Analisa Makna Simbolik Bunga Sakura Dalam Haiku Karya Matsuo Basho
ANALISA MAKNA SIMBOLIK BUNGA SAKURA DALAM HAIKU KARYA MATSUO BASHO
(MATSUO BASHO NO SAKUHIN NO HAIKU NI OKERU SAKURA NO SHOUCHOTEKI IMI NO BUNSEKI)
SKRIPSI
Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang
Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
IVANA WIDYA SARI NIM : 060708027
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum Prof. Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D NIP: 19600919 1988 03 1 001 NIP: 19580704 1984 12 1 001
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
Disetujui Oleh: Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Program Studi
Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP: 19600919 1988 03 1 001 Medan, November 2010
(3)
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KONSEP MAKNA, SAKURA, HAIKU, DAN BASHO 2.1 Konsep Makna ... 15
2.1.1 Tanda dan Lambang ... 19
2.1.2 Aspek-aspek Makna ... 22
2.2 Sakura ... 24
2.2.1 Sejarah Bunga Sakura ... 24
2.2.2 Jenis-Jenis Bunga Sakura ... 26
2.2.3 Masyarakat Jepang dan Bunga Sakura ... 31
(4)
2.3 Haiku ... 41
2.3.1 Pengertian Haiku... 41
2.3.2 Sejarah Haiku ... 43
2.4 Riwayat Hidup Matsuo Basho... 49
BAB III. ANALISA MAKNA SIMBOLIK BUNGA SAKURA DALAM HAIKU KARYA MATSUO BASHO 3.1 Kutipan Haiku 1 ... 54
3.2 Kutipan Haiku 2 ... 57
3.3 Kutipan Haiku 3 ... 59
3.4 Kutipan Haiku 4 ... 62
3.5 Kutipan Haiku 5 ... 67
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 71
4.2 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ABSTRAKSI
(5)
ABSTRAK
ANALISIS MAKNA SIMBOLIK BUNGA SAKURA DALAM HAIKU KARYA MATSHUO BASHO
Kesusastraan Jepang, khususnya literatur peninggalan zaman kuno telah ada sejak akhir abad ke-7 atau sekita abad ke-8 Masehi, yaitu sejak Jepang mengenal sistem tulisan dan kegiatan tulis-menulis. Karya sastra yang menggunakan tulisan yang pertama kali muncul adalah kayo. Kemudian kayo berkembang menjadi waka. Dalam perkembangannya, kayo dan waka kemudian dituliskan dalam buku kumpulan syair Jepang yaitu manyoshu. Setelah itu pada zaman Chusei muncul lagi yang disebut renga. Seiring perjalanannya renga kemudian berubah lagi menjadi haiku. Haiku dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai puisi.
Haiku adalah bentuk puisi paling singkat di dunia yang hanya terdiri atas 17 suku kata yang terdiri dari 3 matra (baris) yang masing-masing tersusun dari 5, 7, dan 5 suku kata secara berurutan. Haiku mulai berkembang di Jepang pada pertengahan abad ke-16. Haiku dapat berisi tentang apa saja, tetapi banyak orang menulis haiku untuk menceritakan tentang alam dan kehidupan sehari-hari.
Salah satu penyair haiku yang sangat terkenal adalah Matshuo Basho. Memiliki nama asli Matsuo Munefusa, dilahirkan di Ueno pada tahun 1644 dan meninggal di usia 50 tahun pada tahun 1694. Dalam perkembangan haiku, Basho memiliki peran yang sangat penting karena dia adalah salah seorang penyair haiku yang berhasil mengadakan perbaikan pada haikai terutama dalam isi. Selanjutnya dalam perkembangan haikai, ia berhasil mengangkat bentuk hokku (syair pembuka) menjadi bentuk yang berdiri sendiri. Basho sering membuat hokku tanpa memperhitungkan syair pendamping (wakiku). Syair pembuka inilah yang sekarang dikenal dengan haiku.
Nama haiku yang ada sekarang ini pertama kali dicetuskan oleh Masaoka Shiki. Masaoka Shiki adalah salah seorang dari penyair haiku yang muncul pada abad ke-19. Sebutan haiku digunakan untuk memisahkan antara hokku sebagai syair pembuka pada renga dengan hokku yang berdiri sendiri, dan dibatasi pada perkembangan hokku selama beberapa tahun sebelum berakhirnya masa Edo.
Walaupun nama haiku dicetuskan oleh Masaoka Shiki, namun sekarang ini Bansho lebih dikenal sebagai penyair yang berhasil mengangkat hokku dari renga.
(6)
Selain itu, Basho di sebut juga sebagai pelopor dalam perkembangan haiku, meskipun pada awalnya ia memulai karir puisinya dari haikai-renga.
Haiku yang dikembangkan oleh Basho mencakupi tema-tema yang luas. Namun seiring dengan berjalannya kehidupan yang dialami Basho, ia memilih untuk menulis syair-syair yang menunjukkan perhatiannya terhadap alam dan kehidupan manusia. Selain itu, ia juga terkenal dengan haiku yang memiliki kedalaman makna. Salah satu objek alam yang sering diceritakan dalam haiku karangannya dan sarat akan makna adalah bunga sakura.
Sakura adalah bunga yang sangat dicintai oleh rakyat Jepang sejak dulu. Dalam bahasa Jepang, sakura berasal dari kata “saku” dan “ra”. “Saku” yang berarti mekar dan “ra” dalam bahasa Jepang menunjukkan makna jamak. Sakura adalah bunga nasional Jepang yang biasanya mekar setiap musim semi mulai dari awal April hingga akhir April setiap tahunnya.
Bagi masyarakat Jepang, bunga sakura memberikan simbol tersendiri yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat Jepang. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Salah satu simbol bunga sakura adalah tradisi hanami yang biasanya dilakukan hanya tepat pada saat bunga sakura sedang bermekaranm dengan indahnya. Kegiatan hanami ini bertujuan untuk mempererat hubungan sosial, kekeluargaan, dan kekerabatan antara sesama masyarakat Jepang. Oleh karena itu, sakura dianggap sebagai simbol pemersatu.
Bunga sakura juga memberi makna perlambangan wanita. Wanita, layaknya bunga sakura kecantikannya selalu menjadi pusat perhatian, kelembutannya mampu menentramkan hati orang-orang yang melihatnya, memandangnya saja sudah memberikan kebahagiaan.
Sakura juga merupakan simbol keberanian dan kehormatan bagi para prajurit. Hal ini terbukti dari gambar sakura yang dilukis di beberapa sisi pesawat terbang dengan tujuan agar mereka berani melakukan bom bunuh diri. Selain itu, masyarakat Jepang juga menganggap bahwa sakura adalah simbol yang melambangkan pagar antara Tuhan dan manusia yang makna filosofisnya adalah melalui bunga sakura manusia diingatkan akan kehidupan duniawi yang tidak kekal dan singkat, sama seperti umur bunga sakura yang singkat yaitu tujuh hari.
(7)
memiliki makna simbolik tersendiri. Sakura memberi makna perlambangan kebahagiaan, kemanfaatan, ketulusan. Bermakna kebahagiaan maksudnya, mekarnya bunga sakura adalah waktu yang sangat dinanti-nantikan dan sangat berharga hingga tidak akan dilewatkan begitu saja. Sakura mengajarkan kemanfaatan sebab kehadirannya memberi keceriaan bagi banyak orang. Pada hari-hari bunga sakura mekar, orang-orang bersukacita dalam kebersamaan. Sakura yang sepanjang tahun tidak pernah “ditoleh” orang, tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Setelah bunga-bunganya berguguran orang-orang pun melupakannya. Tapi sakura tetap hadir lagi ditahun mendatang. Inilah lambang ketulusan orang dalam berkarya. Bunga Sakura juga memberi makna simbolik tentang perjalanan hidup.
Latar belakang hidupnya sebagai samurai memberi sumbangsih makna yang cukup mengesankan. Waktu yang singkat dan semangat mekarnya bunga sakura adalah simbol yang sangat penting bagi prajurit samurai. Bagi para prajurit samurai gugurnya kelopak bunga sakura dari bingkainya melambangkan keindahan hidup yang singkat yang dijalani dengan baik. Mereka juga beranggapan bahwa jika mereka mati dalam pertempuran, maka seperti bunga sakura jiwa mereka akan lahir kembali bersama mekarnya bunga sakura di setiap kedatangan musim semi. Dengan demikian, bagi masyarakat Jepang bunga sakura yang gugur memiliki makna simbolik yang melambangkan hidup singkat yang bermanfaat, keberanian, dan reinkarnasi jiwa para samurai.
(8)
ようし
,要旨
まつおばしょの
さ くひん,
作品の
は いく
,
俳句における
さ くら
,
桜の
し ょうちょ うてき,
象徴的な
い み
,
意味の
ぶ んせき
,
分析
だい
,第7または
だい
,第8
せいき
,世紀の
お
,終わりから、
にほんぶんがく
,日本文学
は、
とく
,特に
こだいぶんがく
,古代文学の
いせき
,遺跡が
で
,出てきた。すなわち、
にほん
,日本が
か
,書くことを
し
,知っていた
いらい
,以来である。
さいしょ
,最初に
で
,出
てきた
か
,書き
もの
,物を
しよう
,使用している
ぶんがく
,文学の
さくひん
,作品は「
かよう
,歌謡
」である。そして、
かよう
,歌謡は「
わか
,和歌」になっている。
じかん
,時間
がたつにつれて、「
かよう
,歌謡」と「
わか
,和歌」は
にほんししゅう
,日本詩集に
か
,書き
なお
,直された。それは、「
まんようしゅう
,万葉集」といわれた。それから、
ちゅうせいじだい
,中世時代には、「
れんが
,連歌」という
ぶんがくさくひん
,文学作品が
で
,出
てきた。それ
いらい
,以来、
れんが
,連歌がだんだん「
はいく
,俳句」に
か
,変
わった。インドネシア
ご
,語では、「
はいく
,俳句」は”PUISI”という
いみ
,意味 である。
はいく
,俳句は
せかいじゅう
,世界中で
さいたん
,最短の
し
,詩であって、3
せん
,線
では、ただ17
おんせつご
,音節語だと
へんせい
,編成されていて、また、べつべつ
じゅんばんてき
,順番的に5,7,5
おんせつご
,音節語だと
へんせい
,編成された。
にほん
,日本
では、
はいく
,俳句が
だい
,第16
せいき
,世紀の
なか
,半ばごろ
はってん
,発展していく。
はいく
,俳句の
ないよう
,内容はいろいろなことが
はい
,入った。だが、
ひとびと
(9)
きょうつうてき
,共通的に
にちじょうせいかつ
,日常生活または
しぜん
,自然について
せつめい
,説明
する
けいこう
,傾向が
おお
,多い。
いちばんゆうめい
,一番有名な
はいく
,俳句の
さっか
,作家の
ひと
,一
つは「まつおばしょ」である。「まつおむねふさ」というオリジナルの
なまえ
,名前を
も
,持って、1644
ねん
,年に
うえの
,上野に
う
,生まれて、1694
ねん
,年に50
さい
,歳で
しぼう
,死亡した。
はいく
,俳句の
はってん
,発展
では、ばしょはたいへん
だいじ
,大事な
やくわり
,役割を
も
,持
っていた。なぜかというと、
かれ
,彼は
ないよう
,内容を
ちゅうしん
,中心
に、「
はいかい
,俳諧」を
か
,書き
なお
,直すことに
たい
,対する
せいこう
,成功した
はいく
,俳句
の
さっか
,作家の
ひと
,一つからである。また、「
はいかい
,俳諧」の
はってん
,発展では、
かれ
,彼は「
ほっく
,発句」(
はじ
,初めの
し
,詩)を
たんどく
,単独の
かたち
,形に
へんこう
,変更
することができた。ばしょはよく、
し
,詩の
ずいこう
,随行(わきく)を
こうりょ
,考慮せずに、
ほっく
,発句を
か
,書いたものである。このような
はじ
,初めの
し
,詩は「
はいく
,俳句」だと
ゆうめい
,有名である。
いま
,今、
そんざい
,存在している
はいく
,俳句の
なまえ
,名前は
はじ
,初
めに、まさおかしきによって
はつめい
,発明された。まさおかしきは
だい
,第19
せいき
,世紀に
で
,出てきた
はいく
,俳句の
さっか
,作家の
ひと
,一つである。「
はいく
,俳句
」という
じゅつご
,術語は
たんどく
,単独の
ほっく
,発句と
れんが
,連歌にある
はじ
,初めの
し
,詩
としての
ほっく
,発句を
べつ
,別にするのに
しよう
(10)
えどじだい
,江戸時代が
お
,終わるまえに、
すうねん
,数年、
ほっく
,発句の
はってん
,発展が
げんてい
,限定された。
はいく
,俳句という
なまえ
,名前はまさおかしきによって
はつめい
,発明
されても、
いまごろ
,今頃、ばしょは
れんが
,連歌から
ほっく
,発句を
べつ
,別
にすることができた
さっか
,作家として、もっと
ゆうめい
,有名である。それに、
かれ
,彼は
さいしょ
,最初に、
はいかい
,俳諧
ー
,―
れんが
,連歌の
ぶんがくさくひん
,文学作品から
はじ
,始
めても、ばしょは
はいく
,俳句の
はってんかい
,発展界では、
せんかくしゃ
,先覚者 とされている。
ばしょに
ひろ
,広げられた
はいく
,俳句は
ひろ
,広いテーマを
も
,持
っている。だが、
じかん
,時間がたつにつれて、
かれ
,彼は
にんげんせいかつ
,人間生活と
しぜん
,自然に
たい
,対して、
き
,気を
くば
,配る
し
,詩を
か
,書くことにした。そして、
かれ
,彼も
いみ
,意味の
ふか
,深くある
はいく
,俳句で
ゆうめい
,有名である。意味の
ふか
,深
くあって、
かれ
,彼が
か
,書いた「
はいく
,俳句」におけるよく
せつめい
,説明された
しぜん
,自然の
うつく
,美しさの
ひと
,一つは「
さくら
,桜」である。
さくら
,桜は
むかし
,昔から、
にほんじんこう
,日本人口にたいへん
あい
,愛された
はな
,花
である。
にほんご
,日本語では、
さくら
,桜は「さく」と「ら」から
ゆらい
,由来
してきた。「さく」は”MEKAR”という
いみ
,意味
であって、「ら」は”MAKNA JAMAK”を
ひょうじ
,表示している。
さくら
(11)
にほん
,日本の
こっか
,国花であって、
まいとし
,毎年の
はる
,春または4
がつ
,月の
はじ
,初
めから4
がつ
,月の
お
,終わりまで
さ
,咲いているものです。
にほんじんこう
,日本人口にとって、
さくら
,桜は
じんこう
,人口の
しゅうかん
,習慣に
かん
,関
する
とくべつ
,特別なシンボルを
あた
,与える。シンボルとは
きそく
,規則または
しょうにん
,承認に
もと
,基づいて、
たいしょう
,対象と
かんけい
,関係があるサインである。
さくら
,桜のシンボルの
ひと
,一つは「
はなみ
,花見」という
でんとう
,伝統である。
ふつう
,普通に、
さくら
,桜がちょうど
うつく
,美しく
さ
,咲いているとき
み
,見
られている。
はなみ
,花見は
たが
,互いに
にほんじん
,日本人の
ゆうこう
,友好や
かぞくかんけい
,家族関係や
しゃかいてき
,社会的な
かんけい
,関係を
みっせつ
,密接にすると
もくひょう
,目標されている。それで、
さくら
,桜が
とうごう
,統合のシンボルとして
かんが
,考えられている。
桜も女性のシンボルとして、印象を与える。女性は美しさが いつも人々の注目を引いている。色は見る人々にとって、心を静かにさせ る。つまり、桜を見るだけで、幸せを受ける。
ぐんたいたち
,軍隊達にとっては、
さくら
,桜が
そんけい
,尊敬や
ゆうき
,勇気
のシンボルになってきた。それに
かん
,関して、
じさつばくだん
,自殺爆弾を
いさ
,勇
ましくできるように、ある
さくら
,桜の
え
,絵が
ひこうき
,飛行機の
ひょうめん
,表面に
か
,書
かれたことから
み
,見られている。それに、
にほんじん
,日本人が
さくら
,桜は
かみさま
,神様と
にんげん
,人間の
かんけい
,関係の
げんてい
,限定のようなシンボルとして
かんが
,考えられた。また、
てつがくてき
,哲学的な
いみ
,意味では、ただ
いっしゅうかん
(12)
ぐらい
さ
,咲いている
さくら
,桜のように、
にんげん
,人間の
せいかつ
,生活は
えいえん
,永遠
じゃないと
えが
,描かれた。
きょうつうてき
,共通的な
にほんじん
,日本人の
りかい
,理解に
たい
,対する
さくら
,桜の
しょうちょうてき
,象徴的な
いみ
,意味のほかに、まつおばしょの
はいく
,俳句における
さくら
,桜の
いみ
,意味も
とくべつ
,特別で
しょうちょうてき
,象徴的な
いみ
,意味がある。
さくら
,桜は
しあわ
,幸せや
やく
,役に立つことや誠実のシンボルだという意味である。
しあわ
,幸
せの
いみ
,意味では、
さくら
,桜の
さ
,咲く
きかん
,期間が
ひじょう
,非常にわくわく
ま
,待
ったられて、たいへん
だいじ
,大事であって、
むだ
,無駄に
す
,過ごしない。
やく
,役に
た
,立つことの
いみ
,意味では、
さくら
,桜の
そんざい
,存在が
おお
,多くの
ひと
,人に
さいわ
,幸
いを
あた
,与える。
さくら
,桜の
さ
,咲いている
ひび
,日々では、
ひとびと
,人々がみんな
よろこ
,喜んでいる。
いちねんじゅうひとびと
,一年中人々に
み
,見られない
さくら
,桜は
きゅう
,急
に、
ちゅうもく
,注目の
ちゅうしん
,中心になった。また、
さくら
,桜の
はな
,花が
お
,落ちるに
ともな
,伴って、
ひとびと
,人々もだんだん
わす
,忘れていく。だが、
さくら
,桜はまた
らいねん
,来年に
さ
,咲くものである。これは、
さくひん
,作品を
か
,書く
ひと
,人の
せいじつ
,誠実のシンボルである。それだけでなく、
さくら
,桜も
せいかつとうそう
,生活闘争について
しょうちょうてき
,象徴的な
いみ
,意味を
あた
,与える。
さむらい
,侍としての
りれき
,履歴は
いんしょうぶか
,印象深いの
いみ
,意味を
あた
,与
える。
さむらい
,侍にとっては、
みじか
,短い
じかん
,時間と
さくら
,桜の
さ
,咲
くスピリットはたいへん
だいじ
,大事なシンボルになった。また、
お
(13)
さくら
,桜の
はな
,花は
みじか
,短い
せいかつ
,生活の
うつく
,美しさを
えが
,描いて、よく
す
,過
ごしたと
ひょうじ
,表示された。それに
かん
,関して、
さむらい
,侍は
せんそう
,戦争で
しぼう
,死亡した
ばあい
,場合、
まいとし
,毎年の
はる
,春の
さくら
,桜のように、
さくら
,桜が
さ
,咲
くに
ともな
,伴って、
かれ
,彼らの
たましい
,魂が
さいせい
,再生すると
かんが
,考
えられる。だから、
にほんじん
,日本人には、
お
,落ちた
さくら
,桜の
はな
,花が
しょうちょうてき
,象徴的な
いみ
,意味を
も
,持って、
さむらい
,侍の
たましい
,魂の
さいせい
,再生や
ゆうき
,勇気や
やく
,役に
た
,立つ
みじか
,短い
せいかつ
,生活が
えが
,描かれる。
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang MasalahKesusastraan Jepang, khususnya literatur peninggalan zaman kuno telah ada sejak akhir abad ke-7 atau sekitar awal abad ke-8 Masehi, yaitu sejak Jepang mengenal sistem tulisan dan kegiatan tulis-menulis. Karya sastra yang menggunakan tulisan yang pertama sekali muncul adalah kayo. Kayo adalah nyanyian rakyat yang biasanya digunakan oleh pria dan wanita Jepang pada zaman dahulu sebagai alat berkomunikasi. Kemudian kayo berkembang menjadi waka. Waka sudah berbentuk seperti syair, sajak, dan pantun Jepang. Dalam perkembangannya kayo dan waka kemudian dituliskan dalam buku kumpulan syair Jepang yaitu manyoshu. Terdiri dari dua puluh jilid, keseluruhannya memuat lebih dari 4.500 buah sajak, disusun oleh beberapa orang selama ratusan tahun.
Setelah itu pada Zaman Chusei muncul lagi yang disebut renga. Awalnya renga berasal dari waka yang dibuat untuk tujuan bermain-main karena termasuk jenis pantun bersahut-sahutan atau pantun berbalas dan hal inilah yang menjadi alasan mengapa renga tidak bisa dibuat oleh satu orang. Seiring perjalanannya renga kemudian berubah lagi menjadi haiku. Haiku dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai puisi. Puisi adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya (Samuel Taylor Coleridge, dalam Pradopo, 1999:6). Sedangkan Wordsworth berpendapat bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan (Pradopo,
(15)
1999:6). Puisi-puisi inilah yang kemudian menjadi cikal bakal buku-buku kumpulan hasil karya sastra pertama di Jepang. Namun dalam perkembangannya, hasil karya sastra yang terkenal dan masih diminati sampai saat ini adalah haiku. Haiku adalah bentuk puisi paling singkat di dunia yang hanya terdiri atas 17 suku kata yang terdiri dari 3 matra (baris) yang masing-masing tersusun dari 5,7, dan 5 suku kata secara berurutan (Encyclopedia of Japan, 1985:78). Haiku mulai berkembang di Jepang pada pertengahan abad ke-16. Haiku dapat berisi tentang apa saja, tetapi banyak orang menulis haiku untuk menceritakan tentang alam dan kehidupan sehari-sehari.
Penyair haiku yang terkenal dan telah berjasa mengenalkan haiku adalah Matsuo Basho. Matsuo Basho adalah penyair yang telah mengangkat puisi 17 suku kata ini terpisah secara utuh dari bentuk sebelumnya yaitu renga, sehingga haiku memiliki tempat tersendiri dalam dunia kesusastraan Jepang dan mengalami perkembangan pesat pada masanya. Haiku yang dikembangkan oleh Basho mencakup tema-tema yang luas. Menurut Basho tidak ada tema yang tidak terlalu umum baginya, dan tidak ada tema yang sifatnya agung atau indah. Haiku-haiku gubahan Basho merupakan luapan manifestasi jiwanya dalam menjalani kehidupan. Pengalaman yang ia peroleh dari perjalanan-perjalanan yang dilakukannya membuatnya melebur dengan alam, sehingga tema yang banyak mendominasi haikunya adalah tema-tema yang bercerita tentang alam yang ia tuangkan melalui bahasa dengan pilihan kata-kata indah sarat makna.
Salah satu fenomena alam yang menjadi pilihan tema haiku gubahan Basho adalah bunga sakura. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemandangan alam yang keindahannya pasti dinanti-nantikan oleh rakyat Jepang adalah ketika bunga sakura bermekaran di musim semi. Keindahan inilah yang sepertinya menjadi
(16)
alasan kuat mengapa bunga sakura menjadi simbol kebahagiaan yang mengakar di hati setiap masyarakat Jepang. Keindahan sakura memang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Sakura adalah bunga yang sangat dicintai oleh rakyat Jepang sejak dulu. Meskipun tidak disahkan oleh undang-undang, tetapi secara umum sakura diakui sebagai salah satu bunga yang menjadi simbol kebanggaan bangsa Jepang (Aneka Jepang, 2009:324). Bagaimanapun sakura adalah symbol yang melambangkan kecantikan, kebahagiaan, keceriaan, keindahan, harapan, dan keberuntungan. Berikut merupakan kutipan dari haiku karya Matsuo Basho yang menceritakan tentang bunga sakura yang diambil dari buku The Haiku Seasons: Poetry of The Natural World karya William J. Higginson.
Samazama no Koto omoidasu Sakura kana
Terjemahannya adalah:
berjuta-juta hal terjadi dan berlalu terkenang kembali
sakura yang bermekaran ini
Ini adalah haiku yang dibuat oleh Basho dalam perjalanannya ke Ueno pada tahun 1684.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa hal ini menarik untuk diteliti karena melibatkan tiga hal yang sangat populer khususnya dalam kesusastraan
(17)
Jepang baik dikalangan orang Jepang sendiri maupun bangsa lain. Sakura sebagai simbol negara yang fenomenal, kemudian haiku puisi tradisional Jepang yang sudah mendunia dan terakhir adalah Matsuo Basho pencetus lahirnya haiku, sungguh unik seorang penyair puisi yang berasal dari keluarga samurai, bahkan menjadi samurai yang notabene memiliki kehidupan keras serba kaku, namun mampu menggubah puisi yang sarat makna dengan penuh kelembutan.
1.2
Rumusan MasalahDiantara puisi Jepang, haiku merupakan jenis puisi yang paling menarik perhatian banyak orang. Jenis puisi yang sudah dikenal sejak berabad-abad itu, tetap digemari bahkan sastrawan dunia sudah banyak yang melirik dan memberikan apresiasi yang istimewa terhadap haiku. Alasannya adalah karena bentuknya yang pendek, terdiri dari hanya 17 suku kata, tetapi dapat menyatakan inti yang hakiki secara asosiatif.
Haiku banyak mengangkat tema tentang alam, seperti gunung, burung, pohon, dan bunga. Salah satu jenis bunga yang sering diekspresikan oleh para sastrawan Jepang dalam haiku adalah bunga sakura. Hal ini dikarenakan bunga sakura dengan segenap keindahannya merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Jepang. Bunga ini memberikan simbol tersendiri yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat Jepang, misalnya tradisi hanami yang biasanya dilakukan hanya tepat pada saat bunga sakura sedang bermekaran dengan indahnya. Kegiatan hanami ini bertujuan untuk mempererat hubungan sosial, kekeluargaan, dan kekerabatan antara sesama masyarakat Jepang, baik keluarga sendiri, teman, kolega, atau rekan bisnis. Oleh karena itu sakura dianggap sebagai
(18)
simbol pemersatu. Sakura juga merupakan simbol keberanian dan kehormatan bagi para prajurit. Hal ini terbukti dari gambar sakura yang di lukis di beberapa sisi pesawat terbang dengan tujuan agar mereka berani melakukan bom bunuh diri. Selain itu, bunga sakura juga menyimpan makna filosofi yang berkaitan dengan kehidupan religius masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang beranggapan bahwa sakura adalah simbol yang melambangkan pagar antara Tuhan dan manusia yang makna filosofisnya adalah melalui bunga sakura manusia diingatkan akan kehidupan duniawi yang tidak kekal dan singkat, sama seperti umur bunga sakura yang singkat, hanya tujuh hari.
Penyair haiku yang terbesar adalah Matsuo Basho yang memiliki nama asli Matsuo Munefusa. Berlatar belakang sebagai seorang samurai yang kemudian memutuskan untuk menjadi penyair setelah kematian tuannya. Sebuah profesi yang tidak pernah terpikir sebelumnya oleh seorang Matsuo Basho, namun ia berhasil menciptakan karya-karya luar biasa. Matsuo Basho dalam haiku-haiku gubahannya banyak mengekspresikan keindahan alam termasuk bunga sakura. Dia juga terkenal dengan haiku yang memiliki kedalaman secara makna. Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makna adalah pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Sehubungan dengan penulisan skripsi ini, makna yang akan dibahas disini adalah makna yang berhubungan dengan sakura sebagai simbol.
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Makna dari suatu simbol ditentukan oleh suatu persetujuan bersama, atau diterima oleh umum sebagai
(19)
suatu kebenaran. Begitu juga dengan bunga sakura yang diekspresikan oleh Basho melalui haiku-nya pastilah memiliki makna yang dalam selain makna sakura sendiri dalam pemahaman masyarakat Jepang pada umumnya, karena sakura bukanlah sekedar bunga tapi bunga yang sangat istimewa dalam pandangan masyarakat Jepang. Di samping itu, syair-syair haiku yang ia tulis pasti memiliki pesan moral yang ingin disampaikan kepada para pembacanya melalui konotasi bunga sakura.
Berdasarkan uraian diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah makna bunga sakura bagi masyarakat Jepang?
2. Apakah makna simbolik bunga sakura dalam haiku Matsuo Basho?
1.3
Ruang Lingkup PembahasanBerdasarkan uraian di atas maka penulis beranggapan perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas sehingga pembahasan dapat lebih terarah dan terfokus.
Dalam penelitian ini, ruang lingkup pembahasan berfokus pada analisis makna simbolik bunga sakura dalam haiku karya Matsuo Basho yang terdapat dalam buku Basho’s Journey: The Literary Prose of Matsuo Basho karangan David Landis Barnhill. Maka penulis akan membahas hanya pada haiku yang mengekspresikan bunga sakura yang terangkum dalam buku tersebut dan hanya membatasi pada lima cuplikan haiku. Ditambah beberapa haiku karangan Matsuo Basho dari berbagai sumber sebagai pendukung. Agar analisis dalam haiku Basho
(20)
ini akurat, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang sejarah bunga sakura, pandangan masyarakat Jepang terhadap bunga sakura dan fungsinya bagi masyarakat Jepang sendiri, serta haiku dan riwayat hidup Matsuo Basho.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka
Haiku adalah bentuk puisi paling singkat di dunia yang hanya terdiri atas 17 suku kata yang terdiri dari 3 matra (baris) yang masing-masing tersusun dari 5,7, dan 5 suku kata secara berurutan (Encyclopedia of Japan, 1985: 78). Bentuk asli haiku sebenarnya berasal dari Renga. haiku adalah puisi Jepang yang pendek dikarenakan pemotongan atau dalam artian adanya pemenggalan pada kalimat yang sebenarnya memanjang. Seiring berjalannya waktu, struktur haiku mengalami perubahan yang sangat drastis. Pada abad ke-15 M bentuk asli haiku berubah menjadi sekitar seratus versi yang masing-masing dari versi tersebut masih memiliki jumlah suku kata yang spesifik dengan Renga. Saat ini haiku terdiri dari 17 suku kata walaupun dengan struktur yang selalu berubah-ubah di setiap masa. menciptakan rasa yang menggambarkan emosi dari penyairnya. Salah satu penyair Jepang yang terkenal dan telah berjasa dalam mengenalkan dan mengembangkan haiku adalah Matsuo Basho. Memiliki nama asli Matsuo Munefusa dilahirkan di Ueno pada tahun 1644 dan meninggal di usia 50 tahun pada tahun 1694. Haiku-haiku gubahannya banyak menceritakan tentang alam. Salah satu objek alam yang sering diceritakan dalam haiku karangannya adalah bunga sakura.
(21)
Dalam bahasa Jepang, sakura berasal dari kata “saku” dan “ra”. Saku yang berarti mekar dan ra dalam bahasa Jepang menunjukkan makna jamak (dalam http//www.anneahira.com/bunga/bunga-sakura.htm). Sakura adalah bunga nasional Jepang yang biasanya mekar setiap musim semi mulai dari awal April hingga akhir April setiap tahunnya. Bagi masyarakat jepang bunga sakura adalah simbol yang dikaitkan dengan wanita, kehidupan, dan kematian. Oleh karena itu, barang-barang yang bertemakan sakura dapat ditemukan dimana saja di Jepang. Sakura juga merupakan simbol yang melambangkan hubungan antara manusia, keberanian,kebahagiaan, dan kesedihan (dalam http//www.naalia-meaningflowers.blogspot.com/2009/02).
Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure (dalam Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
2. Kerangka Teori
Kerangka Teori menurut Koentjaraningrat (1976:11) berfungsi sebagai pendorong berpikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkret, suatu teori yang dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembahasan terhadap fakta-fakta konkret yang tidak terbilang banyaknya dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan.
(22)
Saussure dalam bukunya Course in General Linguistic mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda yang mengekspresikan ide-ide, pikiran, perasaan, benda, atau tindakan dari pemberi tanda ke penerima tanda (dalam Sibarani, 1992: 2). Sebagai sebuah sistem tanda atau sistem lambang, bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang digunakan untuk berinteraksi.
Bahasa pada karya sastra mempunyai sifat khusus yang berbeda. Keistimewaan dalam bahasa sastra adalah banyak muncul penafsiran-penafsiran. Salah satu karya sastra yang memiliki banyak penafsiran adalah puisi. Puisi sebagai bagian dalam karya sastra pada dasarnya merupakan sarana ekspresi seseorang dari dalam batinnya. Pradopo (2002:7) menyimpulkan bahwa puisi memiliki unsur-unsur berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca indera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan dan perasaan pengarang, semua hal tersebut terungkap dalam media bahasa.
Puisi tersusun atas komponen kata-kata yang menyimpan maknanya sendiri. Sebuah kata sering diartikan dengan dua cara, yaitu secara harfiah dan kiasan. Kata hanyalah sebagai lambang. Oleh karena itu, pengertian kata dapat dilihat dari beberapa segi. Segi yang terpenting adalah kata merupakan simbol atau lambang, yang berarti bahwa kata itu mewakili atau menggantikan sesuatu, atau dengan kata lain kata-kata tersebut memiliki makna simbolik.
Penelitian ini akan membahas makna puisi tradisional Jepang, atau yang di Jepang sendiri lebih akrab disebut sebagai haiku. Sebuah haiku pastilah kaya akan simbol-simbol yang digunakan pengarang sebagai konotasi untuk mengungkapkan sesuatu. Dengan demikian dalam mengungkap makna sebuah haiku berarti harus
(23)
menerjemahkan simbol-simbol atau tanda-tanda yang terkandung di dalamnya agar dapat memahami pesan yang ingin disampaikan pengarang.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan semiotik untuk menganalisis makna simbolik bunga sakura dalam haiku karya Matsuo Basho. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili suatu objek secara representatif. Dan tanda tersebut merupakan sarana komunikasi yang bersifat estetis. Oleh karena itu, setiap tanda membutuhkan pemaknaan. Nauta (Segers, 2000:6) membagi dua jenis sarana komunikasi, yaitu: signals dan symbols. Signals adalah tanda yang merupakan elemen terendah, seperti halnya sebuah stimulus pada seekor binatang. Sign adalah tanda-tanda. Symbols adalah lambang yang bermakna.
Sedangkan untuk analisis semiotik, Peirce (1839-1914) (Endraswara, 2008:65) menawarkan sistem tanda yang harus diungkap. Menurutnya, ada tiga faktor yang menentukan adanya tanda, yaitu: tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin penerima tanda. Antara tanda dan yang ditandai ada kaitan representasi (menghadirkan). Kedua tanda itu akan melahirkan interpretasi di benak penerima. Hasil interpretasi ini merupakan tanda baru yang diciptakan oleh penerima pesan.
Menurut Peirce ada tiga jenis tanda berdasarkan hubungan antara tanda dengan yang ditandakan, yaitu: (1) ikon, yaitu tanda yang secara inheren memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. Misalnya, foto dengan orang yang difoto atau peta dengan wilayah geografisnya; (2) indeks, yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal dengan apa yang ditandakan. Misalnya, asap menandakan adanya api, mendung menandakan akan turunnya hujan; (3) simbol, yaitu tanda
(24)
yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbitrer, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu. Misalnya, bendera putih sebagai simbol ada kematian.
Abrams (dalam Endraswara, 2008:9) membagi pendekatan penelitian sastra menjadi:
1. Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang mengutamakan pada peranan penyair sebagai subjek ekspresif.
2. Pendekatan mimesis adalah pendekatan yang menekankan adanya hubungan dengan dunia nyata.
3. Pendekatan objektif adalah pendekatan dimana seseorang hanya melihat pada karya sastra itu sendiri lepas dari dunia nyata pengarang maupun pembaca.
4. Pendekatan pragmatis adalah pendekatan yang ditekankan pada adanya fungsi yang diberikan oleh teks sastra itu sendiri kepada pembaca.
Berdasarkan teori-teori di atas, penulis mencoba menganalisis makna lambang bunga sakura dalam haiku Matsuo Basho berdasarkan pendekatan semiotik, menurut Peirce bahwa simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbitrer, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu. Dalam hal ini simbol yang dimaksud adalah sakura dan lingkungan sosial yang dimaksud adalah masyarakat Jepang. Dikaitkan dengan teori pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams (dalam Endraswara, 2008:9) dalam memaknai perlambangan sakura dari sudut pandang subjektifitas pengarang
(25)
dalam hal ini Matsuo Basho dan hubungan makna perlambangan sakura dengan dunia nyata. Dengan memadukan teori-teori tersebut diharapkan dapat diperoleh pemaknaan yang utuh.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui makna bunga sakura bagi masyarakat Jepang.
2. Untuk mengetahui makna simbolik bunga sakura dalam haiku karya Matsuo Basho.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis bagi pihak-pihak tertentu, antara lain :
1. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang makna bunga sakura dalam haiku-haiku karangan Matsuo Basho.
2. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para pelajar sastra Jepang khususnya, diharapkan penelitian ini secara teoritis dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang bunga sakura serta memperkaya kajian ilmu sastra khususnya tentang kesusastraan Jepang, yang secara spesifik membahas tentang haiku atau haiku tradisional Jepang.
(26)
1.6 Metode Penelitian
Dalam melakukan sebuah penelitian tentu dibutuhkan sebuah metode sebagai penunjang untuk mencapai tujuan. Metode adalah cara melaksanakan penelitian. Ilmu yang membahas tentang cara atau metode ini disebut metodologi. Metodologi menurut Sofyan Syafri Harahap (2001:71) adalah ilmu atau filosofi tentang proses dan aturan penelitian termasuk di dalamnya asumsi, nilai dan standar yang dipakai dalam proses penelitian serta teknik yang dipakai dalam pengumpulan dan menganalisa data.
Dalam upaya menganalisa makna perlambangan bunga sakura dalam haiku Matsuo Basho ini penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Selanjutnya analisis data dalam penelitian ini nantinya akan dipaparkan dalam bentuk kata-kata yang mengutamakan kedalaman penghayatan interaksi antar konsep yang sedang dikaji.
Metode kualitatif adalah metode yang tidak mengkonversi problema sosial ke dalam angka, tetapi langsung dinarasikan dalam bentuk penjelasan tentang fenomena tersebut. Metode kualitatif menurut sifat atau tujuan dilakukannya penelitian tersebut terdiri atas:
1. Penelitian eksploratif yaitu peneliti yang berupaya untuk mencari, menggali permasalahan yang ada di masyarakat atau di objek studi yang masih banyak belum dikenal atau dibahas.
2. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menjelaskan secara mendalam tentang “apa”, tentang sifat dari suatu problema penelitian yang ditentukan.
(27)
3. Penelitian analitis (explanatory), penelitian ini mencoba memecahkan persoalan atau ketidaktahuan dengan menggunakan daya analisis yang menggunakan metode logika ilmiah dan cara-cara filosofis untuk menjelaskan suatu hubungan secara lebih bermakna dan memberikan pemahaman secara lebih jelas. Dalam hal ini yang dilibatkan adalah kegiatan berfikir dan berargumen dengan menggunakan logika.
4. Penelitian hermeunitik merupakan penekanan pada suatu penelitian yaitu upaya untuk memberikan penafsiran terhadap suatu fenomena yang sedang dipelajari.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yang ketiga yaitu penelitian kualitatif yang bersifat analitis.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku antologi haiku yang berjudul Basho’s Journey: The Literary Prose of Matsuo Basho karya David landis Barnhill.( diterbitkan oleh Stanford University Press pada tahun 2004 di California, Amerika Serikat.)
Data yang digunakan adalah data tertulis. Data tertulis ini dikutip dari berbagai buku yang berhubungan dengan permasalahan yang ada, seperti buku-buku tentang haiku. Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research),Kontjaraningrat 1976:32) yaitu penelaahan buku-buku kepustakaan. Selain itu dikarenakan penggunaan bahan-bahan yang mempergunakan bahasa asing, maka peneliti akan menggunakan translation method atau metode terjemahan. Metode terjemahan adalah metode yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan (analisis, pengalihan, dan penyerasian) penerjemah (Machali, 2000:48).
(28)
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP KONSEP MAKNA, SAKURA,
HAIKU, DAN BASHO
2.1 Konsep Makna
Sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni, menggunakan bahasa sebagai pemaparannya. Berbeda dengan bahasa keseharian, bahasa dalam sastra memiliki kekhasan tersendiri karena merupakan salah satu bentuk idiosyncratic, yakni tebaran kata yang digunakan merupakan hasil olahan dan ekspresi individual pengarangnya. Selain itu, karya sastra juga telah kehilangan identitas sumber tuturan, kepastian referen yang diacu, konteks tuturan yang secara pasti menun-jang pesan, serta keterbatasan tulisan yang mewakili bunyi ujaran. Lapis atau strata makna dalam karya sastra mencakupi (a) unit makna literal (tersurat), (b) dunia rekaan pengarang, (c) dunia dari titik pandang tertentu, dan (d) pesan yang bersifat metafisis (Ingarden dalam Aminudin, 1984:63).
Bahasa ialah sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh masyarakat manusia untuk tujuan komunikasi. Sebagai sebuah sistem, bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Bahasa dikatakan sistematis karena memiliki kaidah atau aturan tertentu. Bahasa juga bersifat sistemis karena memiliki subsistem, yakni subsistem fonologis, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal.
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara pendekatan yang
(29)
dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Kajian makna lazim disebut semantik. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema artinya “tanda” atau “lambang”, yang verbanya semaino artinya “menandai” atau “melambangkan”. Tanda atau lambang ini dimaksudkan sebagai tanda lingusitik. Menurut Ferdinand de Saussure (1916), tanda bahasa itu meliputi signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Sebagai istilah, kata semantik digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda atau lambang-lambang dengan hal-hal yang ditandainya, yang disebut makna atau arti. Dengan kata lain, semantik adalah salah satu bidang linguistik yang mempelajari makna atau arti, asal-usul, pemakaian, peruahan, dan perkembangannya.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa makna merupakan hubungan antara lambang dan acuannya. Batasan makna ini sama dengan istilah pikiran atau referensi (Ogden & Pichards, 1923:11) atau konsep (Lyons, 1977:96). Hubungan antara makna dengan lambang dan acuan sama, yakni bersifat langsung. Secara
(30)
linguistik makna dipahami sebagai apa-apa yang diartikan atau dimaksudkan oleh kita (Hornby, 1961:782; Poerwadarminta, 1976:624). Makna berhubungan dengan nama atau bentuk bahasa (Ullman, 1972:57). Ogden dan Richards (1972:186-187) mengumpulkan sebanyak 22 definisi makna. Dijelaskannya bahwa makna adalah:
(1) Suatu sifat yang intrinsik.
(2) Hubungan dengan benda-benda lain yang unik, yang sukar dianalisa. (3) Kata lain tentang suatu kata yang terdapat di dalam kamus.
(4) Konotasi kata.
(5) Suatu esensi. Suatu aktivitas yang diproyeksikan ke dalam suatu objek. (6) Tempat sesuatu di dalam suatu sistem.
(7) Konsekuensi praktis dari suatu benda dalam pengalaman kita mendatang (8) Konsekuensi teoritis yang terkandung dalam sebuah pernyataan.
(9) Emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu
(10) Sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan suatu lambang oleh hubungan yang telah dipilih.
(11) Efek-efek yang membantu ingatan jika mendapat stimulus. i. Asosiasi-asosiasi yang diperoleh.
ii. Beberapa kejadian lain yang membantu ingatan terhadap kejadian yang pantas.
iii. Suatu lambang seperti yang kita tafsirkan.
iv. Sesuatu yang kita sarankan. Dalam hubungannya dengan lambang; penggunaan lambang yang secara aktual kita rujuk.
(12) Penggunaan lambang yang dapat merujuk yang dimaksud.
(31)
(14) Tafsiran lambang. i. Hubungan-hubungan.
ii. Percaya tentang apa yang diacu.
iii. Percaya kepada pembicara tentang apa yang dimaksudkannya. Dalam kaitannya dengan makna terdapat berbagai istilah yang sering terkacau-kan, istilah-istilah tersebut antara lain:
(1) arti, yakni maksud yang terkandung di dalam perkataan atau kalimat, guna, faedah;
(2) amanat, yakni pesan atau wejangan, keseluruhan makna atau isi suatu pembiacaraan, konsep dan perasaan yang disampaikan penyapa untuk diterima pesapa, gagasan yang mendasari karangan, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca;
(3) gagasan, yakni ide, hasil pemikiran;
(4) ide, yakni gagasan, cita-cita, rancangan yang tersusun dalam pikiran;
(5) informasi, yakni, penerangan, keseluruhan makna yang menunjang amanat;
(6) isi, yakni suatu yang ada dalam benda, volume, inti wejangan; (7) konsep, ide, pengertian yang diabstrasikan dari peristiwa konkret,
gambaran mental dari obyek, proses apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal lain; (8) maksud, yakni sesuatu yang dikehendaki, tujuan, niat, arti atau
(32)
(9) pesan, yakni amanat yang harus disampaikan kepada orang lain, nasihat, wasiat;
(10) pengertian, yakni gambaran atau pengetahuan mengenai sesuatu di dalam pikiran, paham, arti, dan kesanggupan intelegensi untuk menangkap makna suatu situasi atau perbuatan;
(11) pikiran, yakni hasil berpikir, ingatan atau akal, niat, maksud, angan-angan, aktivitas mental yang mencakupi konsep atau olahan ingatan dan pernyataan; (i) pernyataan, yakni proposisi; (ii) proposisi, yakni rancangan usulan, ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Proposisi adalah makna kalimat atau klausa yang terdiri atas perdikator dan argumen. Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang berikut. Pesan (massage) adalah isi komunikasi yang berada pada penyapa, yang diwadahi oleh tatanan lambang kebahasaan secara individual. Pesan yang sudah ditransmisikan lewat tanda (signal) disebut informasi. Pesan yang telah diterima oleh pesapa disebut amanat.
2.1.1 Tanda dan Lambang
Dalam istilah linguistik tanda dibedakan dari lambang. Tanda memiliki hubungan yang langsung dengan kenyataan, sedangkan lambang meimiliki hubungan yang tidak langsung dengan kenyataan. Tanda dalam bentuk bunyi ujaran atau huruf-huruf disebut lambang. Lambang juga merupakan tanda, tetapi tidak secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna merah
(33)
misalnya, merupakan lambang keberanian. Tanda diklasifikasikan atas beberapa jenis, antara lain:
(1) tanda yang ditimbulkan oleh alam;
(2) tanda yang ditimbulkan oleh binatang; dan
(3) tanda yang ditimbulkan oleh manusia, terbagi atas: (a) yang bersifat verbal, disebut lambang bahasa;
(b) yang bersifat nonverbal, berupa isyarat/kinestik dan bunyi (suara). Lyons (1977:96) mengganti istilah symbol dengan sign; tought atau reference dengan concept; dan referen dengan signicatum atau thing. Kemudian istilah tanda diwujudkan dengan leksem. Dalam hal ini, the lexeme signifying the concept and the concept signifyng the thing. Oleh karena itu, Kridalaksana (1987:52) membatasi leksem sebagai:
(1) satuan terkecil dalam leksikon;
(2) satuan yang berperan sebagai input dalam proses morfologis; (3) bahan baku dalam proses morfologis;
(4) unsur yang diketahui adanya dari bentuk yang setelah disegmentasikan dari bentuk kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari afiks; dan
(5) bentuk yang tidak tergolong proleksem atau partikel.
Charles S. Pierce menjelaskan hubungan antara tanda, penanda, dan petanda dengan tiga istilah, yakni: (a) icon, yang mengandung similarity (kesamaan); (b) index, yang mengandung non-cognitive relation (tidak ada hubungannya dengan pengetahuan ); dan (c) symbol, yang dipakai karena habits (kebiasaan). Yang berkaitan dengan masalah leksem ialah ikon, yang dapat dideskripsikan sebagai tanda yang mempunyai kemiripan topologis antara penanda dan petandanya. Ikon ini terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut.
(34)
(1) image, yaitu ikon yang penandanya dalam beberapa hal menyerupai pertandanya;
(2) diagram, yaitu ikon yang merupakan susunan dari penanda-penanda teratur yang masing-masing tidak menyerupai pertandanya, tetapi yang berhubungan, di antaranya mencerminkan hubungan petandanya;
(3) metaphor, yaitu ikon yang antara penanda dan petandanya terdapat kesamaaan fungsional.
Tingkatan kemiripan antara penanda dan petanda itulah yang disebut ikonisitas, atau istilah Ullamnn (1963:217) motivation. Jadi, ikonisitas bersangkutan dengan kejelasan tanda bahasa atau leksem. Jika suatu leksem jelas (transparent), dalam arti ada kesepadanan antara penanda dan petandanya, maka leksem itu tidak ikonis. Acuan atau referen adalah sesuatu yang ditunjuk atau diacu, berupa benda dalam kenyataan, atau sesuatu yang dilambangkan dan dimaknai. Acuan merupakan unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa. Misalnya, benda yang disebut rumah adalah referen dari kata rumah. Dalam kaitannya dengan acuan, makna, dan lambang, Ladislav Zgusta (1971) dalam bukunya Manual of Lexicography, menjelaskan tiga istilah yang terkait, yakni designasi atau denotasi, konotasi, dan lingkungan pemakaian. Designasi atau denotasi membentuk makna dasar. Komponen ini mencakupi tiga unsur utama, yakni:
(1) leksem, sebagai wujud ekspresi yang berupa lambang bunyi, disebut juga penanda (signifiant);
(2) designatum, sebagai pengertian atau konsep benda yang dilambangkan tadi, disebut juga petanda (signifie); dan
(35)
nya, objek yang diacu, berada di luar bahasa. Konotasi ialah segala makna yang terjadi karena penambahan sebuah makna yang bersifat lain dari makna dasar. Makna konotasi dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain:
(1) pembentukan ungkapan, contohnya: makan tangan;
(2) dialek sosial, contohnya: kata anda lebih hormat dari kata engkau; (3) dialek regional, contohnya: kata kamu berkonotasi baik untuk orang
Batak, tetapi berkonotasi kurang sopan bagi orang Jawa; (4) bentuk metaforis, contohnya: alap-alap (pencuri);
(5) asosiasi, contohnya: batu (hal-hal yang keras); dan (6) konteks kalimat, contohnya:
„Dengan tembakan yang bagus dari Eri Irianto, akhirnya bola menjala‟. Lingkungan pemakaian atau konteks merupakan tempat pemakaian kata berserta maknanya. Kata yang sama dipakai di lingkungan yang berbeda akan memiliki makna yang berbeda pula. Misalnya, mangkat dan meninggal bermakna sama, tetapi berbeda pemakaiannya.
2.1.2 Aspek-aspek Makna
Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi (periksa Shipley, 1962:263).
(36)
a. Tema
Pengertian atau tema adalah aspek makna yang bersifat obyektif, yakni ide yang sedang diceritakan, berupa hubungan bunyi dengan obyeknya. Tema merupakan lanadasan penyapa untuk meyampaikan hal-hal tertentu kepada pesapa dengan mengharapkan reaksi tertentu.
b. Perasaan
Perasaan adalah aspek makna yang bersifat subyektif, yakni sikap penyapa terhadap tema atau pokok pembicaraan. Misalnya, sedih, gembira, dan marah.
c. Nada
Nada adalah aspek makna yang bersifat subyektif, yakni panyapa terhadap pesapanya. Pesapa yang berlainan akan mempengaruhi pilihan kata (diksi) dan cara penyampaian amanat.Karena itu, relasi penyapa dan pesapa melahirkan nada tertentu dalam komunikasi. Misalnya: sinis, ironi, dan imperatif.
d. Amanat
Amanat adalah aspek makna yang berupa maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh penyapa, berupa sampainya ide panyapa kepada pesapa secara tepat. Amanat berkaitan dengan maksud penyapa serta penafsiran dari pesapa. Jika amanat tidak diterima dengan tepat oleh pesapa, maka akan timbul salah paham atau salah komunikasi. Karena itu, amanat sebenarnya merupakan pesan penyapa yang telah diterima oleh pesapa. Dalam kaitannya dengan aspek makna, Verhaar (1982:131) menjelaskan bahwa ujaran manusia itu berkaitan dengan tiga aspek, yakni maksud, makna, dan informasi. Maksud berupa amanat, bersifat subyektif, berada pada
(37)
pemakai bahasa. Makna berupa isi suatu bahasa, bersifat lingual. Informasi berupa tema, apa yang sedang diceritakan, bersifat obyektif, dan nonlingual. Hubungan di antara ketiga aspek itu dapat dibagankan sebagai berikut.
Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan.
Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning) . Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, medorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistim tanda yang sama, maka makin dekatlah “makna” kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut.
2.2Sakura
2.2.1Sejarah Bunga Sakura
Sakura berasal dari kata “saku” yang dalam bahasa Jepang berarti “mekar” dan ditambah dengan akhiran yang menyatakan bentuk jamak “ra”. Dalam Bahasa
(38)
Inggris, bunga sakura disebut cherry blossom. Pemandangan bunga sakura adalah sebuah fenomena yang diadopsi orang Jepang dari Negeri Cina selama Zaman Heian. Para penyair, penyanyi, bangsawan dan anggota keluarga biasa biasanya akan berkumpul bersama di sekeliling pohon bunga sakura dan mengunkapkan kekagumannya masing-masing terhadap keindahan bunga sakura. Selama bertahun-tahun bunga sakura telah menjadi spesies yang diagungkan dan sangat dihargai oleh orang Jepang.
Bunga sakura sekarang dikenal sebagai lambang dari Negara Jepang. Kata sakura dipercaya berasal dari kata “sakuya” yang artinya mekar dan diambil dari nama putri Kono Hana Sakuya Hime yang menjaga barang suci di atas puncak Gunung Fuji. Nama putri tersebut diartikan sebagai “putri pohon yang sedang mekar”, dinamakan demikian karena dikatakan bahwa ia menjatuhkan pohon sakura dari langit. Oleh karena itu, bunga sakura dipertimbangkan menjadi bunga nasional Negara Jepang.
Sebagaimana bunga sakura merupakan representasi yang melambangkan seorang wanita di China, namun dalam kebudayaan Jepang sakura memiliki makna lebih mendalam. Bangsa Jepang sangat bangga dengan bunga sakura karena mereka beranggapan hanya mereka yang memiliki bunga seindah sakura. Walaupun di beberapa negara seperti China dan Korea juga memiliki pohon sakura yang hampir sama dengan pohon sakura, namun ciri bunga dan sifatnya cenderung berbeda karena kebanyakan pohon bunga sakura tidak berbuah melainkan hanya berbunga saja. Kalaupun memiliki buah, biasanya ukurannya kecil dan tidak bisa dimakan, sedangkan negara lain cenderung berbuah dan buahnya bisa dimakan.
(39)
Pada zaman dahulu bunga sakura bukan hanya sebagai simbol bunga musim semi, akan tetapi juga sebagai tradisi budaya yang muncul setahun sekali. Masyarakat membaca tanda kemunculannya dan mengetahui keadaan cuaca tahun itu sehingga mereka dapat memutuskan untuk bertani.
Pemaparan mengenai bunga sakura juga dalam Kojiki dan Nihonshoki (buku sejarah kuno Jepang). Di dalam Kojiki bunga sakura di deskripsikan sebagai putri dari Tuhan, sedangkan dalam Manyoshu yaitu koleksi waka (puisi Jepang) pada periode Nara (710-784) dapat diketahui bahwa ternyata bunga ume (sejenis buah tuah armeni/ plum) adalah bunga yang lebih familiar dibandingkan bunga sakura. Tetapi, di dalam Kokin-Wakashu yang diterbitkan lebih lambat dari Manyoshu dapat dilihat bahwa bunga sakura yang lebih sering diekspresikan daripada bunga ume.
Kelihatannya bunga sakura menjadi tipikal bunga sebagai pengganti bunga ume pada era showa (834-848). Selama periode zaman Heian (794-1192) tepat di depan shishinden (balai pusat upacara) pada halaman istana kekaisaran, mereka menanam pohon jeruk di sisi kanan yang dinamakan dengan ukon no tachibana dan menanam pohon apricot Jepang disisi kanan yang mereka sebut dengan sakon no ume. Lambat laun pohon apricot ini diganti dengan pohon sakura yang menunjukkan betapa pentingnya bunga sakura.
2.2.2 Jenis-Jenis Bunga Sakura
Pohon sakura merupakan pohon yang tergolong kedalam familia Rosaceae, genus Prunus yang sejenis dengan pohon plum, peach, apricot, tetapi secara umum sakura digolongkan dalam subgenus sakura. Umumnya bunga
(40)
sakura dikenal dengan kelopaknya yang berjumlah lima buah dan berwarna merah muda. Akan tetapi, sebenarnya di Jepang ragam bunga sakura mencapai ratusan jenis.
Sejak zaman Edo (1603-1868) telah muncul jenis baru dari bunga sakura di pasaran yang dinamakan dengan satosakura dan banyak buku yang berhubungan dengan studi tentang bunga sakura yang diterbitkan pada zaman itu, sehingga banyak orang yang mengembangkan spesies bunga sakura dan menyilangkannya dan muncul beberapa varietas baru dari bunga sakura. Bahkan, sampai sekarang di Jepang usaha untuk mengembangkan varietas-varietas baru bunga sakura melalui proses penyilangan terus dilakukan agar di peroleh bibit unggul.
Bunga sakura atau dengan nama latinnya prunus serrulata, yaitu pohon cherry yang dipakai sebagai hiasan seharusnya jangan salah ditafsirkan sebagai sakuranbo (pohon cherry yang buahnya dapat dikonsumsi) karena sebenarnya jenisnya sama sekali berbeda dengan pohon bunga sakura yang cenderung berbunga saja.
Warna bunga sakura tergantung pada spesiesnya, ada yang berwarna putih, ada yang berwarna putih dengan sedikit sentuhan warna merah jambu, ada yang berwarna kuning muda, hijau muda sampai berwarna merah menyala. Bunga sakura digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan susunan daun mahkotanya, antara lain:
1. bunga tunggal dengan daun mahkota satu lapis 2. bunga ganda dengan daun mahkota berlapis 3. bunga semi ganda
(41)
Ada berbagai macam jenis bunga pohon bunga sakura, salah satunya adalah yang menyerupai pohon willow yang meleleh. Bunganya berwarna putih, merah muda, atau putih dengan campuran merah muda. Bunga sakura jenis ini sangat indah terutama saat melihatnya jatuh berguguran di atas tanah.
Bunga sakura jenis lain yang juga banyak ditemukan adalah bunga sakura dari jenis someiyoshino. Pohon sakura jenis someiyoshino yang tersebar di seluruh Jepang sejak zaman Meiji adalah hasil persilangan pohon sakura di zaman Edo akhir. Sakura jenis someiyoshino inilah yang sangat tersebar luas, sehingga kebanyakan orang hanya mengenal someiyoshino (yang merupakan salah satu jenis sakura) sebagai sakura. Ciri khas dari bunga sakura jenis someiyoshino adalah bunganya lebih dahulu mekar sebelum daun-daunnya mulai keluar. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan batang pohon berada dalam lokasi yang sama. Bunganya mekar secara serentak, dan rontok satu per satu pada saat yang hampir bersamaan.
Bunga sakura jenis someiyoshino hanya dapat bertahan kurang lebih 7 sampai 10 hari dihitung dari mulai kuncup bunga terbuka hingga bunga mulai rontok. Rontoknya bunga sakura tergantung pada keadaan cuaca dan sering dipercepat oleh hujan lebatdan angin kencang. Beberapa burung juga diketahui suka memakan bagian bunga yang manis, bahkan burung merpati memakan seluruh bagian bunga.
Sebagian besar jenis pohon sakura adalah hasil persilangan. Saat ini ada lebih dari 300 jenis bunga sakura di Jepang yang telah disilangkan dari pohon sakura yang ditemukan dari seluruh kawasan Asia. Misalnya, pada zaman dulu sebelum ada jenis someiyoshino, orang Jepang mengenal bunga sakura yang mekar di pegunungan yang disebut yamazakura dan yaezaki no sakura sebagai
(42)
sakura. Di saat mekarnya bunga sakura, ribuan batang pohon Yamazakura yang tumbuh di Pegunungan Yoshino (Prefektur Nara) menciptakan pemandangan menakjubkan warna putih, hijau muda, dan merah jambu dan semakin indah lagi dengan fenomena daun bunganya yang berwarna merah muda pekat dan bunga-bunga yang lebih besar.
Beberapa jenis sakura:
A. Edohigan
Edohigan adalah sakura yang mekar di Hari Ekuinoks Musim Semi dan bunganya paling panjang umur. Jenis-jenis lain yang serupa dengan edohigan adalah ishiwarizakura dan yamadakashinyozakura yang termasuk pohon sakura yang dilindungi. Miharutakizakura adalah salah satu jenis edohigan yang rantingnya menjuntai-juntai, sedangkan yaebenishidare dikenal daun bunganya yang banyak dan warnanya yang cerah.
B. Hikanzakura
Hikanzakura atau disebut juga kanhizakura adalah sakura yang tersebar mulai dari wilayah Tiongkok bagian selatan sampai ke Pulau Formosa. Kanhizakura banyak ditemukan tumbuh liar di Prefektur Okinawa. Bagi orang Okinawa, kata "sakura" sering berarti hikansakura. Pengumuman mekarnya bunga sakura di Okinawa biasanya berarti mekarnya hikanzakura. Di Okinawa, kuncup bunga hikanzakura mulai terbuka sekitar bulan Januari atau Februari. Di Pulau Honshu, hikanzakura banyak ditanam mulai dari wilayah Kanto sampai ke Kyushu dan biasanya mulai mekar sekitar bulan Februari atau Maret.
(43)
C. Fuyuzakura
Fuyuzakura (sakura musim dingin) adalah jenis pohon sakura yang bunganya mekar sekitar bulan November sampai akhir bulan Desember. Onishimachi di Prefektur Gunma adalah tempat melihat fuyuzakura yang terkenal.
Pohon sakura menghasilkan buah yang dikenal sebagai buah ceri (bahasa Jepang: sakuranbo). Buah ceri yang masih muda berwarna hijau dan buah yang sudah masak berwarna merah sampai merah tua hingga ungu. Walaupun bentuknya hampir serupa dengan buah ceri kemasan kaleng, buah ceri yang dihasilkan pohon sakura ukurannya kecil-kecil dan rasanya tidak enak sehingga tidak dikonsumsi.
Pohon sakura yang menghasilkan buah ceri untuk keperluan konsumsi umumnya tidak untuk dinikmati bunganya dan hanya ditanam di perkebunan. Produsen buah ceri terbesar di Jepang berada di Prefektur Yamagata. Buah ceri produk dalam negeri Jepang seperti jenis sato nishiki harganya luar biasa mahal. Di Jepang, buah ceri produksi dalam negeri hanya dibeli untuk dihadiahkan pada kesempatan istimewa. Buah ceri yang banyak dikonsumsi masyarakat di Jepang adalah buah ceri yang diimpor dari negara bagian Washington dan California di Amerika Serikat.
Semua jenis bunga sakura dikatakan hampir tersebar di seluruh wilayah Jepang, kecuali jenis someiyoshino yang tidak ditemukan di Okinawa karena merupakan daerah subtropis. Mekarnya bunga sakura di jepang mempunyai waktu yg berbeda-beda, dimulai di bulan Januari di Okinawa dan sampai di daerah Kantou/Tokyo sekitar akhir Maret sampai April.
(44)
2.2.3 Masyarakat Jepang dan Bunga Sakura
Bunga sakura pada kenyataanya tidak hanya sekedar dinikmati keindahannya ketika bermekaran saja, akan tetapi bunga sakura juga dapat dikonsumsi dengan berbagai olahan menggunakan bunga, daun dan buahnya sebagai bahan.
Bunga sakura diawetkan dengan menggunakan garam. agar dapat disimpan lama. Ketika bunga yang sudah disimpan lama dimasukkan ke dalam gelas dan diseduh dengan air panas maka dapat disajikan segelas minuman yang harum dan nikmat. Tidak hanya sekedar harum dan indah saja, tetapi juga memberikan pemandangan yang indah seolah-olah bunga sakura mekar di dalam gelas. Minuman ini dapat disajikan kapan saja, namun biasanya lebih khusus disajikan pada pertemuan pertama antara pengantin pria dan wanita dalam upacara pernikahan dan pesta-pesta.
Secara tradisional orang Jepang tidak menyajikan teh pada saat pesta pernikahan karena akan menjadi chakasu (menjadi teh) yang artinya “membuat semuanya menjadi senda gurau”. Sehingga menyajikan teh dalam upacara pernikahan akan menjadi selamatan agar pernikahan tersebut gagal. Jadi keistimewaan dari minuman sakura adalah minuman ini dihidangkan dengan maksud mendoakan kebahagiaan dari pernikahan dan memulai lembaran hidup yang baru.
Satu lagi tradisi membuat panganan yang berhubungan dengan bunga sakura adalah sakura mochi. Sakura mochi adalah kue beras berbentuk bulat pendek yang terdiri dari pasta kacang manis yang dibungkus dengan
(45)
menggunakan daun sakura yang diberi cuka atau garam. Sakura mochi biasanya dibawa-bawa oleh perempuan para pembuat gula-gula selama festifal boneka.
Ketika menyaksikan keindahan bunga sakura disajikan beberapa kue atau panganan yang wajib ada, salah satunya adalah hanami dango, yaitu kue manis yang terbuat dari beras kukus yang ditumbuk dengan pemukul kayu yang besar. Kue ini ada dua jenis, yaitu jenis yang berwarna agak gelap karena dilapisi dengan selai kacang dan jenis yang berwarna merah muda dan dipanggang dengan kecap asin. Hanami dango terkenal pada tahun 1.800-an sebagai kue yang disajikan pada orang-orang yang menikmati mekarnya bunga sakura. Pada saat hanami juga akan ditemui minuman keras yang terbuat dari campuran bunga sakura, selai sakura, dan permen rasa/ wangi bunga sakura.
Sejak dahulu kulit pohon sakura juga sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai bahan tambahan dalam obat untuk mengobati penyakit seperti batuk. Kayunya juga dimanfaatkan untuk membuat perabotan, balok untuk material bangunan,alat musik seperti piano, organ, dan koto (alat musik tradisional Jepang) serta untuk cetakan kayu karena kualitasnya yang bagus, kuat dan mudah diproses. Buah dari pohon bunga sakura berukuran kecil dan tidak dapat dimakan, tetapi ada jenis dari pohon bunga sakura yang buahnya sebesar duku, warnanya merah dan dapat dimakan. Namun pohon bunga sakura jenis ini berbeda karena semua jenisnya didatangkan dari Barat untuk dikembangkan di Jepang.
Satu lagi tradisi yang tidak akan dilewatkan oleh rakyat Jepang ketika bunga sakura sedang bermekaran dengan indahnya adalah tradisi hanami. Hana-mi berasal dari kata hana yang artinya bunga dan Hana-mi yang artinya melihat, jadi
(46)
hana-mi artinya melihat bunga. Kebiasaan hana-mi merupakan kebiasaan tahunan masyarakat Jepang yaitu dengan berkumpul dengan keluarga, teman, atau kolega dan menikmati mekarnya bunga sakura yang dilakukan pada setiap musim semi.
Merayakan musim bunga sakura dengan kegiatan hana-mi memang sudah dimulai sejak Periode Nara (710-784) yang sebenarnya datang karena pengaruh Dinasti Tang dari Cina. Awalnya mereka lebih mengagumi bunga Ume. Tapi saat periode Heian, sakura mulai menarik perhatian orang Jepang. Mulai dari situ hana-mi menjadi festival yang rutin dirayakan setiap tahun. Mekarnya bunga sakura juga dijadikan sebagai ritual keagamaan dan digunakan sebagai tanda dari akhir tahun serta dimulainya musim bercocok tanam. Karena itu, banyak orang-orang Jepang yang berdoa di kuil atau berdoa di bawah pohon sakura. Pada periode Heian, hanya kalangan bangsawan yang selalu merayakan hana-mi ini. Kebiasaan ini kemudian masuk ke kalangan samurai dan akhirnya menyebar sampai kalangan rakyat dari berbagai golongan pada periode Edo. Perayaan O-hanami sedikit demi sedikit mulai berubah tujuannya. Dari merayakannya untuk ritual agama, menjadi bagian dari gaya hidup para samurai dan kemudian menjadi alat untuk memperkuat kekuasaan. Sedangkan di jaman modern ini, O-hanami lebih kepada acara pribadi dan merupakan kesempatan untuk berkumpul dan bersenang-senang.
Hana-mi pertama kali digunakan sebagai istilah yang sama dalam kegiatan melihat bunga sakura dalam novel “ cerita tentang Kenji” pada masa Heian. Dalam kegiatan hana saja orang-orang akan mengerti bahwa yang dimaksud adalah bunga sakura karena tidak ada bunga lain selain bunga sakura dalam hana-mi.
(47)
Kaisar saga pada masa Heian melanjutkan kebiasaan ini dan mengadakan hana-mi dengan berpesta sake di bawah pohon bunga sakura yang sedang mekar di istana kekaisaran di Kyoto. Puisi-puisi akan ditulis sambil menikmati bunga dimana ini terlihat sebagai metafora untuk kehidupan itu sendiri yang terang dan indah. Pemandangan dalam hidup yang sebentar ini banyak dibicarakan dalam kebudayaan Jepang dan sering dipandang sebagai bentuk pujian terhadap keberadaan samurai kuno dimana mereka memandang akhir hidup merupakan keindahan tertinggi dari seseorang. Simbol ini masih menyediakan subjek yang populer untuk seni, syair, dan tarian.
Pesta bunga sakura dengan kegiatan hana-mi semakin populer pada masa Azuchi Momoyama (1586-1600) dimana pesta diadakan dengan teliti oleh Toyotomi Hideyoshi di Yoshino dan Daigo. Pesta ini melukiskan keindahan dari suatu festival dann kebiasaan ini hanya terbatas untuk para orange lit dari istana kekaisaran tapi kemudian segera menyebar ke kalangan samurai. Dalam waktu singkat para petani memulai kebiasaan ,ereka sendiri dengan mendaki gunung pada waktu musim semi dan mulai makan siang di bawah pohon sakura yang sedang mekar. Kegiatan ini dikenal sebagai “perjalanan musim semi ke gunung”. Pada zaman Edo (1600-1867), Tokugawa Yoshimune menanam pohon sakura di tempat-tempat umum untuk menyemangati rakyat, sebagai hasilnya semua orang bersama-sama mulai mengambil bagian dalam festival tersebut.
Tradisi ini berlanjut sampai sekarang ini dengan orang-orang yang berkumpul dalam jumlah yang besar dan biasanya berpesta sampai larut malam. Karena sejarahnya yang panjang, hana-mi mengelilingi dan mengakar kuat dalam perjalanan kehidupan masyarakat Jepang. Aspek kebudayaan Jepang ini
(48)
merupakan produk dari lingkungan alam Jepang dengan musim tersendiri dan sensitifitas dari masyarakat Jepang sendiri.
2.2.4 Sakura Dalam Pandangan Masyarakat Jepang
Bunga sakura adalah bunga yang sangat dalam dicintai oleh rakyat Jepang sejak dulu. Meskipun tidak disahkan melalui undang-undang, tetapi secara umum bunga sakura diakui sebagai salah satu bunga yang menjadi simbol kebanggaan bangsa Jepang (Aneka Jepang, 2009:324). Bunga sakura seperti sudah mendarah daging dalam kehidupan bangsa Jepang. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam tradisi dan perayaan yang berkaitan dengan bunga sakura yang sampai saat ini masih dilestarikan. Misalnya hanami, kegiatan hanami ini bertujuan untuk mempererat hubungan sosial, kekeluargaan, dan kekerabatan antara sesama masyarakat Jepang, baik keluarga sendiri, teman, kolega atau rekan bisnis.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. M. Fortes (2001:14) mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, kakak, adik, menantu, cucu, paman, bibi, kakek, nenek, dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari jumlahnya dari relative kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Masyarakat Indonesia umumnya juga mengenal kelompok
(49)
kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Orang Jepang akan saling mempererat hubungan sosial dan kekeluargaan atau kekerabatan melalui acara seperti kegiatan hanami, misalnya hubungan keluarga antara orang tua dan anak-anaknya yang tinggal maupun tidak tinggal serumah lagi ataupun dengan teman dan kerabat jauh, juga antara atasan dengan bawahan yang juga memanfaatkan momen hanami sebagai perayaan awal tahun bisnis yang baru. Biasanya mereka akan berkumpul bersama dibawah pohon sakura yang sedang bermekaran dan berpiknik serta berpesta dengan diiringi musik sambil menikmati minuman dan makanan khas perayaan mekarnya bunga sakura. Berdasarkan paparan di atas penulis berpendapat bahwa kegiatan hanami ini merupakan sarana silaturahmi antar sesama warga Jepang dan merupakan simbol pemersatu rakyat Jepang.
Bunga sakura sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari bangsa Jepang. Hal ini dapat dilihat dari referensi lukisan dan lagu-lagu yang bertemakan sakura. Bahkan dalam manga (komik Jepang) dan anime (film animasi Jepang) bunga sakura juga dipakai sebagai metafora. Tidak sedikit pula orang tua yang memberikan nama anaknya dengan nama Sakura-ko bagi anak perempuan mereka. Nama sakura-ko berarti perempuan yang cantik, putih dan bersih. Bunga sakura juga merupakan simbol dari wanita, kekuatan, cinta, kekuatan seorang wanita, kelembutan, dan euphoria kebahagiaan menyambut kedatangan musim semi. Di lain pihak, di China bunga sakura dijadikan lambang dari dominasi feminim, kecantikan wanita dan sexualitas, dan sebagai lambang dari pemimpin wanita.
(50)
Selama masa perang dunia ke-II, pilot kamikaze (pasukan AU khusus Jepang) akan men-cat atau menggambar bunga sakura di sisi pesawat terbang mereka. Pilot-pilot ini adalah sukarelawan yang akan mengorbankan nyawa mereka untuk misi bunuh diri. Para pemimpin mereka akan memaksa mereka dengan arahan itu dan meyakinkan mereka bahwa hak tersebut merupakan suatu kehormatan. Kehormatan memiliki arti segala-galanya bagi para pemuda Jepang dan mereka diberitahu bahwa ketika gugur dalam medan perang maka mereka akan bereinkarnasi sebagai bunga sakura sebagai penghargaannya.
Bunga sakura memang istimewa di hati orang-orang Jepang. Pada zaman dulu menikmati bunga sakura hanya ditujukan bagi kaisar dan kaum bangsawan, namun bagi para prajurit samurai yang telah berperang dan membela negara juga memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati bunga sakura. Bunga sakura dikatakan dapat menggerakkan hati para samurai, tidak hanya ketika bermekaran akan tetapi juga pada saat berguguran. Sebagai prajurit, bunga sakura menjadi simbol yang berarti keberanian dan kehormatan.
Kemurnian dan kesederhanaan nilai-nilai tradisional masyarakat Jepang merupakan refleksi dari bunga sakura. Dari segi estetika bunga sakura merupakan simbol trensisi dan keindahan atau kecantikan sesaat, bunga sakura akan mekar sekitar satu minggu dan kemudian jatuh berguguran. Fenomena ini sering diibaratkan sebagai refleksi dari kehidupan manusia yang singkat dan tidak kekal. Bunga sakura sering dijadikan simbol transisi kehidupan karena umurnya yang pendek. Simbol ini sejalan dengan pengajaran agama Budha.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari aktivitas keagamaan atau yang biasa disebut dengan kegiatan religi. Berbagai kegiatan bahkan upacara peringatan dilakukan di berbagai wilayah setiap Negara, dengan
(1)
bentuk hokku (syair pembuka) menjadi bentuk yang berdiri sendiri. Basho sering membuat hokku tanpa memperhitungkan syair pendamping (wakiku). Syair pembuka inilah yang sekarang dikenal dengan haiku.Nama haiku yang ada sekarang ini pertama kali dicetuskan oleh Masaoka Shiki. Masaoka Shiki adalah salah seorang dari penyair haiku yang muncul pada abad ke-19. Sebutan haiku digunakan untuk memisahkan antara hokku sebagai syair pembuka pada renga dengan hokku yang berdiri sendiri, dan dibatasi pada perkembangan hokku selama beberapa tahun sebelum berakhirnya masa Edo. 4. Haiku yang dikembangkan oleh Basho mencakupi tema-tema yang luas.
Namun seiring dengan berjalannya kehidupan yang dialami Basho, ia memilih untuk menulis syair-syair yang menunjukkan perhatiannya terhadap alam dan kehidupan manusia. Selain itu, ia juga terkenal dengan haiku yang memiliki kedalaman makna. Salah satu objek alam yang sering diceritakan dalam haiku karangannya dan sarat akan makna adalah bunga sakura.
5. Sakura adalah bunga yang sangat dicintai oleh rakyat Jepang sejak dulu. Dalam bahasa Jepang, sakura berasal dari kata “saku” dan “ra”. “Saku” yang berarti mekar dan “ra” dalam bahasa Jepang menunjukkan makna jamak. Sakura adalah bunga nasional Jepang yang biasanya mekar setiap musim semi mulai dari awal April hingga akhir April setiap tahunnya.
6. Bagi masyarakat Jepang, bunga sakura memberikan simbol tersendiri yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat Jepang. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Salah satu simbol bunga sakura adalah tradisi hanami yang biasanya dilakukan hanya tepat pada saat bunga sakura sedang bermekaranm dengan indahnya. Kegiatan hanami ini bertujuan untuk mempererat hubungan sosial,
(2)
kekeluargaan, dan kekerabatan antara sesama masyarakat Jepang. Oleh karena itu, sakura dianggap sebagai simbol pemersatu.
7. Bunga sakura juga memberi makna perlambangan wanita. Wanita, layaknya bunga sakura kecantikannya selalu menjadi pusat perhatian, kelembutannya mampu menentramkan hati orang-orang yang melihatnya, memandangnya saja sudah memberikan kebahagiaan.
8. Sakura juga merupakan simbol keberanian dan kehormatan bagi para prajurit. Hal ini terbukti dari gambar sakura yang dilukis di beberapa sisi pesawat terbang dengan tujuan agar mereka berani melakukan bom bunuh diri. Selain itu, masyarakat Jepang juga menganggap bahwa sakura adalah simbol yang melambangkan pagar antara Tuhan dan manusia yang makna filosofisnya adalah melalui bunga sakura manusia diingatkan akan kehidupan duniawi yang tidak kekal dan singkat, sama seperti umur bunga sakura yang singkat yaitu tujuh hari.
9. Selain makna simbolik sakura yang ada dalam pemahaman masyarakat Jepang pada umumnya, makna bunga sakura pada haiku Matsuo Basho juga memiliki makna simbolik tersendiri. Sakura memberi makna perlambangan kebahagiaan, kemanfaatan, ketulusan. Bermakna kebahagiaan maksudnya, mekarnya bunga sakura adalah waktu yang sangat dinanti-nantikan dan sangat berharga hingga tidak akan dilewatkan begitu saja. Sakura mengajarkan kemanfaatan sebab kehadirannya memberi keceriaan bagi banyak orang. Pada hari-hari bunga sakura mekar, orang-orang bersukacita dalam kebersamaan. Sakura yang sepanjang tahun tidak pernah “ditoleh” orang, tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Setelah bunga-bunganya berguguran orang-orang pun melupakannya. Tapi sakura tetap hadir lagi ditahun mendatang. Inilah
(3)
lambang ketulusan orang dalam berkarya. Bunga Sakura juga memberi makna simbolik tentang perjalanan hidup.
10. Waktu yang singkat dan semangat mekarnya bunga sakura adalah simbol yang sangat penting bagi prajurit samurai. Bagi para prajurit samurai gugurnya kelopak bunga sakura dari bingkainya melambangkan keindahan hidup yang singkat yang dijalani dengan baik. Mereka juga beranggapan bahwa jika mereka mati dalam pertempuran, maka seperti bunga sakura jiwa mereka akan lahir kembali bersama mekarnya bunga sakura di setiap kedatangan musim semi. Dengan demikian, bagi masyarakat Jepang bunga sakura yang gugur memiliki makna simbolik yang melambangkan hidup singkat yang bermanfaat, keberanian, dan reinkarnasi jiwa para samurai.
4.2 Saran
Adapun saran-saran penulis pada penulisan skripsi ini adalah:
1. Diharapkan kepada seluruh mahasiswa sastra Jepang agar dapat memperkaya pengetahuan tentang kesusasteraan Jepang khususnya mengenai puisi tradisional Jepang yaitu haiku.
2. Sastra bukanlah sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami, ketika kita mau berusaha untuk belajar, khususnya haiku. Agar mudah dalam memahami sebuah karya sastra yang bernama haiku ini, pelajari terlebih dahulu latar belakang pengarangnya, kemudian sesuaikan dengan budaya dan pandangan masyarakat Jepang pada saat ini.
3. Karya- karya Matsuo Basho, terutama haiku, bagus untuk dijadikan acuan untuk mempelajari haiku. Karena, selain ia adalah penggagas lahirnya haiku,
(4)
haiku-haiku karyanya juga kaya makna yang bermanfaat menambah pengetahuan kita khususnya dalam memaknai hidup.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: IedPress.
Harahap, Sofyan Syafri, Phd, MSAc. 2001. Tips Menulis Skipsi dan Menghadapi
Ujian Komprehensif. Jakarta: PT. Pustaka Quantum
Higginson,William J.1996. The Haiku Seasons: Poetry Of The Natural World. Japan: Kodansha International.
Machali, Roehayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: PT. Grasindo.
Miura, Yuruza. 1997. Haiku Classic. Rutland, Vermont dan Tokyo; Japan.
Pradopo, Rachmat J. 1999. Pengkajian Puisi. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman K. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosidi, Ajip. 1989. Mengenal Sastra dan Sastrawan Jepang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rosidi, Ajip. 1981. Mengenal Jepang. Jakarta: Pusat Kebudayaan Jepang (The Japan Foundation).
Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto, Happy. 2008. Panduan Praktis Menyusun Proposal. Jakarta: Transmedia Pustaka.
Situmorang, Hamzon. Diktat. Telaah Pranata Masyarakat Jepang I. Medan:2001, Tidak terbit.
(6)
Tiedemann, Arthur E. 1974. An Introduction to Japanese Civilization. United State of America: Columbia University Press.
Ueda, Makoto. 1970. The Master Haiku Poet Matsuo Basho. Tokyo; Kodansha International.