena anak perempuan meninggalkan keluarga RH. Perasaan sedih RH bertambah disaat ia tidak dapat memenuhi keinginan dari anak perempuan. Keempat sub tema di atas akan dijelaskan pada penjelasan berikut :

a. Perasaan Bahagia saat Kehadiran Anak Perempuan

RH merasa bahagia saat mendapatkan anak perempuan pertama dalam keluarga. kebahagian tersebut juga hadir disaat RH mendapatkan anak perempua kedua. Pada kelahiran anak ketiga dan keempat RH mengharapka kehadiran anak laki-laki tetapi anak yang lahir adalah anak perempuan. RH tetap merasa bahagia dengan kehadiran keempat anak perempuan walaupun ia sempat mengharapkan anak laki-laki. Situasi tersebut dapat dicermati dari kutipan wawancara berikut :


(1)

Tema Utama Informan I (BA)

Tema utama No Verbatim

1. anak perempuan berharga karena anak perempuan berlaku baik, perduli dan mandiri.

-menerima kehadiran anak perempuan dalam keluarga (63;76) (220;233) (244;246) (492;495) (498;502) (572;574) (608;615)

-anak perempuan adalah anak yang baik (350;355) (640;647)

-anak permpuan adalah anak yang perduli (662;668) (669;679)

-anak perempuan adalah anak yang madiri (81;89) (578;582)

2. kebahagian hadir karena anak permpuan dapat didik utuk menjadi mandiri walaupun akan meninggalkan keluarga

-perasaan bahagia saat kehadiran anak perempuan (93;95) (98; 104) (618; 620) (630;637)

-perasaan bahagia saat anak perempuan sudah mandiri (113;117) (144;148)

-perasaan sedih saat ditinggal anak perempuan (374;384) (651;654) (655;658)

-perasaan malu jika tidak dapat mendidik anak perempuan (339;347) (313;323) (326;335) (480;484) (542;551)


(2)

- ketegasan akan membuat anak perempuan menjadi baik (289;293) (296;302) (339;347) (350;355) (390;400) (413;416) (555;559)

-usaha memberikan perhatian pada anak perempuan (249;255) (270;275) (304;308) (425;341) (458;462) (469;472) (507;510) (514;518) (525;528) (403;409)

-kessibukan membatasi perhatian pada anak perempuan (258;266) (425;341) (443;446)

4. harapan anak perempuan baik dan sukses untuk dapat mencintai ornag tua

-harapan anak perempuan menjadi anak yang baik (361;371) (703;704) (681)

(690;691) (699;700)

- harapan anak perempuan anak yang sukses (700;702) (480;484) (677;680)

(678;689)


(3)

Tema Utama Informan II (RH)

Tema utama No Verbatim

1. Pandangan Terhadap Anak Perempuan

-anak perempuan tidak menjadi beban keluarga (83;84) (85;91)

- anak perempuan adalah anak yang baik (337;341) (387;397) (421;426)

(428;435) (438;443) 2. Perasaan Terhadapa Anak Perempuan

- perasaan bahagia saat kehadiran anak perempuan (191;196) (200;201) (205;206)

- perasaan cinta pada anak perempuan (398;399) (403;408)

- perasaan sedih saat ditinggal anak perempuan (132;135)

- menyesal karena tidak dapat memenuhi keningian anak perempuan (368;372) (376;384) 3. Perlakuan Pada Anak Perempuan

- memenuhi kebutuhan sebagai bentuk perhatian (231;236) (239;242) (246;247) (258;260) (346;352)


(4)

-bersikap adil pada anak perempuan (211;215)

-bersikap tegas pada anak perempuan (330;334) (306;308) (312;314)

(317;324) 4. Harapan Terhadap Anak Perempuan

- harapan anak perempuan menjadi baik dan sukses (412;417) (446:450)


(5)

Tema Utama Informan III (KT)

Tema utama No Verbatim

1. Pandanga terhadap anak perempuan

-Anak perempuan adalah anugrah (163;165) (368;370) (375;380)

(384;391) (395;397)

-Anak perempuan adalah anak yang baik (310;312) (387;388) (391;395)

2. Perasaan Terhadap anak perempuan

-perasaan bahagia memiliki anak perempuan dalam keluraga (86;88) (154;157) (169;170) (210;212) (362;363) (375;377)

3. Perlakuan terhadap perempuan

-memenuhi kebutuhan sebagai bentuk perhatian (82;86) (221;223) (223;226)

(233;236) (404;411) (411;413) -mendidik anak perempuan menjadi anak yang baik (242;245) (353;358) (270;274)

-membangun komunikas dengan berkegiatan bersama anak perempuan (253;260) (260;265) (278;283) (286;288)


(6)

-menunjukkan perilaku baik pada anak perempuan (212;216) (335;339) (339;341) (350;353)

4. Harapan terhadap anak perempuan