KESIMPULAN KESIMPULAN DAN SARAN

Iskandar Muda Harahap : Tinjauan Yuridis Mengenai Kejahatan Kemanusiaan Crime Against Humanity Dalam KUHP Dan Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 Walaupun demikian, Mahkamah ini paling tidak memberikan harapan untuk memutus rantai impunity bagi tindak kekejaman terhadap hak asasi manusia dan meningkatkan daya cegah terhadap kejahatan yang menakutkan itu. Menjelang akhir abad yang menjadi saksi terjadinya holocaust, ditambah dengan bayangan pembersihan etnis di Bosnia dan Rwanda yang masih segar dalam ingatan, arti penting harapan ini bagi nilai-nilai kemanusiaan sangatlah besar.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam skripsi ini, adalah : 1. Penegakan Hukum Kejahatan Kemanusiaan Crimes Againts Humanity menurut KUHP, adalah adanya beberapa tindak pidana yang tergolong dalam kejahatan berat menurut Konvensi Jenewa yang bisa dianalogikan diatur oleh KUHP, yaitu : a. Willful killing, merupakan tindakan pembunuhan dengan sengaja yang ekuivalen dengan pasal 340 dan 338 KUHP. g. Torture or in human treatment, including biological experiment; Iskandar Muda Harahap : Tinjauan Yuridis Mengenai Kejahatan Kemanusiaan Crime Against Humanity Dalam KUHP Dan Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 Penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi memang tidak dijumpai secara eksplisit dalam KUHP, akan tetapi menurut Konvesi Menentang Penyiksaan yang telah diratifikasi RI tindakan ini mencakup perilaku yang cukup luas, tidak hanya berkenaan dengan penderitaan jasmani belaka, yakni: … Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada sese-orang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada bentuk dikriminasi apapun, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbul-kan oleh, atas hasutan, dengan persetuju-an, atau sepengetahuan pejabat publik… c. Willfully causing suffering or serious injury to body are health; Dengan sengaja mengakibatkan penderitaan atau luka yang serius pada kesehatan atau tubuh seseorang.Ketentuan ini dapat memakai pasal 351 dst dari KUHP yang berkenaan dengan penganiayaan. d. Extensive destruction or appropriation of property Perusakan atau penghancuran atau perampasan harta benda seseorang. Pasal 406 KUHP merupakan salah satu contoh ketentuan domestik yang dapat digunakan sehubungan dengan perilaku ini. e. Compelling a prisoner of war or protected person to serve in the armed force of hostile power, yaitu Memaksa seorang tawanan perang atau orang yang melindungi oleh hukum untuk bekerja bagi angkatan bersenjata pihak musuh Iskandar Muda Harahap : Tinjauan Yuridis Mengenai Kejahatan Kemanusiaan Crime Against Humanity Dalam KUHP Dan Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 6. Willfully depriving a prisoner of war of protected person of the right to a fair and regular trial, yaitu Dengan sengaja menghalang-halangi tawanan perang untuk mempergunakan haknya untuk memperoleh peradilan yang bebas dan tidak memihak. Pertanggungjawaban pidana atas kejahatan berat yang diurai di sini ini dapat diletakkan pada orang-orang yang : 1. memenuhi semua unsur tindak pidana, 2. memerintahkan dilakukannya tindakan tersebut, termasuk dalam bentuk percobaan, 3. gagal mencegah atau menindak perilaku kejahatan yang dilakukan oleh bawahannya, sedangkan si atasan mengetahui bahwa bawahannya tengah atau akan melakukan kejahatan tersebut, 4. dengan sengaja membantu dilakukannya kejahatan tersebut, baik secara langsung maupun secara substansial, termasuk menyediakan sarana untuk penyelesaian kejahatan tersebut, 5. langsung berpartisipasi dalam merencanakan atau menye-pakati keja-hatan tersebut, dan kejahatan itu dilakukan, 6. secara langsung dan umum menghasut seseorang untuk melakukan kejahatan tersebut, dan kejahatan itu dilakukan, 7. mencoba melakukan keja-hatan itu dengan memulai perbuatan, namun tidak selesai karena hal-hal yang ada di luar dirinya. Berdasarkan uraian di atas, untuk Indonesia pasal 55 tentang penyertaan tindak pidana, pasal 56 tentang pembantuan tindak pidana, dan Pasal 53 tentang Iskandar Muda Harahap : Tinjauan Yuridis Mengenai Kejahatan Kemanusiaan Crime Against Humanity Dalam KUHP Dan Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 percobaan tindak pidana, sudah jelas akan menjadi acuan apabila kasus-kasus semacam ini diproses dalam peradilan di Indonesia. 2. Penegakan Hukum Kejahatan Kemanusiaan Crimes Againts Humanity menurut RUU KUHP, adalah : RUU KUHP telah memasukkan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai bagian yang akan diatur dalam KUHP. Dimasukkannya jenis kejahatan ini merupakan hasrat besar dari penyusun RUU KUHP untuk memasukkan semua jenis tindakan yang masuk dalam kategorisasi pidana dan maksud atas upaya kodifikasi hukum pidana. Namun muncul kekhawatiran dimasukkannya kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam RUU KUHP akan melemahkan bobot kejahatan gravity of the crimes dikarenakan jenis-jenis kejahatan tersebut telah dikenal sebagai kejahatan luar biasa extra-ordinary crimes dan merupakan kejahatan internasional. Kejahatan-kejahatan ini merupakan kejahatan yang mengejutkan hati nurani umat manusia shocking conciousness of human kind. Sebagai konsekuensinya, terhadap kejahatan-kejahatan yang tergolong serius ini, asas dan doktrin hukum menunjukkan adanya pemberlakukan asas-asas umum yang berbeda untuk menjamin adanya penghukuman yang efektif. Dengan demikian, memasukkan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Rancangan KUHP dikhawatirkan akan menjadi penghalang untuk adanya penuntutan yang efektif karena adanya ketentuan dan asas-asas umum dalam hukum pidana yang justru tidak sejalan dengan karakteristik kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Iskandar Muda Harahap : Tinjauan Yuridis Mengenai Kejahatan Kemanusiaan Crime Against Humanity Dalam KUHP Dan Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 3. Penegakan Hukum Kejahatan Kemanusiaan Crimes Againts Humanity menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM, adalah : Selain berisi daftar tentang hak-hak asasi manusia dan mengatur mengenai Komnas HAM, UU No.39 Tahun 1999 juga memandatkan pembentukan sebuah pengadilan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama empat tahun sejak disahkannya undang- undang tersebut untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran berat hak asasi manusia Pasal 104. Yang dimaksud dengan “pelanggaran berat hak asasi manusia oleh undang-undang ini meliputi pembunuhan masal genocide, pembunuhan yang sewenang-wenang dan eksekusi di luar pengadilan arbitrary or extra-judicial killing, penyiksaan, penghilangan paksa, perbudakan, dan diskriminasi yang sistematik Lihat Penjelasan UU No.39 Tahun 1999 Pasal 104. Mandat tersebut di atas direalisasikan dengan dikeluarkannya UU No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM oleh DPR pada tanggal 6 Nopember 2000, yang di dalamnya mencantumkan ketentuan untuk penerapan hukum secara retrospektif. UU Pengadilan HAM menyediakan dasar teknis dalam mendirikan pengadilan HAM, sedangkan UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM mengemukakan prinsip- prinsip dan bentuk HAM yang diakui oleh hukum Indonesia UU No.26 Tahun 2000 ini memuat ketentuan tentang pembentukan pengadilan HAM khusus ad hoc untuk mengadili pelanggaran HAM di masa lalu yang terjadi sebelum undang-undang berlaku sedangkan pengadilan HAM permanen hanya menangani kejahatan yang terjadi terjadi setelah pengesahan UU tersebut. Namun, pengadilan ad hoc seperti itu hanya didirikan untuk mengadili kasus khusus dan dibentuk melalui prosedur yang khusus pula. Presiden hanya dapat mendirikan pengadilan ad hoc seperti ini jika ada rekomendasi eksplisit dari DPR Iskandar Muda Harahap : Tinjauan Yuridis Mengenai Kejahatan Kemanusiaan Crime Against Humanity Dalam KUHP Dan Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 ayat 43. Sayangnya tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai teknis “pemberian rekomendasi” ini, yang menyebabkan proses pembentukan pengadilan menjadi sebuah proses politiuk ketimbang sebuah proses hukum. 4. Penegakan Hukum Kejahatan Kemanusiaan Crimes Againts Humanity menurut Konvensi Internasional, adalah : Penegakan Hukum Kejahatan Kemanusiaan Crimes Againts Humanity menurut Konvensi Internasional, adalah : Dalam sejarah ada dikenal 2 dua mahkamah yang mengadili Penjahat Perang Dunia II, yaitu Mahkamah Tokyo dan Mahkamah Nuremberg. Mahkamah Tokyo dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Jepang, sedangkan mahkamah Nuremberg dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Nazi, Jerman. Mahkamah Nuremberg dibentuk berdasarkan Piagam Nuremberg Nuremberg Charter atau biasa juga disebut dengan nama Piagam London London Charter. Sejak terbentuknya, mahkamah ini telah menjatuhkan hukumannya kepada dua puluh empat tersangka. Di samping memberikan penjelasan terminologi dari tiga bentuk kejahatan yang menjadi yurisdiksi dari mahkamah Nuremberg. Berdasarkan Pasal 6 Piagam Nuremberg ditegaskan bahwa tanggung jawab individual dari pelaku kejahatan- kejahatan yang dimaksud. Ini berarti pelaku kejahatan tersebut tidak dapat berdalih bahwa perbuatannya tersebut untuk kepentingan atau karena perintah negara. Dengan demikian, setiap pelaku ketiga kejahatan tersebut di atas tidak dapat kemudian dengan menggunakan dalih tanggung jawab negara. Mahkamah Penjahata Perang Tokyo dibentuk pada tanggal 19 Januari 1946. Nama resmi dari mahkamah ini adalah International Military Tribunal for the Far East. Berbeda dengan mahkamah Nuremberg yang dibentuk Treaty yang disusun oleh Iskandar Muda Harahap : Tinjauan Yuridis Mengenai Kejahatan Kemanusiaan Crime Against Humanity Dalam KUHP Dan Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 beberapa negara, Tokyo Tribunal dibentuk berdasarkan suatu pernyataan atau proklamasi Komandan Tertinggi Pasukan Sekutu di Timur Jauh, Jenderal Douglas MacArthur. Kemudian oleh Amerika Serikat disusun Piagam untuk mahkamah ini yang pada dasarnya mengacu kepada Piagam Mahkamah Nuremberg.

B. SARAN