digunakan karena adakalanya terdapat hasil yang berbeda jika kita menggunakan model yang berbeda. Meski demikian kita dapat tetap
menggunakannya untuk memberikan peringatan yang berharga sehingga kesulitan dapat diatasi segera.
B. Penelitian Sebelumnya
Edwar I Altman dalam Ryan Ariafinanda 2006:29, menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Penelitiannya
menggunakan sample sebanyak 66 perusahaan yang terdiri dari 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut. Altman juga menggunakan
multivariate discriminant analiysis dalam menguji manfaat lima rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Hasil analisa menunjukkan
bahwa rasio keuangan profitability, liquidity dan solvency bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 95 setahun sebelum
perusahaan bangkrut. Tingkat keakuratan tersebut turun menjadi 72 untuk periode dua tahun sebelum bangkrut, 48 untuk periode tiga tahun sebelum
bangkrut, 29 untuk periode empat tahun sebelum bangkrut dan 36 untuk periode lima tahun sebelum bangkrut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dana Siswar Neldy Soejara 2003:234. Mengenai “Pengaruh perubahan kondisi ekonomi
terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model altman. Suatu Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Bursa
Efek Jakarta. Mereka melakukan penelitian terhadap123 perusahaan yang dijadikan populasi sasaran dan dirinci menurut strata sebanyak 19 bidang
54
usaha, tetapi sebanyak 23 perusahaan lagi dikeluarkan dari populasi sasaran dengan alasan perusahaan tersebut baru terdaftar di BEJ setelah tahun 1997
dan tahun 1997 belum mempublikasikan laporan keuangannya. Penelitian ini dilakukan terhadap laporan keuangan sejak tahun 1997 dapat disimpulkan
bahwa secara keseluruhan kinerja keuangan rata-rata periode 1997-2000 selama krisis ekonomi pada perusahaan manufaktur menurun sebesar
34,10 dibanding pada periode 1993-1996 sebelum krisis ekonomi. Penurunan ini disebabkan karena terjadi perubahan kondisi ekonomi yang
tidak stabil yaitu terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak bulan Agustus 1997.
Menurut Siti Rodliyah 2003:7 mengenai “Analisis Diskriminan Altman sebagai Alat untuk Memprediksi Awal Kebangkrutan pada
Perusahaan tekstil dan produk tekstil yang tercatat di BEJ tahun 2000 – 2002. Hasil Analisis Diskriminan menunjukkan adanya empat rasio keuangan yang
merupakan indikator dominan dalam penentuan kinerja perusahaan. Keempat rasio beserta koefisiennya yang menunjukkan pengaruh terhadap kinerja
perusahaan adalah: 1. Rasio Modal Kerja Aktiva lancar-Hutang Lancar Total Aktiva 2. Rasio Laba Ditahan Total Aktiva 3. Rasio Laba Sebelum
Pajak dan Bunga Total Aktiva 4. Rasio Penjualan Total Aktiva. Sehingga diperoleh persamaan Diskriminan sebagai berikut:
Z = 1.2X
1
+1.4 X
2
+3.3 X
3
+0.6X
4
+1X
5
55
Kombinasi keempat rasio tersebut, dalam fungsi Dskriminan mampu mengelompokkan perusahaan – perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil
kedalam satu kelompok, yaitu kelompok yang rendah bangkrut dan kelompok yang tinggi tidak bangkrut. Berdasarkan fungsi Diskriminan.
Diperoleh nilai batas Z sebesar 2,092x10
-20
sebagai pedoman untuk mengklasifikasikan kedalam satu kelompok. Apabila perusahaan nilai Znya
lebih besar dari nilai batas, dikelompokkan sebagai perusahaan yang tidak bangkrut. Dan apabila perusahaan nilai Znya lebih kecil dari nilai batas,
dikelompokkan sebagai perusahaan bangkrut. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menurut Analisis Diskriminan terhadap perusahaan
Tekstil dan Produk Tekstil yang tercatat di BEJ secara umum tidak mengalami bangkrut. Terdapat 14 perusahaan yang tergolong dalam kategori tidak
bangkrut, yaitu: Century Textile, Eratex Djaja, Panasia Filament, Panasia Indosynthect, Roda Vivatex, Sunson Textile, Tifico, Ever Shine, Fortune
Mate, Indorama Synthetics, Pan Brother Tex, Ryane Textile, Sepatu Bata, Surya Intrindo. Lima perusahaan yang tergolong dalam kategori bangkrut
antara lain: Argo Pantes, Texmaco, Apac Inti, Hanson Industri, Kasogi Int. Sedangkan 4 perusahaan yang masuk dalam kategori bangkrut dan tidak
bangkrut, yaitu: Great River, Karwell Int, Ricky Putra, dan Sarasa Nugraha. Rata-rata perusahaan yang bangkrut tersebut disebabkan karena kecilnya rasio
likuiditasx
1
dari masing-masing perusahaan yaitu Texmaco, Apac Inti, Hanson Industri, dan Kasogi Int. Sedang rata-rata perusahaan yang tidak
bangkrut disebabkan karena tingginya rasio perputaran modalx
5
.
56
Menurut Ryan Ariafinanda 2006 melakukan penelitian terhadap sektor perbankan yang mendapat kategori A pada tahun 1998 dan terdaftar di
Bursa Efek Jakarta, data yang dikumpulkan berada dalam kurun waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Pengambilan data tiga tahun ini sudah cukup
menggambarakan kondisi saat perusahaan perbankan di Indonesia berada dalam masa puncak krisis, masa transisi, meskipun belum bisa dikatakan telah
melewati krisis, karena sampai saat ini masih saja ada bank yang terlikuidasi, bank yang dilteliti adalah bank BII, Danamon. Niaga, BNI, BCA dan LIPPO.
Secara keseluruhan bank tersebut terbagi ke dalam tiga kategori yaitu bank yang mengalami kebangkrutan antara lain : Bank BII, dan LIPPO, sedangkan
yang tidak mengalami kebangkrutan yaitu bank Danamon dan BCA sedangkan bank yang berada dalam posisi grey area adalah bank Niaga dan
BNI. C.
Kerangka pemikiran
Penelitian ini menganalisis tentang Pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan
model Altman dengan menggunakan analisis diskriminan untuk memprediksi kebangkrutan suatu studi pada perusahaan perbankan yang go public di Bursa
Efek Indonesia periode 2004-2007. Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian yaitu sektor
perbankan konvensional dan periode penelitian dilakukan pada tahun 2004- 2007.
57
Sedang persamaan antara penelitian terdahulu dan sekarang adalah pada alat analisis datanya yaitu sama-sama menggunakan alat analisis
diskriminan Altman. Dimana rumus Z = 1.2X
1
+1.4 X
2
+3.3 X
3
+0.6X
4
+1X
5
. Yang digunakan adalah nilai yang dicari dari hasil laporan keuangan yaitu neraca dan Laporan laba dan rugi.
Alasan ketertarikan mengambil perusahaan perbankan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono adalah karena menurut mantan
Menko Perekonomian Rizal Ramli, sejak tahun 2007 terbentuk financial bubble balon finansial di Indonesia. Dana jangka pendek mengalir deras ke
Indonesia, menyerbu aset finansial, seperti saham, obligasi, reksadana, dan Sertifikat Bank Indonesia. Trend ini membuat rupiah menguat dan kinerja
perbankan juga membaik Antara News, Desember 2007. Adapun alasan pengambilan model Altman sebagi prediksi kebangkrutan Sarwanih,2007:59
karena model ini memiliki tingkat ketepatan yang relatif tinggi yaitu sebesar 82,7 dibandingkan dengan model Shumway yang tidak mempunyai
kemampuan prediksi yang baik bahkan sangat buruk 0. Atau dari hasil yang didapat model tersebut memiliki kesalahan prediksi yang lebih besar
dibandingkan dengan model Altman yaitu sebesar 100, sedangkan pada model Altman kesalahan dalam memprediksi sebagai perusahaan tidak default
hanya sebesar 26,7. Disamping itu, Bank Indonesia BI menyatakan kondisi
perekonomian saat ini jauh lebih baik dari kondisi pada 1997 saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Hal ini tercermin dari beberapa indikator
58
ekonomi seperti stabilitas makro ekonomi yang terjaga, surplus transaksi berjalan, cadangan devisa yang tinggi, sistem nilai tukar yang mengambang,
kondisi fiskal yang sehat dan kondisi perbankan yang relatif lebih baik Sindo,Desember 2007.
Ukuran kebangkrutan ini oleh Altman 1984 diprediksi dengan tolak ukur Z-score yaitu skor yang dihitung dengan standar dari rasio-rasio
keuangan terpilih. Z-score ini dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan atau potensi kebangkrutan perusahaan. Rasio keuangan yang
dipergunakan dalam perhitungan Z-score menurut Ryan Ariafinanda 2006:37-38 terdiri dari :
1. Rasio likuiditas a Working Capital Total Asset WCTA
Rasio ini merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja neto. Dimana modal kerja
diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Aktiva lancar perusahaan perbankan terdiri dari Cash on Hand and
in Banks, Placemenent in other Banks, Notes and securities dan Loands. Sedangkan kewajiban lancar perusahaan perbankan terdiri
dari Demand deposit, Time deposit dan Saving deposit. 2. Rasio Profitabilitas
a Retained Earning Total Asset RETA Rasio ini mengukur kemampuan laba kumulatif dari
perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan
59
umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif.
Bias yang menguntungkan perusahaan-perusahaan yang lebih berumur ini tidak mengherankan, karena pemberian tingkat
kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yang lebih muda merupakan hal yang wajar. Bila perusahaan mulai merugi, tentu
saja nilai dari total laba ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio X
2
akan menjadi negatif. b Earning Before Interest and Taxes Total Asset EBITTA
Rasio ini mengukur kemampuan laba, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba
sebelum bunga dan pajak EBIT tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan
sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga
yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman.
3. Rasio Aktivitas a Market Value of EquityBook Value of Total Liabilities MVETL
Rasio ini sering juga digunakan dalam bentuk persamaan net worthtotal debt untuk perusahaan yang tidak terdaftar di
Burasa Efek Indonesia. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya
60
melalui modalnya sendiri. Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio utang permodal sendiri DER. Nilai pasar ekuitas yang
dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga perlembar sahamnya.
Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri.
b SalesTotal Asset STA Rasio ini disebut juga rasio perputaran total aktiva. Rasio ini
menunjukan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan atau menggambarkan berapa rupiah
penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Kalau
perputarannya lambat, ini menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan perusahaan
untuk menjual. Penentuan sampel penulis mengambil perusahaan perbankan
konvensional yang berkategori A B, dikarenakan perbankan tersebut merupakan perusahaan yang memiliki asset diatas Rp. 5 Triliyun maupun
dibawah Rp.5 Triliyun sesuai dengan ukuran dari Bank Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan cara: Analisis Diskriminan
dengan menggunakan SPSS 12.
61
Tabel: 2.4 Kerangka Pemikiran
Model Altman yang dipakai ada lima yaitu sebagai berikut: WCTA
RETA EBITTA
MVETL STA
Menentukan signifikasi fungsi diskriminan dilihat dari Wilks’lambda atau chi square
Menginterpretasikan hasil dilihat dari hasil output diskriminan yang terstandarisasi dan tidak terstandarisai
Mengukur Validitas Analisis Diskriminan
Kesimpulan Merumumuskan masalah
Mengestimasi keofisien
Implikasi Perubahan Kondisi Ekonomi dalam hal ini 0 untuk Asset
yang kurang dari 5 Trilyun tahun 2004-2007 dan 1 tahun 20042 tahun 2005-2007 untuk Asset yang ada diatas 5
Trilyun
62
D. Hipotesis Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model Altman.
H
o :bi =0
Tidak terdapat Pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap model Altman untuk memperdiksi kebangkrutan.
H
1 :bi 0
Terdapat Pengaruh perubahan kondisis ekonomi terhadap model Altman untuk memperdiksi kebangkrutan.
2. Apakah rasio yang terdapat dalam model Altman dalam hal ini WCTA, RETA dan STA dapat memprediksi kebangkrutan suatu bank.
H
0 :bi =0
Diduga model Altman seperti WCTA, RETA, dan STA tidak merupakan atribut untuk menentukan kondisi bangkrut dan tidak
bangkrutnya suatu bank. H
1 :bi 0
Diduga model Altman seperti WCTA, RETA, dan STA merupakan atribut untuk menentukan kondisi bangkrut dan tidak
bangkrutnya suatu bank. 3. Berapa banyak bank yang mengalami kebangkrutan dari perubahan
kondisi perekonomian tersebut. H
0 :bi =0
Tidak banyak sedikit bank yang mengalami kebangkrutan . H
1 :bi 0
Banyak bank yang mengalami kebangkrutan.
63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN