Lokasi Penelitian Bahan Baku Yang Digunakan Variabel Yang Digunakan Pengomposan Anaerobik

3

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah untuk membuat pupuk cair dari limbah sayuran serta mengetahui pengaruh jumlah EM4, ukuran bahan, penambahan air, dan pengaruh waktu fermentasi terhadap kualitas pupuk cair yang dihasilkan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai : 1. Salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah sayuran. 2. Memanfaatkan gas metan yang dihasilkan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. 3. Memberikan informasi bagi masyarakat dunia pendidikanpenelitian tentang pembuatan dan pemanfaatan pupuk cair. 4. Sebagai bahan bagi mahasiswa yang akan melanjutkan penelitian ini.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioproses Fakultas, Teknik Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Bahan Baku Yang Digunakan

Limbah sayuran Sawi, Kol, Tomat, dan Daun Singkong, dan Kulit Pisang yang diambil dari pasar, Em4 Effective Microorganisme , dan molase. Universitas Sumatera Utara 4

1.5.3 Variabel Yang Digunakan

Tabel 1.2 Variabel yang digunakan Variabel Tetap Variabel Berubah 1. Sawi = 300 gr 2. Kol = 300 gr 3. Tomat = 300 gr 4. Daun Singkong = 300 gr 5. Kulit Pisang = 300 gr 1. Ukuran Bahan : - Dibelender - Dicacah ukuran 1 cm 2. EM 4 : 150 ml ; 250 ml ; 350 ml 3. Air : 350 ml ; 250 ml ; 150 ml 4. Lama Fermentasi hari 5; 10 ;15 ; 20 ; 25 5. Molase 100 ml ; 150 ml ; 200 ml

1.5.4 Parameter Pengamatan

Menguji kandungan karakteristik pupuk organik cair dengan metode 1. pH meter 2. Gravimetri 3. Titri metri 4. Spektrofotometri 5. AAS Tabel 1.3 Hasil Analisa Pupuk Organik Cair No Parameter Satuan Hasil Uji Metode 1 2 3 4 5 6 7 8 Ph Total Solid COD C-organik Nitrogen Fospor P 2 O 5 Kalium K 2 O Rasio CN - mg L - pH meter Gravimetri Gravimetri Gravimetri Titrimetri Spektrofotometri AAS - Universitas Sumatera Utara 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SAMPAH ORGANIK

Sampah organik adalah sampah yag dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah berasal dari mahluk hidup, baik manusi maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan sampah organk kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan sampah organik kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air rendah contoh kayu atau ranting dan dedaunan kering [2].

2.2 PUPUK ORGANIK CAIR

Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair limbah organik cair, dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap. Menurut [6], pupuk cair dapat diproduksi dari limbah industri peternakan limbah cair dan setengah padatslurry yaitu melalui pengomposan dan aerasi. Zat-zat uunsur hara di dalam pupuk cair tersedia bagi tanaman, sebagian langsung dapat diserap, sebagian lagi dengan cepat dapat diurai, sehingga cepat juga dapat diserap. Pemberiam pupuk cair dilakukan dengan menyirampkannya kepada tanah dan ada baiknya segera dicampurkan dengan tanah setelah disiramkan sosrowedirjo. Menurut buckman, terdapat tiga metode pokok dalam pemberian pupuk cair yaitu: 1. Pemberian langsung pada tanah 2. Pemberian air pada irigasi 3. Penyemprotan tanaman dengan pupuk larutan yang tepat Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut Universitas Sumatera Utara 6 sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik. Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang Sarjana Parman, 2007. Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya adalah [22]. 1. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leugonasae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara. 2. Dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kuat dan kokoh, meningkatkan daya tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca, dan serangan patogen penyebab penyakit. 3. Merangsang pertumbuhan cabang. 4. Meningkatkan bunga dan bakal buah. 5. Mengurangi gugurnya daun bunga dan bakal buah. Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman Oleh karena itu, pemilihan dosis yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti maupun petani dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan [2]. Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan CN dalam bahan baku tersebut relative tinggi atau Universitas Sumatera Utara 7 tidak sama denga CN tanah. Nilai CN tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai kandungan CN mendekati atau sama dengan CN tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik yang segar mempunyai CN yang tinggi, seperti jerami padi 50-70, dedaunan 50, cabang tanaman 15-60, dan kayu tua dapat mencapai 400. 1. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air 2. Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur di dalam tubuh jasad renik terutama nitrogen N, fosfor P, dan kalium K. Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali jika jasad-jasad renik tersebut mati. 3. Pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organic menjadi senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman. Akibat perubahan tersebut, berat isi bahan kompos tersebut menjadi sangat berkurang. Sebagian senyawa arang hilang, menguap ke udara. Kadar senyawa N yang larut amoniak akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan CN bahan asal. Perbandingan CN akan semakin kecil berarti bahan tersebut mendekati CN tanah. Idealnya CN bahan sedikit lebih rendah disbanding CN tanah [16]. Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan CN semakin mendekati CN maka bahan tersebut akan semakin cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik mengandung unsur C dan N yang seimbang. Setiap bahan organik mempunyai kandungan CN yang berbeda. Dibawah ini disajikan kandungan rasio CN dari berbagai jenis bahan organik. Tabel 2.1 Kandungan CN dari berbagai sumber bahan organik Jenis Bahan Organik Kandungan CN Urine ternak 0,8 Kotoran ayam 5,6 Kotoran sapi 15,8 Kotoran babi 11,4 Kotoran manusia tinja 6-10 Darah 3 Tepung tulang 8 Universitas Sumatera Utara 8 Urine manusia 0,8 Eceng gondok 17,6 Jerami gandum 80-130 Jerami padi 80-130 Ampas tebu 110-120 Jerami jagung 50-60 Sesbania sp. 17,9 Serbuk gergaji 500 Sisa sayuran 11-27 Sumber : [8]. Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1. Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjad CO2 dan air. 2. Zat putih telur menjadi ammonia, CO2 dan air 3. Penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut ammonia meningkat. Dengan demikian, CN semakin rendah dan relatif stabil mendekati CN tanah [12]. Menurut [16], kemasakan kompos ditentukan oleh tiga aspek yaitu, fisik, kimia dan biologis. Kompos dikatakan telah masak apabila kompos tersebut telah memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik. Sifat fisik kompos yang baik antara lain, warna yang gelap menuju hitam, bau seperti tanah, ukuran partikel sebesar serbuk gergaji, bila dikepal tidak menggumpal keras, suhu sama dengan lingkungan. Sedangkan kompos dengan sifat kimia yang baik adalah kompos yang telah mampu menyediakan unsur hara bagi tanah dan tanaman, artinya kompos yang telah memiliki kandungan unsur hara yang lebih baik [16].

2.2.1 Pengomposan Anaerobik

Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya, prosesnya dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk hampa udara. Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob untuk membantu mendekomposisi bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang Universitas Sumatera Utara 9 dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi. Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan CH4, karbondioksida CO2, dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif biogas. Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum digunakan harus dikeringanginkan [19]. Universitas Sumatera Utara 10 Gambar 2.1 Skema reaksi dekomposisi anaerobic [9] Tahap-tahap dalam pengomposan anaerobik meliputi : 1. Tahap Hidrolisis Tahap awal yang dilakukan oleh bakteri untuk menguraikan molekul-molekul kompleks seperti halnya selulosa yaitu dengan cara pemotongan ikatan unit-unit molekul tersebut. Hal ini biasanya terjadi akibat adanya enzim khusus yang dilepaskan bakteri untuk melakukan tugas pemotongan ikatan unit-unit molekul, karena molekul-molekul tersebut terlalu besar untuk dapat diserap secara langsung [5]. Pada tahap hidrolisis bahan organik yang padat maupun yang mudah larut, dari yang berupa molekul besar dihancurkan menjadi molekul yang lebih kecil sehingga molekul-molekul tersebut larut dalam air [3], pada tahap ini terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik kompleks menjadi komponen monomer atau dimerik yang dapat larut dalam air. Pemecahan molekul-molekul tersebut dilakukan oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan bakteri selulolitik, proteolitik dan lipolitik. Bakteri selulolitik memecah selulosa menjadi glukosa, bakteri proteolitik memecah protein rantai panjang menjadi protein sederhana dan bakteri lipolitik memecah lemak menjadi asam lemak. Menurut [3], produk hidrolisis selulase adalah gula, asam lemak dan asam amino. Produk dari tahap hidrolisis berupa komponen lebih sederhana yang berfungsi mendukung reduksi limbah secara keseluruhan, menstabilkan serta merupakan sumber energi penting bagi komponen sel bakteri. 2. Tahap Pembentukan Asam Asidogenesis Bakteri tidak hanya menyerap unit-unit molekul yang telah dibebaskan dari senyawaan kompleksnya, tetapi mereka juga terus memecah molekul-molekul kompleks tersebut untuk memperoleh energi dan menggunakan fragmen-fragmennya untuk membentuk molekul-molekul kompleks yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Degradasi lanjutan asidogenesis ini meliputi hampir semua unit yang berasal dari protein, karbohidrat atau lemak, khususnya untuk memproduksi asetat garam dari asam asetat dan Universitas Sumatera Utara 11 karbondioksida CO2. Lemak didegradasi dengan melepas satu molekul asetat dari rantai yang panjang. Proses ini terjadi dalam beberapa tahap yang biasanya disertai pelepasan energi yang dapat digunakan oleh sel [5]. Pada tahap asidogenesis, bakteri asetogenik mengubah bahan organik yang larut dari tahap hidrolisis menjadi asam lemak mudah menguap yang mengandung banyak asam asetat dan sedikit asam butirat, format, propionat serta laktat. Selain itu, pada proses asidogenesis juga terbentuk sedikit alkohol, karbondioksida CO2, hidrogen dan amoniak. Pada awal penguraian proses asidogenesis, akan terjadi penurunan pH akibat terbentuknya asam asetat dan hidrogen. Jika bakteri terus aktif, maka akan terjadi penimbunan asam asetat dan hidrogen sehingga menimbulkan penurunan pH yang mengakibatkan penghambatan pertumbuhan mikroba [20]. Penurunan pH akan berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme karena dalam kondisi tersebut tidak tercipta keadaan optimum untuk pertumbuhan bakteri anaerob. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pertumbuhan bakteri perlu ditambahkan larutan penyangga. Produk terpenting dalam asidogenesis adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, hidrogen dan karbon dioksida. Selain itu, dihasilkan juga sejumlah kecil asam formiat, asam laktat, asam valerat, metanol, etanol, butanediol dan aseton. Bakteri yang berperan dalam tahapan asidogenesis adalah bakteri asedogenik seperti Syntrophoma nas wolfei [4]. 3. Tahap Pembentukan Asetat Asetogenesis Pada tahap ini asam lemak akan menguap untuk digunakan sebagai energi oleh beberapa bakteri obligat anaerobik, tetapi bakteri-bakteri tersebut hanya mampu mendegradasi asam lemak menjadi asam asetat [15]. Produk yang dihasilkan dari proses asidogenesis akan mengalami proses oksidasi dalam tahap asetogenesis. Bakteri yang berperan dalam tahapan ini adalah bakteri asetogenik seperti Acetobacterium woodii dan Syntrophobacter wolinii. Tahap asetogenesis menghasilkan produk yang digunakan dalam tahap pembentukan gas metana oleh bakteri metanogenik pada tahap metanogenesis, akan tetapi tidak semua Universitas Sumatera Utara 12 produk dari asetogenesis dapat digunakan secara langsung pada tahap pembentukan gas methan. Etanol tidak secara langsung dapat digunakan sebagai substrat dalam pembentukan gas metana. Untuk melangsungkan proses pengolahan etanol menjadi substrat dalam pembentukan gas metan, etanol perlu dioksidasi terlebih dahulu menjadi asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik. Produk yang dihasilkan dalam tahap ini adalah asetat, hidrogen dan karbon dioksida. 4. Tahap Pembentukan Gas Metan Metanogenesis Metanogenesis merupakan tahap terakhir dari keseluruhan proses dalam tahap konversi anaerobik dari bahan organik menjadi gas metana dan karbondioksida. Mikroba menggunakan substrat sederhana berupa asetat atau komponen-komponen karbon tunggal seperti CO2, H2, asam format, metanol, metilamin dan CO. Kurang lebih 70 persen produksi gas metana dihasilkan oleh spesies bakteri metanogenesis dengan substrat metil asetat. Bakteri metanogenik mampu memproduksi gas metana dari hidrogen dan karbon dioksida, meskipun perubahan energi yang digunakan dalam konversi ini lebih besar dibandingkan untuk pembentukan gas metana secara asetoklasik. Kelompok bakteri penghasil metana dinamakan bakteri metanogen [5]. Asam lemak yang terbentuk akan dirombak lagi oleh bakteri methan dan menghasilkan biogas yang sebagian besar terdiri dari gas methan. Bakteri tersebut terdiri dari : Methanobacterium, Methanosarcina dan Methanococcus. Di samping itu, ada kelompok bakteri lain yaitu bakteri Desulvobrio yang memanfaatkan unsur Sulfur S dan membentuk gas H2S [13]. Proses produksi biogas merupakan bagian dari proses biologis ekosistem yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan di antaranya parameter fisis maupun kimia. Komponen tersebut saling berinteraksi dan berperan penting dalam membentuk interaksi dalam menstabilkan komunitas biologis Edmons dan Jaques, 1980. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas antara lain : ukuran bahan, rasio CN karbon : nitrogen, temperatur, perbandingan air dan bahan padat, macam bakteri serta pH substrat. Universitas Sumatera Utara 13

2.2.2 Pengomposan Aerobik