Latar Belakang Peran Indonesia Dalam Pengelolaan Dan Konservasi Sumber Daya Ikan Beruaya Jauh Setelah Ratifikasi Konvensi Western And Central Pasific Fisheries Commission (Wcpfc)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum adalah kebutuhan manusia. Membanjirnya arus tulisan tentang kebutuhan terhadap pemerintahan dunia menunjukkan kebutuhan akan hukum. Bangsa Romawi menegaskanya “ubi societas ubi ius” dimana ada masyarakat, disitu ada hak. 1 Sudah merupakan ketentuan alam bahwa di saat individu-individu mengatur kehidupan mereka dalam suatu masyarakat, mereka segera merasa perlu untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungannya satu sama lain. Demikian juga halnya dengan masyarakat politik yang dalam hubungannya satu sama lain merasa perlu untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur segala macam hubungan dan kegiatan yang mereka lakukan. Dimana ada masyarakat tidak terlepas dari bentuk ataupun besarnya, akan selalu terdapat ketentuan- ketentuan yang mengatur kehidupan masyarakat itu sendiri. Dimana ada masyarakat disitu ada pula hukum walaupun dalam bentuk sederhana dan seperti apa yang dikatakan Brierly bahwa: Law exist only in a society, and a society cannot exist without a system of law to regulate the relations of its members with one another. Jadi apakah masyarakat itu masyarakat desa, masyarakat negara ataupun masyarakat dunia, akan selalu ada suatu system hukum yang mengatur hubungan antara anggota-anggotanya satu sama lain. Demikian juga halnya 1 Philip C. Jessup, A Modern Law of Nations: Pengantar Hukum Modern Antar Bangsa, Nuansa, Bandung, 2012 , hlm.17. dengan masyarakat internasional yang hubungan dan kegiatan anggota- anggotanya diatur oleh apa yang dinamakan hukum internasional. 2 Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan telah demikian halnya sejak lahirnya hukum internasional. 3 Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara- negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. 4 Negara telah menjadi subjek utama hukum internasional. 5 Meskipun tidak ada defenisi yang tepat untuk memberikan penjelasan yang pasti dari sebuah negara, secara umum apa yang telah dikemukakan oleh para sarjana tentang definisi negara tidak jauh berbeda dengan unsur tradisional suatu negara yang tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak dan Kewajiban Negara 6 , menyatakan: “The state as a person of international law should possess the following quqlifications: a a permanent population; b a defined territory; c government; and d capacity to enter into relations with the other states.” 7 2 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2011, hlm. 4 3 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 98. 4 Boer Mauna, Op.Cit., hlm. 1. 5 Fabian O. Raimondo, General Principles of law in the Decisionsof International Criminal Courts and Tribunals, Martinus Nijhoff Publishers, Belanda, 2008, hlm. 64. 6 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.2. 7 International Conference of American States, Montevideo Convention on the Rights and Duties of States 1933, Pasal 1. Dilihat dari segi hukum internasional, unsur dari sebuah negara seperti yang dimuat dalam huruf b diatas, yaitu wilayah suatu negara territory, dimana selain kita kenal udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara tertentulah yang mempunyai wilayah laut yaitu negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. Laut adakalanya merupakan batas suatu negara dengan negara lain dengan titik batas yang ditentukan melalui ekstradisi bilateral atau multilateral yang berarti pula merupakan batas kekuasaan suatu negara, sejauh garis batas wilayahnya. 8 Dalam Perkembangan hukum internasional, batas kekuasaan yang merupakan batas wilayah suatu negara sangat dipegang erat, pelanggaran terhadap wilayah suatu negara dapat berakibat fatal bahkan dapat menimbulkan kerenggangan hubungan apabila berlarut-larut akan berakibat peperangan. Dengan batas wilayah dituntut hubungan yang baik bagi setiap negara dan perjanjian- perjanjian yang diciptakan perlu ditaati agar tidak merugikan kepentingan negara lain. 9 Dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh ke-2 abad XX, meningkatnya hubungan, kerja sama dan kesalingtergantungan antar negara, menjamurnya negara-negara baru dalam jumlah yang banyak sebagai akibat dekolonisasi, dan munculnya organisasi-organisasi internasional dalam jumlah yang sangat banyak telah menyebabkan ruang lingkup hukum 8 P. Joko Subagyo, SH., Hukum Laut Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm.1. 9 Ibid. internasional menjadi lebih luas. Selanjutnya hukum internasional bukan saja mengatur hubungan antar negara tetapi juga subjek-subjek hukum lainnya seperti organisasi-organisasi internasional. 10 Salah satu hubungan yang diatur hukum internasional tersebut adalah bidang Kelautan maupun batas wilayah laut suatu negara.Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Irian Jaya terdiri dari 13 daratan dan 23 lautan yang setelah diratifikasinya Konvensi Hukum Laut 1982 oleh Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985, Luasnya menjadi 8.193.250 km 2 terdiri dari 2.027.208,7 km 2 daratan dan 6.166.163 km 2 lautan. Apabila diperinci keadaan luas Laut Indonesia adalah sebagai berikut: a. Perairan Teritorial : 0,3 juta km 2 b. Perairan Nusantara : 2,8 juta km 2 c. Zona Ekonomi Ekslusif : 2,7 juta km 2 Maka lautan Indonesia meliputi 70 dari seluruh wilayah Indonesia. Bagian negara yang sangat luas ini merupakan sumber daya alam hamper tak terbatas terutama bagi eksploitasi sumber daya lautan, termasuk sumberdaya ikan. 11 Kondisi negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat dimana wilayah kedaulatan yang dimilikinya tergolong luas, terbentang mulai dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari udara, 10 Boer Mauna. Op.cit. 11 Tim BPHN, Laporan Penelitian tentang Aspek-Aspek Hukum Pengelolaan Perikanan di Perairan Nasional Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1994, hal. 2. daratan dan lautan beserta gugusan pulau-pulau yaitu pulau-pulau besar sampai pulau-pulau kecil, yang oleh karena itu negara kita juga disebut negara kepulauan. Pertimbangan yang mendorong Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia adalah: 1 bahwa bentuk geografis Republik Indonesia sebagai suatu negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri ; 2 bahwa bagi kesatuan wilayah territorial Negara Republik Indonesia semua kepulauan serta laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat ; 3 bahwa penetapan batas-batas laut territorial yang diwarisi dari pemerintah colonial sebagaimana termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939” pasal 1 ayat 1 tidak sesuia lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan negara Republik Indonesia ; 4 bahwa setiap negara yang berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya. 12 Pernyataan Pemerintah mengenai wilayah Perairan Indonesia merupakan suatu peristiwa penting dan menentukan dalam penetapan batas laut territorial yang diupayakan sejak 1956, dan pada 13 Desember 1957 aspek keamanan dan pertahanan merupakan pokok dari kebijaksanaan pemerintah mengenai perairan Indonesia. Dalam menghadapi situasi yang diancam disintegrasi politik karena gerakan-gerakan separatis dan pemberontakan, pemerintah pada waktu itu membutuhkan suatu konsepsi yang dapat secara jelas, nyata dan mungkin 12 Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Binacipta, Bandung, 1986, hal.187. dijadikan symbol daripada kesatuan dan persatuan bangsa dan negara Indonesia. Konsepsi nusantara sebagaimana dirumuskan dalam pernyataan Pemerintah, di dalam Deklarasi Juanda 13 Desember 1957. Deklarasi ini menjadikan “segala perairan diantara dan disekitar pulau- pulau” bagian dari wilayah nasional mempunyai akibat hukum yang penting bagi pelayaran internasional karena bagian dari laut lepas high seas yang tadinya bebas free dengan tindakan Pemerintah Indonesia ini hendak dijadikan bagian dari wilayah Nasional. 13 Kedaulatan yang luas seperti yang dimiliki Indonesia, dimana memiliki Laut sebagai batas negara dengan negara lain dengan titik batas yang ditentukan melalui ekstradisi bilateral atau multilateral yang berarti batas kekuasaan dan kedaulatannya sejauh atau seluas garis terluar batas wilayahnya, yang mana memungkinkan Indonesia memiliki keuntungan, antara lain; a. garis pantai yang panjangnya sekitar 81.000 km merupakan bentuk pantai yang lurus, namun berkelok-kelok, hal ini sangat menguntungkan untuk pengembangan budidaya laut. b. Adanya dua musim yang menonjol di perairan Indonesia, yaitu musim Barat dan musim Timur yang mempunyai pengaruh terhadap distribusi ikan. Dengan adanya perbedaan musim itu biasanya diikuti dengan konsdisi lingkungan perairan yang menjadi lahan yang subur bagi sumber daya ikan pada masing-masing sub area di perairan Indonesia. 14 13 Ibid. hal. 189 14 TIM BPHN. Op.cit . hal.9 Potensi Indonesia tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena berbagai hal. Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia ini walaupun telah mengalami berbagai peningkatan pada beberapa aspek, namun belum dapat memberikan sumbangsih yang signifikan bagi peningkatan pendapatan negara. Berbagai langkah telah diambil oleh pemerintah seperti peningkatan kualitas SDM Perikanan, pemberdayaan nelayan kecil, pembangunan pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan ikan, pengembangan sarana dan prasarana pengawasan, serta penegakan hukum tampaknya masih belum memberikan hasil yang memuaskan. 15 Sebagai negara maritim karena memiliki wilayah lautan yang luas selain berfungsi sebagai penghubung beberapa wilayah dalam memperlancar hubungan transportasi, juga sebagai penopang kehidupan rakyat, karena itu bangsa Indonesia dapat memanfaatkan lautan demi mencapai kemakmuran negara dikarenakan kekayaan alam juga terdapat di laut juga yang ada di dasar laut. Dengan begitu penting peran laut dalam kegiatan umat manusia seperti dewasa ini, yang meliputi berbagai kegiatan seperti di pemanfaatan sumberdaya yang diantaranya pertambangan mineral, transportasi, produksi energi, perlindungan dan pelestarian lingkungan serta pemanfaatan sumberdaya perikanan. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menentukan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 15 Badan Pembinaan Hukum Nasional. Analisis dan Evaluasi tentang Pengadilan Perikanan. Departemen Hukum dan HAM RI.2009.hal.1. Ketentuan ini merupakan landasan konstitusional dan sekaligus arah bagi pengaturan berbagai hal yang berkaitan dengan sumberdaya ikan. 16 Namun bagaimana pun juga, sumberdaya ikan yang melimpah jika dieksploitasi tanpa batas dan tanpa suatu system pengelolaan yang menyangkut kelangsungan dari sumberdaya alam beserta keseimbangan ekosistemnya, seperti musnahnya spesies tertentu, sehingga dapat menimbulkan berkurangnya atau bahkan habisnya sumberdaya ikan. Oleh karena itu, suatu system pengelolaan melalui pengaturan yang memadai mutlak diperlukan, mengingat sumberdaya alam dewasa ini tidak lagi menjadi sumber daya yang tidak terbatas banyaknya, tetapi sudah merupakan sumber daya yang harus dibudidayakan dengan sebaik- baiknya. Sumberdaya ikan sangat peka oleh keadaan alam sekitarnya, apabila sumber daya itu dieksploitasi secara berlebihan over exploitation melebihi jumlah tangkapan maksimum maximum sustainable yield ataupun apabila sumber daya itu tidak dapat dieksploitasi sama sekali, hal ini akan menimbulkan dampak biologis bagi eksistensi sumberdaya ikan tersebut. 17 Pengembangan Sumber daya alam di perairan Indonesia terdiri dari Pengembangan, peningkatan produksi yang ditujukan memperbaiki mutu gizi dan perbaika konsumsi protein hewani, dan bagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan melalui ekspor perikanan serta pengelolaan yang sasarannya untuk melakukan prinsip suistainable yield, peningkatan pendapatan nelayan dan merangsng penanaman modal. Dalam hal ini bagi Indonesia yang secara geografis 16 Tim BPHN. Op.cit. hal. 1. 17 Ibid., hal.2. wilayahnya sebagian besar merupakan perairan terutama setelah disahkannya rezim hukum zona ekonomi eksklusif dalam hukum internasional. Kegiatan dibidang perikanan menyangkut berbagai segi yang akan mempengaruhi materi pengaturan hukum yang mengatur pengelolaan perikanan Laut, meliputi aspek biologi, teknologi, sosial, dan politik. Pada dasarnya ikan memiliki sifat suka bergerak dan berpindah-pindah tempat dalam batas-batas tertentu. Keadaan ini akan mempengaruhi konsepsi hukum, misalnya mengenai penentuan yurisdiksi yang memberlakukan batas-batas tertentu sebagai wilayah perikanan, padahal ikan memiliki kebebasan bergerak yang dapat melintasi batas- batas yurisdiksi suatu negara. Jenis ikan pun beraneka ragam, ada ikan yang menetas dan bertelur disuatu tempat tetapi besar dan dewasa di tempat lain, ada ikan yang bertelur di air hangat tetapi dewasa di air dingin anadromus dan sebaliknya katadromus, sehingga aspek hukum pengelolaan perikanan memiliki kekhususan tersendiri. Faktor biologis ikan meliputi: sifat peka terhadap alam sekitarnya, misalnya pengerukan dasar laut dari kegiatan pertambangan atau kegiatan penelitian ilmiah kelautan, dapat mengganggu habitat ikan dasar laut. Ciri lainnya adalah sifat dapat diperbaharui. Lain dengan sumber mineral seperti minyak, yang relative sangat lama untuk kembali dapat tersedianya. Danciri cukup penting adalah sifat keanekaragaman spesies ikan, dan diperkirakan bahwa spesies yang hidup di perairan Indonesia lebih dari 100 jenis. Factor teknologi dari kegiatan perikanan antara lain masalah penggunaan alat penangkapan ikan harus selektif, mengingat bahwa penggunaan teknologi tertentu akan dapat mengakibatkan tertangkap atau terbunuhnya spesies tertentu yang bukan merupakan tujuan dari usaha tersebut. Sehingga penggunaan teknologi yang sembrono akan menimbulkan rusak atau terganggunya habitat dari spesies tertentu. Apabila hal ini dibiarkan berjalan secara terus menerus, maka keseimbangan ekosistem akan terganggu, bahkan dapat mengakibatkan musnahnya spesies tertentu. Faktor ekonomi dari masalah pengelolaan perikanan terutama mengenai konsentrasi penangkapan ikan yang ditujukan pada spesies- spesies yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti ikan jenis cod, haddock, tuna, salmon, shrimp, halibut, ocean perch dan sebagainya. 18 Sebagai negara berdaulat, Indonesia mempunyai otonomi penuh serta tanggung jawab penuh terhadap perkembangan bangsa dan negara, baik bersifat ke dalam maupun keluar dengan segala kebijaksanaan di berbagai bidang maupun hukum, ekonomi, politik, maupun pertahanan dan keamanan serta menjalin hubungan dengan negara-negara lain. Hal ini didukung pernyataan Jean Bodin yang ngatakan bahwa kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara untuk menentukan hukum dalam negara tersebut dan sifatnya; tunggal, asli, abadi serta tidak dapat dibagi-bagi. 19 Demikian masalah penegakan hukum di rezim-rezim hukum laut, jika adanya permasalahan. Suatu negara hanya berdaulat penug souveregnity pada laut teritorialnya, sedangkan pada ZEE dan landas kontinen, suatu negara hanya mempunyai hak berdaulat souvereign right. Suatu begara tidak mempunyai kedaulatan apapun di laut lepas. 20 18 Ibid.hal.3. 19 Soehino. Ilmu Negara.Liberty:Yogyakarta.1980. hal.17. 20 Dr. Suhaidi, S.H,MH., Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut dari Pencemaran yang Bersumber dari Kapal: Konsekuensi Penerapan Hak Pelayaran Internasional Melalui Perairan Indonesia, Pustaka Bangsa Press: Jakarta, 2004, hal. 13. Kembali melihat kepada unsur suatu negara dalam Konvensi Montevideo 1933, yaitu salah satunya capacity to enter into relations with the other states, merupakan suatu syarat penting. Suatu negara harus mampu untuk menyelenggarakan hubungan-hubungan eksternal dengan negara-negara lain. Hal ini lah yang membedakan negara dalam arti sesungguhnya dengan unit-unit yang lebih kecil seperti anggota-anggota suatu federasi yang tidak mengurus hubungan luar negerinya sendiri, dan tidak diakui oleh negara-negara lain sebagai anggota masyarakat internasional yang sepenuhnya mandiri. 21 Saling membutuhkan antara negara-negara di berbagai lapangan kehidupan yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus antara negara-negara, serta mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut. 22 Perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Melalui perjanjian internasional, tiap negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan dan menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan masyarakat itu sendiri. Dalam dunia yang ditandai saling ketergantingan dewasa ini, tidak ada satu negara Dengan adanya kepentingan negara Indonesia dengan negara lain, dalam hal ini berhubungan dengan kedaulatan nya dalam wilayah yang mana Indonesia juga mempunyai perbatasan laut dengan negara-negara sekitarnya, maka sebagai pengatur hubungan internasional tersebut, Indonesia melakukan perjanjian atau kesepakatan dengan negara lain atau melalui perjanjian internasional. 21 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, ed. 9, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1989, hlm. 127 22 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit., hlm. 13. yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan tidak ada negara yang tidak diatur oleh perjanjian dalam kehidupan internasionalnya. 23 Kerjasama regional di dalam pengelolaan stok ikan telah dilaksanakan sejak tahun 1920-an pada saat Amerika serikat dan Kanada menyelenggarakan the International Pacific Halibut Commission. Namun, 11 dari 16 RFMO yang ada saat ini dan yang memiliki mandat untuk menetapkan langkah-langkah pengelolaan secara langsung telah diselenggarakan sejak 30 tahun yang lalu. Meskipun terdapat beberapa kesenjangan, mayoritas sumberdaya perikanan laut dunia berada di bawah kendali setidaknya satu RFMO atau lebih. 24 Terdapat juga pasal yang mengatur tentang pengelolaan dan konservasi sumberdaya jenis ikan bermigrasi jauh, yaitu ; Pasal 63 ayat 2 dan pasal 64 ayat 1 UNCLOS 1982, dimana pasal 63 ayat 2 dan pasal 64 ayat 1 UNCLOS 1982 tidak mencantumkan secara spesifik mengenai langkah-langkah dalam pengelolaan dan konservasi sumberdaya ikan bermigrasi terbatas dan bermigrasi jauh. Ketentuan ini hanya menyebutkan langkah-langkah pengelolaan dan konservasi kedua jenis ikan tersebut melalui kerjasama yang harus ditetapkan dalam persetujuan dua atau lebih negara pantai atau persetujuan tentang pembentukan orgasnisasi internasional untuk menjamin tujuan pemanfaatan kedua jenis ikan tersebut. 25 23 Boer Mauna, Op.Cit. hlm. 82. 24 Lihat http:www.imacsindonesia.comv5index.phpidakitivitaskebijakantraktat- internasional23-expertisepolicies., diakses pada; 16 Agustus 2015. 25 Dr. Chomariyah, SH., MH., HUKUM PENGELOLAAN KONSERVASI IKAN Pelaksanaan Pendekatan Kehati-hatian oleh Indonesia, Malang, SETARA Press, 2014. hlm.5. Mengingat tuna dan species seperti tuna termasuk kelompok ikan yang bersifat highly migratory fish stocks dan straddling fish stocks, maka pengelolaan perikanan tuna seharusnya dilakukan bekerjasama dengan komunitas internasional. Komitmen Indonesia untuk turut serta mewujudkan pengelolaan tuna dan spesies seperti tuna secara berkelanjutan melalui kerjasama internasional, telah dinyatakan melalui Undang Undang No. 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Starddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks United Nation Implementing Agreement - UNIA1995. Pengesahan ini mewajibkan kita untuk bekerjasama dengan berbagai negara di dunia yang telah dilembagakan melalui Regional Fisheries Management Organization RFMO. Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga tahun 2014 tergabung di beberapa RFMOs, baik sebagai anggota tetap maupun anggota tidak tetap non contracting member meliputi : 1. Indian Ocean Tuna Commission IOTC 2. Commission for Conservation of Southern Bluefin Tuna CCSBT 3. Western Central Pacific Fisheries Commission WCPFC 4. Inter-American tropical Tuna Commission IATTC 5. International Commission for the Conservation of Atlantic Tuna ICCAT 26 26 Indonesia sebelumnya sudah menjadi anggota di IOTC dan CCSBT, sedangkan baru pada Desember 2013 Indonesia akhirnya menjadi anggota tetap di WCPFC dan berhak memiliki kuota penangkapan Tuna yang lebih besar dari status sebelumnya yaitu anggota tidak tetap Cooperating Non Member. Sedangkan di IATTC status Indonesia saat ini masih bersifat Cooperating non Member, dengan demikian diharapkan Indonesia mampu memanfaatkan kuota Dengan dilakukan kerjasama dengan RFMO maka pemerintah Indonesia dapat meningkatkan kerjasama Indonesia dengan negara-negara lain di sekitar kawasan perairan Indonesia dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia, khususnya di kawasan Samudera Pasifik untuk memfasilitasi kepentingan pembangunan pengelolaan sumber daya ikan di Indonesia, termasuk meningkatkan posisi Indonesia dalam negoisasi-negoisasi dalam rangka kesepakatan pengelolaan sumber daya ikan. Dengan itu Indonesia diharapkan dapat menguntungkan perikanan nasional, antara lain adanya keuntungan pengelolaan perikanan tuna bagi Indonesia, mengingat adanya fakta yang menyebutkan bahwa sumber daya tersebut terdapat banyak di perairan Indonesia. WCPFC adalah sebuah perjanjian perikanan internasional yang berupaya untuk menjamin pelestarian jangka panjang dan pemanfaatan berkelanjutan dari stok ikan ruaya jauh yakni tuna, billfish, marlin di Samudera Pasifik bagian tengah dan barat. Langkah-langkah konservasi dan pengelolaan yang dikembangkan di bawah persyaratan Konvensi ini berlaku bagi stok ini di seluruh wilayah jangkauannya, atau di wilayah-wilayah tertentu di dalam Wilayah Konvensi. WCPFC mencakup sebuah wilayah yang sangat luas dari Samudera Pasifik, hampir 20 dari permukaan bumi. Meskipun secara teoritis wilayah barat membentang sampai wilayah laut Asia Timur, dipahami bahwa wilayah Konvensi ini tidak mencakup Laut Cina Selatan. Di bagian timur, Wilayah Konvensi ini berbatasan, atau tumpang tindih overlap, dengan wilayah operasi the Inter- penangkapan ikan Tuna yang telah ditetapkan mengingat Tuna merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai tinggi, dimuat pada http:103.7.52.8index.phpkerjasamakerjasama- multilateralkerja-sama-international-lainnyarfmo, diakses pada tanggal 14 Juli 2015. American Tropical Tuna Commission. Batas selatan membentang sampai 60 derajad ke selatan dan batas utara membentang sampai Alaska dan Laut Bering. 27 Peran Indonesia dalam pengelolaan perikanan di wilayah WCPFC, merupakan partisipasi Indonesia dalam hal memperjuangkan kepentingan perikanan nasional. Sementara itu, dalam diplomasi di WCPFC, Indonesia harus memerhatikan kewajiban-kewajiban yang melekat sebagaimana diatur dalam Konvensi Pembentukan WCPFC, Conservation and Management Measures CMM serta resolusi yang berkembang. Hal ini dikarenakan, sebagai subjek hukum internasional, WCPFC memiliki kemampuan untuk mengeluarkan hukum yang akan dijadikan sumber hukum.

1.2 Perumusan Masalah