Di bait pertama, ‘di ibukota Tokyo’ jelas bagi pembaca bahwa Basho berada di Tokyo ketika Ia menggubah haiku ini. Di bait kedua dan ketiga,
‘sembilan puluh sembilan ribu orang’, ‘menyaksikan bunga sakura’, jumlah sekumpulan orang yang sangat banyak yang tidak akan rela melewatkan begitu
saja momen menikmati pemandangan indahnya bunga sakura di taman-taman ibukota Jepang. Begitu juga dengan Basho, yang menganggap momen ini begitu
penting karena kebiasaan menikmati pemandangan bunga sakura, atau yang lebih akrab disebut hanami ini, adalah kebahagiaan sekali dalam satu tahun kehidupan
karena di kesempatan ini semua keluarga yang terpisah jauh akan saling berkumpul menyatukan kerinduan satu sama lain, atasan dan bawahan akan saling
berkumpul untuk menyatukan semangat kerja lagi, teman lama yang sudah sekian lama tidak saling bertemu pun dipersatukan di bawah pohon sakura, bahkan ber-
hanami juga merupakan momen mengenang kembali keluarga atau sahabat terkasih. Bunga sakura benar-benar simbol pemersatu.
3.3. Kutipan Haiku 3
Yoshino nite Sakura mishou zo
Hinokigasa
Terjemahannya adalah:
The Yoshino cherries I will show you
Cypress hat
Universitas Sumatera Utara
Sakura di Yoshino Akan aku tunjukkan padamu
Topi cemara
dalam buku Basho’s Journey: The Literary Prose of Matsuo Basho:36
Kutipan haiku berikut ini ditulis Basho dalam perjalanannya menuju Yoshino tepat di waktu pertengahan bulan ketiga dan kerinduannya akan bunga
sakura menjadi pemandu sepanjang perjalanan. Basho memutuskan untuk melihat mekarnya sakura di Yoshino. Basho telah membuat perjanjian dengan seseorang
yang ia temui di Tanjung Irago dan orang itu datang untuk menemuinya di Ise. Lelaki itu ingin berbagi penderitaannya selama perjalanan dan membantu Basho
sebagai pelayan lewat nama Mangikumaru. Basho merasa bahagia dengan nama yang kekanak-kanakan seperti itu. Begitu berangkat dengan bermain-main Basho
dan pelayannya menuliskan dengan tergesa-gesa di topi cemara masing-masing dengan tulisan “tidak ada tempat di surga dan di bumi:dua orang musafir”.
Bait pertama menjelaskan keberadaan Basho ketika menggubah haiku di atas yaitu kota Yoshino. Di kota Yoshino ketika itu sakura sedang bermekaran
dengan indahnya menghiasi musim semi, dan masa seperti inilah yang mengundang kerinduannya untuk melakukan perjalanan. Dimana pada saat itu
jalan-jalan di Yoshino akan begitu indahnya dengan sakura di sepanjang perjalanan. Jika dikaitkan dengan bait kedua ia mengatakan “akan aku tunjukkan
padamu” memberi makna bahwa sakura memberi makna religius tentang perjalanan kehidupan. Orang Jepang percaya bahwa pohon sakura adalah pagar
antara Tuhan dan manusia. Dari segi estetika bunga sakura merupakan simbol transisi dan keindahan atau kecantikan sesaat, bunga sakura akan mekar sekitar
Universitas Sumatera Utara
satu minggu dan kemudian jatuh berguguran. Fenomena ini sering diibaratkan sebagai refleksi dari kehidupan manusia yang singkat dan tidak kekal. Bunga
sakura sering dijadikan simbol transisi kehidupan karena umurnya yang pendek. Simbol ini sejalan dengan pengajaran agama Budha. Dalam kehidupan sehari-hari,
manusia tidak terlepas dari aktivitas keagamaan atau yang biasa disebut dengan kegiatan religi. Berbagai kegiatan bahkan upacara peringatan dilakukan di
berbagai wilayah setiap Negara, dengan tujuan yang sama, yaitu untuk memperoleh kasih sayang dan kebahagiaan dari sang pencipta. Di bait terakhir
Basho menyebutkan “topi cemara”, topi cemara ini dipakai oleh Basho dan pelayannya. Masyarakat Jepang meyakini bahwa cemara merupakan simbol
persahabatan dan keawetan. Berikut cuplikan haiku Basho yang juga mengungkapkan makna
religius.
Kannon’s tiled temple Roof floats far away in clouds
Of cherry blossom Bodhisattva compassion
Terjemahannya adalah:
Ubin kuil Kannon Atapnya mengapung jauh di awan
Dari bunga sakura kasih sayang Buddha
Matsuo Basho:httpthe greenleaf.co.ukhpbasho00bashohaiku
Haiku di atas merupakan haiku gubahan Basho yang menceritakan tentang kasih sayang Buddha lewat simbol bunga sakura. Di Jepang, bunga sakura
Universitas Sumatera Utara
juga memiliki makna religius. Pohon-pohon bunga sakura sengaja di tanam di sekitar kuil bahkan pegunungan karena bunga sakura dianggap sebagai pagar
Tuhan dan manusia. Di bait pertama, Basho mengatakan ‘ubin kuil Kannon’ pilihan kata ‘ubin’ bukan bagian yang lain dari sebuah kuil memberi makna
bahwa manusia harus memberi segenap penghambaan dan penyembahan kepada Tuhan. Di bait kedua, ‘atapnya mengapung jauh di awan’, pilihan kata ‘atap’ bila
dikaitkan dengan kata di bait pertama yaitu ‘ubin’ memperjelas hubungan antar manusia dengan Tuhannya. Di bait ketiga, ‘Dari bunga sakura kasih sayang
Buddha’ memperjelas makna simbolik bunga sakura sebagai pagar antara Tuhan dan manusia. Ternyata keindahan bunga sakura adalah lambang kasih sayang
sekaligus pelajaran bagi manusia. Dimana bunga sakura adalah simbol refleksi kehidupan manusia dan sesungguhnya hidup manusia tidak kekal.
3.4. Kutipan Haiku 4 Sakuragari