Sarcoptes Scabiei TINJAUAN KEPUSTAKAAN

8

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Sarcoptes Scabiei

2.1.1. Klasifikasi Sarcoptes scabiei Sarcoptes scabiei termasuk Filum Arthropoda, Kelas Arachnida, Ordo Ackari, superfamili Sarcoptoidea dan Genus Sarcoptes. 2.1.2. Morfologi Sarcoptes scabiei secara morfologik adalah tungau kecil berbentuk lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau tersebut translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata. Besar tungau bervariasi, yang betina berukuran kurang lebih 339-450 x 250-350 mikron, sedangkan tungau jantan lebih kecil yaitu 200-240 x 150-200 mikron. Tubuh tungau terbagi bagian anterior yang disebut nototoraks dan bagian posterior yang disebut dengan notogaster. Nototoraks dan notogaster masing-masing mempunyai dua pasang kaki. Pada tungau betina dua pasang kaki kedua berakhir dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan ambulacra semacam alat yang melengketkan diri Harahap, 2006. 2.1.3. Kebiasaan hidup Sarcoptes scabiei Setelah tungau betina dan jantan berkopulasi, tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 1 – 5 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya dua atau empat butir sehari Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 7 9 sampai mencapai jumlah 40 hingga 50 butir. Tungau betina yang telah dibuahi dapat hidup sebulan lamanya setelah telur menetes. Telur ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga diluar terowongan Djuanda, 2006. Tungau skabies lebih suka hidup didaerah yang berkulit tipis seperti sela jari, penggelangan tangan, kaki, aksila, umbilikus, penis, areola mammae dan dibawah payudara wanita. Kutu dapat hidup diluar kulit manusia hanya 2 – 3 hari dan pada suhu kamar 21 derajat celsius dengan kelembaban relatif 40 – 80. Kutu jantan membuahi kutu betina dan kemudian mati. Kutu betina kemudian menggali lobang ke dalam epidermis membentuk terowongan didalam stratum korneum. Kecepatan menggali terowongan 1 – 5 mmhari. Kemudian kutu betina mati di ujung terowongan. Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak banyak mengandung folikel pilosebasea, pada permukaan kulit dapat bergerak kurang lebih 2,5 centimeter permenit Harahap, 2000. 2.1.4. Siklus hidup skabies Setelah kopulasi perkawinan yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari didalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan dapat tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari. Tungau betina bertelur sebanyak 2 – 3 butir perhari dapat bertelur sepanjang hidupnya 4 – 5 minggu dan telurnya akan menetes setelah 3 – 5 hari menjadi larva yang mempunyai tiga pasang kaki, larva ini dapat tinggal dalam terowongan, dan dapat juga keluar setelah 2 – 3 hari larva akan menjadi nimfa Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 10 yang mempunyai dua bentuk jantan dan betina. Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa adalah 10 – 14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek daripada tungau betina, dan mempunyai peran yang lebih kecil pada patogenesis penyakit biasanya hanya hidup di permukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina. Tungau ini merupakan parasit obligat pada manusia dan hanya dapat hidup diluar tubuh manusia selama kurang lebih 2 – 3 hari Ginanjar, 2006. 2.1.5. Skabies 1. Pengertian skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut juga dengan the itch, pamaan itch, seven year itch diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh tahunan. Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampera dan gatal agogo Djuanda, 2006. 2. Sejarah skabies Pakar yang pertama mengungkapkan penyakit skabies adalah dokter Aboumezzan Abdel Malek Ben Zohar yang lahir di Spanyol pada tahun 1070 dan wafat di Maroko pada tahun 1162. Dokter tersebut menulis sesuatu yang disebut ”soab” yang hidup pada kulit dan menimbulkan rasa gatal. Bila kulit digaruk muncul binatang kecil yang sulit dilihat dengan mata telanjang. Pada tahun 1687 Giovan Bonomo menyatakan bahwa seorang perempuan miskin dapat mengeluarkan ”little bladder of water” dari lesi skabies anaknya. Pada tahun Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 11 1812 Bonomo telah menemukan sercoptes skabiei yang dijelaskan oleh Meunir. Penemuan tersebut yang dibuktikan oleh temuan orang lain. Pada tahun 1820 Raspail menyatakan bahwa tungau yang ditemukan Gales identik dengan tungau keju sehingga Gales dinyatakan sebagai penipu penemuan. Gales baru diakui pada tahun 1839 dengan berhasil mendemontrasikan cara mendaptkan tungau dari penderita skabies dengan sebuah jarum Kandun, 2000. 2.1.6. Epidemiologi skabies Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 - 27 populasi umum, dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa di sepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl pada tahun 1985 menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di desa-desa Indian adalah 100. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10 - 19 tahun 45 sedangkan di Sao Paulo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak di bawah 9 tahun. Di India, Gulati dikutip dari 4 melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5 - 14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivastava yang menyatakan prevalensi tertinggi terdapat pada anak di bawah 5 tahun. Di negara maju, prevalensi skabies sama pada semua golongan umur Maibach, 1997. Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 12 lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28 pada suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42. Dua tahun kemudian dilakukan survei pada pulau Van , lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang. Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90 penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986 survei di desa Indian lainnya yang berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61 dan pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun adalah 84 Orkin, 1997. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10 – 15 tahun Harahap, 2000. Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4.6-12,9, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUIRSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77 dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6 dan 3,9. P revalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 13 tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai Depkes. RI, 2000. Dariansyah, 2006 dalam penelitiannya yang dilakukan juga di pesantren Oemar Diyan dari 61 santri yang diambil 37 orang menderita skabies dan 24 orang tidak menderita skabies. Hasil penelitian ini didapatkan OR 2,2. Di pesantren yang padat penghuninya prevalensi skabies mencapai 78,7, tingginya prevalensi pada kelompok tersebut yang kebersihan dirinya kurang baik 72,7 dan pada kelompok yang kebersihan dirinya baik hanya 2,2 - 3,8 Sungkar, 2001. 2.1.7. Patogenesis skabies Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau sarcoptes scabiei, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sesitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Akibat garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. 2.1.8. Gambaran klinis skabies Gatal merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul, rasa gatal biasanya hanya pada lesi tetapi pada skabies kronis gatal dapat dirasakan pada seluruh tubuh. Gejala yang timbul antara lain ada rasa gatal yang hebat pada malam hari, ruam kulit yang terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan, di Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 14 bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, aerola mammale area sekeliling puting susu, dan permukaan depan pergelangan Sungkar, 2001. Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik- bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi Djuanda, 2006. Ginanjar, 2006 menyatakan ada empat tanda kardinal yaitu : a. Pruritus nokturna yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktifitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama, barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular melalui pemakaian handuk, baju maupun seprai secara bersama-sama. Skabies mudah menyerang daerah yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya rendah. c. Adanya torowongan kunikulus dibawah kulit yang berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri maka akan timbul gambaran pustula bisul kecil, lokalisasi kulit ini berada pada daerah lipatan kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar kemaluan, siku bagian luar, kulit sekitar payudara bokong dan perut bagian bawah. d. Menemukan tungau pada pemeriksaan kerokan kulit, merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan satu atau lebih stadium tungau ini. Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 15 2.1.9. Bentuk-bentuk skabies Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga disebut sebagai the great imitator. Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Handoko dalam buku Djuanda, 2006 menyatakan selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang khusus antara lain : a. Skabies pada orang bersih Scabies of cultivated Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan torowongan yang sedikit jumlahnya hingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang penderita skabies menemukan hanya 7 terowongan. b. Skabies in cognito Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit gatal lainnya. c. Skabies nodular Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat daerah yang tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 16 jarang ditemukan. Nodus dapat bertahan selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberikan pengobatan anti skabies dan kortikosteroid. d. Skabies yang ditularkan melalui hewan Sumber utama skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat torowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara 4 - 8 minggu dan dapat sembuh sendiri karena skabies varietas binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia. e. Skabies Norwegia Skabies norwegia atau skabies krustosa pertama kali dilaporkan oleh Danielsen, seorang warga Norwegia yang menderita kusta. Skabies ini juga tidak hanya terjadi pada penderita kusta namun juga dapat terjadi pada redardasi mental, dementia senilis, penderita keganasan, penderita dengan defisiensi imunologik. f. Skabies terbaring di tempat tidur Bed-ridden Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 17 g. Skabies pada bayi dan anak-anak muda Dalam kelompok usia ini, wajah, kulit kepala, telapak tangan dan telapak kaki dapat terserang, yang paling umum menimbulkan lesi adalah papule, vesicopustules dan nodules, akan tetapi distribusi dapat bersifat atipikal. Eksemastisasi dan impetigenisasi sekunder umum terjadi dan burrow sulit ditemukan. Prevalensi skabies adalah paling tinggi pada bayi yang berusia dibawah dua tahun Stone, dikutip Orkin, 1997. 2.1.10. Penularan skabies Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun cara penularanya adalah : a. Kontak langsung kulit dengan kulit Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya. b. Kontak tak langsung melalui benda Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam dan penderita perempuan. Skabies Norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 18 skabies pada rumah sakit, panti jompo, pemondokanasrama dan rumah sakit jiwa karena banyak mengandung tungau Djuanda, 2006. 2.1.11. Pencegahan skabies Siregar 1996 yang dikutip Ruteng, 2007, penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara : a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali. d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain. e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies. f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari Prabu, 1996. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang. Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat Azwar, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut : Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 19 1 Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan antiseptik. 2 Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering dry-cleaned. 3 Keringkan topi yang bersih, kerudung dan jaket. 4 Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab. Departemen Kesehatan RI, 2002, memberikan beberapa cara pencegahan yang dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang- orang yang kontak meliputi : 1 Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 2 Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan. 3 Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat. Mencuci sprei, sarung bantal dan pakaian pada penderita Ruteng, 2007. Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 20 Penanggulangan wabah yang terjadi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : 1 Berikan pengobatan dan penyuluhan kepada penderita dan orang yang berisiko. 2 Pengobatan dilakukan secara massal. 3 Penemuan kasus dilakukan secara serentak baik didalam keluarga, didalam unit atau institusi militer, jika memungkinkan penderita dipindahkan. 4 Sediakan sabun, sarana pemandian, dan pencucian umum, jika ada sangat membantu dalam pencegahan infeksi. 2.1.12. Diagnosis skabies Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel dan pustula di tempat predileksi. Selain itu, didapat keterangan bahwa gejala penyakit ini terdapat pada sekelompok orang. Diagnosis pasti ditetapkan dengan menemukan tungau atau telurnya pada pemeriksaan laboratorium. Namun dengan cara permeriksaan tersebut tungau sulit ditemukan karena tungau yang menginfestasikan penderita hanya sedikit Medicastore, 2007. Beberapa cara yang dapat dipakai untuk menemukan tungau, telur atau terowongan adalah : a. Kerokan kulit Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral, kemudian dikerok dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 21 terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan kaca tutup lalu diperiksa dibawah miskroskop. b. Mengambil tungau dengan jarum Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat ke luar. c. Kuretasi terowongan kuret dermal Kuretasi dilakukan secara superfisial mengikuti sumbu panjang, terowongan atau puncak papul. Hasil kuret diletakkan pada gelas obyek dan ditetesi minyak mineral lalu diperiksa dengan mikroskop. d. Sweb kulit Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat. Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop. e. Burow ink test Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama 20 - 30 menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig zag. f. Uji tetrasiklin Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 22 akan menunjukkan fluoresensi. g. Epidermal shave biopsy Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan skalpel. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas obyek, ditetesi dengan minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop. h. Pemeriksaan histopatologik Gambaran histopatologik menunjukkan bahwa terowongan terletak pada stratum korneum, dan hanya ujung terowongan tempat tungau betina berada terletak di irisan dermis. Pemeriksaan histopatologik tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali bila pada pemeriksaan tersebut ditemukan tungau atau telurnya. Daerah yang berisi tungau menunjukkan sejumlah eosinofil dan sulit dibedakan dengan reaksi gigitan artropoda lainnya misalnya gigitan nyamuk atau katu busuk. Berbagai cara pemeriksaan di atas, kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan. Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena dari 1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan pemeriksaan dilakukan pada hampir seluruh lesi. Burrow ink test, dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 23 positif karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta atau salep Ginanjar, 2006. Agar pemeriksaan berhasil baik terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu : 1 Kerokan kulit jangan dilakukan pada lesi ekskoriasi dan lesi dengan infeksi sekunder. Pada lesi ekskoriasi tungau mungkin sudah terangkat oleh garutan dan pada lesi dengan infeksi sekunder terdapat pus yang bersifat akarisida sehingga tungau tidak ditemukan pada lesi tersebut, selain itu kerok kulit didaerah infeksi sekunder dapat memperberat infeksi. 2 Kerokan harus superfisial karena tungau berada dalam stratum korneum, jadi kerokan tidak boleh berdarah. 3 Papel yang baik untuk dikerok adalah papul yang baru dibentuk yaitu berbentuk lonjong dan tidak berkrusta karena biasanya tungau ditemukan pada papul atau terowongan yang baru dibentuk. 4 Jangan mengerok dari satu lesi tetapi keroklah dari beberapa lesi tungau belum tentu berada dalam lesi tersebut. 5 Lokasi yang paling sering terinfeksi adalah sela jari tangan, karena itu perhatian utama ditujukan pada daerah tersebut. 6 Sebelum mengerok, tetes minyak mineral pada scalpel dan pada lesi yang akan dikerok. Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008 USU e-Repository © 2008 24

2.2. Faktor yang Berkaitan dengan Kejadian Penyakit Skabies

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe

2 56 71

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 2 17

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 3 16

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 1 18

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 0 14

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MAKMUR TUNGKAR KABUPATEN 50 KOTA TAHUN 2011.

0 0 12

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas Mojosongo Kabupaten Boyolali.

0 1 1

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN VITAL EXHAUSTION PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER | Karya Tulis Ilmiah

0 0 3

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2015

0 1 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar Skabies - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe

0 0 17