Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laporan keuangan ditujukan untuk pihak eksternal perusahaan dalam mengambil keputusan bisnis, terutama bagi investor dan kreditor menurut Andriani Kusumaningrum 2003:68. Bagi pihak eksternal, informasi yang terkandung dalam laporan keuangan digunakan untuk memenuhi berbagai macam tujuan yang dapat diperoleh secara terbatas. Dikatakan terbatas karena laporan keuangan ini tidak dapat mengungkap seluruh informasi yang diinginkan pemakai sebab informasi keuangan merupakan barang ekonomis. Semakin banyak jenis informasi yang dipandang bermanfaat, akan semakin besar pula biaya untuk menyediakan informasi tersebut. Menurut Mamduh dan Halim 2007:69 agar dapat dijadikan sebagai salah satu alat pengambil keputusan yang andal dan bermanfaat, sebuah laporan keuangan harus memiliki kandungan informasi yang bernilai bagi investor. Informasi tersebut setidaknya memungkinkan mereka untuk melakukan penilaian valuation saham yang mencerminkan hubungan antara resiko dan hasil pengembalian yang sesuai dengan preferensi masing-masing investor. Suatu laporan keuangan dikatakan memiliki kandungan informasi apabila publikasi laporan keuangan tersebut menyebabkan reaksi pasar. Reaksi pasar ini direfleksikan dengan adanya transaksi jual beli saham, yang berarti juga akan mempengaruhi volume perdagangan saham dan harga saham 1 perusahaan. Disamping itu, informasi yang terkandung dalam laporan keuangan banyak memberikan manfaat bagi pengguna apabila laporan tersebut dianalisis lebih lanjut sebelum dimanfaatkan sebagai alat bantu pembuatan keputusan. Dari laporan keuangan perusahaan dapat diperoleh informasi tentang kinerja performance, aliran kas perusahaan, dan informasi lain yang berkaitan dengan laporan keuangan. Satu hal yang sangat penting untuk digarisbawahi adalah bahwa informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan dapat menunjukkan seberapa besar nilai perusahaan firm value. Dalam penelitian ini nilai perusahaan direfleksikan dengan harga saham dikalikan dengan jumlah saham yang beredar atau disebut nilai pasar saham. Perekonomian Indonesia saat ini mengalami perubahan yang sangat signifikan, terutama pada saat munculnya krisis ekonomi. Seiring dengan pergantian kekuasaan pemerintah, maka kebijakan-kebijakan barupun dihasilkan, khususnya kebijakan dibidang ekonomi yang memberikan pengaruh penting bagi perekonomian Indonesia. Salah satu contoh kelebihan tersebut adalah kebijakan melikuidasi sejumlah bank yang kinerja keuangannya dianggap kurang baik. Sedangkan menurut Ryan Ariafinanda 2006:1 salah satu dampak dari krisis moneter adalah kolepsnya sejumlah bank karena tidak mampu mempertahankan going concernya. Bank-bank tersebut kemudian dilikuidasi oleh pemerintah. Ketidakmampuan atau kegagalan bank-bank tersebut dapat disebabkan oleh dua hal, pertama kegagalan ekonomi. Kedua kegagalan keuangan. Kegagalan ekonomi berkaitan dengan ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. 2 Selain itu, kegagalan ekonomin juga bisa disebabkan oleh biaya modal perusahaan yang lebih besar dari tingkat laba atas biaya historis investasi. Permasalahan bank di Indonesia menurut Ryan Ariafinanda 2006:2 sangat komplek antara lain disebabkan oleh depresiasi rupiah yang sangat tajam, peningkatan suku bunga SBI sehingga menyebabkan suku bunga perbankan tinggi yang pada akhirnya meningkatkan jumlah kredit yang bermasalah. Lemahnya kondisi internal bank antara lain kualitas manajemen yang tidak memadai, pemberian kredit pada group atau kelompok usaha sendiri, dan rendahnya modal untuk menyerap berbagai resiko kerugian merupakan masalah-masalah mendasar yang sering dihadapi oleh dunia perbankan yang sangat komplek tersebut, beberapa bank dapat bertahan hidup tidak terlikuidasi namun sebagian lagi tidak dapat menghindari dari kebijakan likuidasi yang merupakan keputusan akhir dari pemerintah. Perusahaan dikategorikan gagal keuangannya menurut Ryan Ariafinanda 2006:2 jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo meskipun total aktiva melebihi total kewajibanya. Jatuh bangunnya perusahaan merupakan hal yang biasa. Pertanyaannya apakah kebangkrutan itu tidak bisa diramalkan sebelumnya? Apakah kita tidak bisa memanfaatkan informasi laporan keuangan dalam menguji sehat atau tidaknya usaha bisnis. Kondisi yang membuat para investor dan kreditor merasa hawatir jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan financial distress yang bisa mengarah kebangkrutan. 3 Menurut Antara News 4 Desember 2007 Bank Indonesia menyatakan kondisi perekonomian saat ini jauh lebih baik dari kondisi tahun 1997 saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Hal ini tercermin dari beberapa indikator ekonomi seperti stabilitas makroekonomi yang terjaga, surplus transaksi berjalan, cadangan devisa yang tinggi, sistem nilai tukar yang mengambang, kondisi fiskal yang sehat dan kondisi perbankan yang relatif lebih baik. Dijelaskannya, berbagai indikator makro ekonomi saat ini lebih baik dibanding masa krisis dahulu, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi yang semakin rendah, transaksi berjalan yang surplus dan cadangan devisa yang bertambah signifikan dari 20 Miliar dolar AS pada tahun 1997 menjadi 54 Miliar dolar AS pada Oktober 2007. Berbagai indikator perbankan juga menunjukkan banyak kemajuan, seperti permodalan yang semakin mantap dengan CAR yang mencapai 20,29 persen dibanding hanya 9 persen pada tahun 1997. Kualitas kredit juga jauh lebih baik dengan rasio kredit bermasalah yang lebih rendah. Selain itu pembangunan infrastruktur perbankan menunjukkan banyak kemajuan seperti adanya jaring pengaman sektor keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan LPS, sistem pembayaran RTGS, dan Good Corporate Governance GCG. Analisis laporan keuangan menurut Bernstein yang dikutip oleh Sofyan Syafari Harahap 2007:190 dalam bukunya Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan adalah: Analisis laporan keuangan mencakup penerapan metode dan teknik analitis atas laporan keuangan dan data lainnya untuk 4 melihat dari laporan itu ukuran–ukuran dan hubungan tertentu yang sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan. Krisis moneter berkepanjangan yang melanda Indonesia menurut Siti Rodliyah 2003:2 sangat berpengaruh pada semua aspek kehidupan terutama di bidang ekonomi. Keadaan ekonomi yang berfluktuasi tersebut membuat keadaan perekonomian negara menjadi sangat memperihatinkan. Dari mulainya krisis yaitu pertengahan bulan Juli 1997 sampai sekarang banyak perusahaan yang mengalami kondisi ekonomi keuangan yang tidak stabil. Melemahnya kinerja perusahaan pada saat ini disebabkan oleh banyaknya faktor diantaranya produk-produk yang dihasilkan banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor tinggi sehingga produk yang dihasilkan harus dibiayai dengan dollar yang semakin menguat. Sementara pasar, terutama pasar domestik sudah tidak mampu menyerap karena melemahnya daya beli yang ada. Akibatnya, likuiditas perusahaan menjadi terganggu. Penyebab melemahnya kinerja yang lain adalah sebagian besar perusahaan mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk valuta asing valas. Turunnya nilai mata uang rupiah yang diikuti dengan kenaikan suku bunga telah melambungkan hutang perusahaan. Akibatnya solvabilitas perusahaan terganggu karena besarnya hutang valas ketika dikurskan ke dalam rupiah. Dengan keadaan seperti ini memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kondisi rawan terjadinya kebangkrutan perusahaan. Pada saat suatu perusahaan memasuki tahap-tahap akhir menjelang kegagalan atau 5 kebangkrutan ada suatu pola perubahan profil finansial, meskipun kebangkrutan tidak dapat diramalkan secara pasti. Kebangkrutan merupakan masalah yang sangat esensial menurut Siti Rodliyah 2003:2 yang harus diwaspadai oleh perusahaan. Karena jika perusahaan sudah terkena bangkrut, maka perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha. Untuk itu perusahaan harus sedini mungkin melakukan berbagai analisis terutama analisis yang menyangkut kebangkrutan perusahaan. Dengan analisis ini maka sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan. Menurut Mamduh dan Halim 2007:263 analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan tanda-tanda bangkrut. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan- perbaikan, agar kebangkrutan tersebut benar-benar tidak terjadi pada perusahaan dan perusahaan dapat mengantisipasi atau membuat strategi untuk menghadapi jika kebangkrutan benar-benar menimpa perusahaan. Analisis yang banyak digunakan untuk memprediksi awal kebangkrutan perusahaan saat ini adalah analisis diskriminan model Altman. Analisis diskriminan Altman menurut Silvia dan Sugiharto 2004:3 merupakan satu model statistik yang dikembangkan oleh Altman yang kemudian berhasil merumuskan rasio- rasio finansial terbaik dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan perusahaan. Dari rasio tersebut kemudian dirumuskan dalam Z skor kebangkrutan perusahaan, dimana perusahaan yang diteliti mendekati 6 kebangkrutan atau menjauhi kebangkrutan. Analisis diskriminan ini mengacu pada rasio-rasio keuangan perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada analisis tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio itu dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar, sedang yang digunakan dalam analisis yaitu laporan neraca dan laporan rugi laba. Adapun alasan pengambilan model Altman sebagi prediksi kebangkrutan menurut Sarwanih 2007:59 karena model ini memiliki tingkat ketepatan yang relatif tinggi yaitu sebesar 82,7 dibandingkan dengan model Shumway yang tidak mempunyai kemampuan prediksi yang baik bahkan sangat buruk 0. Atau dari hasil yang didapat model tersebut memiliki kesalahan prediksi yang lebih besar dibandingkan dengan model Altman yaitu sebesar 100, sedangkan pada model Altman kesalahan dalam memprediksi sebagai perusahaan tidak default hanya sebesar 26,7. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa laporan keuangan dari masing-masing perusahaan perbankan konvensional yang kemudian dihitung dengan menggunakan model Altman, yaitu Z-skor yang merupakan gabungan dari 5 rasio, yaitu rasio modal kerja terhadap total aktiva X 1 , rasio laba ditahan terhadap total aktiva X 2 , rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva X 3 , rasio nilai pasar modal terhadap total hutang X 4 , dan rasio penjualan terhadap total aktiva X 5 . Apabila nilai 7 Z lebih besar dari 0,031 maka perusahaan diindikasikan non financial distress, sedangkan apabila nilai Z kurang dari 0,031 maka perusahaan diindikasikan financial distress. Nilai 0,031 Data diolah dilihat dari perhitungan halaman 90 di bab 4. Penentuan pedoman kondisi ekonomi Tabel:4.3:84-86 financial distress dan non financial distress pada perusahaan perbankan konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada penelitian ini adalah untuk perusahaan yang finacial distress tidak sehat memiliki laba negatif selama 2 tahun berturut-turut diproyeksikan dengan kondisi 0 untuk LabaRugi dibawah 5 Triliyun sebelum dan sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono 2004-2007, sedangkan untuk non financial distress sehat yang memiliki laba positif selama 2 tahun berturut-turut memiliki proyeksi kondisi 1 untuk LabaRugi diatas 5 Triliyun sebelum terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono 2004 serta kondisi 2 untuk LabaRugi diatas 5 Triliyun sesudah terpilihnya Susilo Bambang Yodhoyono 2005-2007. Seiring dengan adanya perubahan situasi dan kondisi menurut Siti Rodliyah 2003:2, mulai dari deregulasi di bidang perbankan sampai dengan adanya krisis ekonomi telah membawa banyak perubahan dalam kondisi perbankan Indonesia. Melemahnya nilai tukar rupiah telah menimbulkan kesulitan yang besar pada dunia perbankan, khususnya bagi perusahaan perbankan yang memiliki pinjaman dengan standar dollar. Besarnya kesulitan likuiditas tersebut telah memicu terjadinya krisis pada perbankan nasional. Hal tersebut terlihat dengan adanya pencabutan ijin usaha dari beberapa bank dan 8 program penyehatan perbankan lainnya. Di samping itu, menurut Eddie Rinaldy 2008:1 sektor perbankan merupakan sektor yang paling banyak diatur heavy regulation, karena secara operasional menyentuh banyak aspek, moneter, mobilisasi pendanaan, sektor riil, ketenaga kerjaan, teknologi informasi, dan sejumlah aspek ekonomi lainnya. Pengaturan tersebut meliputi segi yang berkaitan dengan kelembagaan, operasional dan kinerja performance. Sehubungan dengan hal itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis skripsi dengan judul: Pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model Altman Studi kasus pada sektor perbankan 2004-2007. Penelitian ini memberikan pembatasan masalah, supaya penelitian ini mempunyai ruang lingkup dan arah penelitian yang jelas : 1. Bank yang diteliti adalah bank konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia . 2. Dalam penelitian ini penulis menetapkan periode penelitian selama empat tahun, yaitu dari tahun 2004-2007. 3. Bank yang diteliti adalah bank komersil.

B. Perumusan Masalah