Haiku .1 Pengertian Haiku Analisa Makna Simbolik Bunga Sakura Dalam Haiku Karya Matsuo Basho
2.3 Haiku 2.3.1 Pengertian Haiku
Haiku adalah bentuk puisi paling singkat di dunia yang hanya terdiri atas 17 suku kata yang terdiri dari 3 matra baris yang masing-masing tersusun dari 5,
7 dan 5 suku kata secara berurutan Encyclopedia of Japan, 1985:78. Penghitungan jumlah suku kata pada haiku terlihat pada contoh di bawah ini:
Hi to tsu ya ni : 5 suku kata
Yu jo mo ne ta ri : 7 suku kata
Ha gi to tsu ki : 5 suku kata
Namun tidak semua haiku mematuhi aturan yang berlaku, ada yang kurang ataupun lebih dari 17 suku kata. Seperti contoh berikut:
Su ma no a ma no : 6 suku kata
Ya sa ki ni na ku ka : 7 suku kata
Ho to to gi su : 5 suku kata
Haiku di atas berjumlah 18 suku kata. Sebagian penyair ada yang menggunakan pola suku kata lebih dari 17. Namun aturan haiku yang sebenarnya adalah 17 suku
kata, dan pada umumya haiku menggunakan aturan 17 suku kata. Proses kreatif penggubahan haiku dimulai dengan terbawanya perasaan
oleh satu kejadian atau benda yang dilihat, lalu timbul keinginan untuk mencurahkan perasaan itu dalam bentuk yang ringkas dan tepat, agar mudah
dipahami oleh pembaca haiku tersebut. Haiku merupakan syair yang menampilkan penggambaran melalui perumpamaan yang merupakan hasil dari
suatu pengamatan. Jika kita melihat pada penggunaan kata-katanya, maka akan terlihat sebuah kekuatan kebenaran. Dalam teorinya, sebuah haiku menampilkan
Universitas Sumatera Utara
sepasang penggambaran yang sangat kontras, di satu sisi menekankan pada ruang dan waktu, sedangkan di sisi lainnya tentang penggambaran kehidupan yang
singkat. Kedua elemen ini bersama-sama menimbulkan suasana hati dan emosi. Haiku tersebut tidak menguraikan tentang kedua hubungan elemen tersebut, tetapi
sebaliknya memberikan perumpamaan dari kedua elemen tersebut kepada pembaca untuk dipahami.
Selain dari pengertian 17 suku kata menurut Higginson 1996:28 menyatakan bahwa haiku merupakan pengungkapan rekaman dari suatu
peristiwa yang melibatkan kemampuan pengarang dalam memahami kekuatan alam. Hal ini terlihat dari puisi-puisi Jepang sebelum haiku yang banyak
menggunakan tema alam, seperti waka dan renga, dan sama halnya seperti haiku yang ditulis oleh Basho yang hampir sebahagian dari karya-karyanya
mempergunakan tema alam. Pada zaman dahulu sebagian besar orang Jepang hidup sangat dekat
dengan alam. Penyair hanya menulis apa yang mereka alami dan setiap orang yang membacanya mengerti tentang penggunaan kata musim tersebut tanpa harus
berpikir lebih dahulu. Namun selanjutnya, hal ini menjadi suatu kebiasaan untuk menghasilkan syair-syair menurut keadaan musim-musim yang ada di Jepang.
Tema alam yang paling umum digunakan dalam haiku yaitu berupa pergantian musim, dimana di Jepang terdapat empat musim. Masing-masing
musim ini memiliki keindahan yang berbeda yang dapat dituangkan dalam puisi salah satunya seperti peristiwa mekar dan gugurnya bunga sakura dan lain
sebagainya. Sejak dahulu, kata-kata khusus dan ungkapan-ungkapan harus mengandung makna-makna tentang empat musim tersebut atau disebut juga
dengan kigo.
Universitas Sumatera Utara